Anda di halaman 1dari 35

Cert. No.

EGS-09050010
TUGAS
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Mata kuliah : Keperawatan Gadar
Dosen Pengampu: Ns.Anto indriadi,S.Kep,MM

Disusun Oleh :

DIYAN PRATAMA SARI


2107035

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KARYA HUSADA SEMARANG
2022
A. Keperawatan Gawat darurat
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009).
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang
atau banyak orang memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti pertolongan
secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu meka
korban akan mati atau cacat/ kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. (Saanin, 2012).
Keadaan darurat adalah keadaan yang terjadinya mendadak, sewaktu-waktu/ kapan saja
terjadi dimana saja dan dapat menyangkut siapa saja sebagai akibat dari suatu kecelakaan,
suatu proses medic atau perjalanan suatu penyakit (Saanin, 2012). Pelayanan gawat darurat
tidak hanya memberikkan pelayanan untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami
pasien tetapi juga memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan
keluarga. Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan professional keperawatan yang
diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik
kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgent, sehingga filosofi tentang
keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang dialami pasien atau
keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan (Hati, 2011 dalam Saanin, 2012).
System pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus
memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kedaruratan kepada pasien (Saanin, 2012). Pasien yang tiba-tiba
dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya . biasanya di
lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocard Infark). Pasien berada
dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Biasanya dilambangkan
dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir. Pasien akibat musibah yang
datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Biasanya di
lambangkan dengan label kuning. Misalnya, pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Biasanya dilambangkan dengan
label hijau. Misalnya, pasien batuk, pilek. Keperawatan gawat darurat atau emergency
nursing merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien
dengan injuri akut atau sakit yang mengancam kehidupan. Kegawatdaruratan medis dapat
diartikan menjadi suatu keadaan cedera atau sakit akut yang membutuhkan intervensi segera
untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah atau mencegah kecacatan serta rasa sakit pada
pasien. Pasien gawat darurat merupakan pasien yang memerlukan pertolongan segera
dengan tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan. Dalam
penanganannya dibutuhkan bantuan oleh penolong yang profesional.
Derajat kegawat daruratan serta kualitas dari penanganan yang diberikan membutuhkan
keterlibatan dari berbagai tingkatan pelayanan, baik dari penolong pertama, teknisi
kesehatan kegawatdaruratan serta dokter kegawatdaruratannya itu sendiri. Respon terhadap
keadaan kegawatdaruratan medis bergantung kuat pada situasinya. Keterlibatan pasien itu
sendiri serta ketersediaan sumber daya untuk menolong. Hal tersebut beragam tergantung
dimana peristiwa kegawatdaruratan itu terjadi, diluar atau didalam rumah sakit (Caroline
2013).
Karakteristik keperawatan gawat darurat:
1. Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi
2. Keterbatasan waktu, data dan sarana: pengkajian, diagnosis, dan tindakan
3. Keperawatan diberikan untuk seluruh usia
4. Tindakan memerlukan kecepatan dan ketepatan tinggi
5. Saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan

B. Prinsip Keperawatan Gawat darurat


Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus
dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam,
perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini
dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.
1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa
(henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.
Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi
korban dari kedinginan.
5. Jika korban sadar jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong.
6. Hindari mengangkat atau memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada
kondisi yang membahayakan.
7. Jangan di beri minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan
anastesi umum dalam waktu dekat.
8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan
terdapat alat transportasi yang memadai.
Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (kumpulan materi mata kuliah
Gadar: 2006):
1. Gawat darurat
Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan pertolongan
secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan
penurunan kesadaran.
2. Gawat tidak darurat
Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut
3. Darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi tidak mengancam nyawa atau
anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.
4. Tidak gawat tidak darurat
Pasien poliklinik yang datang ke UGD
C. Kode-kode Emergency di Rumah Sakit

1. Code Red
Adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di lingkungan
rumah sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana rumah sakit
untuk kasus kebakaran. Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel rumah sakit, yang
masing-masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai panduan tanggap
darurat bencana rumah sakit. Misalnya; petugas teknik segera mematikan listrik di area
kebakaran, perawat segera memobilisasi pasien ke titik-titik evakuasi, dan sebagainya.
Tatalaksananya (RACE):
a. (R) REMOVE/RESCUE/SELAMATKAN setiap orang yang berada dalam area
kebakaran sambil meneriakkan: code red ---- code red
b. (A) ALERT/ALARM/SEBARLUASKAN dengan cara menelpon Operator
selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait antara lain petugas security,
selajutnya beritahu kawan terdekat. Bila api membesar telpon Dinas Pemadam
Kebakaran.
c. (C) CONFINE/ CONTAIN/SEKAT bila sekitar ruangan penuh api dan asap, bila
memungkinkan tutup pintu dan jendela untuk mencegah api menjalar.
d. (E) EXTINGUISH/PADAMKAN bila api masih memungkinkan/bila api masih
kecil. Jangan ambil resiko yang tidak perlu.
e. Bila cukup aman, matikan semua sarana seperti listrik, gas yang kemungkinan
berkaitan dengan api, tapi tetap pertimbangkan dengan cermat bila pasien masih
memerlukan.
f. Evakuasi pasien dan pengunjung ke daerah yang aman.
g. Tetap awasi pasien. Bila perlu dihitung per kepala atau absensi berurutan.
h. Kooperatif dengan semua intruksi yang diberikan oleh Staf Senior, Manajer on Duty
(MOD), ataupun petugas pemadam kebakaran

2. Code Blue (Biru)


Adalah kode yang mengumumkan adanya pasien,keluarga pasien, pengunjung, dan
karyawan yang mengalami henti jantung dan membutuhkan tindakan resusitasi segera.
Pengumuman ini utamanya adalah untuk memanggil tim medis reaksi cepat atau tim
code blue yang bertugas pada saat tersebut, untuk segera berlari secepat mungkin
menuju ruangan yang diumumkan dan melakukan resusitasi jantung dan paru pada
pasien. Tim medis reaksi cepat (tim code blue) ini merupakan gabungan dari perawat
dan dokter yang terlatih khusus untuk penanganan pasien henti jantung. Karena setiap
shift memiliki anggota tim yang berbeda-beda, dan bertugas pada lokasi yang berbeda-
beda pula (pada lantai yang berbeda atau bangsal/ruang rawatan yang berbeda);
diperlukan pengumuman yang dapat memanggil mereka dengan cepat. Tatalaksana akan
dibahas dalam subbab berikutnya.
3. Code Pink (Merah muda)
Adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan bayi/ anak atau kehilangan
bayi/ anak di lingkungan rumah sakit.Secara universal, pengumuman ini seharusnya
diikuti dengan lock down (menutup akses keluar-masuk) rumah sakit secara
serentak.Bahkan menghubungi bandar udara, terminal, stasiun dan pelabuhan terdekat
untuk kewaspadaan terhadap bayi korban penculikan. Tatalaksananya:
a. Oleh karena beberapa jam pertama merupakan waktu kritis pada kasus hilangnya
bayi/anak-anak, hal terpenting adalah menyediakan informasi akurat berkaitan
dengan bayi/anak sesegera mungkin. Apabila Bayi/Anak-Anak diculik maka Petugas
yang menemukan terjadinya penculikan bayi/anak, meneriakkan :
“ Code Pink – Code Pink !!!!”
b. Segera menelpon Operator, selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait di
Rumah Sakit antara lain security, Manager on Duty, Direksi, dan Staf Senior
lainnya).
c. Security atas perintah Pimpinan, menelepon POLRES atau POLSEK setempat dan
sebutkan: jenis kejadian, lokasi kejadian dengan tepat, nama anda dan tugas/profesi
Anda.
d. Petugas Kepolisian kemungkinan akan meminta gambar/foto bayi/anak yang diculik
(kalau ada), dan menanyakan beberapa pertanyaan antara lain: kapan terjadinya,
lokasi terakhir Anda masih melihat bayi/anak yang hilang, dan memakai pakaian apa
bayi/anak tersebut.
e. Setelah menerangkan kepada yang berwajib, berupayalah untuk tetap tenang. Anda
akan mampu mengingat detail bayi/anak yang diculik lebih mudah bila Anda telah
memperoleh kondisi rasional dan logisnya kembali.

