Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BUDIDAYA TANPA TANAH

“Budidaya Tanaman secara Hidroponik (Panen dan Pasca Panen


serta Pembibitan pada Tanaman Sawi dan Selada)”

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Afifa Zahra Mumtazah 195040201111132
Milda Alfarisma Yusra 195040201111168
Nathalia Ully Nadeak 195040201111087

Kelas: E

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
1. PANEN DAN PASCA PANEN
Panen dan pascapanen merupakan salah satu kegiatan akhir dalam melakukan
budidaya tanaman hidroponik yang nantinya akan mempengaruhi kualitas
tanaman yang dihasilkan. Hasil panen merupakan salah satu faktor penting untuk
mengukur tingkat keberhasilan setiap proses pertanian. Hasil panen tanaman yang
berkualitas diperoleh dari waktu serta tindakan pemanenan yang tepat dengan
berbagai kriterianya masing-masing pada setiap jenis tanaman yang telah
dibudidayakan. Masing-masing komoditas pertanian memiliki umur panen dan
perlakuan panen yang berbeda.
A. PANEN
Dalam melakukan budidaya secara hidroponik, pemanenan perlu diperhatikan
dari cara pengambilan buahnya atau hasil panen agar diperoleh mutu yang baik.
Panen dilakukan dengan cara panen yang benar dan hati-hati sehingga dapat
mencegah kerusakan tanaman yang dapat mengganggu produksi berikutnya.
Kriteria panen dan umur panen masing-masing jenis tanaman berbeda antara satu
dengan yang lain. Panen dapat dilakukan pada pagi hari yakni pada pukul 06.30
WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Waktu panen yang baik adalah
dilakukan pada waktu terdingin pada suatu hari, yaitu pada awal pagi ataupun
pada sore hari apabila ingin memanen sayuran yang akan dikirimkan ke daerah
lain sehingga dapat meminimalisir kerusakan hasil panen akibat dari transpirasi
(Prawoto dan Kartika, 2016). Pada tanaman sayuran, pemanenan dapat dilakukan
dengan pencabutan atau pemotongan (Fauzia et al., 2021).

Gambar 1. Pertanaman Hidroponik Siap Panen


Pemanenan yang tidak hati-hati dapat memicu kerusakan hasil panen.
Kerusakan hasil panen dapat menurunkan nilai ekonomis hasil tanaman
hidroponik yang dipanen dan membuat komoditas mudah membusuk. Selain itu,
selama proses pemanenan sebaiknya dihindarkan dari paparan sinar matahari
langsung agar hasil panen tidak mudah layu. Teknik pemanenan dalam budidaya
hidroponik dapat dibagi menjadi 3 teknik yang berbeda, yakni
a. Panen Sekaligus
Teknik panen sekaligus dilakukan dengan cara mengambil seluruh bagian
tanaman. Hasil tanaman dipanen dengan cara dicabut akarnya. Setelah jhasil
tanaman dipanen lalu dikumpulkan dalam keranjang. Kemudian, media tanam
yang kosong dapat diisi kembali oleh bibit tanaman yang baru untuk dilakukan
budidaya kembali. Jenis sayuran yang dipanen dengan dicabut sekaligus adalah
jenis tanaman sayuran daun seperti bayam, kangkung, selada, sawi dan pakcoy.
Setelah itu, sayuran dicuci bagian akarnya hingga bersih dari media tanam seperti
arang sekam, atau cocopeat. Jika akar sudah dicuci maka dapat ditiriskan sebentar
hingga dilakukan tahap pasca panen.
b. Panen Sebagian
Cara pemanenan sebagian dapat dilakukan dengan hanya memanen sebagian
tanaman tersebut. Metode ini hanya dapat diterapkan pada jenis tanaman sayuran
tertentu dimana pada sayuran tanaman daun yang bisa tumbuh kembali. Teknik ini
dilakukan dengan cara dipotong batangnya dengan gunting panen atau pisau
tajam. Kemudian, sisa tanaman akan dibiarkan dalam media tanam karena
nantinya akan tumbuh kembali dan dapat dipanen sampai 3—4 kali. Apabila
tanaman sudah dipanen dengan maksimal, tanaman selanjutnya baru dipanen
dengan cara dicabut akarnya lalu digantikan dengan bibit yang baru. Adapun
sayuran yang dapat dipanen dengan teknik ini adalah kangkung, stevia, seledri dan
mint. Kangkung juga dapat dipanen dengan teknik panen sebagian serta juga
dapat dipanen langsung tergantung keperluan.
c. Panen Berkala
Panen berkala dilakukan pada masa produktif tanaman sedang berlangsung.
Panen berkala dilakukan apabila tipe tanaman yang ditanam secara hidroponik
adalah pada buah maupun sayuran buah. Adapun jenis sayuran atau buah yang
dipanen dengan teknik ini adalah tomat, cabai, terung, melon, semangka, atau
buah dan sayuran buah lainnya. Setelah sudah tidak produktif, tanaman akan
diganti dengan bibit tanaman yang baru. Proses pemanenan buah dilakukan
dengan memilih buah yang telah mengalami masak fisiologis dan pemetikan
dilakukan dengan menggunakan gunting panen. Pemetikan dapat dilakukan pada
tangkai buah paling tidak sepanjang 3 cm dari pangkal buah dengan tujuan untuk
menambah masa simpan buah dari kerusakan mikrobiologis baik dari bakteri
ataupun virus (Rindyani, 2011).

