Anda di halaman 1dari 26

PENGGUNAAN STIKER SEBAGAI MEDIA

KOMUNIKASI DALAM PROMOSI KESEHATAN


TENTANG ANEMIA PADA REMAJA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Keperawatan KomunitasII Semester VIc Yang Diampu Oleh Ns.
Fandhy Aldy M, M.Kep dan TIM

Disusun Oleh:
Amat Riyadi 2107075 Iwan Nurrozi 2107045
Dyan Pratama 2107035 Martyastuti 2107051
Fitri Dwi A 2107039 Rotin Megawati 2107080
Hersat Yudha 2107042 Yulita Indraswari 2107072

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KARYA HUSADA
SEMARANG
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan
kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigm kesehatan
masyarakat (public health). Perubahan paradigma kesehatan masyarakat terjadi antara
lain akibat berubahnya pola penyakit, gaya hidup, kondisi kehidupan, lingkungan
kehidupan, dan demografi. Pada awal perkembangannya, kesehatan masyarakat
difokuskan pada faktor-faktor yang menimbulkan risiko kesehatan seperti udara, air,
penyakit-penyakit bersumber makanan seperti penyakit penyakit lain yang
berhubungan dengan kemiskinan dan kondisi kehidupan yang buruk.
Dalam perkembangan selanjutnya, disadari bahwa kondisi kesehatan juga dipengaruhi
oleh gaya hidup masyarakat (Depkes RI., 2004).Promosi Kesehatan merupakan suatu
kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kepada masyarakat, kelompok atau
individu. Dengan harapan, dengan adanya pesan tersebut maka masyarakat, kelompok
atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
Pengetahuan tersebut berpengaruh terhadap perilaku. Dengan adanya promosi
kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa akibat perubahan perilaku kesehatan
dari sasaran (Sanjaya, W, 2016).
Komunikasi merupaka sarana yang penting dalam jalannya suatu kehidupan. Di
era globalisasi ssekarang ini banyak sekali media komunikasi yang telah beredar, tak
terkecuali stiker, stiker merupakan cetak tentang sesuatu maalah khusu untuk suatu
sasaran dan tujuan ttertentu dengan kalimat kalimat singkat, padat, mudah dan gambar
– gambar yang sederhana. Stiker digunakan untuk bermacam hal misalnya
mengenakan produk, sebagai hal misalnya mengenalkan produk. Stiker dapat
diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan – pertemuan dilakukan seperti di
sekolah, kunjungan rumah, dan lain – lain, Karena media ini mudah untuk dibagikan
dan dapat dibawa kemana mana, bahkan efektif dalam menyampaikan informasi dan
membantu promosi kesehatan ( Fauziah et al, 2017 ).
Kelebhan Stiker menurut Notoatmojo yaiitu tahan lama, menjangkau banyak
orang, dlam segi biaya terbilang rendah, mudah dibawa kemana – mana, menampilkan
estetika keindahan, mempermudah pemahaman dengan bahasa yang singkat, dan juga
dapat meniingkatkan minat ( Purwono, 2018 )

B. RUMUSAN MASALAH
Apakah media lstiker efektif digunakan dalam promosi kesehatan dan
mampu menigkatkan pengetahuan?

C. TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui evidence based bahwa media stiker mampu
meningkatkan pengetahuan dan efektif digunakan dalam promosi
kesehatan.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep promosi Kesehatan
2. Mengetahui konsep dasar tentang Stiker
3. Membahas review artikel jurnal mengenai media Stiker

D. MANFAAT
1. Bagi Penulis

Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mempelajari lebih mendalam tentang media


promosi kesehatan.

2. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan tentang masalah Kesehatan dengan pendekatan promosi


kesehatan.
3. Bagi Ilmu Keperawatan Komunitas
Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan mengembangkan ilmu penelitian
tentang promosi Kesehatatan dengan media lstiker
4. Bagi Institusi
Sebagai literatur dalam pengembangan penelitian institusi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan
dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat
tidak sajasadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan
sesuatu anjuran yang adahubungannya dengankesehatan (Azwar,1983 ; Mac
hfoedz, et al., 2005).
Hasil yang diharapkan dari suatu promosi kesehatan adalah perilaku
kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan yang
kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan ( Fauziah et al., 2017 ).
Sedangkan menurut Kemenkes ( 2011 ) promosi kesehatan adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melaui pembelajaran diri oleh
dan untuk masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat
agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung
oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan ( Prof. DR.H. Wina
Sanjaya, 2016 )

B. Metode Promosi Kesehatan


Menurut (Prof. DR. H. Wina Sanjaya, 2016) dalam proses
penyampaian materi promosi kepada sasaran maka pemilihan metode yang
tepat sangat membantu penyampaian usaha mengubah tingkah laku sasaran.
Secara garis besar metode promosi dalam kesehatan, yaitu :
- One Way Methode
Metode ini menitikberatkan pendidik yang aktif sedangkan
pihak sasaran tidak diberikan kesempatan untuk aktif
- Two Way Methode
Metode ini menjamin adanya komunikasi dua arah antara
pendidik dan sasaran antara lain tanya jawab, simulasi, role
playing, wawancara.
C. Media Promosi Kesehatan
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan komunikator,
dengan harapan sasaran dapat meningkat pengetahuannya dan dapat
merubah perilaku kesehatannya ke arah yang positif. Media dalam promosi
kesehatan merupakan salah satu upaya dalam mendukung keberhasilan
proses pembelajaran sehingga lebih menarik perhatian dan materi yang
disampaikan akan lebih mudah dipahami oleh peserta.

D. Media Stiker
a. Pengertian
Cutting sticker merupakan salah satu media yang dapat
digunakan untuk mempercantik barang-barang anda, ternyata selain
untuk mempercantik sticker juga dapat digunakan sebagai media
promosi atau media himbauan kepada masyarakat luas. Sekarang ini
perkembangan stiker sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
poster promosi yang terbuat dari sticker yang menempel dibeberapa
tempat dan bahkan menempel di mobil-mobil seperti stiker dinding
dan stiker nama, sehingga dapat dikatakan penggunaan cutting sticker
dapat dijadikan sebagai media promosi berjalan atau iklan berjalan.

Banyak sekali pemanfaatan cutting sticker yang dapat digunakan


salah satunya adalah sebagai media iklan. Banyak masyarakat yang
lebih tertearik menggunakan stiker sebagai media iklan atau promosi
karena memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan media poster
atau baliho. Apa saja kelebihan sticker sebagai media iklan?