4. Code Black (Hitam)


Adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman orang yang membahayakan
(ancaman orang bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai
seseorang atau melukai diri sendiri), ancaman bom atau ditemukan benda yang dicurigai
bom di lingkungan rumah sakit dan ancaman lain. Dalam hal adanya ancaman terhadap
seseorang (orang bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai
seseorang atau melukai diri sendiri) yang dilakukan:
a. 4R (Remain calm - Tetap tenang, Retreat - Mundur bila lebih aman, Raise the alarm -
Bunyikan alarm, Record details - Catat rincian kejadian)
b. Ambil tindakan cepat untuk melindungi diri sendiri atau melindungi pasien yang
terancam.
c. Beri peringatan atau minta bantuan kepada sesama teman, sambil meneriakkan:
”Code Black - Code Black!!!!”
d. Melangkah mundur bila lebih aman. Hubungi Operator, selanjutnya operator
menghubungi pihak yang terkait antara lain security, Manager on Duty, Direksi, dan
Staf Senior lainnya, terangkan tentang:
1) Jenis kejadian
2) Lokasi kejadian
3) Nama dan tempat tugas Anda.
e. Bila tidak memungkinkan melangkah mundur:
1) Turuti perintah pengancam
2) Lakukan hanya yang diminta
f. Bila bahaya sudah berlalu, telepon Operator, dan jelaskan kejadiannya
g. Catat hasil pengamatan Anda secepatnya. (Misalnya : ciri penyerang, senjata, cara
bicara/logat, tingkah laku, tato, ciri kendaraan, arah pelarian, dll-nya)
h. Amankan tempat kejadian perkara
i. Bekerjasama dengan security sambil menunggu petugas kepolisian Bila mendapatkan
ancaman bom, yang perlu dilakukan adalah:
1) Tetap tenang sambil mendengarkan suara si penelepon
2) Jangan menutup telepon
3) Gunakan telpon lain untuk menghubungi nomor POLRES atau POLSEK
setempat, hubungi operator untuk selanjutnya operator menghubungi pihak yang
terkait,dan sampaikan: Bahwa terdapat ancaman bom, lokasi ancaman bom secara
tepat, nama anda dan tempat tugas/profesi Anda, evakuasi Segera/Evacuation,

5. Code Brown (Coklat)


Adalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi pasien, pengunjung dan
karyawan rumah sakit pada titik-titik yang telah ditentukan. Pada intinya, menginisiasi
tim evakuasi untuk melaksanakan tugasnya. Terdapat tiga tahap evakuasi:
a. TAHAP 1: Pindahkan korban dari daerah bahaya, misalnya dari ruangan ke koridor,
sambil meneriakkan: ”Code brown -- code brown” untuk memberitahukan petugas
lain
b. TAHAP 2 : Bersama-sama petugas lain pindahkan korban ke ruangan yang aman
pada lantai yang sama; lantai bawahbilabangunan bertingkat
c. TAHAP 3 : Selesaikan evakuasi dari bangunan melalui koridor atau tangga ke titik
kumpul dan ikuti petunjuk dalam Emergency Plan rumah sakit.
Pada saat evakuasi, bila diinstruksikan, evakuasikan ke area yang dialokasikan dalam
urutan sebagai berikut:
a. Pasien yang mampu bergerak sendiri
b. Pasien yang mampu bergerak dengan memerlukan bantuan
c. Pasien yang tidak mampu bergerak.
Penting untuk diperhatikan:
a. Periksa seluruh ruangan (termasuk kamar mandi dan toilet) untuk memastikan semua
orang sudah dievakuasi)
b. Lakukan penghitungan untuk memastikan semua orang sudah dievakuasi
c. Bila ada orang yang tidak diketemukan, laporkan ke Staf Senior, Manager on Duty
(MOD), atau Petugas Emergency
d. Jangan meninggalkan area titik kumpul sampai Staf Senior, Manager on Duty
(MOD), atau Petugas Penanggulangan Bencana mengizinkan
e. Staf Senior, atau Manajer on Duty memberitahuan kepada Petugas Penanggulangan
Bencana yang bertugas untuk mengumumkan “SEMUA AMAN” bila keadaan telah
terkendali (Usahakan rekam medik pasien harus selalu menyertai setiap pasien yang
dievakuasi bila memungkinkan)

6. Code Orange (Oranye)


Adalah kode yang mengumumkan adanya insiden yang terjadi di luar rumah sakit
(emergency eksternal) misalnya kecelakaan massal lalulintas darat, laut, dan udara;
ledakan, banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, dll. Tatalaksananya:
a. Pada saat menerima pemberitahuan terjadinya darurat eksternal, petugas IGD dan
atau operator akan menyampaikan kepada semua pejabat senior dan Tim Siaga
Bencana rumah sakit
b. Rekan yang berdekatan sesudah diberitahu petugas IGD atau operator meneriakkan:
“Code Orange – Code Orange !!!”
c. Setiap staf akan merespon sesuai dengan Panduan Siaga Bencana rumah sakit.
Respon dapat meliputi salah satu atau lebih langkah berikut ini:
1) Bila memungkinkan sediakan tempat tidur untuk menampung korban, bila perlu
dengan cara memulangkan sebagaian pasien rawat inap atau mengirimkannya ke
RS lain.
2) Sediakan fasilitas penerimaan dan perawatan pasien secukupnya
3) Bila diminta oleh Manajer Senior atau Direksi ataupun utusan dari lokasi
bencana, sediakan bantuan yang dapat dikirim ke lokasi bencana
4) Semua personil lainnya merespon sesuai arahan supervisornya
5) Bila kondisi bencana memberikan dampak kepada rumah sakit (misalnya serbuan
asap, huru-hara sipil), pengisolasian/penyekatan mungkin diperlukan
6) Tunggu sampai ada pemberitahuan bahwa “SITUASI TELAH TERKENDALI”.

