Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (kumpulan materi mata
kuliah Gadar: 2006):
1. Gawat darurat
Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma, trauma
kepala dengan penurunan kesadaran.
2. Gawat tidak darurat
Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut
3. Darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi tidak mengancam nyawa atau
anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.
4. Tidak gawat tidak darurat
Pasien poliklinik yang datang ke UGD
4
3. Code Pink (Merah muda)
Adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan bayi/ anak atau
kehilangan bayi/ anak di lingkungan rumah sakit.Secara universal, pengumuman ini
seharusnya diikuti dengan lock down (menutup akses keluar-masuk) rumah sakit
secara serentak.Bahkan menghubungi bandar udara, terminal, stasiun dan pelabuhan
terdekat untuk kewaspadaan terhadap bayi korban penculikan. Tatalaksananya:
a. Oleh karena beberapa jam pertama merupakan waktu kritis pada kasus hilangnya
bayi/anak-anak, hal terpenting adalah menyediakan informasi akurat berkaitan
dengan bayi/anak sesegera mungkin. Apabila Bayi/Anak-Anak diculik maka
Petugas yang menemukan terjadinya penculikan bayi/anak, meneriakkan :
“ Code Pink – Code Pink !!!!”
b. Segera menelpon Operator, selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait
di Rumah Sakit antara lain security, Manager on Duty, Direksi, dan Staf Senior
lainnya).
c. Security atas perintah Pimpinan, menelepon POLRES atau POLSEK setempat
dan sebutkan: jenis kejadian, lokasi kejadian dengan tepat, nama anda dan
tugas/profesi Anda.
d. Petugas Kepolisian kemungkinan akan meminta gambar/foto bayi/anak yang
diculik (kalau ada), dan menanyakan beberapa pertanyaan antara lain: kapan
terjadinya, lokasi terakhir Anda masih melihat bayi/anak yang hilang, dan
memakai pakaian apa bayi/anak tersebut.
e. Setelah menerangkan kepada yang berwajib, berupayalah untuk tetap tenang.
Anda akan mampu mengingat detail bayi/anak yang diculik lebih mudah bila
Anda telah memperoleh kondisi rasional dan logisnya kembali.
D. Code Blue
1. Definisi
Code blue adalah isyarat yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan
adanya seseorang yang menandakan mengalami seragan jantung ( Cardiac Arrest )
gagal nafas akut (Respiratory Arrest) dan situasi darurat lainnya yang menyangkut
dengan nyawa pasien. Dalam bahasa aslinya berbunyi sebagai berikut,"Code Blue is
a declaration of or a state of medical emergency and call for medical personnel and
equipment to attempt to resuscitate a patient especially when in cardiac arrest or
respiratory distress or failure". Code Blue merupakan stabilisasi kondisi gawat
darurat medis yang terjadi di dalam area sakit. Kondisi darurat medis ini
membutuhkan perhatian segera. Code blue terdiri dari dokter dan paramedis untuk
menangani seseorang dengan penyakit jantung ( cardiac arrest ) atau respiratory
arrest dan membutuhkan resusitasi jantung dan paru segera (Royal Brisbane and
Women’s Hospital Health Service District, 2007).
Code blue/kode biru adalah Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit
atau suatu institusi dimana terdapat pasien yang mengalami cardiopulmonary
arrest dan merupakan kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien
dalam kondisi gawat darurat. Code Blue Code blue adalah dan stabilisasi kondisi
darurat medis yang terjadi di dalam area rumah sakit.
Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue
harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau
respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya
pasien yang membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR). Code Blue Team Code
blue team adalah tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai
9
"code-team", yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan.
Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda/tandu, alat - alat penting seperti
defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi
(adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien. Tim Code
Blue adalah Tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai Code
Blue Team, yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan.
