Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat

kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit TB

Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui udara yaitu percikan ludah, bersin

dan batuk. Penyakit TB paru biasanya menyerang paru akan tetapi dapat pula

menyerang organ tubuh lain ( Aditama 2014 ). TB paru merupakan salah satu

penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan

World Health Organitation (WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar

dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta

populasi terkena TB aktif setiap tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih

dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari negara berkembang salah satunya

Indonesia (Depkes RI, 2011)

Menurut World Health Organization sejak tahun 2010 hingga Maret

2011, di Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal

sejumlah 61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009 yang

mencapai 528.063 penderita TB paru dengan 91.369 orang meninggal (WHO

Tuberculosis Profile, 2012).

1
2

Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan

masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia

setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah pasien

tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian

101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang

ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah

110 per 100.000 penduduk (Riskesdas,2013)

Di tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu

penyumbang jumlah penemuan penderita TB Paru terbanyak kedua di bawah

Provinsi Jawa Barat. Angka penemuan kasus baru BTA Positif (Case Detection

Rate) merupakan proporsi penemuan kasus TB BTA Positif dibanding dengan

perkiraan kasus dalam persen. Pada tahun 2012, angka CDR sebesar 63.03%

dengan jumlah kasus baru (positif dan negatif) sebanyak 41.472 penderita dan

BTA Positif baru sebanyak 25.618 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Timur 2012) .Pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak

330.910 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang

ditemukan pada tahun 2014 yang sebesar 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi

yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar

yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga

provinsi tersebut sebesar 38% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

(Profil kesehatan Indonesia 2015).

Dari data di Rumah sakit RSUD dr Soeroto Ngawi data penderita TBC

pada tahun 2015 sejumlah 213 orang penderita baru, sedangkan penderita suspek
3

TB sejumlah 740 orang. Terdapat sekitar 15 orang yang menderita suspek TB

tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita TB Paru. Berdasarkan

hasil wawancara pada dengan keluarga penderita TB paru di poli paru RSUD dr

Soeroto, tiga dari lima keluarga penderita mengatakan bahwa mereka tidak tahu

tentang penyakit TB paru, dan bahaya penularan untuk orang disekitarnya.

Mereka kurang memperdulikan penyakit TB paru sehingga sering bergantian

peralatan makan dan minum dengan penderita TB paru tanpa dicuci terlebih

dahulu dan kurangnya perilaku hidup bersih antara lain rumah yang lembab,

kurangnya pencahayaan pada siang hari dan lingkungan rumah yang kotor.

Pengobatan TB Paru telah dilaksanakan sejak 1979, namun penerapanya

masih belum dapat dinyatakan berhasil. Sejak 1995 pengobatan yang dilakukan

menggunakan metode DOTS (Directly Observed Treatmen Shortcourse) yang

direkomendasikan dari WHO, kemudian berkembang seiring dengan

pembentukan GERDUNAS-TB. Pemberantasan penyakit TB paru berubah

menjadi program penanggulangan Tuberkolusis. Penanggulangan TB Paru dengan

strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Strategi DOTS

merupakan strategi kesehatan yang paling effective. ( Depkes RI, 2011).

Pengetahuan masyarakat di negara-negara berkembang seperti Indonesia

tentang TB Paru nampaknya kurang memadai. Masih cukup banyak penderita

beranggapan bahwa TB Paru disebabkan oleh keturunan serta mengira bahwa TB

Paru disebarkan melalui makanan dan minuman. Hal ini peranan dan kemampuan

petugas kesehatan harus senantiasa digiatkan dan ditingkatkan dalam penyuluhan

kesehatan . Indonesia merupakan wilayah yang endemis Tuberculosis Paru, tetapi

saat ini penyakit tuberculosis Paru tidak lagi menjadi penyakit yang sangat
4

menakutkan sehingga penderita harus dikucilkan atau diisolasi. Meskipun begitu

penyakit ini tetap berbahaya karena dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian,

sehingga terjadinya tuberculosis paru sangatlah perlu untuk dihidari, karena selain

berbahaya penyakit ini termasuk penyakit kronik dan membutuhkan waktu

penyembuhan yang lama. Terlebih lagi dapat menjangkit pada anak yang

merupakan kelompok umur yang sangat rentan, karena pada anak penyakit

tuberculosis dapat dijumpai dalam bentuk tuberculosis paru, meningitis

tuberculosis, maupun tuberculosis dibagian tubuh lain, seperti kulit, ginjal dan

lain-lain (Depkes RI 2010)