7. Code Yellow (Kuning)


Adalah kode yang mengumumkan adanya situasi krisis internal (emergency
internal) rumah sakit yang meliputi: kebocoran atau dugaan kebocoran gas termasuk gas
elpiji; kebocoran dan tumpahan bahan kimia dan atau bahan berbahaya; kegagalan
sistem vital seperti kegagalan back-up daya listrik; boks pembagi daya listrik;seseorang
terjebak/terjerat; banjir; insiden radiasi; dan lain-lain. Tatalaksananya:
a. Pada saat menemukan kejadian emergency internal petugas meneriakkan:
” Code Yellow – Code Yellow !!!!”
b. Hubungi nomor Operator unyuk selanjutnya menghubungi pihak yang terkait antara
lain security, Manager on Duty, Direksi, dan Staf Senior lainnya.dan sebutkan : Jenis
Emergency, Lokasi Emergency dengan tepat.Nama Anda dan tugas/profesi Anda.
c. Jauhkan orang dari lokasi bahaya
d. Apabila evakuasi diperlukan, ikuti prosedur evakuasi, seperti pada panduan Code
Brown
e. Tunggu instruksi dari Staf Senior, Manager on Duty (MOD) atau Petugas Emergency
f. Stanby untuk membantu bila diperlukan
g. Jangan kembali ketempat semula sampai Staf Senior, MOD, atau yan bertanggung
jawab dalam keamanan fasilitas menyatakan “ SEMUA TELAH AMAN”.
Dalam hal insiden kimia, biologis atau radiasi:
a. Pakailah masker dan atau tutup mulut
b. Buka pakaian yang terkontaminasi, dan cuci kulit dengan air mengalir
c. Jauhi zona berbahaya.

D. Code Blue

1. Definisi

Code blue adalah isyarat yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan
adanya seseorang yang menandakan mengalami seragan jantung ( Cardiac Arrest )
gagal nafas akut (Respiratory Arrest) dan situasi darurat lainnya yang menyangkut
dengan nyawa pasien. Dalam bahasa aslinya berbunyi sebagai berikut,"Code Blue is a
declaration of or a state of medical emergency and call for medical personnel and
equipment to attempt to resuscitate a patient especially when in cardiac arrest or
respiratory distress or failure". Code Blue merupakan stabilisasi kondisi gawat darurat
medis yang terjadi di dalam area sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan
perhatian segera. Code blue terdiri dari dokter dan paramedis untuk menangani
seseorang dengan penyakit jantung ( cardiac arrest ) atau respiratory arrest dan
membutuhkan resusitasi jantung dan paru segera (Royal Brisbane and Women’s
Hospital Health Service District, 2007).

Code blue/kode biru adalah Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau
suatu institusi dimana terdapat pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest dan
merupakan kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi
gawat darurat. Code Blue Code blue adalah dan stabilisasi kondisi darurat medis yang
terjadi di dalam area rumah sakit.
Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue harus
segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory
arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau  tidak bernapas) misalnya pasien yang
membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR). Code Blue Team Code blue team
adalah tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai "code-team",
yang secara cepat ke pasien untuk melakukan  tindakan penyelamatan. Tim ini
menggunakan  crash-cart, kursi roda/tandu, alat - alat penting seperti defibrilator,
peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin,
atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien. Tim Code Blue adalah Tim
yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai Code Blue Team, yang
secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan.

2. Tujuan

Tujuan dari code blue adalah :

a. Untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi korban yang mengalami
kondisi darurat cardio- respiratory arrest yang berada dalam kawasan rumah sakit.
b. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan perlatan medis darurat
yang dapat digunakan dengan cepat. 
c. Untuk memulai pelatihan keterampilan BLS dan penggunaan defibrillator eksternal
otomatis (AED) untuk semua tim rumah sakit baik yang berbasis klinis maupun non
klinis.
d. Untuk memulai penempatan peralatan BLS di berbagai lokasi strategis di dalam
kawasan rumah sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat medis.
e. Untuk membuat rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat.
   
3. Pengorganisasian Tim Code Blue
a. Organisasi
Organisasi Blue Team ini terdiri dari :
1) Koordinator Team
2) Penanggung jawab Medis
3) Perawat Pelaksana
4) Kelompok Pendukung
b. Uraian tugas
1) Koordinator Team
Dijabat oleh dokter ICU/NICU, bertugas :
a) Mengkoordinir segenap anggota tim.
b) Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan Kegawatandaruratan yang
dibutuhkan oleh anggota tim.
2) Penanggungjawab Medis
Dokter Jaga / Dokter Ruangan VKOK, Ibu, Anak, Perina, bertugas:
a) Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang perawatan.
b) Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
c) Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP
d) Menentukan sikap selanjutnya
3) Perawat Pelaksana, Perawat PN
a) Bersama dokter penanggungjawab medis mengidentifikasi/triage pasien di
ruang perawatan.
b) Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan gawat
darurat di ruang perawatan.
4) Tim Resusitasi
Perawat terlatih dan dokter ruangan / jaga.
a) Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat diruang
perawatan.
b) Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang
perawatan.

4. Perencanaan Sumber Daya Manusia dan Sistem Komunikasi


a. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Dalam satu shift harus ada 2 3 orang perawat terlatih yang bertugas. Perencanaan SDM
ditentukan berdasarkan kondisi kegawatdaruratan pasien, sebagai berikut :
1) Melakukan identifikasi awal/triage pasien di ruang perawatan : Dokter ruangan
/dokter jaga, Perawat Pelaksana (PN).
2) Melakukan penanggulangan pasien gawat di ruang perawatan : Dokter Ruangan
atau dokter jaga Perawat Terlatih 1 orang Perawat PN
3) Melakukan RJP : Dokter ruangan /dokter jaga Perawat Terlatih 2 3 orang Perawat
PN
b. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanganan kegawatdaruratan di rumah sakit merupakan hal yang
sangat penting, untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi,
yaitu :
1) Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar.
2) Menggunakan kata sandi Kode Biru dan menyebutkan lokasi ruangan dan nomor
kamar pasien.
Alat–alat komunikasi yang dapat digunakan sebagai standar: Pagging, Interkom,
Hand Phone.