Gambar 2. Pemanenan
B. PASCA PANEN
Pemasaran produk hasil budidaya hidroponik sangat dipengaruhi oleh
perlakuan pasca panen. Buah yang sudah dipanen segera disortir berdasarkan
grade yang sesuai dengan pesanan pasar (Wasonowati, 2011). Standar harga
penjualan produksi tergantung pada menarik atau tidaknya produk yang
dihasilkan, khususnya dilihat dari penampilan produk yang dapat dilihat dari
bentuk, warna, serta ukuran. Perlakuan pasca panen ini sangat penting
dikarenakan kualitas produk tidak semata-mata dari hasil produksi saja, akan
tetapi juga sangat tegantung dan ditentukan oleh penanganan pasca panennya.
Kerusakan produk dapat dikurangi dengan penanganan pasca panen yang tepat
sehingga diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah pada produk yang dijual.
Setelah dipanen, tanaman dibersihkan dari sisa - sisa media yang menempel.
Dalam proses penanganan pasca panen dengan hidroponik, menurut Ginanjarsari
(2014) ada beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya:
1. Sortasi. Sortasi merupakan penilaian hasil panen yang sesuai atau berdasar
pada kelasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan penilaian berdasarkan
keseragaman ukuran dan kualitasnya. Sortasi dapat dilakukan pada daun hasil
panen atau buah yang mengalami kerusakan karena patah pada saat proses
pemanenan atau juga pada hasil panen yang terserang oleh hama dan penyakit.
2. Perompesan. Pada tanaman yang pemanenannya dapat dilakukan lebih dari
sekali dapat dilakukan perompesan. Perompesan merupakan proses perapihan atau
penataan daun tanaman yang tua, rusak, busuk atau terserang organisme
pengganggu tanaman agar setelah sekali panen, tanaman dapat tumbuh dengan
baik untuk panen selanjutnya. Selain itu perompesan juga dapat dilakukan pada
daun hasil panen yang telah diserang OPT untuk dibuang dan tidak ikut pada
tahap pasca panen selanjutnya.
3. Penimbangan. Hasil panen yang telah disortasi dan dirompes kemudian
ditimbang serta dilakukan pemilihan tinggi tanaman yang seragam untuk
memudahkan proses pengemasan.
4. Pengemasan. Pengemasan memiliki tujuan untuk melindungi hasil panen dari
pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan kelembaban, serta kerusakan fisik.
Sebelum hasil panen dipasarkan, sebaiknya disimpan dalam ruangan dingin dan
teduh yakni dapat menyimpannya dalam lemari es atau tempat dengan remukan
es. Hal ini dilakukan agar kesegaran hasil panen terjaga.
Hasil panen sayuran hidroponik yang dibudidayakan secara hidroponik ini
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
sayuran yang dibudidayakan dengan pertanian konvensional (Widyastuti, 2018).
Budidaya tanaman sayuran hidroponik perlu didukung dengan upaya kegiatan
pascapanen yang baik. Hasil panen tanaman hidroponik dapat diolah menjadi
produk makanan yang disukai dan dapat diwujudkan sebagai alternatif
kewirausahaan sehingga akan meningkatkan pendapatan. Selama ini hasil dari
hidroponik berupa sayur-sayuran dikonsumsi sendiri dan dijual langsung untuk
memenuhi kebutuhan sayuran masyarakat daerah sekitar. Sayuran hidroponik atau
buah hidroponik yang dijual berupa sayuran atau segar dengan penanganan yang
sederhana tanpa pengemasan atau dengan pengemasan sederhana menggunakan
kemasan plastik yang telah diberi logo perusahaan produksi. Pemanfaatan sayuran
hidroponik yang dilakukan oleh banyak petani hidroponik umumnya yakni hanya
terbatas pada sayuran segar, sedangkan bentuk olahan belum banyak diusahakan,
misalnya pengolahan hasil panen menjadi produk salad sayur.
Gambar 3. Pascapanen dan Pengolahan Pascapanen
2. Pembibitan Tanaman Sawi dengan Menggunakan Media Tanam Spons
(Spons Nursery Technique)
Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan komoditas sayuran yang
memiliki daun lebar dan banyak dibudidayakan oleh petani karena banyak
diminati oleh masyarakat. Tanaman sawi memiliki kandungan gizi yang sangat
banyak terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi dan
berbagai vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B3 dan C. Tanaman sawi juga dapat
dimanfaatkan sebagai pengobatan seperti penyembuhan sakit kepala, penyakit
rabun ayam, radang tenggorokan, pembersih darah, memperbaiki dan
mempelancar pencernaan makanan, anti kanker, dan memperbaiki fungsi kerja
ginjal (Rizki et al., 2014). Menurut Alifah et al. (2019), Sawi bisa menurunkan
resiko terkena berbagai penyakit kanker, seperti kanker payudara, kanker prostat,
kanker ginjal, kanker paru-paru, atau kanker kandung kemih. Serat pangannya
yang cukup tinggi diyakini dapat membantu proses pencernaan pada perut secara
baik. Sawi juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya penyakit gondok. Sawi
memiliki komponen kimia yang bisa mencegah pembengkakan kelenjar tiroid.

