ARBITRASE INTERNASIONAL
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
MELIZA
19.045.74234
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar Pertimbangan Memilih Arbitrase Sebagai alternatif Penyelesaian Sengketa ......3
B. Lembaga Arbitrase Internasional....................................................................................4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. saran..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat serta laju dinamis dunia bisnis saat ini berlangsung
demikian pesat. Dinamika dan kepastian yang terjadi di dalam kegiatan ekonomi dan
bisnis itu ternyata telah membawa implikasi yang cukup mendasar terhadap pranata
maupun lembaga hukum. Implikasi terhadap pranata hukum disebabkan sangat tidak
memadainya perangkat norma untuk mendukung kegiatan ekonomi dan bisnis yang
sedemikian pesat. Kondisi tersebut kemudian diupayakan untuk diatasi dengan
melakukan reformasi hukum di bidang kegiatan ekonomi. Berbagai upaya dilakukan
melalui pembaharuan atas substansi produk-produk hukum yang sudah tertinggal
maupun dengan membuat peraturan perundang-undangan baru mengenai bidang-bidang
yang menunjang kegiatan ekonomi dan bisnis.
Sementara itu, implikasi dari kegiatan bisnis yang pesat terhadap lembaga hukum
berakibat juga terhadap pengadilan yang dianggap tidak profesional untuk menangani
sengketa-sengketa bisnis, tidak independen bahkan para hakimnya telah kehilangan
integritas moral dalam menjalankan profesinya. Akibatnya, lembaga pengadilan yang
secara konkrit mengemban tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan ketika
menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan sengketa yang tidak efektif dan
efisien.
Sebagai salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan, forum
arbitrase bukan sesuatu yang baru dalam sistem penyelesaian sengketa hukum di
Indonesia. Di masa lalu, arbitrase kurang menarik perhatian dan kurang populer
walaupun sesungguhnya sudah lama diatur dalam sistem hukum di Indonesia. Bahkan
pada kurun awal kemerdekaan Indonesia, arbitrase pun telah lazim dipraktikan di
kalangan para usahawan.
Dewasa ini, arbitrase dipandang sebagai pranata hukum yang penting sebagai
salah satu cara penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan. Bahkan meningkatnya
peranan arbitrase pun bersamaan dengan meningkatnya transaksi niaga, baik nasional
maupun internasional. Kompleksitas dan tingginya persaingan di dalam transaksi niaga,
baik nasional maupun internasional tersebut sangat berpotensi menimbulkan sengketa.
1
Beragam sengketa yang timbul dari kegiatan bisnis atau aktivitas komersial itu secara
umum dapat disebut sebagai sengketa bisnis atau sengketa komersial (selanjutnya disebut
dengan sengketa komersial). Demikian luasnya pengertian komersial sehingga meliputi
seluruh aspek kegiatan bisnis. Oleh sebab itu, dalam rangka disertasi ini sengketa
komersial tidak ditetapkan secara spesifik. Sengketa komersial dimaksud diambil secara
random (acak) dari kasus yang ada berdasarkan kebutuhan kajian ini. Bahkan sengketa
komersial dimaksud tidak ditentukan berdasarkan jenis objek sengketanya maupun
ragam kontrak bisnisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar pertimbangan memilih arbitrase sebagai alternatif penyelesaian
sengketa?
2. Apa saja lembaga arbitrase Internasional?
C. Tujuan
1. Mengetahui dasar pertimbangan memilih arbitrase sebagai alternatif penyelesaian
sengketa.
2. Mengetahui lembaga arbitrase Internasional.
D.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
bisnis sejak awal sudah bersiap-siap dan bersepakat di dalam kontrak mereka apabila
terjadi perselisihan, akan diselesaikan melalui forum di luar pengadilan negeri.
Fungsi mengadili dapat dilakukan dan berlangsung di banyak lokasi, atas dasar
hal itu, maka memilih forum arbitrase untuk menyelesaikan sengketasengketa bisnis
merupakan kecenderungan beralihnya minat masyarakat pencari keadilan dari
menggunakan jalur litigasi pada pengadilan kepada jalur lain yang formatnya lebih tidak
terstruktur secara formal. Namun demikian, bentuk yang disebut terakhir itu diyakini
oleh para penggunanya akan mampu melahirkan keadilan substansial. Adapun faktor
yang membedakan adalah, pengadilan mengedepankan metode pertentangan
(adversarial), sehingga para pihak yang bertikai bertarung satu sama lain dengan hasil
akhir yang kuat yang akan menang. Sedangkan arbitrase lebih mengutamakan itikad
baik, non-konfrontatif, serta lebih kooperatif.