5. Peralatan Tim Code Blue


6. Pendidikan, Pelatihan, Jaminan Kualitas, dan perencanaan kegatan Anggota Code Blue
a. Pendidikan dan pelatihan BLS diwajibkan bagi anggota tim code blue dan atau
harus memiliki sertifikat ACLS yang berlaku 3 tahun.
b. Meninjau semua kebijakan dan prosedur.
c. Melakukan review standar peraturan.
d. Melakukan pengukuran standar pelayanan (jam pelayanan)
e. Audit
Program pendidikan dan pelatihan BLS, ACLS dan MTLS / ATLS diberikan
kepada tim rumah sakit dan unit. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan standar
perawatan dan hasil respon code blue sebagai tim yang memainkan peran penting
sebagai responden pertama untuk situasi code blue. Pihak-pihak yang tertarik
mengikuti pendidikan atau pelatihan ini harus menghubungi Departemen Darurat
dan Trauma (ETD) atau CPR komite (Anestesiologi departemen).
Perencanaan kegiatan Blue Tim meliputi :
a. Pelayanan Sehari – hari. Merupakan kegiatan sehari- hari dalam rangka
mengidentifikasi (Triage) pasien-pasien yang ada di ruangan perawatan. Sehingga
keadaan gawat / gawat darurat pasien dapat lebih dini diketahui dan ditanggulangi
sehingga mencegah kematian dan kecacatan yang tidak perlu terjadi
b. Pelayanan Kegawatdaruratan Pasien Di Ruangan. Merupakan kegiatan pelayanan
dalam menangani pasien gawat darurat dengan memberikan pertolongan bantuan
hidup dasar dan resusitasi jantung, paru dan otak (RJP).
c. Pelatihan dan Peningkatan SDM. Guna menjaga dan meningkatkan kualitas
kemampuan anggota tim, maka dibuatkan suatu pendidikan dan pelatihan meliputi
teori dan praktek sesuai kebutuhan tim .
d. Evaluasi dan Kendali Mutu. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan dan penanganan
pasien gawat / gawat darurat oleh Blue Team harus dapat dievaluasi dan kendali
mutu agarkesempurnaan kegiatan menjadi lebih baik.Oleh karena itulah Tim
Pengendalian Mutu rumah sakit diharapkan dapat turut berperan dalam hal evaluasi
dan kendali mutu Blue Team
7. Ruang Lingkup code blue
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi
darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin.
Sistem respon terbagi dalam 2 tahap yaitu:
a. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di
sekitarnya, dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
b. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal
dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas
pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang
dilakukan adalah :
a. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk
menunjang kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian.
b. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah
sakit, misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap,
dimana peralatan dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang
cepat.
Tabel 1. Contoh Tim Code Blue / Asal Ruangan dan Area Cakupan
Tim Code Blue Primer
No Area Cakupan
(Koordinator)
Area gawat darurat, rekam
1 Gawat Darurat dan Trauma medis, area parker depan,
lobi, PMI, Depo farmasi.
2 Tim orthopedic Bangunan utama
3 Tim Poliklinik Bangunan poliklinik
4 Tim Medikal Rawat inap penyakit dalam
5 Tim Bedah Rawat inap bedah
Radiology, gizi,
6 Tim Imaging dan Diagnostik
Laboratorium
7 Tim Forensik Bagian Forensik
                                                                                                          (Saed & Amin, 2011)

8. Tata Laksanan sistem Code  Blue


Sebuah respon code blue untuk seluruh daerah Rumah Sakit tidak dapat ditangani
oleh Unit Gawat Darurat (UGD) sendiri karena kesulitan jarak dan lokasi yang tidak
terjangkau padahal idealnya waktu antara aktivasi code bluesampai kedatangan code
blue Team adalah 5 menit. Sehingga diharapkan setiap regio rumah sakit mempunyai tim
yang dapat melakukan BLS awal sambil menunggu kedatangan tim code blue rumah
sakit untuk meningkatkan harapan hidup pasien.Tim dibentuk dengan ketentuan tiap tim
terdiri dari 3 sampai 5 anggota yang terlatih dalam BLS. Peralatan resusitasi darurat yang
mudah untuk dibawa, harus ditempatkan di lokasi strategis di seluruh kawasan rumah
sakit terutama di daerah di mana probabilitas tinggi terjadi kondisi darurat medis atau di
mana tim rumah sakit telah dilatih dalam keterampilan BLS. Setidaknya satu kit
resusitasi dasar harus ditempatkan di setiap area kerja satu departemen sehingga tim
dapat dengan cepat memobilisasi dan memanfaatkan peralatan resusitasi. Jika tersedia
peralatan resusitasi yang lebih maka efektifitas dan waktu respon dari Code Blue Tim
akan lebih baik dan harapan hidup pasien meningkat. Hal ini sama pentingnya bahwa
semua personil rumah sakit, terutama tenaga non-dokter dan non-medis, dilatih BLS
sehingga mereka juga dapat memberikan resusitasi awal kehidupan (CPR) di lokasi
kejadian sambil menunggu respon primer atau Code Blue tiba, dengan demikian juga
meningkatkan kemungkinan hasil yang baik bagi para korban darurat medis. Pelatihan
tim rumah sakit dalam keterampilan BLS dan penggunaan AED juga dapat dilakukan
oleh ETD.
a. Fase Pelaksanaan Code Blue
1) Alert System
Harus ada sistem yang baik dan terkoordinasi di tempat yang digunakan untuk
mengaktifkan peringatan terjadinya keadaan darurat medis dalam lingkup rumah
sakit kepada anggota tim code blue. Sistem telepon yang ada akan digunakan.
Jika terjadi keadaan darurat medis, personil rumah sakit di mana saja dalam lingkup
rumah sakit tersebut dapat mengktifkan respon daricode blue lewat telepon untuk
bantuan dan pengaktifan:
a) Local Alert : tergantung pada mekanisme yang dibuat oleh Zone
Coordinator, contoh:
1. Pengumuman melalui sistem PA
2. Menampilkan nama-nama tim code blue primer di lokasi strategis di zona
mereka
3. Setelah kasus code blue terjadi, Tim Primer harus meninggalkan
pekerjaannya dan mengambil tas code blue dan bergegas ke lokasi dan
memulai CPR / BLS.
b) Hospital Alert : Nomor telepon code blue -> Pusat PanggilanKegawatdaruatan
Medis:
1. Prioritas 1: Untuk mengaktifkan team code blue sekunder dari ETD
2. Prioritas 2: Untuk memeriksa (sebagai jaring pengaman kedua)
pengaktifan team code blue primer.
Anggota tim respon code blue primer yang telah ditentukan di sekitar tempat
terjadinya kegawatdaruatan medis akan menanggapi situasicode blue sesegera
mungkin. Anggota tim akan memobilisasi alat resusitasi mereka dan bergegas
ke lokasi darurat medis. Tim ETD code blue juga akan menanggapi
situasi code blue. Jika semua tim tidak yakin apakah lokasi darurat medis
tersebut tercakup di daerah cakupan mereka, mereka tetap harus merespon
alarm 'code blue'.
Standar layanan untuk durasi waktu yang dibutuhkan antara menerima
pesan 'code blue' (code blue aktivasi) dan kedatangan tim code blue di lokasi
kejadian adalah 5 sampai 10 menit. Standar layanan akan diberi batas waktu &
dikaji kinerja dan pemeriksaan jaminan kualitas untuk menentukan ‘perangkap’
dalam sistem peringatan dan menjaga efisiensi dan penyebaran cepat dari
timcode blue. Tanggung jawab dari Medical Emergency Call Center (MECC)
terhadap Code Blue line :
a. Anggap setiap panggilan di code blue line adalah code bluekasus
yang sebenarnya (sampai bisa dibuktikan)
b. Panggilan code blue harus dijawab secepatnya (< 3 kali dering)
c. Informasi vital adalah:
1) Nama dan nama orang/ tim rumah sakit/ paramedis/ dokter tertentu
2) Lokasi pasti
3) Trauma atau kasus medis
4) Dewasa atau anak-anak
d. Pengumuman kepada ETD tim code blue- CODE BLUE 3x di area cakupan
e. Tim code blue harus meninggalkan pekerjaannya dan berlari dengan
membawa perlengkapan jika zona ETD bisa dijangkau dengan jalan kaki.
f. Rekaman dan dokumen dalam sensus code blue
2) Intervensi Segera di Tempat Kejadian
Tim di tempat kejadian darurat medis (pasien tidak sadar atau
dalam cardiac dan respiratory arrest) telah terjadi memiliki tanggung jawab
untuk meminta bantuan lebih lanjut, memulai resusitasi menggunakan
pedoman Basic Life Support (BLS) dan keterampilan ALS dan peralatan jika
cukup terlatih dan lengkap.
a) Nomor tim code blue Rumah Sakit/ nomor MECC ditempatkan di bangsal,
departemen, divisi, unit, kantor, lobi lift, koridor, kantin, taman, tempat parkir,
dll trotoar dan lokasi lain di dalam halaman rumah sakit.
b) Personil rumah sakit yang menemukan korban harus mengaktifkan
pemberitahuan lokal untuk tim code blue primer atau seseorang
menginstruksikkan mereka untuk melakukannya, mereka juga harus meminta
bantuan lebih lanjut dari tim terdekat jika tersedia.
c) Pada saat yang sama, aktivasi pemberitahuan rumah sakit harus dilakukan
dengan menghubungi nomor code blue rumah sakit.
d) Pihak yang bertanggung jawab atau bertanggung jawab atas daerah tertentu
(misalnya dari ruangan lain) juga harus diberitahu untuk datang ke lokasi
segera.
e) Sementara menunggu kedatangan tim utama menanggapi code blue, jika
tersedia tim yang terlatih untuk BLS, mereka harus memulai BLS (posisi
airway, bantuan pernapasan, kompresi dada dll).
f) Jika tidak ada tim yang terlatih BLS, tim yang ditempat kejadian harus
menunggu bantuan yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari kerumunan
orang.
g) Jika monitor jantung, defibrillator manual atau defibrillator eksternal otomatis
(AED) tersedia, peralatan ini harus melekat kepada pasien untuk menentukan
kebutuhan defibrilasi; fase ini dilakukan oleh tim yang berpengalaman atau tim
terlatih dalamAlert Cardiac Life Support (ACLS).
h) Setiap departemen, divisi, atau unit bangsal harus berusaha untuk memastikan
bahwa tim mereka dilatih dalam setidaknya keterampilan BLS dan mereka
dilengkapi dengan resusitasi kit atau troli, setidaknya peralatan resusitasi dasar
dan ditempatkan di lokasi strategis.
i) Tim dari masing-masing ruangan akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan
resusitasi kit mereka.
j) Jika korban berhasil disadarkan/dihidupkan kembali sambil menunggu
kedatangan tim respon code blue, tim dilokasi harus menempatkan pasien
dalam posisi pemulihan dan monitor tanda-tanda vital.
k) Semua kasus code blue harus mengirim ke ETD untuk evaluasi lebih lanjut dan
manajemen terlepas hasilnya.
3) Kedatangan Team Code Blue
a) Setelah anggota tim code blue menerima aktivasi code blue, mereka harus
menghentikan tugas mereka saat ini, mengambil resusitasi kit (tas peralatan)
mereka dan bergegas ke lokasi darurat medis dengan berjalan kaki.
b) Mereka harus mengerahkan diri mereka sendiri dengan cepat dan lancar dan
menggunakan rute terpendek yang tersedia.
c) Waktu respon (layanan standar) dari waktu dari code blue call / aktivasi
kedatangan tim Code blue di tempat kejadian akan disimpan
.Akan ada saat ketika ETD / Kedatangan Sekunder tim code blueadalah penundaan
karena berbagai alasan, sehingga kebutuhan untuk tim Code blue untuk tidak
hanya terdiri dari tim ETD tetapi juga tim dari departemen yang lebih strategis
atau dekat. Selanjutnya, sangat penting bahwa setiap tenaga medis di lokasi
kejadian mulai langkah BLS.