2. Tujuan
Tujuan dari code blue adalah :
a. Untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi korban yang
mengalami kondisi darurat cardio- respiratory arrest yang berada dalam kawasan
rumah sakit.
b. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan perlatan medis darurat
yang dapat digunakan dengan cepat.
c. Untuk memulai pelatihan keterampilan BLS dan penggunaan defibrillator
eksternal otomatis (AED) untuk semua tim rumah sakit baik yang berbasis klinis
maupun non klinis.
d. Untuk memulai penempatan peralatan BLS di berbagai lokasi strategis di dalam
kawasan rumah sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat
medis.
e. Untuk membuat rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat.
3. Pengorganisasian Tim Code Blue
a. Organisasi
Organisasi Blue Team ini terdiri dari :
1) Koordinator Team
2) Penanggung jawab Medis
3) Perawat Pelaksana
4) Kelompok Pendukung
b. Uraian tugas
1) Koordinator Team
Dijabat oleh dokter ICU/NICU, bertugas :
a) Mengkoordinir segenap anggota tim.
10
b) Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan Kegawatandaruratan yang
dibutuhkan oleh anggota tim.
2) Penanggungjawab Medis
Dokter Jaga / Dokter Ruangan VKOK, Ibu, Anak, Perina, bertugas:
a) Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang perawatan.
b) Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
c) Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP
d) Menentukan sikap selanjutnya
3) Perawat Pelaksana, Perawat PN
a) Bersama dokter penanggungjawab medis mengidentifikasi/triage pasien di
ruang perawatan.
b) Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan
gawat darurat di ruang perawatan.
4) Tim Resusitasi
Perawat terlatih dan dokter ruangan / jaga.
a) Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat
diruang perawatan.
b) Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang
perawatan.
12
13
14
6. Pendidikan, Pelatihan, Jaminan Kualitas, dan perencanaan kegatan Anggota Code
Blue
a. Pendidikan dan pelatihan BLS diwajibkan bagi anggota tim code blue dan atau
harus memiliki sertifikat ACLS yang berlaku 3 tahun.
b. Meninjau semua kebijakan dan prosedur.
c. Melakukan review standar peraturan.
d. Melakukan pengukuran standar pelayanan (jam pelayanan)
e. Audit
Program pendidikan dan pelatihan BLS, ACLS dan MTLS / ATLS diberikan
kepada tim rumah sakit dan unit. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
standar perawatan dan hasil respon code blue sebagai tim yang memainkan
peran penting sebagai responden pertama untuk situasi code blue. Pihak-pihak
yang tertarik mengikuti pendidikan atau pelatihan ini harus menghubungi
Departemen Darurat dan Trauma (ETD) atau CPR komite (Anestesiologi
departemen).
Perencanaan kegiatan Blue Tim meliputi :
a. Pelayanan Sehari – hari. Merupakan kegiatan sehari- hari dalam rangka
mengidentifikasi (Triage) pasien-pasien yang ada di ruangan perawatan. Sehingga
keadaan gawat / gawat darurat pasien dapat lebih dini diketahui dan ditanggulangi
sehingga mencegah kematian dan kecacatan yang tidak perlu terjadi
b. Pelayanan Kegawatdaruratan Pasien Di Ruangan. Merupakan kegiatan pelayanan
dalam menangani pasien gawat darurat dengan memberikan pertolongan bantuan
hidup dasar dan resusitasi jantung, paru dan otak (RJP).
c. Pelatihan dan Peningkatan SDM. Guna menjaga dan meningkatkan kualitas
kemampuan anggota tim, maka dibuatkan suatu pendidikan dan pelatihan
meliputi teori dan praktek sesuai kebutuhan tim .
d. Evaluasi dan Kendali Mutu. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan dan
penanganan pasien gawat / gawat darurat oleh Blue Team harus dapat dievaluasi
dan kendali mutu agarkesempurnaan kegiatan menjadi lebih baik.Oleh karena
itulah Tim Pengendalian Mutu rumah sakit diharapkan dapat turut berperan dalam
hal evaluasi dan kendali mutu Blue Team
15
7. Ruang Lingkup code blue
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi
darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin.