Pada arbitrase para pihak tidak bertarung melainkan mengajukan argumentasi di
hadapan pihak ketiga yang akan bertindak sebagai pemutus sengketa. Oleh karena itu,
untuk mengantisipasi kurang sempurnanya pengadilan dalam menjalankan tugasnya,
seharusnya hukum tanpa harus mengorbankan nilai keadilan dan kepastian hukum,
mampu membuka diri untuk mengaktualisasikan sistemnya dan meningkatkan
peranannya untuk membuka lebar-lebar akses keadilan bagi masyarakat bisnis tanpa
harus terbelenggu pada aturan normatif yang rigid.
4
kasus-kasus nasionalisasi yang lansung mempengaruhi dan menggerakkan Bank
Dunia membentuk konvensi ini adalah kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaaan
Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR Tunisia (the Tunisian
National Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanah-tanah milik orang
asing (khususnya Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Tindakan ini sangat mengejutkan pihak asing karena dengan adanya UU
tersebut berati tanah milik orang asing (Prancis) berikut kekayaan yang terkadung di
dalamnmya seluas 1 juta hektar ternasionalisasi. Dalam suatu pernyataanya,
Presiden Tunisia Habib Bourgouiba menyatakan bahwa selama ini Tunisia telah
cukup menderita di bawah ekspoiltasi Prancis selama 83 tahun. Beliau juga menolak
perjanjian yang diadakan sebelumnya antara Tunisia dan Prancis bahwa negerinya
dapat membeli hak milik asing (Prancis) yang masih ada berbasarkan ketentuan-
ketentuan hukum kolonial.
Bourgouiba melegalisasi tindakannya dengan alasan bahwa meskipun
tindakan atau kebijakannya nyata-nyata ditentang Pemerintah Prancis, namun
tidakan tersebut dilancarkan juga sebab merupakan “suatu masalah antara hidup dan
mati bagi Tunisia yang merupakan negara yang baru merdeka”
Presiden Prancis Jenderal Charles de Gaulle, pada waktu itu, berekasi keras
terhadap tindakan pemerintah bekas jajahannya. Beliau menyatakan tindakan
tersebut sebagai tindakan brutal dan serta merta membatalkan semua rencana
bantuan keuangan (ekonomi) negarannya kepada Tunisia. Hubungan kedua negara
pada waktu itu praktis sangat tegas dan panas. Kasus ini mengejutkan masyarakat
intenasional yang merasa khawatir hubungan kedua negara dapat menjurus kearah
tujuan perang terbuka yang sudah barang tentu dapat merunggut banyak korban
jiwa.
Pada waktu itu reaksi dari pemilik tanah dan investor Prancis yang tanah atau
perusahaanya dinasionalisasi, adalah mengajukan masalah ini kepada lembaga
internasional, antara lain Bank Dunia. Namun, upaya tersebut tidak membawa hasil
yang berarti karena lembaga-lembaga itu memang tidak memiliki wewenang sama
sekali dalam menangani kasus-kasus seperti nasionalisasi. Beberapa waktu
kemudian, setelah kasus tersebut mereda, Bank Dunia lalu memprakasi
pembentukan suatu badan arbitrase internasional yang akan mengenai sengketa-
sengketa penanaman modal antara investor asing dengan negara tuan rumah. Upaya
5
ini membawa hasilnya yaitu dengan ditandatanginya the Convention the Settlement
of Investment Disputes between States and Nationals of Other States.
Tujuan ICSID
6
perananan the center hanyalah mengawasi jalannya persidangan dan memberikan
aturan-aturan hukum acaranya.
7
para pihak yang bersengketa tidak sepakat terhadap beberapa isu (masalah) yang
berkembangan dalam penanganan kasus tersebut seperti penetapan tempat, dan lain
sebagainya maka ICC memiliki kewenangan untuk menetapkannya.
Dalam konteks keputusan (award) yang dihasilkan, award tersebut harus
mendapat persetujuan dari ICC (international court of arbitration) yang memiliki
kewenangan untuk membuat modifikasi. Menyangkut pembiayaan akan ditentukan
oleh kedua belah pihak secara bersama-sama dan merata, dimana sekretariat badan
arbitrase akan mensyaratkan pembayaran administrasi dan biaya arbitrator.