Gambar 4. Tanaman Sawi (Dokumentasi Pribadi, 2022)

Persemaian sawi diawali dengan proses persiapan benih yaitu memilih


benih yang berkualitas. Benih sawi yang digunakan harus memiliki daya tumbuh
yang tinggi sehingga pada saat persemaian dilakukan tidak banyak benih yang
tidak tumbuh dan tidak perlu dilakukan penyulaman. Proses penyemaian tanaman
sawi dilakukan dengan menggunakan media spons (Spons Nursery Technique).
Media tanam spons memiliki bobot ringan, pori yang cukup besar dapat berfungsi
sebagai sarana mengalirkan air nutrisi ke akar tanaman, biasanya digunakan
sebagai media semai. Keunggulan spons yaitu mudah diperoleh, menghemat
biaya, mampu menyerap air dan menahan serapan air yang cukup tinggi sampai
waktu dua minggu, dan memiliki kekebalan terhadap jamur yang beresiko
merusak tanaman. Sedangkan kelemahannya yaitu tidak tahan lama bahannya
mudah hancur, bersifat sementara (Susilawati, 2019).
Menurut Setiawan (2019), Proses persiapan media tanam spons untuk
pesemaian dilakukan dengan mengukur tray untuk persemaian, aplikasikan ukuran
tray pada spons, potong spons berbentuk persegi empat dengan ukuran 2,5 cm x
2,5 cm , buat lubang untuk meletakkan benih menggunakan solder, kemudian
rendam spons ke dalam air bersih, kemudian biarkan air tetap ada pada tray agar
seluruh pori – pori spons menyerap air dengan baik. Hal ini membuat spons akan
mampu untuk tetap lembap dalam waktu yang lama. Ambil benih tanaman sawi
kemudian masukkan kedalam spons. Lakukan perawatan lainnya yaitu menjaga
tanaman sawi yang disemai dari serangga yang akan mengganggu tanaman. Lama
penyemaian berkisar 8 hingga 10 hari , kemudian bibit sawi dapat dipindahkan ke
instalasi hidroponik.
Berikut ilustrasi tahapan persiapan media tanam Spons untuk persemaian :
3. Pembibitan Tanaman Selada dengan Menggunakan Media Tanam
Rockwool (Rockwool Nursery Technique)
Selada merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat dan banyak
diminati oleh masyarakat. Bagian ekonomis dari selada sendiri adalah daunnya
yang sering dikonsumsi sebagai lalapan dan salad. Selada juga merupakan salah
satu tanaman sayuran rendah kalori dan sumber antioksidan, kalsium, fosfot, besi
serta vitamin K. Selain itu, selada juga memiliki kandungan vitamin A dan C yang
tinggi (Setyaningrum dan Saparinto, 2011). Jenis selada yang banyak
dibudidayakan adalah selada krop atau disebut juga dengan selada bokor, bentuk
kropnya bulat lepas. Selada heading lettuce atau selada krop, bentuk krop bulat
dan lonjong, kropnya padat dan warna daun selada hijau terang sampai putih
kekuningan (Maulana et al. 2020).
Selada memiliki peluang pasar yang cukup besar, baik untuk memenuhi
kebutuhan pasar domestik maupun internasional karena tingkat permintaan
konsumen cukup tinggi. Namun, di Indonesia telah terjadi penurunan luas lahan
pertanian karena telah beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian. Oleh karena
itu, solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
menggunakan teknologi hidroponik untuk meningkatkan produksi tanaman
selada. Menurut Meriaty et al. (2021), bahwa metode hidroponik merupakan cara
produksi tanaman selada yang sangat efektif karena tidak membutuhkan lahan
yang luas maupun tenaga kerja yang banyak, lebih hemat pupuk, dan larutan
nutrisi yang diberikan mengandung komposisi garam-garam organik yang
berimbang untuk menumbuhkan perakaran dengan kondisi lingkungan perakaran