d) Jika korban masih dalam cardiac atau respiratory arrest ketika tim respon code


blue tiba di lokasi, tim akan mengambil alih tugas resusitasi; tim di lokasi
kejadian harus tinggal di sekitar untuk memberikan bantuan tambahan jika
diperlukan.
e) Setiap kasus code blue akan kirim ke ETD terlepas kondisi pasien baik untuk
mempertahankan kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak. Dalam
disposisi, ETD pasien akan diputuskan setelah integrasi pasca perawatan
serangan jantung.
4) Perawatan Definitif
a) Keadaan darurat medis yang terjadi di setiap daerah baik klinis atau non-klinis
dan baik melibatkan rawat inap atau rawat jalan (umum) akan dihadiri oleh
para tim tanggap code blue, pasien ini akan diangkut ke ETD untuk resusitasi
lanjut dan perawatan definitif dimana tempat-tempat ini biasanya tidak
memiliki infrastruktur yang memadai dan peralatan untuk perawatan lanjutan.
b) Jika resusitasi tidak berhasil (korban meninggal di TKP), korban masih perlu
ditransfer ke ETD untuk dokumentasi lebih lanjut atau konfirmasi kematian.
c) Setiap kasus code blue akan menerima perawatan definitif setelah perawatan
pasca integrasi serangan jantung dan diskusi dalam ETD.
5) Peralatan dan pelatihan
a) Semua tingkat tim rumah sakit harus cukup terlatih setidaknya dalam BLS dan
penggunaan AED.
b) AED dan resusitasi kit dasar harus ditempatkan di berbagai daerah di dalam
halaman rumah sakit dan mudah diakses bagi tenaga medis dan tim Code Blue
untuk digunakan.
c) Lokal / code blue primer (zona risiko rendah) tim peralatan:
1. Sarung tangan
2. Pocket mask
3. Guerdel / jalan napas orofaringeal
4. Tas / kotak pertama bantuan

d) Dasar peralatan resusitasi kit yang dibutuhkan oleh code blue team zona risiko
tinggi dan ETD / sekunder tim tanggap :
1. Oksigen tabung dan pipa
2. Masker  
3. Pocket mask
4. Bag-valve mask
5. Pedoman defibrilator atau AED (ke dalam disiplin lain ETD dan KIV)
6. Sekali pakai sarung tangan steril
7. Oro-faring dan naso-faring saluran udara
8. Extraglottic perangkat (LMA / LT)
9. Kursi roda atau tandu
10. Stetoskop
11. Alat suntik dan jarum
12. Infus set (termasuk semangat usap, branula dan plester)
13. Glucometer
14. Obat-Dextrose 50%, Dekstrosa 10%, Normal saline / Hartmann 's,
Adrenalin, Atropin, Amiodarone, Diazepam, GTN Tab dan Aspirin
15. Sphygmomanometer
16. Obor cahaya
e) Lanjutan pelatihan BLS dapat diperoleh melalui komite CPR
Ketika muncul code blue, tim dokter dan paramedis yang ditunjuk
sebagai "code-team", bergegas ke pasien untuk melakukan tindakan
penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda / tandu, yang berisi
alat - alat penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen,
ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk
menstabilkan pasien. Tim akan mempraktekkan keterampilan BLS
dan Advanced Cardiac Life Support (ACLS) untuk resusitasi pasien.
Peralatan resusitasi diletakkan di area yang sering membutuhkan bantuan
resusitasi sehingga bila code blue muncul tim yang ditunjuk sebagai code blue.
Tim akan segera dapat mengakses peralatan tersebut. Jika code blue disebut di
suatu daerah tanpa crash-cart, tim yang ditunjuk code blue akan
membawacrash-cart atau kit resusitasi.

b. Komunikasi
Tersedia Medical Emergency Call Centre (MECC) yaitu panggilan khusus
yang mengaktifkan tim Code Blue Respon Primer
c. Koordinasi dengan ruangan lain
Panggilan akan diperoleh dari ruangan lain yang tidak memiliki tim tanggap
darurat. Jika tidak ada rencana tanggap darurat di tempat, ETD akan mendapatkan
panggilan mengenai kebutuhan mereka untuk perawatan medis darurat dan berkoordinasi
dengan mereka tentang bagaimana untuk mendirikan tanggap darurat medis
menggunakan sistem code blue .
d. Algoritma Code Blue
e. Prosedur Code Blue

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR


CODE BLUE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


Document No. Revision No. Pages
SOP-JCI-PCC-005 00 1/2
Disahkan oleh Direktur,
Prosedur Tetap
Tanggal terbit Approved by Director,
Date Issued
Standard
Operating
Desember 2010
Procedures
Dr.Surya
Pengertian Prosedur penanganan kegawatan di ruang rawat inap dan rawat jalan melalui
Definition bantuan team blue code
1. Sebagai acuan supaya tindakan dilakukan dengan benar
Tujuan 2. Penanganan kegawatan terhadap pasien dapat dilakukan secara cepat,
Goal tepat dan komprehensif.