Berikut adalah beberapa kelebihan stiker sebagai media iklan


berjalan:

1. Proses pengerjaan sticker printing sangat mudah yaitu tinggal


memotong bagian sesuai dengan desain gambar yang ditempel dan
tidak perlu memoles cat hingga menunggu kering seperti
pengerjaan pembuatan iklan biasa. Sehingga proses pembuatan
stiker seperti stiker dinding dan stiker nama tidak membutuhkan
waktu yang lama seperti pembuatan media iklan biasanya.

2. Pembuatan sticker printing dapat menggunakan berbagai jenis


model dan ukuran sesuai dengan pesanan konsumen, sehingga
konsumen dapat menentukan desain yang mereka inginkan untuk
membuat stiker dinding dan stiker nama.

3. Sticker memiliki bentuk yang simpel dan ukurannya dapat


disesuaikan dengan pesanan serta stickers dapat ditempel dimana
saja. Umumnya ukuran sticker printing tidak terlalu besar sehingga
tidak memakan banyak tempat. Hal inilah yang membuat stiker
menjadi pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai media iklan
dengan menempelkannya di mobil-mobil.

4. Cutting sticker memiliki banyak variasi warna yang sangat menarik


sehingga konsumen yang ingin membuat sticker printing dapat
menentukan sendiri warna apa yang akan mereka gunakan untuk
menarik perhatian masyarakat luas dalam mengiklankan produk
dengan stiker dinding dan stiker nama.
5. Promosi dengan menggunakan media sticker dapat menghemat
biaya pengiklanan. Dengan memasang satu stiker pada satu mobil
sama halnya dengan memasang poster iklan di sepanjang jalan, jika
dihitung-hitung maka penggunaan stickers sebagai media iklan jauh
lebih murah dari pada menggunakan poster iklan yang ada di
sepanjang jalan.

6. Harga dalam pembuatan sticker disesuaikan dengan bahan yang


digunakan. Ada dua jenis stickers yang sering digunakan dalam
pengiklanan yaitu cetak stiker reflective sheeting dan cetak stiker
biasa. Reflective sheeting menggunakan bahan khusus yang dapat
memantulkan cahaya pada kegelapan sehingga pada malam hari
stickers ini masih dapat terlihat dengan jelas, sedangkan cetak
stiker biasa menggunakan bahan biasa yang tidak tampak jelas
dalam kegelapan dan tidak tahan lama sehingga harganya jauh lebih
murah dibandingkan dengan cetak stiker reflective sheeting.

b. Cara membuat Stiker yang Tepat

Bisnis cutting sticker merupakan salah satu bisnis yang cukup


menjanjikan karena sekarang ini penggunaan sticker bukan hanya
sebagai penghias barang namun juga digunakan sebagai media
promosi atau iklan, bahkan sekarang ini telah menjamur banyak iklan
berjalan dari cutting sticker yang ditempel di mobil-mobil.

Ada beberapa jenis sticker yang beredar di pasaran dan masing-


masing semuanya memiliki pasar konsumen sendiri. Jika anda ingin
memulai bisnis ini, terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana cara
membuat stickers yang bagus dan menarik banyak konsumen.
Berikut adalah beberapa cara membuat jenis-jenis stickers:

a. Cutting sticker

Cara pembuatan dan informasi seputar cutting sticker yang biasanya


lebih banyak digunakan sebagai iklan berjalan yang menempel di
mobil yaitu:

1. Mesin yang digunakan dalam pembuatan sticker ini adalah


mesin buatan Jepang karena memiliki kualitas yang lebih
bagus dalam pembuatan detail stickers.
2. Pembuatan desain stiker dinding dan stiker nama yaitu
langsung pada komputer sehingga lebih praktis dan mudah.
3. Biasanya menggunakan bahan yang transparan yang bertujuan
agar tidak menutupi seluruh bagian yang ditempeli sticker
printing.

4. Cetak stiker biasanya digunakan untuk menghias benda-benda


kesayangan seperti mobil dan juga dapat digunakan sebagai
media iklan berjalan yang ditempel dimobil.

b. Stiker offset

Cara pembuatan dan informasi seputar stiker offset yaitu:

 Pembuatannya menggunakan tekhnik cetak offset yaitu


terlebih dahulu membuat film afdruk dari desain yang telah
dirancang setelah itu membuat plat untuk mencetak desain
stiker dinding dan stiker nama itu.
 Proses pengerjannya menggunakan mesin cetak stiker offset
khusus.
 Bahan yang digunakan pada pembuatannya adalah bahan
stiker dinding dan stiker nama kertas dan vinyl.
 Tekhnik pembuatan cetak stiker ini biasanya digunakan
untuk stickers promosi dalam jumlah yang besar seperti
untuk kampanye.
b. Stiker sablon

Cara pembuatan dan informasi seputar stiker sablon yaitu:

 Pembuatannya menggunakan tekhnik sablon.


 Desain warna yang digunakan pada tekhnik sticker sablon
adalah warna solid dan tidak tercampur serta jumlahnya
tidak banyak.
 Tinta yang digunakan pada cetak stiker sablon ini adalah
tinta oil base bukan air sehingga dapat digunakan pada
semua jenis bahan stiker dinding dan stiker nama.
c. Stiker digital printing

Cara pembuatan dan informasi seputar stiker digital printing yaitu:

 Proses pembuatan jenis sticker ini yaitu cukup dengan


mendesain gambar sticker printing yang diinginkan di corel
draw pada komputer kemudian tinggal mencetaknya
menggunakan printing, sehingga tekhnik ini merupakan
tekhnik yang paling mudah jika dibandingkan dengan
tekhnik sablon dan offset.
 Tehnik digital printing tidak dapat digunakan untuk
membuat sticker printing hologram atau sticker printing
yang menggunakan tinta glitter yang dapat menyala dalam
gelap.
c. Kelebihan Dari Cutting Sticker.

 Lebih tahan lama serta warna yang dihasilkan dari teknik ini
tidak mudah luntur atau pudar dibanding dengan sticker yang
memakai teknik digital printing. Jenis bahan sticker seperti
Oracal mempunyai kemampuan untuk mempertahankan
warnanya hingga sekitar 5 tahun. Hal ini dikarenakan cutting
sticker tidak menggunakan tinta tetapi memberikan pigmen
permanen pada sticker.
 Jenis sticker cutting seperti fosfor ataupun scotchlite bisa
mengeluarkan warna disaat kondisi gelap dibandingkan dengan
digital printing yang belum memiliki kemampuan seperti
cutting sticker.
 Cutting sticker menciptakan sticker yang potongannya
disesuaikan dengan bentuk sticker itu sendiri. Sehingga
pengaplikasiannya lebih fleksibel untuk berbagai macam media
dibandingkan dengan teknik pembuatan sticker seperti digital
printing yang memiliki hasil akhir berupa persegi. Untuk saat
ini sudah ada teknologi yang menggabungkan teknik digital
printing dengan cutting sticker yang bernama printCut.

d. Kekurangan Cutting Sticker.

