Anda di halaman 1dari 27

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar Matematika

Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. (Purwanto,

2010:39). Belajar merupakan suatu proses dari seseorang siswa yang

berupaya untuk mencapai tujuan atau hasil belajar. Dalam proses belajar

dapat melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada belajar

kognitif, prosesnya mengakibatkan perubahan dalam aspek kemampuan

berfikir (cognitive), pada belajar afektif mengakibatkan perubahan dalam

aspek kemampuan merakasan (afective), sedang belajar psikomotorik

memberikan hasil belajar berupa keterampilan (psychomotoric).

Menurut Purwanto (2010:42), Hasil belajar merupakan proses dalam

diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan

perubahan dalam perilakunya. Hasil belajar terjadi pada individu yang mau

belajar, dan adanya perubahan pada dirinya dalam aspek kecakapannya,

sikap dan pengetahuannya. Hasil belajar akan mencapai hasil yang baik

jika output sesuai dengan pelajaran yang individu pelajari. Proses belajar

sangat penting, jika selama proses pembelajaran berjalan dengan baik dan

lancar, maka hasil belajar yang baik pun akan didapatkan. Hasil belajar

Menurut Zainal Arifin (2011) bahwa hasil belajar merupakan hasil

dari dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,

10
11

tindak mengajar diakhiri dengan kegiatan penilaian hasil belajar. Dari sisi

peserta didik, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak

proses belajar. Sebagian hasil belajar merupakan dampak tindakan guru,

suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada bagian lain, hasil belajar

merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Keberhasilan

pembelajaran dapat ditinjau dari proses belajar dan hasil belajar. Guru

yang baik adalah guru yang dapat mengantarkan siswa berhasil dalam

belajar. Untuk mengetahui berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar,

guru perlu melakukan penilaian terhadap semua aspek dalam proses

belajar. Jika berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh

suatu hasil belajar. Keaktifan siswa dalam belajar, baik secara

perseorangan maupun kerja sama kelompok, melakukan wawancara

tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa melakukan tes praktik,

memberikan tes formatif, dan sebagainya. Dengan kata lain, siswa dapat

mentransfer hasil belajar itu kedalam situasi-situasi sesungguhnya.

Sedangkan menurut Nana Sudjana (2004), hasil belajar adalah

bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh (komperhensif) yang

terdiri atas unsur kognitif, afektif, dan psikomotor secara terpadu pada diri

siswa. Hasil belajar ialah perubahan tingkah secara menyeluruh yang

terdapat tiga unsur yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Pada ranah

kognitif tidak hanya memiliki satu aspek, melainkan memiliki aspek yang

terdiri dari aspek kognitif tingkat rendah yang terdiri dari ingatan,

pemahaman, aplikasi dan aspek tingkat tinggi yaitu analisis, sintesis, dan

evaluasi. Dengan demikian hasil belajar tidak hanya apa yang dihasilkan
12

dalam kelas, melainkan juga mampu menerapkan tingkah laku dan

keterampilannnya dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan sekitarnya.

Hasil belajar diperlukan guru sebagai perbaikan proses belajar mengajar

sebelumnya, memotivasi siswa untuk pembelajaran yang efektif dan

mengevaluasi siswa selama kegiatan belajar mengajar disekolah.. Dari

pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu

perubahan perilaku baru yang merupakan hasil pemberian pengalaman

yang diterima siswa pada proses pembelajaran yang mencakup aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat diukur keberhasilannnya

melalui tes tulis maupun lisan..

2. Pendekatan Pembelajaran Matematika

Pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan, cara yang ditempuh

guru atau siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ruseffendi

( 1991 : 240) mengemukakan bahwa : “pendekatan dalam pembelajaran

adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau

siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana

proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus,

dikelola”.

Pendekatan dibedakan menjadi dua, yaitu pendekatan materi,

pendekatan materi (material approach) adalah proses menjelaskan topik

matematika tertentu dengan menggunakan materi matematika lain,

misalnya menjelaskan topik kongruensi dua segitiga menggunakan

transformasi. Pendekatan pembelajaran, pendekatan pembelajaran adalah

proses penyampaian atau penyajian topik matematika tertentu agar


13

mempermudah siswa memahaminya. Misalnya mengajarkan tentang

banyaknya diagonal suatu segi-n beraturan dengan menggunakan

“penemuan”.

a. Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning

(CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan

konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa

membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam

kehidupan mereka. Hal tersebut juga dikemukakan Sanjaya (2006 :

255) bahwa : ”CTL adalah pembelajaran yang menekankan kepada

proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi

yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata

sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan mereka”.