yang ideal. Dengan demikian, hasil produksi selada hidroponik lebih tinggi
dengan kualitas yang lebih baik yang dapat meningkatkan harga jual selada di
pasaran.
Budidaya selada secara hidroponik dapat dilakukan dengan beberapa
sistem seperti NFT, DFT, Aeroponik, Rakit apung, dan Sistem sumbu. Secara
teknis, dalam budidaya selada secara hidroponik terdiri atas beberapa tahapan,
salah satunya yaitu persemaian atau pembibitan. Tahapan persemaian
mempengaruhi hasil dan kualitas selada yang dihasilkan (Fitriansah, 2018). Proses
persemaian selada diawali dengan pemilihan benih yang berkualitas. Menurut
Qurrohman (2019), bahwa benih selada yang dipilih haruslah memiliki memiliki
viabilitas tinggi dan bersertifikat sehingga pada saat persemaian tidak banyak
benih yang tidak tumbuh. Benih selada yang sudah dipastikan bersertifikat dan
tidak kedaluwarsa kemudian direndam dengan air hangat ±50℃ selama 10-15
menit. Proses perendaman untuk membantu proses dormansi benih. Setelah
direndam kemudian benih ditiriskan sebelum disemai pada media tanam.
Proses penyemaian tanaman selada dilakukan dengan menggunakan media
rockwool (Rockwool Nursery Technique). Menurut Prameswari (2017), kelebihan
dari media rockwool adalah dapat menyediakan oksigen, air, nutrisi dan dapat
menunjang akar tanaman. Selain itu rockwool juga sangat praktis dan memiliki
kemampuan serap air yang sangat tinggi karena memiliki ruag pori sekitar 95%.
Menurut Pratowo dan Kartika (2016), bahwa penggunaan media rockwool secara
umum memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan dan bobot panen selada pada
sistem teknologi hidroponik sistem terapung (THST).
Proses persemaian dilakukan dengan memotong rockwool berukuran 25 ×
7 × 3,5 cm (P × L × T) dan dibasahi dengan air hingga rockwool menjadi lembab.
Hal ini bertujuan agar rockwool dapat menyimpan air pada proses
perkecambahan. Kemudian, buatlah lubang pada rockwool sedalam ± 0,5 cm
menggunakan alat pelubang (paku jim). Kemudian benih selada dimasukan ke
dalam rockwool satu per satu. Rockwool yang berisi benih kemudian dimasukan
ke ruang gelap dengan tetap menjaga kelembabannya. Benih selada yang sudah
disemai disimpan di dalam ruang gelap selama 1-2 hari dengan tetap dikontrol
setiap 1 hari sekali. Semaian yang terlambat terkena sinar matahari menyebabkan
bibit mengalami penambahan tinggi berlebihan (etiolasi) sehingga pertumbuhan
terganggu dan tampilan secara visual kurang menarik. Semaian yang telah
berumur 7 HSS diberi nutrisi AB mix dengan EC 1,0-1,5 mS cm-1 sampai umur
14 HSS atau telah muncul daun sekitar 3-4 daun (Qurrohman, 2019). Hal itu
menandai bibit sudah siap dipindahkan pada green house nursery 1 untuk tahap
peremajaan. Menurut Prastyo et al. (2015), kadar EC (Electric Conductivity)
harian rata-rata pada Nursery 1 adalah sebesar 1,0-1,5 mS/cm dengan pemberian
nurisi AB mix rata-rata perhari sebanyak 2 liter. Perbandingan pemberian nutrisi
dan air biasa adalah 1:100, artinya setiap 1 liter nutrisi pekat harus dilarutkan
dalam 100 liter air.
Proses pemindahan bibit ke talang pertumbuhan atau peremajaan adalah
dengan cara memotong rockwool dengan ukuran 2 × 2 cm untuk memudahkan
peletakan bibit dalam netpot. Setelah dipotong, masukan rockwool ke dalam
netpot kemudian diletakan pada instalansi yang telah disiapkan dan telah dialiri
larutan nutrisi selama 14 hari. Setelah 14 hari berada di green house Nursery 1,
tanaman selada kemudian dipindahkan ke green house N2 (Nursery 2) untuk