Sistem respon terbagi dalam 2 tahap yaitu:
a. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di
sekitarnya, dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
b. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal
dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas
pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut
yang dilakukan adalah :
a. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk
menunjang kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian.
b. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah
sakit, misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap,
dimana peralatan dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang
cepat.
Tabel 1. Contoh Tim Code Blue / Asal Ruangan dan Area Cakupan
Tim Code Blue Primer
No Area Cakupan
(Koordinator)
Area gawat darurat, rekam
1 Gawat Darurat dan Trauma medis, area parker depan,
lobi, PMI, Depo farmasi.
2 Tim orthopedic Bangunan utama
3 Tim Poliklinik Bangunan poliklinik
4 Tim Medikal Rawat inap penyakit dalam
5 Tim Bedah Rawat inap bedah
Radiology, gizi,
6 Tim Imaging dan Diagnostik
Laboratorium
7 Tim Forensik Bagian Forensik
(Saed & Amin, 2011)
16
8. Tata Laksanan sistem Code Blue
Sebuah respon code blue untuk seluruh daerah Rumah Sakit tidak dapat ditangani
oleh Unit Gawat Darurat (UGD) sendiri karena kesulitan jarak dan lokasi yang tidak
terjangkau padahal idealnya waktu antara aktivasi code bluesampai kedatangan code
blue Team adalah 5 menit. Sehingga diharapkan setiap regio rumah sakit
mempunyai tim yang dapat melakukan BLS awal sambil menunggu kedatangan
tim code blue rumah sakit untuk meningkatkan harapan hidup pasien.
Tim dibentuk dengan ketentuan tiap tim terdiri dari 3 sampai 5 anggota yang terlatih
dalam BLS. Peralatan resusitasi darurat yang mudah untuk dibawa, harus
ditempatkan di lokasi strategis di seluruh kawasan rumah sakit terutama di daerah di
mana probabilitas tinggi terjadi kondisi darurat medis atau di mana tim rumah sakit
telah dilatih dalam keterampilan BLS. Setidaknya satu kit resusitasi dasar harus
ditempatkan di setiap area kerja satu departemen sehingga tim dapat dengan cepat
memobilisasi dan memanfaatkan peralatan resusitasi. Jika tersedia peralatan
resusitasi yang lebih maka efektifitas dan waktu respon dari Code Blue Tim akan
lebih baik dan harapan hidup pasien meningkat.
Hal ini sama pentingnya bahwa semua personil rumah sakit, terutama tenaga non-
dokter dan non-medis, dilatih BLS sehingga mereka juga dapat memberikan
resusitasi awal kehidupan (CPR) di lokasi kejadian sambil menunggu respon primer
atau Code Blue tiba, dengan demikian juga meningkatkan kemungkinan hasil yang
baik bagi para korban darurat medis. Pelatihan tim rumah sakit dalam keterampilan
BLS dan penggunaan AED juga dapat dilakukan oleh ETD.
a. Fase Pelaksanaan Code Blue
1) Alert System
Harus ada sistem yang baik dan terkoordinasi di tempat yang digunakan untuk
mengaktifkan peringatan terjadinya keadaan darurat medis dalam lingkup
rumah sakit kepada anggota tim code blue. Sistem telepon yang ada akan
digunakan.