Hal yang sama juga diungkapkan Sagala (2009 : 87) bahwa :

”pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-

hari”. Oleh sebab itu, pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa

menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan

mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan


14

Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik

penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan

CTL.

1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa

yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah

dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh

siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan

satu sama lain.

2) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menanamkan pengetahuan baru (acquiring

knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,

artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara

keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperolah bukan untuk dihafal tetapi untuk

difahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan

dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan

berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu

dikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying

knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang

diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,

sehingga tampak perubahan perilaku siswa.


15

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan

balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan.

Sesuai dengan karakteristiknya, pendekatan pembelajaran CTL

mempunyai tujuh komponen utama yang sangat tepat untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

1) Konstruktivisme (Constructivism)

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL

adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada

dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri

pengetahuan mereka lewat keterlibatan secara aktif dalam proses

pembelajaran. Proses pembelajaran lebih diwarnai student centered

daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses

pembelajaran berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan

kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa.

Dalam pendangan kounstruktivis, strategi memperoleh lebih

diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan

mengingat pengetahuan. Untuk itu, Nurhadi (2002 : 11)

mengemukakan bahwa :

“tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan :


1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
2. Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, dan
3. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.
16

Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman.

Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila

selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia

memiliki struktur pengetahaun dalam otaknya, seperti kotak-kotak

yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda.

Lebih lanjut Piaget (dalam Wina Sanjaya ,2006 : 264) menyatakan :

Hakikat pengetahuan sebagai berikut :


1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan
belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan
melalui kegiatan subjek.
2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
yang perlu untuk pengetahuan.
3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.
Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu
berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang.

Asumsi tersebut yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran

melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa

mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan

pengalaman.

2). Inkuiri (Inquiry)

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual. Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian

dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan

bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari

proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses

perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang

harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang


17

memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus

dipahaminya.

Adapun siklus inkuiri terdiri dari : 1) Observasi, 2) Bertanya,

3) Mengajukan dugaan, 4) Pengumpulkan data, dan 5)

Penyimpulkan. Sedangkan langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah

sebagai berikut :

1. Merumuskan masalah

2. Mengamati atau melakukan observasi

3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,

laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya

4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,

teman sekelas, guru, atau audien yang lain.

Melalui proses berfikir yang sistematis seperti si atas,

diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang

kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.

3). Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap

individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan

kemampuan seseorang dalam berfikir. Nurhadi (2002 : 13)

mengemukakan bahwa ”pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu

bermula dari bartanya”. Dalam proses pembelajaran melalui CTL,

guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi

memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran


18

bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru

dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan

setiap materi yang dipelajarinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya akan

sangat berguna untuk :

1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis

2. Mengecek pemahaman siswa

3. Membangkitkan respon pada siswa

4. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa

5. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

6. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki

guru

7. membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan

8. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

Hampir pada semua aktivitas belajar, bertanya (Questioning) dapat

diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa,

antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan

sebaginya. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa

berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,

ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan

menumbuhkan dorongan untuk bertanya.

4). Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL

menyarankan agar hasil belajar diperoleh melalui kerjasama dengan


19

orang lain. Ketika seorang anak baru belajar menimbang massa

benda dengan menggunkan neraca, ia bertanya kepada temannya.

Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara

menggunakan alat itu, maka dua orang anak tersebut sudah

membentuk masyarakat belajar.

Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan

pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam

kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik

dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat

dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling

membelajarkan, yang cepat belajar didorong untuk membantu yang

lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk

menularkannya pada orang lain.

Jika setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap

orang bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan

sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Pembelajaran

dengan Learning Community ini sangat membantu proses

pembelajaran di kelas.

5). Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan

tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya guru

memodelkan langkah-langkah bagaimana cara mengoperasikan

sebuah alat dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan tugas

tertentu.
20

Dalam pembelajaran kontekstual, proses modeling tidak

terbatas dari guru saja, tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang

dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan komponen

yang sangat penting dalam CTL, sebab melalui modeling siswa

dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat

memungkinkan terjadinya verbalisme.

6). Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari

atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di

masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya

sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan revisi dari

pengetahuan sebelumnya.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses,

pengetahuan dimiliki siswa diperluas melaui konteks pembelajaran,

yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa

membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Dengan

begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya

tentang apa yang baru dipelajarinya.

Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar

siswa melakukan refleksi. Menurut Trianto (2008 : 35) realisasinya

berupa :

(1) Pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu;

(2) Catatan atau jurnal di buku siswa;


21

(3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu;

(4) Diskusi; dan

(5) Hasil Karya.

7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)

Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru

pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek

intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada

penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa

telah menguasai materi pelajaran.

Dalam pembelajaran CTL, keberhasilan pembelajaran tidak

hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja,

tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian

keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti

hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian yang nyata

atau sebenarnya.

Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) adalah proses

yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang

perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini

diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau

tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positif

terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental dan sikap

siswa. Nurhadi (2002 : 19) mengungkapkan ”karena assessment

menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang


22

dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan

siswa pada saat melakukan proses pembelajaran”.

b. Ekspositori (biasa)

Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas

dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh

pengajar/guru. Hakikat mengajar menurut pandangan ini adalah

menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Sanjaya (2006 : 179)

mengemukakan bahwa : ”pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran

yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari

seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa

dapat menguasai materi pelajaran secara optimal”.

Dalam pendekatan ini materi pelajaran disampaikan secara

langsung oleh guru, siswa tidak dituntut untuk menemukan materi.

Pendekatan ini menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher

centered approach), karena guru lebih aktif memberikan informasi,

menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam

memperoleh pola, aturan, dalil, memberi contoh soal beserta

penyelesaiannya, memberi kesempatan siswa untuk bertanya, dan

kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran.

Terdapat beberapa karakteristik pendekatan ekspositori, pertama :

pendekatan ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi

pelajaran secara verbal, artinya, bertutur secara lisan merupakana alat

utama dalam melakukan pembelajaran ini, oleh karena itu orang sering

mengidentifikasikannya dengan ceramah. Kedua : biasanya materi


23

pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi,

seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal

sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ketiga : tujuan

utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri.

Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat

memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan

kembali materi yang telah diuraikan.

c. Perbedaan Pedagogik Antara Pembelajaran Dengan Pendekatan CTL

Dengan Pendekatan Ekspositori

Adapun perbedaan antara pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL dengan pembelajaran yang dilakukan dengan

menggunakan pendekatan Ekspositori dapat dilihat pada tabel di bawah

ini:

Tabel 2.1
Perbedaan antara Pendekatan Pembelajaran CTL
dengan Pendekatan Ekspositori

No Pendekatan CTL Pendekatan Ekspositori


Siswa secara aktif terlibat dalam Siswa adalah penerima informasi
1
proses pembelajaran. secara pasif.
Siswa belajar dari teman melalui Siswa belajar secara individual.
2 kerja kelompok, diskusi, saling
mengoreksi.
Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak dan
3 kehidupan nyata dan atau masalah teoritis.
yang di simulasikan.
Perilaku dibangun atas kesadaran Perilaku dibangun atas kebiasaan.
4
diri.
Keterampilan dikembangkan atas Keterampilan dikembangkan atas
5
dasar pemahaman. dasar latihan.
Hadiah untuk perilaku baik adalah Hadiah untuk perilaku baik adalah
6
kepuasan diri. pujian atau nilai (angka) rapor.
7 Bahasa diajarkan dengan pendekatan Bahasa diajarkan dengan pendekatan
komunikatif, yakni siswa diajak struktural: Rumus diterangkan
menggunakan bahasa dalam konteks sampai paham, kemudian dilatihkan
24

nyata. (drill).
Pemahaman rumus dikembangkan Rumus itu ada di luar diri siswa,
8 atas dasar skemata yang sudah ada yang harus diterangkan, diterima,
dalam diri siswa. dihafalkan, dan dilatihkan.
9 Pemahaman rumus itu relatif Rumus adalah kebenaran absolut
berbeda antara siswa yang satu (sama untuk semua orang). Hanya
dengan yang lainnya, sesuai dengan ada dua kemungkinan, yaitu
skemata siswa (ongoing process of pemahaman rumus yang salah atau
development) pemahaman rumus yang benar.
Siswa menggunakan kemampuan Siswa secara pasif menerima rumus
berpikir kritis, terlibat penuh dalam atau kaidah (membaca,
mengupayakan terjadinya proses mendengarkan, mencatat,
10
pembelajaran yang efektif, dan menghafal), tanpa memberikan
membawa skemata masing-masing kontribusi ide dalam proses
ke dalam proses pembelajaran. pembelajaran.
Pengetahuan yang dimiliki manusia Pengetahuan adalah penangkapan
dikembangkan oleh manusia itu terhadap serangkaian fakta, konsep,
sendiri. Manusia menciptakan atau atau hukum yang berada di luar diri
11
membangun pengetahuan dengan manusia.
cara memberi arti dan memahami
pengalamannya
Karena ilmu pengetahuan itu Kebenaran bersifat absolut dan
dikembangkan (dikonstruksi) oleh pengetahuan bersifat final.
manusia sendiri, sementara manusia
12 selalu mengalami peristiwa baru,
maka pengetahuan itu tidak pernah
stabil, selalu berkembang (tentative
and incomplete).
Siswa diminta bertanggung jawab Guru adalah penentu jalannya proses
memonitor dan mengembangkan pembelajaran.
13
pembelajaran mereka masing-
masing.
Penghargaan terhadap pengalaman Pembelajaran tidak memperhatikan
14
siswa sangat diutamakan. pengalaman siswa.
Hasil belajar diukur dengan berbagai Hasil belajar diukur hanya dengan
15
cara: proses bekerja, hasil karya, dll tes.
Pembelajaran terjadi di berbagai Pembelajaran hanya terjadi di kelas.
16
tempat, konteks, dan setting.