Penyakit Tuberkulosis dapat terjadi karena adanya perilaku dan sikap

keluarga yang kurang baik. Kurangnya perilaku keluarga tersebut

ditunjukan dengan tidak menggunakan masker debu ( jika kontak dengan

pasien ), keterlambatan dalam pemberian vaksin BCG ( pada orang yang tidak

terinfeksi ), dan terapi pencegahan 6-9 bulan. Terjadinya perilaku yang kurang

baik dari keluarga karena kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga (Isminah,

2004). Dalam hal ini bagaimana seharusnya keluarga klien yang terdiagnosa TB

paru mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit Tuberkulosis

ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap keluarga sangat

menentukan keberhasilan pengobatan dan pencegahan penularan TB paru,

karena jika sikap keluarga klien yang terdiagnosa TB paru mengerti apa yang

sebenarnya dia lakukan maka secara otomatis dia juga bisa dan mampu

melindungi dirinya dan anggota keluarga lainnya. Jika perilakunya baik

maka akan membawa dampak positif bagi pencegahan penularan

Tuberkulosis (Notoatmojo, 2003).


5

Pada prinsipnya upaya-upaya pencegahan dilakukan dan pemberantasan

tuberkulosis dijalankan dengan usaha-usaha diantaranya: pendidikan

kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya-bahanya, cara

penularannya. Pencegahan dengan vaksinasi B.C.G pada anak-anak umur 0 – 14

tahun, chemoprophylactic dengan I.N.H pada keluarga, penderita atau orang-

orang yang pernah kontak dengan penderita. Dan menghilangkan sumber

penularan dengan mencari dan mengobati semua penderita dalam masyarakat

(Indan Entjang,2000). Adapun juga upaya pencegahan menurut WHO yaitu

pencahayaan rumah yang baik, menutup mulut saat batuk, tidak meludah di

sembarang tempat, menjaga kebersihan lingkungan dan alat makan.

Berdasarkan fenomena diatas dikarenakan banyaknya pasien suspek TB di

RSUD dr Soeroto, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Kejadian

suspek TB pada anggota keluarga ditinjau dari perilaku penderita TB di Poli Paru

RSUD dr Soeroto Ngawi “.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas maka penulis menetapkan masalah penelitian

yang dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan perilaku

penderita TB dengan timbulnya suspek TB bagi anggota keluarganya di poli

penyakit paru RSUD dr Soeroto Ngawi?”


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk megetahui hubungan perilaku penderita TB dengan timbulnya

suspek TB bagi anggota keluarganya di poli penyakit paru RSUD dr Soeroto .

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Perilaku Penderita TB di poli penyakit paru RSUD dr

Soeroto

b. Mengidentifikasi kejadian suspek TB bagi anggota keluarganya dari

penderita TB di poli penyakit paru RSUD dr Soeroto.

c. Menganalisa hubungan perilaku penderita TB dengan timbulnya kejadian

suspek TB bagi anggota keluarganya di poli penyakit paru RSUD dr

Soeroto Ngawi

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan referensi kepustakaan untuk penelitian lebih lanjut

dalam mengembangkan ilmu keperawatan mengenai perawatan keluarga.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan pada pelaksanaan program Pemberantasan Penyakit

Tuberculosis Paru khususnya dalam segi perawatan di keluarga.

b. Bagi pelaksana perawatan kesehatan masyarakat memberi informasi untuk

meningkatkan pengelolaan perawatan pada Penderita TB

c. Bagi masyarakat umum, sebagai tambahan informasi dan promosi

kesehatan mengenai penyakit TB Paru.


7

E. Keaslian Penelitian

1. Hubungan antara sikap dan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit

menular Tubercolusis. Linda Presti (2011)

2. Faktor – faktor yang berhubungan dengan penyembuhan penyakit Tuberculosis

(TBC) paru di puskesmas. Mifbakhuddin (2013)

3. Upaya keluarga dalam pencegahan penularan Tuberkulosis (TB) paru ke

anggota keluarga lainnya di wilayah kerja puskesmas sidorejo pagar alam tahun

2010

Anda mungkin juga menyukai