Oleh :
Kelompok 1:
Prodi Akuntansi
Tahun 2022
1.1 Peranan Corporate Governance dalam Akuntansi Forensik
Korupsi terjadi karena adanya kelemahan corporate governance baik pada korporasi
maupun pemerintahan. Secara teoritis dampak kelemahan corporate governance pada korporasi
akan mengakibatkan lebih rendahnya harga saham mereka pada pasar modal. Penegakan good
corporate governance tidaklah mudah dan banyak menghadapi tantangan. Lingkungan usaha dan
perubahan-perubahan dalam pemerintahan melahirkan terlalu banyak insentif dan motivasi untuk
korupsi. Permasalahan dan solusi mengenai korupsi biasanya dipandang dari sudut ekonomi,
sosiologi, budaya, sistem pemerintahan maupun segi hukum. Namun pada segi akuntansi, masih
jarang terlihat kontribusi nyata dari akuntan dalam melawan fraud. Dalam hal ini akuntan-
akuntan dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dalam bidang akuntansi yang didukung
oleh pengetahuan luas di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, perpajakan, bisnis, teknologi
informasi, dan tentunya pengetahuan dibidang hukum. Selain itu, dalam menangani kasus fraud
yang terjadi pada sektor publik ataupun swasta diperlukan fraud auditor yang handal dan
memiliki independensi yang tinggi. Seorang auditor dapat disebut sebagai akuntan yang
berspesialisasi dalam hal auditing, maka akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus
lagi dalam bidang fraud.
Akuntan forensik memiliki peran yang efektif dalam menyelidiki tindak kejahatan.
Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing
pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta,
2010:4). Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk pembagian warisan atau mengungkap kasus
pembunuhan. Hal ini yang menjadi dasar pemakaian istilah akuntansi dan bukan audit. Secara
tegas yang membedakan antara keduanya, misalnya dalam tindak pidana korupsi menghitung
besarnya kerugian keuangan negara masuk ke wilayah akuntansi. Sedangkan mencari tahu siapa
pelaku tindak pidana korupsi masuk ke wilayah audit, khususnya audit investigasi. Audit
investigatif merupakan audit dengan menggunakan unsur-unsur layaknya penyidik yang harus
memahami akuntansi (untuk mereview laporan keuangan), audit (untuk membuktikan adanya
penyimpangan) dan hukum (teknik-teknik ligitasi) selain itu dibutuhkan kemampuan personal
auditor dalam mengumpulkan bukti-bukti (Kabid Investigasi BPKP DIY).
Indonesia dan negara-negara lainnya bersepakat untuk saling bekerja sama dalam
pemberantasan praktik-praktik korupsi. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai lembaga
survei atau penelitian baik di Indonesia maupun di luar negeri menyebutkan bahwa fenomena
korupsi di Indonesia sudah sangat parah. Transparency International (TI) merupakan organisasi
masyarakat madani (global civil society) yang mempelopori pemberantasan korupsi. Korupsi
merupakan keharusan yang tidak bisa dihindari dan menawarkan harapan bagi korban-korban
korupsi. Melalui survei yang dilakukan oleh TI dapat diketahui mengenai tingkat persepsi
korupsi di berbagai negara yaitu seperti CPI (corruption perceptions index), GCB (global
corruption barometer), BPI (bribe payers index), PERC (political and economic risk
consultancy) dan GCI (global competitiveness index).
Akuntansi forensic dibutuhkan karena adanya fraud , baik berupa potensi fraud maupun
nyata-nyata ada fraud. Fraud menghancurkan pemerintahan maupun bisnis. Fraud berupa korupsi
lebih luas daya penghancurnya. Pendidikanpun ikut dihancurkannya. Meskipun sorotan
utamanya mengenai fraud pada umumnya, dan korupsi pada khususnya, adalah kelemahan pada
corporate governance atau kelemahan sector korporasi, namun prinsip umumnya dalah
kelemahan di sector governance, baik korporasi maupun pemerintahan. Di Indonesia hal ini
sangat jelas terlihat dalam perkara-perkara korupsi dari para penyelenggara Negara, juga jelas
dari kajian KPK yang disebutkan di atas. Lalu sebenarnya apa dampak dari lemahnya
governance. Jika kita ambil contoh pada sektor privat dimana secara teoritis berdasarkan
efficient market hypothesis dapat dijelaskan bahwa suatu perusahaan yang lemah governance-
nya, akan dihukum oleh pasar modal dengan nilai saham mereka yang rendah. Dengan kata lain
kita dapat menyimpulkan bahwa nilai saham mereka dapat mempunyai nilai yang lebih tinggi
jika mereka mempunyai Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik).
Global Corruption Barometer (GCB) merupakan survey pendapat umum yang dilakukan
sejak tahun 2003. Survey dilakukan oleh Gallup International atas nama Transparency
International (TI). GCB berupaya memahami bagaimana dan dengan cara apa korupsi
mempengaruhi hidup orang banyak, dan memberikan indikasi mengenai bentuk dan betapa
luasnya korupsi, dari sudut pandang angota masyarakat di seluruh dunia. GCB ingin
mengetahui dari masyarakat pada umumnya, sector yang paling korup, bagian dari jidup
sehari-hari yang paling dipengaruhi oleh korupsi, apakah korupsi meningkat atau menurun
dibandingkan masa lalu, dan apakah di masa mendatang korupsi akan naik atau turun BCB
menyajikan inforamasi mengenai:
a. Rakyat jelata, baik di Negara berkembang maupun di Negara industry sangat maju
adalah korban utama korupsi
b. Sekitar 1 di antar 10 orang di seluruh dunia harus membayar uang suap.
c. Penyuapan marak dalam urusan dengan kepolisian, system peradilan, dan pengurusan
izin-izin.
d. Masyarakat umum percaya bahwa lembaga-lembaga terkorup dalam masyarakat
mereka adalah partai politik, parlemen, kepolisian, dan system peradilan.
e. Separuh dari mereka yang diwawancarai memperkirakan korupsi di Negara mereka
akan meningkat dalam tiga tahun mendatang.
f. Separuh dari mereka yang diwawancarai berpendapat bahwa upaya pemerintah
mereka memrangi korupsi tidaklah efektif.
Bribe Payers Index (BPI) tahun 2008 meliputi 2,742 wawancara dengan para eksekutif bisnis
senior di 26 negara, yang dilaksanakan antara 5 Agustus sampa 29 Oktober 2008. Survey
dilakukan atas nama Transparency International oleh Gallup International.
Tingkat kemampuan bersaing suatu Negara mencerminkan sampai berapa jauh Negara
tersebut dapat memberikan kemakmuran kepada warga negaranya. Sejak 1979, World
Economic Forum (WEF) menerbitkan laporannya (The Global Competitiveness Report) yang
meneliti factor-faktor yang memungkinkan perekonomian suatu bangsa dapat mempunyai
pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran jangka panjang yang berkesinambungan. The
Global Competitiveness Report mengelompokan perkembangan ekonomi suatu Negara ke
dalm tiga tahap yaitu:
- Factor driven
- Efficiency driven
- Innovation driven
Tuanakotta, Theodorus M. 2016. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Cetakan keempat.
Jakarta: Salemba Empat.