 Memiliki proses pembuatan yang lebih rumit


dibandingkan dengan sticker digital printing tetapi
dengan kerumitan proses pembuatannya itu maka
hasilnya juga tidak akan mengecewakan.
 Memiliki waktu pekerjaan yang lama dikarena ada
beberapa bagian pekerjaan yang harus dilakukan secara
manual seperti weeding ataupun peeling atau proses
memisahkan sticker yang tidak diperlukan.
 Teknik sticker memiliki warna-warna yang terbatas
khususnya warna solid atau non gradasi. Tetapi
walaupun seperti itu, teknik ini masih bisa disiasati
dengan memanfaatkan teknik gambar animasi. Sebagai
contohnya menggunakan program raster tc Vector
ataupun memakai Corel Trace. Anda tidak akan langsung
bisa menggunakannya karena anda harus menatanya
terlebih dahulu.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Review Artikel Jurnal
No Resume Jurnal Analisa
1 Nama Peneliti Anis Muhayati & Diah Ratnawati

2 Judul Penelitian Hubungan Antara Status Gizi dan Pola


Makan dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri
3 Tempat dan Waktu SMA Negeri 97 jakarta
Penelitian
4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan status gizi dan pola makan dengan
kejadian anemia pada remaja putri di SMA
Negeri 97 Jakarta.
5 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana
jumlah sel darah merah atau kadar
hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih
rendah dari pada nilai normal untuk
kelompok orang menurut umur dan jenis
kelamin. Pada orang sehat butir-butir darah
merah mengandung hemoglobin, yaitu sel
darah merah yang bertugas untuk membawa
oksigen serta zat gizi lain seperti vitamin
dan mineral ke otak dan ke jaringan tubuh.
Kadar Hb normal pada laki-laki dan
perempuan terdapat perbedaan. Kadar Hb
untuk pria anemia yaitu kurang dari 13,5
g/dl, sedangkan kadar Hb pada wanita
kurang dari 12 g/dl.1,2

Anemia dapat menimbulkan beberapa gejala


klinis.
Gejala klinis anemia dapat berupa lesu,
lemah, pusing, mata berkunang-kunang, dan
wajah pucat. Faktor yang dapat menyebabkan
anemia adalah perdarahan hebat, kurangnya
zat besi dalam tubuh, kekurangan asam folat,
kekurangan vitamin B12 dan C, penyakit
malaria, infeksi cacing, leukemia, penyakit
kronis, status gizi, lamanya menstruasi,
tingkat pendidikan orang tua, tingkat
pengetahuan, dan tingkat ekonomi.
6 Model Penelitian
a. Desain Pemelitian a. Desain penelitian ini adalah kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional.
Subyek penelitian ini sebanyak 188
remaja putri dipilih secara stratified
random sampling.

b. Populasi dan sampel b. Kerangka kerja pada penelitian ini


adalah kerangka kerja PICO.
Dengan menggunakan kata kunci
yang dikombinasikan “Kejadian
Anemia, Pola Makan, Remaja Putri,
Status Gizi.”dalam bahasa Indonesia
Didapatkan 10 artikel jurnal.
c. 10 artikel jurnal yang terpilih telah
c. Kriteria
inklusi dan melewati eliminasi dan skrining
Eksklusi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

d. Teknik pengumpulan d. Melakukan penelusuran database


data
pada PubMed, Google Scholar, dan
Science Direct dengan rentang
periode publikasi tahun 2015-2020.
e. Analisa Data e. -
7 Hasil Penelitian Hasil Penelitian menunjukan bahwa 42
responden ( 67,7 % ) memiliki IMT kurus
dan mengalamin anemia sedangkan 20
responden ( 32,2 % ) tidak mengalami
anemia. Remaja dengan IMT Normal yang
mengalamin anemia sebanyak 46 responden (
43,4%) dan 60 responden ( 56,6%) tidak
mengalami anemia.
8 Kesimpulan Karakteristik usia responden menunjukan
bahwa dari 188 responden berusia 12-16
tahun. Status gizi pada remaja putri
menunjukan bahwa sebagian besar memiliki
IMT normal. Pola makan remaja putri
menunjukan bahwa sebagan besar memiliki
pola makan tidak teratur. Kejadan anemia
pada remaja putri menunjukan bahwa
sebagian besar berstatus anemia. Dari hasil
bivariate dapat disimpulkan bahwa ada
hubunga antara status gizi dengan kejadian
anemia dan ada hubungan anatara pola
makan dengan kejadian anemia.
9 Saran Penelitian Saran pada penelitian ini dtujukan terutama
bagi remaja putri hendaknya lebh
memperbaiki jens makanan, frekuensi
makan, jumlah makanan yang dimakan
supaya dapat mencegah terjadinya anemia
dan meminum tablet tambah darah apabila
sudah meraskan tanda & gejala anemia
supaya tidak mengakibatkan dampak yang
lebiih serius.pola makan yang sehat dari
remaja tidak lepas dari peran orang tua yang
hendaknya mengawasi makanan yang bergizi
seimbang supaya gizi yang diperlukan oleh
tubuh bisa terpenuhi speperto zat besi.
10 Daftar Pustaka Terlampir dijurnal
LAMPIRAN . 1 MEDIA STIKER ( Anemia Pada Remaja )
LAMPIRAN 2. Promosi Melalui Media
LAMPIRAN 3. Jurnal Terkait
ARTIKEL PENELITIAN
Hubungan Antara Status Gizi dan Pola Makan dengan Kejadian Anemia
Pada Remaja Putri
Anis Muhayati 1, Diah Ratnawati 2
1,2
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Jalan Limo Raya Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok Kode Pos 16515
E-mail: ratnawatidiah@yahoo.co.id

Abstrak

Anemia merupakan salah satu masalah gizi pada remaja putri. Anemia adalah suatu keadaan ketika kadar
hemoglobin dalam darah kurang dari nilai normal (<12gr/dl) pada wanita yang ditandai dengan gejala klinis, yaitu
lesu, lemah, pusing, mata berkunang-kunang, dan wajah pucat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan status gizi dan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 97 Jakarta. Desain
penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian ini sebanyak 188 remaja
putri dipilih secara stratified random sampling. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dengan tingkat
kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian
anemia pada remaja putri dengan nilai p=0,008 (<0,05). Analisis pola makan dengan kejadian anemia pada remaja
yang berarti ada hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia dengan p= 0,004 (<0,05) dan OR= 0,407.
Remaja putri di SMA Negeri 97 Jakarta hendaknya lebih memperhatikan pola makan dan status gizi sehingga
dapat mencegah terjadinya anemia pada remaja yang mengganggu proses belajar dan aktivitas remaja.