Jika terjadi keadaan darurat medis, personil rumah sakit di mana saja dalam
lingkup rumah sakit tersebut dapat mengktifkan respon daricode blue lewat
17
telepon untuk bantuan dan pengaktifan:
a) Local Alert : tergantung pada mekanisme yang dibuat oleh Zone
Coordinator, contoh:
1. Pengumuman melalui sistem PA
2. Menampilkan nama-nama tim code blue primer di lokasi strategis di
zona mereka
3. Setelah kasus code blue terjadi, Tim Primer harus meninggalkan
pekerjaannya dan mengambil tas code blue dan bergegas ke lokasi dan
memulai CPR / BLS.
b) Hospital Alert : Nomor telepon code blue -> Pusat
PanggilanKegawatdaruatan Medis:
1. Prioritas 1: Untuk mengaktifkan team code blue sekunder dari ETD
2. Prioritas 2: Untuk memeriksa (sebagai jaring pengaman kedua)
pengaktifan team code blue primer.
Anggota tim respon code blue primer yang telah ditentukan di sekitar
tempat terjadinya kegawatdaruatan medis akan menanggapi situasicode
blue sesegera mungkin. Anggota tim akan memobilisasi alat resusitasi
mereka dan bergegas ke lokasi darurat medis. Tim ETD code blue juga
akan menanggapi situasi code blue. Jika semua tim tidak yakin apakah
lokasi darurat medis tersebut tercakup di daerah cakupan mereka, mereka
tetap harus merespon alarm 'code blue'.
Standar layanan untuk durasi waktu yang dibutuhkan antara menerima
pesan 'code blue' (code blue aktivasi) dan kedatangan tim code blue di
lokasi kejadian adalah 5 sampai 10 menit. Standar layanan akan diberi batas
waktu & dikaji kinerja dan pemeriksaan jaminan kualitas untuk menentukan
‘perangkap’ dalam sistem peringatan dan menjaga efisiensi dan penyebaran
cepat dari timcode blue. Tanggung jawab dari Medical Emergency Call
Center (MECC) terhadap Code Blue line :
a. Anggap setiap panggilan di code blue line adalah code bluekasus
yang sebenarnya (sampai bisa dibuktikan)
b. Panggilan code blue harus dijawab secepatnya (< 3 kali dering)
c. Informasi vital adalah:
1) Nama dan nama orang/ tim rumah sakit/ paramedis/ dokter tertentu
18
2) Lokasi pasti
3) Trauma atau kasus medis
4) Dewasa atau anak-anak
d. Pengumuman kepada ETD tim code blue- CODE BLUE 3x di area
cakupan
e. Tim code blue harus meninggalkan pekerjaannya dan berlari dengan
membawa perlengkapan jika zona ETD bisa dijangkau dengan jalan
kaki.
f. Rekaman dan dokumen dalam sensus code blue
2) Intervensi Segera di Tempat Kejadian
Tim di tempat kejadian darurat medis (pasien tidak sadar atau
dalam cardiac dan respiratory arrest) telah terjadi memiliki tanggung jawab
untuk meminta bantuan lebih lanjut, memulai resusitasi menggunakan
pedoman Basic Life Support (BLS) dan keterampilan ALS dan peralatan jika
cukup terlatih dan lengkap.
a) Nomor tim code blue Rumah Sakit/ nomor MECC ditempatkan di bangsal,
departemen, divisi, unit, kantor, lobi lift, koridor, kantin, taman, tempat
parkir, dll trotoar dan lokasi lain di dalam halaman rumah sakit.
b) Personil rumah sakit yang menemukan korban harus mengaktifkan
pemberitahuan lokal untuk tim code blue primer atau seseorang
menginstruksikkan mereka untuk melakukannya, mereka juga harus
meminta bantuan lebih lanjut dari tim terdekat jika tersedia.
c) Pada saat yang sama, aktivasi pemberitahuan rumah sakit harus dilakukan
dengan menghubungi nomor code blue rumah sakit.
d) Pihak yang bertanggung jawab atau bertanggung jawab atas daerah tertentu
(misalnya dari ruangan lain) juga harus diberitahu untuk datang ke lokasi
segera.
e) Sementara menunggu kedatangan tim utama menanggapi code blue, jika
tersedia tim yang terlatih untuk BLS, mereka harus memulai BLS (posisi
airway, bantuan pernapasan, kompresi dada dll).
f) Jika tidak ada tim yang terlatih BLS, tim yang ditempat kejadian harus
menunggu bantuan yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari
kerumunan orang.