Perhitungan biaya (cost) didasarkan pada jumlah biaya yang telah ditentukan oleh
ICC dan jumlah biaya yang disengketakan. Sekretariat mensyaratkan pula biaya
deposit sebelum badan arbitrase memulai pekerjaannya. Oleh karena itu, dari segi
pembiayaan, cost yang dikeluarkan sangatlah besar.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang ikut serta dalam
berkembangnya ICC. ICC Indonesia merupakan sebuah komite nasional
perpanjangan tangan dari ICC dan KADIN Indonesia. ICC Indonesia memiliki visi
untuk meningkatkan perdagangan internasional dengan para pembeli dari luar
negeri.
8
LCIA adalah lembaga yang berbasis di London , Inggris Raya yang
menyediakan layanan arbitrase internasional . Markas administrasi LCIA berada di
London. LCIA adalah lembaga internasional, yang menyediakan forum untuk
proses penyelesaian sengketa untuk semua pihak, terlepas dari lokasi atau sistem
hukum mereka. Meskipun arbitrase dan sementara pengadilan arbitrase formal
adalah fokus utama lembaga, LCIA juga aktif dalam mediasi , suatu bentuk
penyelesaian sengketa alternatif (ADR). Pada tanggal 5 April 1883, Pengadilan
Umum Dewan Kota London membentuk komite untuk menyusun proposal untuk
pembentukan pengadilan untuk arbitrase domestik dan, khususnya, sengketa
komersial trans-nasional yang timbul dalam lingkup kota.
The Law Quarterly Review menulis di peresmian pengadilan Kamarnya
adalah untuk memiliki semua kebajikan yang tidak dimiliki undang-undang. Itu
harus cepat di mana hukum itu lambat, murah di mana hukum itu mahal, sederhana
di mana hukum bersifat teknis, seorang pembawa damai, bukan pencetus pertikaian.
Pada tahun 1884, komite mengajukan rencananya untuk pengadilan yang akan
dikelola oleh City of London Corporation , dengan kerjasama dari Kamar Dagang
& Industri London . Namun, meskipun rencana itu muncul dari kebutuhan yang
diidentifikasi dan mendesak, itu harus ditunda sambil menunggu berlakunya
Undang-Undang Arbitrase Inggris 1889. Pada April 1891, skema tersebut akhirnya
diadopsi dan pengadilan baru diberi nama The City of London Chamber of
Arbitration . Itu akan duduk di Guildhall di Kota, di bawah tuduhan administrasi
komite arbitrase yang terdiri dari anggota Kamar London dan Korporasi Kota.
Kamar itu secara resmi dilantik pada 23 November 1892, di hadapan
pertemuan besar dan terhormat, yang termasuk Presiden Dewan Perdagangan saat
itu. Minat yang cukup besar juga ditunjukkan oleh pers dan kalangan komersial
yang legal. Pada bulan April 1903, pengadilan diubah namanya menjadi
Pengadilan Arbitrase London dan, dua tahun kemudian, Pengadilan pindah dari
Guildhall ke lokasi terdekat Kamar Dagang London. Struktur administrasi
Pengadilan sebagian besar tetap tidak berubah selama tujuh puluh tahun ke depan.
Pada tahun 1975, Institut Arbiter (kemudian Chartered Institute) bergabung dengan
dua badan administrasi lainnya dan komite arbitrase sebelumnya menjadi Komite
Manajemen Bersama, berkurang dari semula dua puluh empat anggota menjadi
delapan belas, enam perwakilan dari masing-masing tiga organisasi . Direktur
Institut Arbiter menjadi Panitera Pengadilan Arbitrase London. Pada tahun 1981,
9
nama Pengadilan diubah menjadi Pengadilan Arbitrase Internasional London ,
untuk mencerminkan sifat pekerjaannya, yang pada waktu itu, sebagian besar
internasional.
LCIA tetap menjadi salah satu lembaga arbitrase internasional permanen
yang lebih besar saat ini. Ini mengumumkan aturan dan prosedurnya sendiri, yang
sering diadopsi dalam arbitrase ad hoc bahkan di mana LCIA sendiri tidak terlibat.