3. Disiplin Belajar
a. Pengertian Disiplin Belajar
Disiplin belajar adalah kepatuhan dari siswa untuk melaksanakan

kewajiban belajar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya, baik itu


25

berupa pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik itu belajar di rumah

maupun belajar di sekolah (Sumantri, 2010).

Disiplin belajar diartikan lebih khusus sebagai bentuk kesadaran

tindakan untuk belajar seperti disiplin mengikuti pelajaran, ketepatan dalam

menyelesaikan tugas, kedisiplinan dalam mengikuti ujian, kedisiplinan

dalam menepati jadwal belajar, kedisiplinan dalam mentaati tata tertib yang

berpengaruh langsung terhadap cara dan teknik peserta didik dalam belajar

yang hasilnya dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai (Sholihat,

2016).

Disiplin belajar bagi siswa diartikan lebih khusus sebagai tindakan

yang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan, baik tertulis

maupun tidak tertulis dalam kegiatan mencari pengetahuan dan kecakapan

baru. Kompri (2017) menyatakan bahwa disiplin belajar adalah kesadaran

diri untuk mengendalikan atau mengontrol dirinya untuk sungguh-sungguh

belajar.

Menurut Ardi (2012), disiplin belajar adalah hal yang berpengaruh

terhadap keberhasilan siswa, dengan demikian dapat dipahami bahwa

disiplin belajar adalah mentaati tata tertib, atau kepatuhan dalam

pemanfaatan waktu untuk belajar secara efektif dan efisien.

Dimyati dan Mudjiono (2015) mengartikan disiplin belajar adalah

suatu sikap tingkah laku dan perbuatan peserta didik dalam melakukan

aktivitas belajar yang sesuai dengan keputusan-keputusan, peraturan-

peraturan, dan norma-norma yang telah ditetapkan, baik persetujuan tertulis

maupun tidak tertulis antara peserta didik dengan tenaga pengajar ataupun
26

peraturan yang dibuat sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa disiplin belajar adalah kepatuhan siswa untuk melaksanakan

kewajiban belajar secara sadar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya,

baik itu berupa pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik itu belajar di

rumah maupun belajar di sekolah.

b. Aspek-aspek Disiplin Belajar

Aspek-aspek disiplin belajar yang dikemukakan oleh Sumantri (2010)

antara lain:

1). Disiplin belajar di rumah, antara lain meliputi:

a) Belajar setiap hari.

Berkenaan dengan kewajiban belajar, maka bimbingan yang dapat

dilakukan orangtua adalah, anak diminta untuk

membaca/mengulang kembali pelajaran yang diterimanya dari

sekolah setiap hari. Dengan kata lain, jangan biarkan anak

melakukan kebiasaan belajar kalau hendak ulangan atau ujian saja.

Hal ini dimaksudkan agar anak akan lebih mudah mengingat

pelajaran. Perlu diingatkan kepada anak bahwa belajar setiap hari

meski hanya tiga puluh menit akan lebih baik hasilnya;

dibandingkan dengan belajar selama tiga jam, tetapi seminggu

sekali (Kompri, 2017).

b) Mengerjakan pekerjaan rumah

Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas

dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR

(Slameto, 2013).
27

Menurut Unarajan (dalam Yuliantika, 2017) menjelaskan siswa

yang terbiasa dalam disiplin belajar akan menggunakan waktu

sebaik-baiknya di rumah maupun di sekolah sehingga akan

menunjukkan kesiapannya dalam proses pembelajaran di sekolah,

sedangkan siswa yang tidak disiplin belajar mereka kurang

menunjukkan kesiapannya dalam belajar dan menunjukkan

perilaku yang tidak baik dalam proses pembelajaran seperti tidak

mengerjakan PR.

c) Membuat laporan.