Kata kunci : Kejadian Anemia, Pola Makan, Remaja Putri, Status Gizi.

Abstract

Anemia is one of the nutritional problems for adolescent girls. Anemia is a condition when blood hemoglobin
levels are less than normal (<12gr / dl) in women characterized by clinical symptoms: lethargy, weakness,
dizziness, blurred eyes, and pale faces. This study aims to determine the correlation between nutritional status,
diet, and anemia phenomenon in adolescent girls in SMA Negeri 97 Jakarta. The design of this research is
quantitative with cross sectional approach. The subjects of this study are 188 adolescent girls selected stratified
random sampling. Bivariate analysis using chi-square test with 95% confidence level. The result of pearson chi-
square test showed that there was a significant correlation between nutritional status and anemia phenomenon in
adolescent girls with p value = 0,008 (<0,05). Analysis of diet with anemia phenomenon in adolescent which
means there is correlation between diet with anemia with p value = 0,004 (<0,05) and OR=0,407.
Adolescent girls in SMA Negeri 97 Jakarta should pay more attention to diet and nutritional status to prevent the
anemia phenomenon that may interfere the learning process and activity of teenagers.

Keywords : Anemia, Diet, Nutrition Status, Adolescent Girls.

563
Vol. 9 No.1 Maret 2019 Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

Pendahuluan
banyak ditemukan pada remaja perempuan
sebesar 22.7 %, sedangkan anemia defisiensi
Anemia adalah suatu keadaan dimana
besi pada remaja laki-laki sebesar 12.4 %.7
jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin
(Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nilai
Remaja putri lebih beresiko menderita
normal untuk kelompok orang menurut umur
anemia daripada remaja putra setiap bulannya
dan jenis kelamin. Pada orang sehat butir-butir
mengalami menstruasi, sering kali menjaga
darah merah mengandung hemoglobin, yaitu
penampilan, ingin mendapatkan tubuh ideal
sel darah merah yang bertugas untuk membawa
sehingga berdiet dan mengurangi makan. Pola
oksigen serta zat gizi lain seperti vitamin dan
menstruasi yang tidak normal dapat
mineral ke otak dan ke jaringan tubuh. Kadar
menyebabkan anemia karena terjadi
Hb normal pada laki-laki dan perempuan
pengeluaran darah yang berlebih, sehingga
terdapat perbedaan. Kadar Hb untuk pria
hemoglobin yang terkandung dalam darah juga
anemia yaitu kurang dari 13,5 g/dl, sedangkan
ikut terbuang.8,9 Hal tersebut dibuktikan dari
kadar Hb pada wanita kurang dari 12 g/dl.1,2
penelitian di MTs Ma’Arif Nyatnyono
Anemia dapat menimbulkan beberapa gejala
Kabupaten Semarang (p=0,002) menyatakan
klinis.
bahwa responden yang mempunyai pola
menstruasi tidak baik cenderung 5,7 kali lebih
Gejala klinis anemia dapat berupa lesu,
besar mengalami anemia dibandingkan
lemah, pusing, mata berkunang-kunang, dan
responden yang mempunyai pola menstruasi
wajah pucat. Faktor yang dapat menyebabkan
baik. Remaja putri biasanya sangat
anemia adalah perdarahan hebat, kurangnya zat
memperhatikan bentuk tubuh sehingga sering
besi dalam tubuh, kekurangan asam folat,
melakukan diet untuk memperoleh bentuk
kekurangan vitamin B12 dan C, penyakit
tubuh yang ideal.10
malaria, infeksi cacing, leukemia, penyakit
kronis, status gizi, lamanya menstruasi, tingkat
Diet yang seimbang menghasilkan
pendidikan orang tua, tingkat pengetahuan, dan
kecukupan asupan zat gizi tetapi remaja putri
tingkat ekonomi.2,3
sering berdiet dengan cara yang kurang benar
seperti melakukan pantangan-pantangan,
Anemia merupakan masalah gizi di
mengurangi frekuensi dan membatasi makan
dunia. Berdasarkan laporan World Health
untuk mencegah kegemukan sehingga
Organization/WHO menyatakan bahwa lebih
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
dari 30% atau 2 milyar orang di dunia berstatus
kekurangan zat gizi yang dibutuhkan tubuh
anemia.4 Prevalensi anemia di Indonesia, yaitu
termasuk zat besi.2,11 Zat besi merupakan
21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14
komponen penting hemoglobin. Penelitian pada
tahun sebesar 26,4% dan 57% berumur 15-24
remaja putri di Bekasi didapatkan data bahwa
tahun.5 Data tersebut menunjukkan bahwa
status gizi berkorelasi positif dengan
anemia merupakan masalah gizi yang sering
konsentrasi hemoglobin, artinya semakin buruk
dialami oleh remaja.
status gizi seseorang maka semakin rendah
kadar Hb didalam darah.12
Remaja merupakan transisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai
Status gizi remaja yang kurang maupun
dengan sejumlah perubahan biologis, kognitif,
berlebih merupakan masalah gizi remaja yang
dan emosional. Oleh karena itu, masa remaja
di karenakan perilaku konsumsi makanan yang
adalah masa yang lebih banyak membutuhkan
salah, yaitu keseimbangan antara konsumsi
energi dan membutuhkan nutrisi dua kali lipat
nutrisi dengan kecukupan nutrisi yang
pada masa pertumbuhan daripada tahun-tahun
dianjurkan. Status gizi kurang terjadi apabila
yang lain. 1,6 Usia remaja dibagi menjadi dua
tubuh kekurangan zat-zat gizi esensial dan
periode, yaitu periode masa puber pada usia 12-
sebaliknya jika tubuh kelebihan zat gizi maka
18 tahun yang terdiri atas masa prapubertas,
remaja akan menderita gizi lebih dan obesitas.13
masa pubertas usia 14-16 tahun, dan masa akhir
Selain itu, meningkatnya aktivitas sekolah
pubertas usia 17-18 tahun dan periode remaja
maupun berbagai aktivitas organisasi dan
adoleses pada usia 19-21 tahun.2 Menurut data
ekstrakurikuler yang tinggi pada remaja akan
Riskesdas, prevalensi anemia defisiensi besi
mempengaruhi kebiasaan makannya.