Kebijakan Pada keadaan gawat darurat perawat yang tergabung dalam team blue code
Policy dapat melakukan penanganan kegawatan di bawah tanggung jawab dokter
anastesi.
3. Team blue code terdiri dari perawat terlatih dan berpengalaman yang
telah mengikuti kursus BTCLS.
4. Team BlueCode terdiri dari 4 team untuk masing-masing shift yaitu
team perawatan, team poliklinik, team Gadar dan team anastesi.
5. Penanganan kegawatan di ruang rawat inap dan rawat jalan dapat
melakukan ” Paging JEC ”

1. Bila terjadi kegawatan terhadap pasien maka perawat ruangan selain


Prosedur memberikan pertolongan harus melakukan pemanggilan kepada team
Procedure Blue Code dengan menyebutkan lokasi kegawatan.
2. Bila team Blue Code Poli, Rawat Inap, Gadar tidak dapat melakukan
bantuan, maka perawat ruangan menghubungi team Blue Code anastesi
untuk melakukan bantuan pertolongan.
6. Pada saat penanganan kegawatan tersebut maka team Blue Code
berperan sebagai leader, bila ada dokter anastesi, maka peran leader
diambil oleh dokter anastesi.
7. Setelah penanganan kegawatan teratasi namun pasien masih perlu
pemantauan, maka pasien tersebut dikirim ke Rumah Sakit lain dengan
didampingi oleh team blue code setelah ada persetujuan dari pihak
keluarga.
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
CODE BLUE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


Document No. Revision No. Pages
SOP-JCI-PCC-005 00 2/2

Prosedur dan dokter yang merawat.


Procedure 8. Bila penanganan kegawatan tidak teratasi dan pasien di nyatakan
meninggal, maka perawatan selanjutnya diserahkan kepada perawat
ruangan.
9. Team Blue Code bersama perawat ruangan mendokumentasikan
tindakan yang telah dilakukan pada formulir catatan keperawatan serta
menandatanganinya.

SMF Dokter Spesialis


Unit Terkait Unit Rawat Inap
Related Units Unit Rawat Jalan

Referensi JCI PCC 3.1, IPSG 1, PAA 3, IPSG 2

Referensi ISO ISO 9001:2008 Klausul 4.1, 4.2.1, 7.1, 7.5.1, 7.5.3, 8.2.3, 8.2.4

Referensi KARS S2P2 Pelayanan Gawat Darurat

E. Konsep Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu


1. Pengertian dan Fase SPGDT
Sistem pengendalian gawat darurat terpadu adalah mekanisme yang dirancang
untuk memberikan pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat untuk
mencegah kematian atau kerusakan organ sehingga produktifitasnya dapat
didipertahankan setara sebelum terjadinya bencana atau peristiwa gawat darurat.
System penanggulangan gawat darurat (SPGDT) mengacu pada pertolongan harus
cermat, tepat, dan cepat agar korban tidak mati atau cacat maka harus ditangani secara
bersama dan terpadu, oleh berbagai komponen penolong atau pertolongan. Ini berarti
penanganan harus dilakukan multi disiplin, multi profesi dan multi sektor meliputi:
a. Penanganan terhadap korban banyak penyelarnatan jiwa
b. Dilakukan oleh penolong dan pertolongan banyak
c. Terjalin komunikasi dan koordinasi yang terkendali
d. Menyangkut transportasi korban
e. Tempat-tampat rujukan

Dalam SPGDT terdapat beberapa fase yaitu: Fase Deteksi, Fase Subpresi, Fase Pra
Rumah sakit, Fase Rumah sakit dan Fase Rehabilitasi. Fase-fase ini dapat berjalan dengan baik
bila ada ketersediaan sumber-sumber yang memadai. Beberapa referensi ada pula yang
menyebutkan bahwa SPGDT dibagi menjadi 3 subsistem, yaitu : sistem pelayanan Pra Rumah
Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit, sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga subsistem
ini bersifat saling terkait didalam pelaksanaannya. Pada pelaksanaanya bergantung kepada
kebijakan Negara yang bersangkutan.
a. Fase Deteksi
Pada fase deteksi ini dapat diprediksi beberapa hal diantaranya adalah frekuensi
kejadian, penyebab, korban, tempat rawan, kualitas kejadian dan dampaknya. Misalnya
terkait dengan kecelakaan lalu lintas, maka dapat diprediksi : frekuensi, Kecelakaan Lalu
Lintas (KLL), Buruknya kualitas “Helm” sepeda motor yang dipakai, Jarangnya orang
memakai “Safety Belt”, tempat kejadian tersering dijalan raya yang padat atau dijalan
protocol, korban kecelakaan mengalami luka mengalami luka diberbagai tempat atau
multiple injuries. Contoh lain bila terkait dengan bencana alam, maka dapat diprediksi :
daerah rawan gempa, frekuensi gempa, jenis bangunan yang sering hancur, kelompok
korban, dan jenis bantuan tenaga kesehatan yang paling dibutuhkan pada korban gempa.
Melatih tenaga kesehatan dan awam untuk pengelolaan korban gawat darurat. Pelatihan
dapat berbentuk BTCLS in Disaster, PPGD-ON (Pengelolaan Pasien Gawat Darurat
Obstetric Neonatus) untuk bidan, antisipasi Serangan Jantung dan CADR (Community
action & Disaster Response ) untuk pengawal pribadi, pasukan keamanan/ polisi, pecinta
alam, guru olahraga/ senam ; atau pelatihan Dasi pena (Pemuda Siaga Pencana) untuk
Senkom, pramuka, pemuda dan tokoh masyarakat.

b. Fase Supresi
Kalau kita dapat memperediksi yang dapat menyebabkan kecelakaan atau terjadi bencana
yang dapat menimbulkan korban masal maka kita dapat melakukan supresi. Supresi atau
menekan agar terjadi penurunan korban gawat darurat dilakukan dengan berbagai cara :
perbaikan kontruksi jalan, peningkatan pengetahuan peraturan lalu lintas, perbaikan kualitas
“Helm” pengetatat melalui UU lalu lintas atau peraturan ketertiban berlalu lintas, pengetatat
peraturan keselamatan kerja, peningkatan patroli keamanan atau membebuat pemetaan daerah
bencana.