Siswa menyerahkan laporan tugas dan menjawab pertanyaan

sehubungan dengan tugas yang dikumpulkannya (Dimyati &

Mudjiono, 2015).

1) Belajar berkelompok.

Dengan metode ini memberikan siswa bertanggungjawab

mempelajari materi pelajaran dan menjabarkan isinya dalam

sebuah kelompok tanpa campur tangan guru (Kompri, 2017).

Menurut Slameto (2013) dengan belajar kelompok mendapatkan

situasi belajar yang sebaik-baiknya bila kelompok siswa yang

sedang belajar itu merasakan bahwa mereka berbuat sesuatu

berdasarkan inisiatif dan kehendak sendiri, menerima

tanggungjawab bersama. Kadang-kadang banyak masalah yang

tidak dapat dipecahkan sendiri, maka perlu bantuan orang lain.

Bekerja di dalam kelompok dapat juga meningkatkan cara berpikir

mereka sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik


28

dan lancar (Slameto, 2013). Menurut Gunarsa (1992) dengan

belajar kelompok ada diskusi kelompok, anak-anak mendapat

kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya dengan teman

sekelompok.

b. Disiplin belajar di sekolah antara lain meliputi:

1) Ketepatan waktu datang ke sekolah. Sistim sosial di sekolah

yang terbentuk dan perangkat tata tertib dan peraturan sekolah

adalah sistem nilai yang mengikat dan mengendalikan perilaku

anak, yang menuntut anak untuk tunduk dan mentaatinya. Di

sekolah semua kegiatan diatur dengan sebuah rencana yang

sistimatis dan terpadu. Anak tidak bisa masuk dan pulang sesuka

hatinya (Djamarah, 2015). Disiplin siswa dapat diketahui

dengan salah satu ciri-ciri yaitu masuk kelas sesuai dengan

jadwal yang ditetapkan (Setiawan, 2017).

2) Keaktifan mengikuti pelajaran di kelas. Menurut Kompri (2017)

perlu adanya kegiatan hubungan timbal balik (interaksi) antara

guru dengan siswa, yang dapat meningkatkan cara belajar siswa,

sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan. Active learning

(belajar aktif) menuntun siswa untuk terlibat secara aktif

mengikuti proses belajar di kelas. Dalam kegiatan pembelajaran,

siswa juga diharapkan ikut berpartisipasi aktif tidak hanya

sekedar hadir saja tanpa berbuat apa-apa atau mengantuk saat

pelajaran berlangsung, namun sebaliknya seorang siswa harus

sungguh-sungguh dan terlebih dahulu mempersiapkan diri


29

dalam belajar. Dengan kata lain, bahwa dalam pembelajaran

diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas itu tidak mungkin

berjalan dengan baik.

3) Ketaatan mengikuti peraturan di kelas maupun di sekolah.

Peserta didik yang memiliki sikap mentaati semua peraturan

serta norma-norma yang ditetapkan dalam suatu situasi belajar,

sehingga peserta dapat dengan tenteram mengikuti belajar dan

akan cenderung memperoleh hasil belajar yang maksimal

(Rohiat, 2010).

Di sekolah semua kegiatan diatur dengan sebuah rencana yang

sistematis dan terpadu. Pulang pergi anak, keluar masuk guru,

pergantian jam pelajaran di setiap kelas, waktu istirahat, dan

lama tidaknya pemberian bahan pelajaran oleh guru di masing-

masing kelas, diatur dengan mempertimbangkan berbagai segi

dan untung ruginya. Anak tidak bisa masuk dan pulang sesuka

hatinya. Juga tidak dibenarkan mengabaikan tugas yang

diberikan guru. Berbicara sesuka hati ketika menerima pelajaran

adalah perilaku anak yang harus dikendalikan (Djamarah, 2015).

4) Menggunakan waktu luang.