564
Anis Muhayati Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

Kebiasaan makan yang ideal, yaitu Hasil


frekuensi makan tiga kali sehari dengan rentang Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
waktu makan yang hampir sama dalam sehari, Status Gizi, Pola Makan, dan Kejadian Anemia
dan ditambah dua makanan ringan porsi kecil Pada Remaja Putri di SMA Negeri 97 Jakarta
yang menyehatkan.14 Pola konsumsi makanan Tahun 2018 (n= 188)
yang sering tidak teratur, sering jajan, sering
tidak sarapan, dan sama sekali tidak makan Status Gizi Frekuensi Presentase(%)
siang. Kondisi tersebut, ditambah juga dengan
IMT Kurang 62 33
kebiasaan mengkonsumsi minuman yang
menghambat absorbsi zat besi akan IMT Normal 106 56,4
mempengaruhi kadar hemoglobin. IMT Berlebih 20 10,6

Remaja dengan aktivitas sosial yang Pola Makan Frekuensi Presentase(%)


tinggi akan memperlihatkan peran teman Teratur 89 47,3
sebaya seperti berkumpul untuk makan di
Tidak teratur 99 52,7
rumah makan yang menyajikan siap saji atau
fast food yang pada umumnya mengandung Kejadian Frekuensi Presentase(%)
lemak dan kalori yang dapat menyebabkan Anemia
kegemukan dan menjadi faktor pemicu
Anemia 100 53,2
timbulnya penyakit lain.15 Penelitian di MTs
Ma’Arif Nyatnyono Kabupaten Semarang juda Tidak anemia 88 46,8
diperoleh hasil bahwa remaja putri yang
mempunyai pola makan tidak baik cenderung
5,4 kali lebih besar mengalami anemia daripada Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa sebanyak
remaja putri yang mempunyai pola makan baik. 62 responden (33%) memiliki status gizi
Anemia pada remaja putri yang tidak ditangani dengan IMT kurus, 106 responden (56,4%)
dengan baik akan memiliki dampak yang IMT normal, dan kategori IMT berlebih, yaitu
berbahaya.10 sebanyak 20 responden (10,6%). Status gizi
merupakan kondisi tubuh responden yang
Masalah gizi pada remaja merupakan hal dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan
yang perlu diatasi dengan serius, namun remaja penggunaan zat gizi. Nilai IMT merupakan
masih menjadi kelompok yang terabaikan. salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk
Program pemerintah baru ditunjukkan pada ibu memantau status gizi.
hamil agar tidak melahirkan anak yang anemia,
padahal remaja yang menderita anemia akan Dari hasil data pola makan, maka
berdampak lanjut dan meningkatkan resiko didapatkan data bahwa hamper sebagian besar
perdarahan pada saat persalinan yang atau 52,7% pasien tidak makan dengan pola
menyebabkan kematian ibu. Hal tersebut makan tidak teratur yaitu dengan jumlahh
terbukti program Dinas Kesehatan, yaitu frekuensi sebenya 99 respoden, begitupun
Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) sebaliknya dimana pasien yang melaksakaan
masih terbatas menangani masalah nutrisi pada pola makan yang teratur hanya sebanyak 89
remaja dan belum efektif di semua Puskesmas orang dengan presentase adalah 47,3%.
Indonesia. Masalah ini memerlukan perhatian
dari semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Dari hasil distribusi anemia maka
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk didapatkan hasil bahwa sekitar 100 orang dari
mengetahui hubungan status gizi dan pola 188 orang yang diteliti mengalami anemia
makan dengan kejadian anemia pada remaja dengan presentase sebesar 53,2% dan sisanya
putri di SMA Negeri 97 Jakarta. sekitar 46,8% tidak mengalami anemia atau
dengan besaran jumlah responden sebanyak 88
orang.

565
Vol. 9 No.1 Maret 2019 Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

Tabel 2. Analisis Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Negeri
97 Jakarta (n=188)

Kejadian Anemia
Status Gizi Tidak Total P Value
Anemia
Anemia
IMT Kurang 42 (67,7%) 20 (32,3%) 62 (100%)

IMT Normal 46 (43,4%) 60 (56,6 %) 106 (100%) 0,008

IMT Berlebih 12 (60%) 8 (40%) 20 (100%)

Total 100 (53.2%) 88 (46.8%) 188 (100%)

Tabel 2 menunjukkan bahwa 42 responden Berlebih yang mengalami anemia sebanyak 12


(67,7%) memiliki IMT kurus dan mengalami responden (60%) dan 8 responden (40%) tidak
anemia sedangkan 20 responden (32,3%) tidak mengalami anemia. Hasil analisa data dengan
mengalami anemia. Remaja dengan IMT uji Pearson Chi-Square diperoleh nilai p= 0,008
Normal yang mengalami anemia sebanyak 46 (p value <0,05) sehingga dapat disimpulkan ada
responden hubungan antara status gizi dengan kejadian
(43,4%) dan 60 responden (56,6 %) tidak anemia.
mengalami anemia. Remaja dengan IMT

Tabel 3. Analisa Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Negeri
97 Jakarta (n=188)

Kejadian Anemia
Pola Makan Tidak Total P Value OR
Anemia
Anemia
Teratur 37 (41,6%) 52 (58,4%) 89 (100%)
0,004 0,407
Tidak Teratur 63 (63,6%) 36 (36,4%) 99 (100%)

Total 100 (53,2%) 88 (46,8%) 188 (100%)

Tabel 3 menunjukkan bahwa 37


Gambaran Karakteristik Responden
responden (41,6%) memiliki pola makan teratur
Berdasarkan Usia
dan berstatus anemia, 52 responden (58,4%)
tidak mengalami anemia. Remaja dengan pola Gambaran usia pada remaja putri di SMA
makan tidak teratur yang mengalami anemia Negeri 97 Jakarta pada tahun 2018
sebanyak 63 responden (63,6%) dan 36 menunjukkan bahwa sebanyak 98 responden
responden (36,4 %) tidak mengalami anemia. (52,1%) merupakan remaja berusia 12-16 tahun
Dari hasil uji Continuity Correction diperoleh (remaja awal) dan 90 responden (47,9%)
nilai p= 0,004 (p value <0,05) sehingga dapat remaja berusia 17-21 (remaja akhir). Usia
disimpulkan ada hubungan antara pola makan remaja merupakan masa peralihan dari anak
terhadap kejadian anemia dengan nilai OR= menjadi dewasa yang dinyatakan dalam satuan
0,407. tahun ditandai dengan sejumlah perubahan
biologis, kognitif, dan emosional sehingga
Pembahasan masa remaja adalah masa yang lebih banyak