LCIA dibentuk sebagai perusahaan nirlaba yang dibatasi oleh jaminan . Dewan
Direksi LCIA (sebagian besar terdiri dari praktisi arbitrase terkemuka yang berbasis
di London) prihatin dengan operasi dan pengembangan bisnis LCIA dan dengan
kepatuhannya pada hukum perusahaan yang berlaku. Dewan tidak memiliki peran
aktif dalam administrasi prosedur penyelesaian perselisihan, meskipun Dewan
memiliki kepentingan yang layak dalam pelaksanaan fungsi administrasi LCIA.
Pengadilan LCIA adalah otoritas terakhir untuk penerapan Aturan LCIA yang tepat.
Fungsi utamanya adalah menunjuk pengadilan, menentukan tantangan bagi arbiter,
dan mengendalikan biaya. Meskipun Pengadilan LCIA bertemu secara teratur
dalam sesi pleno, sebagian besar fungsi yang harus dilakukan olehnya berdasarkan
aturan dan prosedur LCIA dilakukan, atas namanya, oleh Presiden, oleh Wakil
Presiden atau oleh Divisi Pengadilan. Pengadilan terdiri dari tiga puluh lima
anggota, yang dipilih untuk memberikan dan menjaga keseimbangan para praktisi
terkemuka dalam arbitrase komersial, dari area perdagangan utama dunia, dan yang
tidak lebih dari enam mungkin berkebangsaan Inggris. Di antara pihak-pihak lain,
Perjanjian Kayu Softwood 2006 antara Amerika Serikat dan Kanada membentuk
mekanisme penyelesaian sengketa berbasis di sekitar LCIA untuk masalah
perdagangan internasional kedua pihak mengenai kayu lunak.
Aturan arbitrase LCIA berlaku secara universal, sesuai untuk semua jenis
perselisihan yang dapat arbitrasi. Mereka menawarkan kombinasi fitur terbaik dari
sistem hukum perdata dan common law, termasuk khususnya:
Fleksibilitas maksimum bagi para pihak dan pengadilan untuk menyetujui hal-
hal prosedural
Kecepatan dan efisiensi dalam penunjukan arbiter, termasuk prosedur yang
dipercepat
Cara mengurangi penundaan dan menangkal taktik menunda
Ketentuan arbitrator darurat
10
Kekuatan pengadilan untuk memutuskan yurisdiksi mereka sendiri
Berbagai langkah sementara dan konservatif
Kekuatan pengadilan untuk memerintahkan keamanan untuk klaim dan biaya
Kekuatan khusus untuk bergabung dengan pihak ketiga dan konsolidasi
Pengabaian hak banding
Biaya dihitung tanpa memperhatikan jumlah yang disengketakan
Setoran bertahap - para pihak tidak diharuskan untuk membayar seluruh
arbitrase di muka
C.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arbitrase, baik nasional maupun internasional memiliki peran dan fungsi yang
makin lama makin penting dalam kerangka proses penyelesaian sengketa. Arbitrase
merupakan salah satu model penyelesaian sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai
sarana penyelesaian sengketa komersial yang tersedia. Oleh karena arbitrase diyakini
sebagai forum tempat penyelesaian sengketa komersial yang reliable, efektif, dan efisien.
Lambatnya penyelesaian perkara melalui pengadilan terjadi karena proses
pemeriksaan yang berbelit dan formalistik. Oleh karena itu, tidak heran jika para pelaku
bisnis sejak awal sudah bersiap-siap dan bersepakat di dalam kontrak mereka apabila
terjadi perselisihan, akan diselesaikan melalui forum di luar pengadilan negeri.
Lembaga Arbitrase Internasional sebagai berikut:
B. Saran
Melalui peradilan arbitrase memang memiliki banyak kelebihan, di samping itu
masyarakat tetap dihimbau untuk tetap menaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tidak menutup kemungkinan di peradilan arbitrase bisa terjadi oknum-
oknum hukum yang menyelewengkan hak dan kewajiban mereka untuk keuntungan
pribadi semata. Untuk pemerintah harus lebih tegas lagi dalam membuat keputusan
khususnya jika ada permsalahan yang menyangkut dunia bisnis di tanah air agar tidak
menjadi aib bagi Republik Indonesia.
12
DAFTAR PUSTAKA
Gautama, Sudargo. 1990. Hukum Dagang & Arbitrase Internasional. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Rosyadi, Rahmat dan Ngatino. 2001. Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Widjaja, Gunawan & Ahmad Yani. 2003. Hukum Arbitrase. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
13