19
g) Jika monitor jantung, defibrillator manual atau defibrillator eksternal
otomatis (AED) tersedia, peralatan ini harus melekat kepada pasien untuk
menentukan kebutuhan defibrilasi; fase ini dilakukan oleh tim yang
berpengalaman atau tim terlatih dalamAlert Cardiac Life Support (ACLS).
h) Setiap departemen, divisi, atau unit bangsal harus berusaha untuk
memastikan bahwa tim mereka dilatih dalam setidaknya keterampilan BLS
dan mereka dilengkapi dengan resusitasi kit atau troli, setidaknya peralatan
resusitasi dasar dan ditempatkan di lokasi strategis.
i) Tim dari masing-masing ruangan akan bertanggung jawab untuk
pemeliharaan resusitasi kit mereka.
j) Jika korban berhasil disadarkan/dihidupkan kembali sambil menunggu
kedatangan tim respon code blue, tim dilokasi harus menempatkan pasien
dalam posisi pemulihan dan monitor tanda-tanda vital.
k) Semua kasus code blue harus mengirim ke ETD untuk evaluasi lebih lanjut
dan manajemen terlepas hasilnya.
3) Kedatangan Team Code Blue
a) Setelah anggota tim code blue menerima aktivasi code blue, mereka harus
menghentikan tugas mereka saat ini, mengambil resusitasi kit (tas
peralatan) mereka dan bergegas ke lokasi darurat medis dengan berjalan
kaki.
b) Mereka harus mengerahkan diri mereka sendiri dengan cepat dan lancar dan
menggunakan rute terpendek yang tersedia.
c) Waktu respon (layanan standar) dari waktu dari code blue call / aktivasi
kedatangan tim Code blue di tempat kejadian akan disimpan
.Akan ada saat ketika ETD / Kedatangan Sekunder tim code blueadalah
penundaan karena berbagai alasan, sehingga kebutuhan untuk tim Code
blue untuk tidak hanya terdiri dari tim ETD tetapi juga tim dari departemen
yang lebih strategis atau dekat. Selanjutnya, sangat penting bahwa setiap
tenaga medis di lokasi kejadian mulai langkah BLS.
b. Komunikasi
Tersedia Medical Emergency Call Centre (MECC) yaitu panggilan khusus yang
22
mengaktifkan tim Code Blue Respon Primer
c. Koordinasi dengan ruangan lain
Panggilan akan diperoleh dari ruangan lain yang tidak memiliki tim tanggap
darurat. Jika tidak ada rencana tanggap darurat di tempat, ETD akan mendapatkan
panggilan mengenai kebutuhan mereka untuk perawatan medis darurat dan
berkoordinasi dengan mereka tentang bagaimana untuk mendirikan tanggap
darurat medis menggunakan sistem code blue .
d. Algoritma Code Blue
23
e. Prosedur Code Blue
Kebijakan Pada keadaan gawat darurat perawat yang tergabung dalam team blue code
Policy dapat melakukan penanganan kegawatan di bawah tanggung jawab dokter
anastesi.
1. Team blue code terdiri dari perawat terlatih dan berpengalaman yang telah
mengikuti kursus BTCLS.
2. Team BlueCode terdiri dari 4 team untuk masing-masing shift yaitu team
perawatan, team poliklinik, team Gadar dan team anastesi.