566
Anis Muhayati Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

membutuhkan energi dan membutuhkan nutrisi yang memiliki IMT kurus disebabkan oleh
dua kali lipat pada masa pertumbuhan.1 beberapa faktor seperti kebiasaan makan dan
pemahaman gizi yang salah. Kesukaan dan
Remaja awal cenderung memperhatikan
pembatasan yang berlebihan terhadap makanan
penampilan, sikapnya tidak menentu, dan
tertentu dapat menyebabkan tubuh gizi tidak
berkelompok dengan teman sebaya. Remaja
terpenuhi. Status gizi kurang yang tidak diatasi
cenderung merasa bahwa wajah dan bentuk
dengan baik akan membahayakan remaja putri
tubuh yang enak dipandang menjadi aset agar
seperti terjadinya gangguan tumbuh kembang
menjadi terkenal dan diterima oleh
janin pada saat kehamilan.
kelompoknya.15 Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan di Kota Hasil penelitian yang dilakukan di
Depok tentang faktor-faktor yang berhubungan Pondok Pesantren Putri Kecamatan Mranggan
dengan status anemia pada remaja putri bahwa Kabupaten Demak Jawa Tengah bahwa
proporsi remaja berusia 15-16 tahun sebanyak kejadian anemia pada siswi pondok pesantren
248 Responden (67%).16 putri dengan kategori kurus sebesar 35%.
Sebagian besar responden memiliki asupan zat
Usia 15-16 tahun mempunyai body
makanan dan jumlah kalori yang tidak adekuat
image sendiri sehingga remaja membatasi
sehingga menyebabkan gangguan status gizi.18
asupan nutrisinya. Hal tersebut membuat
Peneliti berasumsi remaja dengan pola makan
peneliti berasumsi kelompok usia remaja
yang tidak benar, kebiasaan makan yang buruk,
memiliki peluang mengalami kejadian anemia
dan ketidaksukaan terhadap makanan tertentu
karena pertumbuhan dan perkembangan pada
mengakibatkan tubuh kekurangan zat gizi yang
masa remaja menyebabkan perubahan gaya
diperlukan oleh tubuh dan menjadi kurus.
hidup dan perilaku konsumsi remaja. Aktivitas
remaja yang semakin meningkat maka Peneliti juga mendapatkan paling banyak
kebutuhan energi pun semakin banyak. responden berada pada kategori pola makan
teratur sebanyak 89 responden (47,3%)
Gambaran Status Gizi, Pola Makan, dan
sedangkan responden dengan pola makan tidak
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di
teratur, yaitu sebanyak 99 responden (52,7%).
SMA Negeri 97 Jakarta
Pola makan merupakan cara seseorang dalam
Dari hasil penelitian menunjukkan mempertahankan kesehatan, status nutrisi,
bahwa sebanyak 62 responden (33%) memiliki mencegah dan membantu menyembuhkan
status gizi dengan IMT kurus, 106 responden penyakit dengan cara mengatur jumlah dan
(56,4%) IMT normal, dan kategori IMT jenis makanan. Pola makan dapat dipengaruhi
berlebih, yaitu sebanyak 20 responden (10,6%). oleh faktor ekonomi, faktor agama, faktor
Status gizi merupakan kondisi tubuh responden lingkungan, faktor sosial budaya, dan faktor
yang dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan pendidikan.13 Remaja putri sebagian besar
penggunaan zat gizi. Nilai IMT merupakan memiliki pola makan yang tidak teratur karena
salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk remaja putri lebih banyak menghabiskan waktu
memantau status gizi. Status gizi berkaitan erat diluar rumah dan kebiasaan jajan serta ngemil
dengan konsumsi makanan sehari-hari, apabila sehingga remaja sudah merasa kenyang
makanan yang dikonsumsi baik, maka status sebelum makan. Hasil studi menunjukkan
gizi juga baik, sebaliknya apabila makanan bahwa remaja yang jarang sarapan pagi lebih
yang dikonsumsi kurang nilai gizinya, maka banyak daripada remaja yang selalu sarapan
akan menyebabkan kekurangan gizi dan pagi sebelum berangkat sekolah.
anemia.17
Sejalan dengan penelitian tentang
Remaja sebagian besar memiliki IMT hubungan pola makan dan pola menstruasi
normal karena remaja tinggal bersama orang dengan kejadian anemia pada remaja putri di
tua sehingga pola dan jenis makanan terjamin dapatkan hasil sebanyak 37 responden (52.9%)
dan diatur oleh orang tua. Pengetahuan remaja berkategori pola makan tidak teratur dan 33
berperan terhadap sikap dan perilaku dalam responden (47.1%) pola makan teratur.10
pemilihan makanan. Usia remaja kemungkinan Tingkat pengetahuan gizi seseorang akan
untuk mengetahui tentang anemia cukup mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang
banyak. Remaja yang memiliki pengetahuan dalam memilih jenis makanan yang
yang baik cenderung bersikap baik. Remaja dikonsumsi. Peneliti berasumsi aktivitas

