Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Penegakan Diagnosa
Seorang perempuan berusia 52 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut
kanan atas yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
sebelumnya telah dirasakan sejak minggu lalu. Nyeri perut seperti di tusuk dan nyeri
bersifat terus menerus. Nyeri dirasakan semakin memberat ketika pasien selesai
makan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah yang berisi makanan tapi tidak ada
darah. Selain itu, pasien juga mengeluh mata kuning sejak tadi pagi. Pasien juga
mengaku BAB seperti dempul sejak 4 hari, dan disertai BAK berwarna seperti teh.
Pasien mengaku demam tapi tidak tinggi sejak 4 hari. Pasien mengaku sering
mengkonsumsi makanan berlemak dan tidak suka sayur. Pasien mengaku memiliki
penyakit hipertensi dan diabetes. Pasien rutin control dan minum obat untuk
penyakitnya tersebut. Sebelum pergi ke rumah sakit sebelumnya pasien telah berobat
ke klinik dan diberikan obat lambung namun keluhan tetap dan tidak ada perubahan.
Nyeri dada disangkal, sesak disangkal.
Pada pemeriksaan fisik tanda vital didapatkan keadaan umum pasien kesakitan.
Nadi meningkat yaitu 105 kali per menit, Demam (suhu 37,7 0C), BMI pasien
termasuk obesitas grade 2. Sklera menunjukkan gambaran ikterik dan didapatkan
nyeri tekan abdomen pada regio epigastrium dan hipokondriak kanan dengan tanda
Murphy sign positif. Pemeriksaan fungsi organ lainnya tidak menunjukkan adanya
kelainan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan pada pemeriksaan fungsi
liver yaitu SGOT 1019 µ/l dan SGPT 757 µ/l dan terdapat peningkatan dari bilirubin
direct 6,5 mg/dl dan bilirubin total 9,7 mg/dl. Pemeriksaan darah lengkap, fungsi
ginjal, dan glukosa darah menunjukkan dalam batas normal. Pemeriksaan
imunoserologi HbSAg menunjukkan hasil non reaktif. Pada pemeriksaan foto thorax
menunjukkan hasil cardiomegaly. Pada pemeriksaan USG didapatkan Kolesistitis
kronis dengan kolelitiasis berukuran 0,81 cm di neck gall bladder dan didapatkaan
mild fatty liver.
Diagnosis kolesistitis didasarkan adanya keluhan nyeri pada daerah kanan atas
terutama timbul setelah mengkonsumsi makanan berlemak, adanya demam, nyeri
tekan pada hipokondrium kanan dan epigastrium serta tanda murphy sign positif pada
pemeriksaan fisik. Hal ini sejalan dengan tinjauan pustaka yang mengatakan bahwa
gambaran klinis kolesistitis adalah demam, nyeri abdomen kuadran kanan atas dan
Murphy sign positif. Nyeri perut kanan atas disebabkan oleh penekanan batu pada
lumen ductus sehingga menyebabkan tekanan intralumen meningkat dan distensi
saluran empedu yang pada akhirnya akan merangsang dan mengaktivasi neuron
sensori yang menyebabkan terjadinya nyeri kolik. Gagalnya cairan mepedu yang
masuk menuju usus halus untuk ekskresi menyebabkan terlalu banyak bilirubin masuk
ke dalam kandung kemih sehingga urin berwarna gelap seperti teh. Tinja sering
berwarna pucat karena lebih sedikit cairan empedu yang bisa mencapai usus halus.
Pada pasien ini juga memenuhi kriteria female, fat, forty, dan fertile yang
memperkuat diagnosa ke arah kolesistitis. Faktor risiko kolesistitis sering
dihubungkan dengan 4F yaitu Fat (gemuk), Female (perempuan), Fertile (Subur), dan
Forty (Usia empat puluhan). Hal ini sesuai dengan kondisi pasien yaitu pasien seorang
perempuan yang berusia diatas 40 tahun. Berdasarkan BMI pasien, pasien tergolong
obesitas derajat 2 (Fat). Pasien juga tergolong subur (Fertile) karena memiliki 3 orang
anak.
Selain itu, factor yang mempengaruhi serangan timbulnya kolesistitis adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab
utama kolesistitis 90% adalah batu kandung empedu yang terletak di ductus sistikus
yang menimbulkan stasis cairan empedu, sedangkan sisanya kolesititis dapat timbul
tanpa adanya batu. Stasis cairan empedu dapat menimbulkan kolesistitis dipengaruhi
oleh kepekatan cairan empedu, kadar kolestrol lisolesitin dan prostaglandin yang
dapat merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu sehingga menimbulkan
reaksi inflamasi.