3. Penanganan kegawatan di ruang rawat inap dan rawat jalan dapat
melakukan ” Paging JEC ”
24
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
CODE BLUE
Referensi ISO ISO 9001:2008 Klausul 4.1, 4.2.1, 7.1, 7.5.1, 7.5.3, 8.2.3, 8.2.4
25
Dalam SPGDT terdapat beberapa fase yaitu: Fase Deteksi, Fase Subpresi, Fase Pra
Rumah sakit, Fase Rumah sakit dan Fase Rehabilitasi. Fase-fase ini dapat berjalan
dengan baik bila ada ketersediaan sumber-sumber yang memadai. Beberapa
referensi ada pula yang menyebutkan bahwa SPGDT dibagi menjadi 3 subsistem,
yaitu : sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit, sistem
pelayanan antar rumah sakit. Ketiga subsistem ini bersifat saling terkait didalam
pelaksanaannya. Pada pelaksanaanya bergantung kepada kebijakan Negara yang
bersangkutan.
a. Fase Deteksi
Pada fase deteksi ini dapat diprediksi beberapa hal diantaranya adalah frekuensi
kejadian, penyebab, korban, tempat rawan, kualitas kejadian dan dampaknya.
Misalnya terkait dengan kecelakaan lalu lintas, maka dapat diprediksi : frekuensi,
Kecelakaan Lalu Lintas (KLL), Buruknya kualitas “Helm” sepeda motor yang
dipakai, Jarangnya orang memakai “Safety Belt”, tempat kejadian tersering
dijalan raya yang padat atau dijalan protocol, korban kecelakaan mengalami luka
mengalami luka diberbagai tempat atau multiple injuries. Contoh lain bila terkait
dengan bencana alam, maka dapat diprediksi : daerah rawan gempa, frekuensi
gempa, jenis bangunan yang sering hancur, kelompok korban, dan jenis bantuan
tenaga kesehatan yang paling dibutuhkan pada korban gempa. Melatih tenaga
kesehatan dan awam untuk pengelolaan korban gawat darurat. Pelatihan dapat
berbentuk BTCLS in Disaster, PPGD-ON (Pengelolaan Pasien Gawat Darurat
Obstetric Neonatus) untuk bidan, antisipasi Serangan Jantung dan CADR
(Community action & Disaster Response ) untuk pengawal pribadi, pasukan
keamanan/ polisi, pecinta alam, guru olahraga/ senam ; atau pelatihan Dasi pena
(Pemuda Siaga Pencana) untuk Senkom, pramuka, pemuda dan tokoh
masyarakat.
b. Fase Supresi
Kalau kita dapat memperediksi yang dapat menyebabkan kecelakaan atau terjadi
bencana yang dapat menimbulkan korban masal maka kita dapat melakukan
supresi. Supresi atau menekan agar terjadi penurunan korban gawat darurat
dilakukan dengan berbagai cara : perbaikan kontruksi jalan, peningkatan
pengetahuan peraturan lalu lintas, perbaikan kualitas “Helm” pengetatat melalui
26
UU lalu lintas atau peraturan ketertiban berlalu lintas, pengetatat peraturan
keselamatan kerja, peningkatan patroli keamanan atau membebuat pemetaan
daerah bencana.
a. Pre-Hospital
Dalam rentang kondisi hospital ini dapat terjadi dimana saja serta dalam setiap
waktu, maka peran serta masyarakat, awam khusus ataupun petugas kesehatan
diharapkan dapat melakukan tindakan penanganan kondisi kegawatdaruratan
yang berupa:
1) Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian yang berisiko
menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca yang menggantung
atau dicurigai masih terdapat bom. Petugas kesehatan hanya boleh
memberikan pertolongan apabila kondisi sudah aman dari risiko jatuhnya
korban berikutnya.
2) Melakukan triase atau memilah dan menentukkan kondisi korban gawat
darurat serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas kesehatan
yang lebih ahli dating untuk membantu.
3) Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara.
4) Melakukan evakuasi, yaitu korban dipindahkan ke tempat yang lebih aman
atau dikirim ke pelayanan kesehatan yang sesuai kondisi korban.