567
Vol. 9 No.1 Maret 2019 Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

sekolah, berbagai kegiatan organisasi, dan Analisis Hubungan Status Gizi dengan
ekstrakurikuler yang tinggi akan berdampak Kejadian Anemia pada Remaja Putri di
pada pola makan yang tidak teratur selain itu SMA Negeri 97 Jakarta
kebiasaan mengkonsumsi minuman yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
menghambat absorbsi zat besi akan
42 responden (67,7%) memiliki IMT kurus dan
mempengaruhi kadar hemoglobin.
mengalami anemia sedangkan 20 responden
Responden sebanyak 100 remaja putri (32,3%) tidak mengalami anemia. Remaja
(53,2%) mengalami anemia, sementara remaja dengan IMT Normal yang mengalami anemia
putri yang tidak mengalami anemia ada 88 sebanyak 46 responden (43,4%) dan 60
responden (46,8%). Anemia merupakan responden (56,6 %) tidak mengalami anemia.
masalah gizi pada remaja yang ditandai dengan Remaja dengan IMT Berlebih yang mengalami
penurunan kadar hemoglobin dalam darah anemia sebanyak 12 responden (60%) dan 8
kurang dari normal (<12gr/dl) pada wanita. responden (40%) tidak mengalami anemia.
Anemia pada remaja putri mempengaruhi Hasil analisa data dengan uji Pearson Chi-
kondisi fisik dan apabila tidak ditangani dengan Square diperoleh nilai p= 0,008 (p value <0,05)
baik akan menimbulkan dampak yang sehingga dapat disimpulkan ada hubungan
berbahaya seperti gangguan pertumbuhan dan antara status gizi dengan kejadian anemia
perkembangan, penurunan imunitas dan Status gizi merupakan gambaran besar
kemampuan fisik, perdarahan, dan kematian.19 akan zat gizi yang ada di dalam tubuh, salah
satunya zat besi. Status gizi kurang merupakan
Remaja putri sebagian besar berstatus
salah satu faktor resiko terjadinya anemia.17
anemia karena setiap bulannya mengalami
Remaja putri yang memiliki status gizi normal
menstruasi sehingga membutuhkan asupan zat
dapat mengalami anemia apabila kebiasaan
besi yang banyak. Menstruasi yang tidak teratur
makan tidak seimbang. Remaja putri sering kali
dapat disebabkan oleh faktor stres, makanan
tidak memperhatikan konsumsi makanan
yang dikonsumsi, aktifitas fisik, dan faktor
sehingga sering makan makanan yang kurang
genetik. Pola menstruasi yang tidak normal
sehat seperti gorengan dan jajanan cepat saji.
menyebabkan remaja putri mengalami
Remaja putri sering melakukan diet yang tidak
perdarahan yang berlebih. 20
sehat dan tanpa pengawasan dokter atau ahli
Konsumsi zat besi yang kurang gizi dapat mengganggu pertumbuhan dan zat
disebabkan beberapa faktor seperti kurangnya gizi yang diperlukan tubuh. Remaja putri juga
pengetahuan, ketersediaan pangan, dan sebagian besar sering minum teh atau kopi
kebiasaan makan yang salah. Remaja putri kurang dari satu jam setelah makan sehingga
sebagian besar memiliki pengetahuan tentang dapat mengganggu penyerapan zat besi yang
anemia tetapi belum diterapkan dalam dapat mempengaruhi kadar hemoglobin.
kehidupan sehari-hari seperti tidak sarapan Oleh karena itu, sesuai dengan
sebelum berangkat sekolah dan sering penelitian pada tahun 2013 yang menyatakan
mengganti makan pagi menjadi makan siang. ada hubungan antara status gizi dengan
Mayoritas remaja putri juga jarang kejadian anemia pada remaja putri.23 Penelitian
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat pada remaja di Bolangitang Barat Kabupaten
besi (heme iron) seperti daging, ikan, dan hati. Bolaang Mongondow Utara menunjukkan hal
Penelitian tentang hubungan tingkat yang sama yaitu ada hubungan antara indeks
pengetahuan dan status gizi terhadap kejadian massa tubuh dengan kadar hemoglobin pada
anemia remaja putri pada siswi kelas III di remaja.24 Anemia dipengaruhi secara langsung
SMAN 1 Tinambung mendukung penelitian ini oleh konsumsi sehari-hari dan konsumsi
dengan datanya berupa remaja putri yang makanan erat dengan status gizi, apabila
mengalami anemia sebanyak 74 responden makanan yang dikonsumsi baik, maka status
(67%).21 Begitu juga penelitian yang dilakukan gizi juga baik, sebaliknya apabila makanan
pada tahun 2017 yaitu dari 50 responden 27 yang dikonsumsi kurang nilai gizinya, maka
(54%) mengalami anemia dan 23 responden akan menyebabkan kekurangan gizi dan
(46%) tidak mengalami anemia.22 anemia. Uraian diatas, tidak sejalan dengan
penelitian pada remaja putri usia 12-14 tahun di
SMP Negeri 9 Semarang yang hasilnya bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara

568
Anis Muhayati Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

status gizi dengan kejadian anemia pada remaja kejadian anemia pada remaja putri di MTs
putri. Status gizi berdasarkan IMT lebih Ma’Arif Nyatnyono Kabupaten Semarang.10
dipengaruhi oleh asupan zat gizi makro Pola makan yang tidak baik
(karbohidrat, lemak, protein).25 menyebabkan anemia karena pola dan gaya
Oleh sebab itu, peneliti berasumsi hidup modern. Penelitian di daerah Riau tahun
bahwa status gizi berhubungan dengan kejadian 2016 juga menegaskan bahwa ada hubungan
anemia karena makanan yang dikonsumsi yang bermakna antara pola makan dengan
sehari-hari berhubungan dengan status gizi. anemia. Pola makan rendah zat besi dan vitamin
Makanan yang dikonsumsi memiliki khususnya asam folat akan mengganggu proses
kandungan zat gizi yang baik dalam jumlah metabolisme dan absorbsi zat gizi ke dalam
yang cukup maka status gizi juga baik. tubuh.26
Makanan yang dikonsumsi dalam jumlah yang Namun, tidak sejalan dengan penelitian
sedikit dan kandungan zat gizi seperti seperti lain yang dilakukan pada tahun 2015 yang
zat besi kurang, maka bisa menyebabkan hasilnya bahwa tidak terdapat hubungan antara
terjadinya tubuh kekurangan bahan pembentuk pola makan dengan kejadian anemia pada
sel darah merah dan memicu terjadinya anemia. remaja putri.27 Asupan zat gizi yang tidak
Analisa Hubungan Pola Makan dengan mencukupi kebutuhan gizi remaja menjadi
Kejadian Anemia pada Remaja Putri di salah satu penyebab rendahnya kadar
SMA Negeri 97 Jakarta (n=188) hemoglobin dalam darah. Peneliti berasumsi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa pola makan tidak teratur beresiko
37 responden (41,6%) memiliki pola makan mengalami anemia karena remaja putri sangat
teratur dan berstatus anemia, 52 responden memperhatikan bentuk tubuh sehingga
(58,4%) tidak mengalami anemia. Remaja membatasi konsumsi makan dan kebiasaan
dengan pola makan tidak teratur yang makan yang buruk seperti tidak sarapan dan
mengalami anemia sebanyak 63 responden suka mengkonsumsi jajan.
(63,6%) dan 36 responden (36,4 %) tidak
mengalami anemia. Dari hasil uji Continuity Kesimpulan
Correction diperoleh nilai p= 0,004 (p value Kesimpulan dari penelitian ini, sebagai
<0,05) sehingga dapat disimpulkan ada berikut Karakteristik usia responden
hubungan antara pola makan terhadap kejadian menunjukan bahwa dari 188 responden berusia
anemia dengan nilai OR= 0,407 12-16 tahun. Status gizi pada remaja putri
Pola makan dipengaruhi oleh faktor menunjukan bahwa sebagian besar memiliki
kebiasaan makan, yaitu cara seseorang IMT normal. Pola makan remaja putri
memakan makanan dalam tiga kali sehari menunjukan bahwa sebagian besar memiliki
dengan frekuensi dan jenis makanan yang pola makan tidak teratur. Kejadian anemia pada
dimakan.13 Remaja putri dengan pola makan remaja putri menunjukan bahwa sebagian besar
yang tidak teratur, memiliki pantangan berstatus anemia. Dari hasil bivariate dapat
makanan, sering jajan karena ikut ikutan teman, disimpulkan bahwa ada hubungan antara status
sering tidak sarapan, kebiasaan makan makanan gizi dengan kejadian anemia dan ada hubungan
cepat saji, dan junk food bisa menyebabkan antara pola makan dengan kejadian anemia.
terjadinya anemia. Remaja putri sebagian besar
sering tidak sarapan pagi dirumah dan suka Saran
mengganti makan pagi menjadi makan siang Saran pada penelitian ini ditujukan
karena terburu-buru berangkat sekolah dan terutama bagi remaja putri hendaknya lebih
merasa malas makan pagi. memperhatikan jenis makanan, frekuensi
Remaja putri juga kadang malas makan makan, dan jumlah makanan yang dimakan
malam karena takut gemuk. Pola makan yang supaya dapat mencegah terjadinya anemia dan
salah dan pengaruh pergaulan karena ingin meminum tablet tambah darah apabila sudah
memiliki tubuh yang langsing dan diet yang merasakan tanda dan gejala anemia supaya
ketat bisa mengakibatkan berat badan turun dan tidak mengakibatkan dampak yang lebih serius.
tubuh kekurangan zat gizi yang dibutuhkan Pola makan yang sehat dari remaja tidak lepas
tubuh seperti zat besi. Keadaan tersebut, sejalan berperan orang tua yang hendaknya mengawasi
dengan hasil penelitian yang menyatakan menyediakan menu makanan yang bergizi
bahwa ada hubungan pola makan dengan seimbang supaya gizi yang diperlukan oleh
tubuh bisa terpenuhi seperti zat besi. Selain itu,