c. Fase Pra Rumah Sakit


Pada fase ini keberhasilan begantung pada beberapa komponen yaitu: akses
masyarakat ke petugas terlatih atau petugas kesehatan terlatih, atau akses petugas terlatih
atau petugas kesehatan terlatih kekorban, komunikasi dan jaringan komunikasi yang
dapat dimanfaatkan, serta ketersediaan gawat darurat. Pada fase ini keberhasilan korban
gawat darurat salah satunya bergantung adanya akses. Akses dari masyarakat kedalam
sistem adalah yang paling penting, karena kalau masyarakat tidak dapat minta tolong
maka SPGDT yang paling baikpun tidak ada guannya bagi korban yang memerlukan
pertolongan. Mengingkat wilayah Indonesia sangat bervariatif maka setiap provinsi atau
kabupaten/kota perlu memiliki nomor yang mudah dihapal yang mudah dihubungan
untuk minta pertolongan. Saluran informasi yang dapat diakses bila memerlukan bantuan
pertolongan gawat darurat atau bencana dimasyarakat diantaranya : polisi, pemadam
kebakaran, dinas kesehatan, rumah sakit atau ouskesmas terdekat yang dikoordinir oleh
badan penaggulangan bencana setempat. Untuk perdesaan yang belum memiliki sarana
komunikasi yag belum ada komunikasi telepon, akses dapat berupa : bedug, kentongan,
asap, radio komunikasi, atau hamdphone.

1) Komunikasi
Lalulintas komunikasi yang vital diperlukan dalam penanggulangan bencana
diantaranya mencakup : pusat komunikasi ke ambulan, pusat komunikasi ke rumah
sakit, pusat komunikasi ke instalasi terkait lain, ambulan ke ambulan, ambulan ke
rumah sakit, masyarakat terlatih ke pusat komunikasi atau pelayanan kesehatan.
Pusat komunikasi memiliki tugas menerima dan memberikan informasi,
memonitor, bekerjasama termasuk memberikan komando penanggulangan
bencana baik secara lintas propinsi, nasional, maupun internasional. Di pusat
komunikasi dapat dilibatkan “orang awam”, yaitu mereka yang menemukan
korban kali pertama, atau yang memberikan pertolongan pertama. “orang awam”
ini dapat dilatih, sehingga disebut awam khusus. Orang awam khusus yang
terorganisir dengan baik antara lain pramuka, Palang Merah Remaja, siswa
sekolah, mahasiswa, hansip atau petugas keamanan, atau karang taruna.
Pendidikan masyarakat melibatkan latihan masyarakat sebagai penolong pertama.
Dengan mewajibkan semua pelajar mendapatkan pendidikan pertolongan pertama
sebelum lulus dari SLTP dan pertolongan pertama lanjutan sebelum lulus dari
SLTA atau sebelum mendapat SIM, maka kita dapat memastikan bahwa dalam
dua generasi yang akan datang, tiap orang di tempat kecelakaan atau pada penyakit
akut akan lebih sanggup menyelamatkan nyawa dan extremitas sampai tiba
bantuan profesional.
Awam khusus dapat dilatih sehingga memiliki kemampuan cara minta
tolong, cara memberikan bantuan hidup dasar, cara menghentikan perdarahan, cara
memasang balut bidai, cara mengangkat dan mengirim korban. Keterampilan
untuk awam khusus dapat ditingkatkan sesuai dengan bidang tugas yang diemban
setiap hari, misalnya pengetahuan dan keterampilan mengenai biomekanik
kecelakaan lalu lintas dan luka tembak atau tusuk untuk polisi. Dengan demikian
korban dapat ditolong dengan benar dan optimal.

2) Ambulan Gawat Darurat (AGD)


Ambulan gawat darurat idealnya harus mampu tiba ditempat korban dalam
waktu 6-8 menit supaya dapat mencegah kematian. Kematian dapat terjadi karena
sumbatan jalan napas, henti napas, henti jantung, dan perdarahan massif. Untuk
daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat seperti Jakarta diperlukan ambulan
sepeda motor. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi respon time. Selanjutnya bila
sudah distabilkan maka tinggal menunggu mobil ambulan untuk dievakuasi dan
transportasi.
Ambulan Sepeda Motor Gawat Darurat dapat menjadi rumah sakit lapangan
dalam penanggulangan bencana. Sebagai unit pelayanan bencana maka ambulan
sepeda motor gawat darurat perlu meningkatkan jalinan komunikasi dengan pusat
komunikasi, rumah sakit dan ambulan lain.
3) Ambulan Gawat Darurat (AGD) Desa Siaga
AGD desa siaga dapat dikembangkan dengan meningkatkan peran Puskesmas
keliling menjadi AGD desa siaga. Peralatan standar yang diajukan seperti
Orotracheal Tube dan Suction untuk membebaskan jalan napas (airway), Oksigen
dan Bag and Mask untuk membantu pernafasan (breathing), balut cepat dan dan
infus untuk membantu mempertahankan sirkulasi yang baik (circulation), dan bidai
termasuk Neck Collar, Long/Short Board dan traksi untuk membantu bila ada
hendaya (disability).
Di Indonesia terdapat lebih dari 2000 rumah sakit dengan UGD yang bervariasi
dan belum ada koordinasi dalam penanggulangan korban gawat darurat maupun
penanggulangan bencana. Masing-masing berusaha untuk mendapat citra eksklusif
sehingga pelayanan kesehatan menjadi mahal apalagi bila korban tidak memiliki
asuransi ataupun tidak ada keluarga yang mendampingi, maka kemungkinan akan
terlantar. Keadaan ini bukan saja di Indonesia tetapi juga terjadi di Negara maju
seperti di Amerika Serikat sebelum tahun 1990-an. Pada tahun 1976 setelah Perang
Vietnam selesai para dokter dan perawat kembali dan mengembangkan sistem
penanggulangan pasien gawat darurat (PPGD) sesuai dengan pengalaman mereka di
Vietnam.
Pada waktu itu, fase pra rumah sakit di USA dikembangkanlah perusahaan-
perusahaan pelayanan ambulan. Akibatnya terjadi persaingan yang tidak sehat,
mahal dan saling menghancurkan sehingga banyak AGD yang bangkrut. Rumah
sakit juga saling berlomba membentuk Trauma Center dengan prinsip “The Right
Patient To The Right Hospital By The Right Surgeon”, sehingga sering terjadi
keterlambatan karena Ahli Bedah tidak ditempat. Baru tahun 1990 Amerika Serikat
menyadari kesalahan ini dan mengubah sistem PPGD menjadi “inklusif sistem”.
Sistem ini menjamin bahwa semua korban gawat darurat akan mendapat pelayanan
dan penanggulangan yang optimum pada fasilitas yang sesuai dengan berat
cederanya. Sistem ini memanfaatkan semua sarana Pra RS dan UGD yang ada di
kota dan daerah yang menjadi satu kesatuan secara terpadu. Sejak tahun 1990-an,
pada fase pra RS semua Ambulan Gawat Darurat dihimpun dibawah satu sistem di
Amerika Serikat adalah 911.
d. Fase Rehabilitasi
Semua korban yang cedera akibat kecelakaan maupun bencana harus
dilakukan rehabilitasi secara utuh, mencakup fisik, mental, spiritual dan sosial.
Hal ini perlu dilakukan agar dapat berfungsi kembali di dalam kehidupan
bermasyarakat. Pada fase rehabilitasi melibatkan berbagai disiplin ilmu, dengan
harapan terjadi re-orientasi terhadap kehidupannya sesuai kondisinya saat ini.
Ada 3 subsistem dalam pelayanan kesehatan pada SPGDT:
a. Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit dan sistem
pelayanan antar Rumah Sakit. Pada sistem pelayanan medic pra rumah sakit
terdapat public safety center atau Desa Siaga, Brigade Siaga Bencana, Pelayanan
Ambulance, Komunikasi, Ambulan dan masyarakat awam yang belum digarap
secara serius oleh pemerintah.
b. Sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam pelaksanaan sistem pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang diperlukan adalah penyediaan sarana, prasarana,
dan SDM yang terlatih. Semua hal tersebut diatas harus tersedia unit kerja yang
ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang rawat inap, laboratorium, Xray room,
farmasi, klinik gizi, dan ruang penunjang yang lainnya serta kamar mayat, dan
lainnya.Dalam pelaksanaan pelayanan medic di rumah sakit untuk korban bencana
diperlukan : hospital Disaster Plan, Unit Gawat Darurat, Brigade Siaga Bencana
Rumah Sakit, High Care Unit, dan kamar jenazah.
c. Sistem pelayanan kesehatan antar rumah sakit. Sistem pelayanan kesehatan antar
rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan
kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas untuk menerima pasien. Misal di Jawa Barat bila ada bencana
bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk ke RSHS. Ini semua sangat
berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang tersedia di rumah
sakit tersebut. Agar sistem ini dapat memberikan pelayanan yang baik
memerlukan sistem ambulan yang baik dan dibawa oleh SDM yang terlatih dan
khusus menangani keadaan darurat. Dalam pelayanan kesehatan antar rumah
sakit: pelayanan fiksasi dan evakuasi, transportasi dan rujukan, dan pengelolaan
lalu lintas untuk transportasi dan rujukan.
2. Tujuan pelayanan gawat darurat
Kondisi pelayanan gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital
maupun in hospital ataupun post hospital. Oleh karena itu tujuan dari pertolongan
gawat darurat dalam kaitannya dengan rentang kegawatdaruratan dapat terbagi
menjadi 3 yaitu:

a. Pre-Hospital
Dalam rentang kondisi hospital ini dapat terjadi dimana saja serta dalam setiap waktu,
maka peran serta masyarakat, awam khusus ataupun petugas kesehatan diharapkan dapat
melakukan tindakan penanganan kondisi kegawatdaruratan yang berupa:
1) Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian yang berisiko
menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca yang menggantung atau
dicurigai masih terdapat bom. Petugas kesehatan hanya boleh memberikan
pertolongan apabila kondisi sudah aman dari risiko jatuhnya korban berikutnya.
2) Melakukan triase atau memilah dan menentukkan kondisi korban gawat darurat
serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas kesehatan yang lebih ahli
dating untuk membantu.
3) Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara.
4) Melakukan evakuasi, yaitu korban dipindahkan ke tempat yang lebih aman atau
dikirim ke pelayanan kesehatan yang sesuai kondisi korban.
5) Mempersiapkan masyarakat, awam khusus dan petugas kesehatan melalui
pelatihan siaga terhadap bencana.
b. In Hospital
Pada tahap ini, tindakan menolong korban gawat darurat dilakukan oleh petugas
kesehatan. Di rumah sakit pada umumnya ditolong oleh petugas kesehatan di dalam
sebuah tim yang multi disiplin ilmu. Tujuan pertolongan di rumah sakit adalah adalah
1) Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana sesuai dengan
kondisinya.
2) Memberikan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut.
3) Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamik yang akurat.
4) Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban setelah kembali ke masyarakat
setidaknya setara bila dibanding sebelum bencana menimpanya.
5) Melakukan pendidikan kesehatan dan melatih korban untuk mengenali kondisinya
dengan segala kelebihan yang dimiliki.

c. Post-Hospital
Pada kondisi post-hospital hampir semua pihak menyatakan hampir sudah tidak
ada lagi kondisi gawat darurat. Padahal, kondisi gawat darurat ada yang terjadi justru
setelah diberi pelayanan di rumah sakit, yaitu korban perkosaan. Karena mengalami
trauma psikis yang mendalam, misalnya merasa tidak berharga, harga diri rendah, malu
dan tidak punya harapan sehingga korban-korban perkosaan mengambil jalan pintas
dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Tujuan diberikan pelayanan dalam rentang post-
hospital adalah:
1) Mengembalikan rasa percaya diri kepada korban.
2) Mengembalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat tumbuh dan
berkembang.
3) Meningkatkan kemampuan bersosialisasi kepada orang-orang terdekat dan
masyarakat yeng lebih luas.
4) Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempat kehidupan nyata korban
5) Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupanya pada masa yang akan
datang

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan medis dapat diartikan menjadi suatu keadaan cedera atau
sakit akut yang membutuhkan intervensi segera untuk menyelamatkan nyawa atau
mencegah atau mencegah kecacatan serta rasa sakit pada pasien. Pasien gawat
darurat merupakan pasien yang memerlukan pertolongan segera dengan tepat dan
cepat untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan. Prinsip pada penanganan
penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh
setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para
medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat
terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja. Code blue addalah isyarat yang
digunakan dalam rumah sakit yang menandakan adanya seseorang yang menandakan
mengalami seragan jantung ( Cardiac Arrest ) gagal nafas akut (Respiratory
Arrest).Code Blue merupakan stabilisasi kondisi gawat darurat medis yang terjadi di
dalam area sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Code
blue terdiri dari dokter dan paramedis untuk menangani seseorang dengan penyakit
jantung ( cardiac arrest ) atau respiratory arrest dan membutuhkan resusitasi jantung
dan paru segera.Sistem pengendalian gawat darurat terpadu adalah mekanisme yang
dirancang untuk memberikan pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat
untuk mencegah kematian atau kerusakan organ sehingga produktifitasnya dapat
didipertahankan setara sebelum terjadinya bencana atau peristiwa gawat darurat.

B. Saran
Kegawatdaruratan harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap
orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis, dokter),
baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi setiap saat dan
menimpa siapa saja.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Fredy. 2006. Kumpulan Materi Mata Kuliah Gadar. Diakses pada tanggal 18
Januari 2018
Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta : EGC
Institute For Clinical Systems Improvement. 2011. Health Care Protocol: Rapid
Response TeamDiakses tanggal 17 Januari 2018
Margaretha, Caroline. 2013. Konsep Keperawatan Gawat Darurat. Diakses pada tanggal
18 Januari 2018
Panduan Implementasi Kode-Kode Emergency Rumah Sakit Islam Siti Rahmah. 2014.
RSI Siti Rahmah
Panduan Penggunaan Troli Emergency. 2016. Yusrendra
Royal Brisbane and Women’s Hospital Health Service District. 2007. Kode Biru Manual.
Diakses pada tanggal 17 Januari 2018
Saed, MD & Amin, Mohd. 2011. Code Blue System.  Diakses tanggal 17 Januari 2018
Saanin, S. 2012. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). BSB
Dinkes Sprovinsi Sumatera Barat

Anda mungkin juga menyukai