5) Mempersiapkan masyarakat, awam khusus dan petugas kesehatan melalui
pelatihan siaga terhadap bencana.
b. In Hospital
Pada tahap ini, tindakan menolong korban gawat darurat dilakukan oleh petugas
kesehatan. Di rumah sakit pada umumnya ditolong oleh petugas kesehatan di
dalam sebuah tim yang multi disiplin ilmu. Tujuan pertolongan di rumah sakit
adalah adalah
1) Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana sesuai dengan
kondisinya.
2) Memberikan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut.
3) Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamik yang akurat.
4) Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban setelah kembali ke
masyarakat setidaknya setara bila dibanding sebelum bencana menimpanya.
31
5) Melakukan pendidikan kesehatan dan melatih korban untuk mengenali
kondisinya dengan segala kelebihan yang dimiliki.
c. Post-Hospital
Pada kondisi post-hospital hampir semua pihak menyatakan hampir sudah tidak
ada lagi kondisi gawat darurat. Padahal, kondisi gawat darurat ada yang terjadi
justru setelah diberi pelayanan di rumah sakit, yaitu korban perkosaan. Karena
mengalami trauma psikis yang mendalam, misalnya merasa tidak berharga, harga
diri rendah, malu dan tidak punya harapan sehingga korban-korban perkosaan
mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Tujuan diberikan
pelayanan dalam rentang post-hospital adalah:
1) Mengembalikan rasa percaya diri kepada korban.
2) Mengembalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat tumbuh dan
berkembang.
3) Meningkatkan kemampuan bersosialisasi kepada orang-orang terdekat dan
masyarakat yeng lebih luas.
4) Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempat kehidupan nyata
korban
5) Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupanya pada masa yang akan
datang
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan medis dapat diartikan menjadi suatu keadaan cedera atau sakit
akut yang membutuhkan intervensi segera untuk menyelamatkan nyawa atau
mencegah atau mencegah kecacatan serta rasa sakit pada pasien. Pasien gawat
darurat merupakan pasien yang memerlukan pertolongan segera dengan tepat dan
cepat untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan.
Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus
dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang
awam, perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit
karena kejadian ini dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.
Code blue addalah isyarat yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan
adanya seseorang yang menandakan mengalami seragan jantung ( Cardiac Arrest )
gagal nafas akut (Respiratory Arrest).Code Blue merupakan stabilisasi kondisi
gawat darurat medis yang terjadi di dalam area sakit. Kondisi darurat medis ini
membutuhkan perhatian segera. Code blue terdiri dari dokter dan paramedis untuk
menangani seseorang dengan penyakit jantung ( cardiac arrest ) atau respiratory
arrest dan membutuhkan resusitasi jantung dan paru segera.
Sistem pengendalian gawat darurat terpadu adalah mekanisme yang dirancang
untuk memberikan pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat untuk
mencegah kematian atau kerusakan organ sehingga produktifitasnya dapat
didipertahankan setara sebelum terjadinya bencana atau peristiwa gawat darurat.
B. Saran
33
Kegawatdaruratan harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap
orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis,
dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi
setiap saat dan menimpa siapa saja.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Fredy. 2006. Kumpulan Materi Mata Kuliah Gadar. Diakses pada tanggal 18
Januari 2018
Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta : EGC
Institute For Clinical Systems Improvement. 2011. Health Care Protocol: Rapid
Response TeamDiakses tanggal 17 Januari 2018
Margaretha, Caroline. 2013. Konsep Keperawatan Gawat Darurat. Diakses pada
tanggal 18 Januari 2018
Panduan Implementasi Kode-Kode Emergency Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.
2014.
RSI Siti Rahmah
Panduan Penggunaan Troli Emergency. 2016. Yusrendra
Royal Brisbane and Women’s Hospital Health Service District. 2007. Kode Biru
Manual. Diakses pada tanggal 17 Januari 2018
Saed, MD & Amin, Mohd. 2011. Code Blue System. Diakses tanggal 17 Januari
2018
Saanin, S. 2012. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). BSB
Dinkes Sprovinsi Sumatera Barat
34