569
Vol. 9 No.1 Maret 2019 Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

pihak sekolah juga membantu perubahan 18. Astuti, R. & Rosidi, A. Kadar Hemoglobin
perilaku hidup sehat dengan memberikan pada Siswi Pondok Pesantren Putri Kecamatan
informasi lewat penyuluhan maupun Mranggen Kabupaten Demak Jawa Tengah.
pembuatan kantin sehat. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil
Penelitian dan Pengadian. Unimus. Semarang;
2014.
Daftar Pustaka 19. Manuaba, I. Penyakit Kandungan dan Keluarga
1. Proverawati. Anemia dan Anemia Kehamilan. Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC.
Nuha Medika. Yogyakarta; 2011. Jakarta; 2010.
2. Adriani, M. & Wirjatmadi, B. Peranan Gizi 20. Wahyuningsih & Astuti. Hubungan Kadar
Dalam Siklus Kehidupan. Prenadamedia Group. Hemoglobin dengan Keteraturan Siklus
Rawamangun; 2012. Menstruasi pada Mahasiswi Prodi DIII
3. Burner. Tips Anemia Tanda dan Gejala Kebidanan Tingkat III STIKES Muhamadoiyah
Kekurangan Zat Besi pada Remaja. 2012. Klaten. Jurnal Involusi Kebidanan. 2011; 2(3):
Diakses tanggal 18 November 2016. 34-35.
http://bumbata.co . 21. Hapzah & Yulita, Ramlah 2012. Hubungan
4. World Health Organization/WHO. The global Tingkat Pengetahuan dan Status Gizi terhadap
prevalence of anemia. Geneva; 2015. Kejadian Anemia pada Remaja Putri pada Siswi
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. kelas III SMAN 1 Tinambung Kabupaten
Profil Kesehatan Indonesia. Kemenkes RI. Polewati Mandar. Media Gizi Pangan.
Jakarta; 2014. Kesehatan Masyarakat STIKES Bima Bangsa
6. Kusharisupeni, A. Vegetarian Gaya Hidup Majane. 2012; Vol. XIII. Edisi 1.
Sehat Masa Kini. Andi Offset. Yogyakarta; 22. Basith, A., Agustina, R & Diani, N. Faktor-
2010. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Anemia Pada Remaja Putri. Dunia
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset Keperawatan. 2017; 5(1): 1-10.
Kesehatan Dasar (Riskesdas). Balitbangkes. 23. Wibowo, C. D. T., Notoatmojo, H., & Rohmani,
Jakarta; 2013. A. Hubungan Antara Status Gizi dengan
8. Briawan, D. Anemia Masalah Gizi pada Anemia pada Remaja Putri Di Sekolah
Remaja Wanita. EGC. Jakarta; 2013. Menengah Pertama Muhammadiyah Semarang.
9. Sianipar, O., dkk. Prevalensi Gangguan Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 2013;
Menstruasi dan Faktor-Faktor yang 1(2): 1-5.
Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan 24. Sukarno, K. J.., Marunduh, S. R., &
Pulo Gadung Jakarta Timur. Majalah Pangemanan, D. H. C. Hubungan Indeks Massa
Kedokteran Indonesia. 2009; 59(7): 308-313. Tubuh dengan Kadar Hemoglobin pada Remaja
10. Utami, BN., Surjani, & Mardiyaningsih, E. di Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten
Hubungan Pola makan dan Pola Menstruasi Bolaang Mongodow Utara. Jurnal Kedokteran
dengan Kejadian Anemia Remaja Putri. Jurnal Klinik. 2016; 1(1): 1-7.
Keperawatan Soedirman. 2015; 10(2): 67-75. 25. Indartanti, D. & Kartini, A. Hubungan Status
11. Masthalina, dkk. Pola Konsumsi (Faktor Gizi dengan Kejadian Anemia pada Remaja
Inhibitor dan Enhancer Fe) terhadap Status Putri. Journal Of Nutrition College. 2014; 3(2):
Anemia Remaja Putri. Jurnal Kesehatan 33-39.
Masyarakat. 2015; 11(1): 80-86. 26. Fitri, L. Hubungan Pola Makan dengan Anemia
12. Arumsari, E. Faktor Resiko Anemia pada pada Pekerja Wanita Di PT. Indah Kiat Pulp
Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan And Paper (IKPP) Tbk. Perawang Journal
Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Endurance. 2016; 1(3): 152-157.
kota Bekasi. Skripsi IPB. Bogor; 2008. 27. Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. Analisis
13. Sulistyoningsih, H. Gizi untuk Kesehatan Ibu Pola Makan dan Anemia Gizi Besi pada Remaja
dan Anak. Graha Ilmu. Yogyakarta; 2011. Putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan
14. Roizen, dkk. Menjadi Remaja Sehat: Panduan Masyarakat Andalas. 2015: 10 (1): 11-18.
Anak Muda dan Orang Tua untuk Kesehatan
Usia Puber. Mizan Media Utama (MMU).
Jakarta; 2012.
15. Adriani, M. & Wirjatmadi, B. Pengantar Gizi
Masyarakat. Kencana. Rawamangun; 2012.
16. Siahaan, NR. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Status Anemia pada Remaja Putri di
Wilayah Kota Depok Tahun 2011. Skripsi FKM
UI. Depok; 2011.
17. Supriasa, I. D. N., Bakri, B., & Fajar, I.
Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta; 2014.

570

Anda mungkin juga menyukai