Pada pemeriksaan laboratorium pasien ini didapatkan kadar SGOT dan SGPT
yang meningkat. Pada pasien kadar SGOT meningkat yaitu 1019 µ/L dan SGPT 757
µ/L. SGOT atau Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase adalah enzim sitoplasmik
dan mitokondrial didalam hepatosit. Selain pada hepatosit enzim ini juga terdapat di
miokard, otot skeletal, eritrosit, dan otak. Kadarnya akan meningkat jika ada
kerusakan pada sel-sel pada jaringan diatas. Misalnya hepatitis, infark miokard, dan
miosistis. Pada SGPT atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase adalah enzim
terutama terdapat di dalam hepatosit sehingga jika mengalami peningkatan maka
menunjukkan adanya kerusakan sel hepar yang lebih spesifik dari SGOT. Pada pasien
terdapat peningkatan SGOT dan SGPT menggambarkan adanya kerusakan sel hepar.
Pada pasien ditambahkan pemeriksaan HBsAg untuk menegakkan diagnose jenis
hepatitis apa yang diderita pasien. HBsAg adalah surface antigen yang berasal dari
selubung dari virus Hepatitis B. hasil pemeriksaan HBsAg pada pasien didapatkan
hasil Non reaktif sehingga Pasien bukan menderita Hepatitis B. Perlu dilakukan
pemeriksaan anti-HCV dan IgM anti HAV untuk menegakkan diagnose hepatitis.
Peningkatan kadar bilirubin pada pasien yaitu pada bilirubin direct sebesar 6,5
mg/dl dan bilirubin total 9,7 mg/dl . Bilirubin adalah hasil katabolisme heme didalam
system retikuloendotelial. Di dalam darah, bilirubin akan terikat pada albumin yang
kemudian akan dibawa ke hepar dan albuminnya akan dilepaskan. Peningkatan kadar
bilirubin di dalam darah >2,5 mg/dl disebut hyperbilirubinemia yang akan
menyebabkan warna kuning di kulit dan sklera yang disebut icterus.
Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada anemia hemolitik, kerusakan parenkim hati
(hepatitis) dan obstruksi saluran empedu.
Ikterus dapat dijumpai pada 20% kasus, icterus terjadi akibat adanya obstruksi
bilier karena inflamasi dari gallbladder ataupun karena adanya batu di saluran
empedu. Pada pasien ini didapatkan icterus, urine berwarna seperti teh, dan feses
berwarna pucat. Adanya sumbatan oleh batu menyebabkan aliran bilirubin
terkonjugasi menjadi terhambat dan masuk ke dalam aliran darah sehingga pasien
mengalami icterus. Pada pasien ini didapatkan kadar bilirubin yang meningkat
sehingga perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu. Untuk itu, dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang merupakan modalitas diagnostic utama untuk
menegakkan diagnose. USG dapat melihat besar, bentuk dan penebalan dinding
kandung empedu, adanya batu dan keadaan saluran empedu ekstrahepatik.
Gambaran USG pada kolesistitis kalkulus adalah adanya batu yang ditemukan di
kandung empedu maupun di saluran empedu, penebalan dinding kandung empedu.
Pada pasien ini pemeriksaan USG didapatkan penebalan dinding empedu dengan tepi
irregular, tampak batu ukuran 0,81 cm pada neck gallbladder. Kesimpulan pada
pemeriksaan USG didapatkan Kolesistitis kronis dengan kolelitiasis.
Pada Kolelitiasis 90% komposisi batu adalah kolesterol. Predisposisi batu
kolesterol adalah usia >40tahun, Wanita, obesitas, kehamilan, penurunan berat badan
yang terlalu cepat. Pada kasus ini disarankan untuk memeriksakan kadar kolesterol
untuk memperkuat penegakan diagnose.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnose
pasien yaitu Kolesistitis kronis et causa Kolelitiasis dan Hepatitis.
3.2 Tatalaksana
Pada pasien diberikan terapi :
-Infus Asering 10 tpm
-Levofloxacin 1 x 500 mg iv
-Ondancetron 3x8 mg iv
-Ketorolac 3x30mg iv
-Ursideoxycholic acid 3x1
-Pro hepar 3x1
-Melidox 3x1
-Curcuma 3x1
Pada kolesititis dengan batu diberikan terapi yaitu pengobatan suportif sesuai dengan
keluhan pasien, antibiotika parenteral, hidrasi kecukupan cairan dan dilakukan
kolesistektomi.
Pada pasien ini telah diberikan hidrasi yaitu cairan infus Asering sebanyak 10 tpm,kemudian
diberikan antibiotic parenteral Levofloxacin 500 mg. Pemberian Ondansetron karena pasien
mengeluh mual dan muntah. Ketorolac diberikan untuk mengurangi nyeri perut pada pasien.
Tatalaksana kolesititis secara umum yaitu antibiotic dan analgesic. Selain itu ada juga
tatalaksana non farmakologi yaitu istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan
rendah lemak. Pemberian antibiotic bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi
peritonitis, koangitis, dan septikemia.
BAB V
Kesimpulan
Kolesistitis merupakan peradangan pada dinding kandung empedu yang ditandai
dengan trias gejalanya yakni nyeri perut kuadran kanan atas, demam dan Murphy sign positif.
Penegakkan diagnosis untuk kolestitis adalah dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Anda mungkin juga menyukai