proses pembesaran sebelum masuk kedalam green house produksi selama 15 hari.
Pada greenhouse N2 tanaman selada sudah diletakkan di netpot dan sudah berada
di talang sebagai media mengalirkan larutan nutrisi (Prastyo et al. 2015).
Berikut merupakan gambar proses pembibitan tanaman selada:
DAFTAR PUSTAKA
Alifah, S., A. Nurfida, dan A. Hermawan. 2019. Pengolahan Sawi Hijau Menjadi
Mie Hijau yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi Di Desa Sukamanis
Kecamatan Kadudampit Kabupaten Sukabumi. Journal of Empowerment
Community. 1(2): 52-58.
Fauzi, A., Dewi, P. S., Cahyani, W., & Hadi, S. N. 2021. Penerapan Hidroponik
Dan Pascapanen Sayuran Pada Orangtua Siswa SDM Karangsalam
Kabupaten Banyumas. Panrita Abdi-Jurnal Pengabdian pada
Masyarakat, 5(1): 67-79.
Fitriansah, T. 2018. Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) pada Dosis
dan Interval Penambahan AB Mix dengan Sistem Hidroponik. Skirpsi.
Universitas Brawijaya
Ginanjarsari, Rosdiana R. 2014. Budidaya dan Pemasaran Tanaman Selada
Keriting Secara NFT (Nutrient Film Technique). Dalam Laporan Hasil
Magang Di PT. Momenta Agrikultura "Amazing Farm" Kebun
Cikahuripan-2 Lembang, Bandung. 63 Halaman
Hayati, Y. 2016. Budidaya Selada Hidroponik. Serambi Pertanian, 9(4): 1-2
Maulana, M. A., Wijaya, I., Suroso, B. 2020. Respon Pertumbuhan Tanaman
Selada (Lactuca sativa) Terhadap Pemberian Nutrisi dan Beberapa Media
Tanam Sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique). Agritrop,
18(1): 38-50
Meriaty., Sihaloho, A., Pratiwi, K. D. 2021. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Selada (Lactuca satia L.) Akibat Jenis Media Tanam Hidroponik dan
Konsentrasi Nutrisi AB Mix. Agroprimatech, 4(2): 75-85
Prameswary, A. W. 2017. Pengaruh Warna Light Emitting Deode (LED) terhadap
Pertumbuhan Tiga Jenis Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) secara
Hidroponik. Skripsi. Universitas Jember
Prastyo, A., Idrus, M., Surya. 2015. Pengaruh Panjang Talang Terhadap
Produktivitas Air Tanaman Selada Kerinting dengan Sistem Irigasi NFT
(Nutrient Film Technique) di PT. Momenta Agrikultura Lembang
Bandung Barat. Jurnal Teknik Pertanian, 7(2): 77-144
Prawoto, B. R., & Kartika, J. G. 2016. Pengelolaan Aspek Produksi dan Pasca
Panen Sayuran Daun Secara Aeroponik dan Hidroponik: Studi Kasus
Lembang, Bandung. Buletin Agrohorti, 4(1): 9-19.
Qurrohman, B. F. T. 2019. Bertanam Selada Hidroponik Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN SGD Bandung.
Rindyani, R. 2011. Analisis kelayakan finansial budidaya melon hidroponik: studi
kasus pt. mekar unggul sari, cileungsi, bogor. Skripsi.
Rizki, K., A. Rasyad, dan Murtini. 2014. Pengaruh Pemberian Urin Sapi yang
Difermentasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Hijau
(Brassica rafa). Jom Faperta. 1(2): 1-8
Setiawan, A., 2019. Buku Pintar Hidroponik. Laksana.
Setyaningrum, H. D dan C. Saparinto. 2011. Panen Sayur Secara Rutin di Lahan
Sempit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Susilawati. 2019. Dasar-Dasar Bertanam Secara Hidroponik. Palembang : UNSRI
PRESS
Wasonowati, C. 2011. Meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicon
esculentum) dengan sistem budidaya hidroponik. Agrovigor: Jurnal
Agroekoteknologi, 4(1): 21-27.
Widyastuti, P. 2018. Kualitas dan Harga sebagai Variabel Terpenting pada
Keputusan Pembelian Sayuran Organik Ekspektra: Jurnal Bisnis dan
Manajemen, 2 (1): 17-28

Anda mungkin juga menyukai