Disiplin dapat melahirkan semangat menghargai waktu, bukan

menyianyiakan waktu berlalu dalam kehampaan. Disiplin

belajar adalah mentaati tata tertib, atau kepatuhan dalam

pemanfaatan waktu untuk belajar secara efektif dan efisien,

dapat membuat rencana alokasi waktu menurut prioritas


30

kepentingan masing-masing kegiatan belajar, mulai dari

kegiatan yang terpenting sampai dengan yang kurang penting

(Ardi, 2012). Menurut Unarajan (dalam Yuliyantika, 2017)

siswa yang terbiasa dalam disiplin juga meningkatkan cara

berpikir mereka sehingga dapat memecahkan masalah dengan

lebih baik dan lancar (Slameto, 2013). Menurut Gunarsa (1992)

dengan belajar kelompok ada diskusi kelompok, anak-anak

mendapat kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya dengan

teman sekelompok.

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pendekatan

pembelajaran Kontekstual dan Disiplin Belajar terhadap Hasil Belajar

Matematika adalah sebagai berikut:

1. Dalam Disertasi Darhim (2003). Dalam penelitiannya di kelas II SD

mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan Pembelajaran Matematika

Kontekstual berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar dan sikap siswa

sekolah dasar

2. Dari penelitian Laily (2006) mengungkapkan bahwa : siswa yang

memperoleh pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran Kontekstual

mengalami peningkatan kemampuan mengaplikasikan konsep matematika

yang lebih baik dibanding siswa yang belajar melalui pembelajaran biasa

(konvensional). Siswa juga menunjukkan sikap positif terhadap pendekatan

pembelajaran Kontekstual yang diberlakukan pada mereka.


31

3. Penelitian dengan pendekatan pembelajaran CTL telah diteliti oleh Umar,

(2009) yang mengatakan bahwa : hasil analisis ketuntasan belajar

menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal pada kelas CTL sebesar 87%,

sedangkan pada kelas konvensional sebesar 79%. Ini berarti bahwa

penerapan pembelajaran dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan

prestasi belajar matematika siswa. Analisis data secara deskriptif

menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap matematika untuk kelas CTL

dalam kategori baik sedangkan untuk kelas konvensional dalam kategori

cukup baik..

4. Putri (2006) juga melakukan penelitian yang terkait dengan hal yang sama,

ia mengungkapkan bahwa : terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

komunikasi dan koneksi matematik antara kelompok siswa yang belajar

dengan menggunakan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan siswa

yang belajar dengan pendekatan konvensional. Terdapat korelasi positif

yang cukup antara kemampuan komunikasi dan koneksi matematik siswa.

Hal ini berarti bahwa peringkat yang diperoleh siswa pada kemampuan

komunikasi dengan peringkat yang diperolehnya dalam kemampuan koneksi

matematik, boleh dikatakan kemungkinan hampir sama.

5. Achmad Setyawan dan Leonard (2016) dengan judul penelitian “Pengaruh

Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning Terhadap Hasil

Belajar Matematika”. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen,

teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling,

menggunakan teknik analisis data menggunakan uji-t. Dari hasil penelitian

disimpulkan bahwa tingkat keprcayaan 95% nilai akhir peserta didik yang
32

menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning

lebih tinggi daripada peserta didik dengan menggunakan metode

konvensional pada pembelajaran relasi dan fungsi.

Dari penelitian-penelitian di atas, jelas bahwa pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Kontekstual dan Sikap Disiplin belajar dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

C. Operasionalisasi Variabel

Dalam penelitian ini dengan judul penelitia yaitu : Pengaruh Pendekatan

Contextual Teaching Learning (CTL) Dan Disiplin Belajar Terhadap Hasil

Belajar Matematika siswa SDN Kec. Sei Balai Kab. Batubara, disini variabel

terikat akan mempengaruhi proses dan hasil penelitian sedangkan variabel

bebas merupakan variabel yang akan mempengaruhi hasil pelaksanaan

penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (independent)

adalah Pendekatan CTL dan Disiplin Belajar sedangkan variabel terikat

(dependent) adalah Hasil Belajar Matematika Siswa.

Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah penafsiran

terhadap judul penelitian yang dibuat. Penjelasan mengenai istilah-istilah yang

terdapat dalam judul penelitian adalah sebagai berikut :

1. Hasil belajar adalah merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi

dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Hasil

belajar terjadi pada individu yang mau belajar, dan adanya perubahan pada

dirinya dalam aspek kecakapannya, sikap dan pengetahuannya.

2. Pembelajaran Kontekstual (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan


33

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan

nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan mereka.

3. Disiplin belajar adalah kepatuhan dari siswa untuk melaksanakan kewajiban

belajar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya, baik itu berupa

pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik itu belajar di rumah maupun

belajar di sekolah

D. Kerangka Berpikir

Kenyataan yang menunjukkan bahwa matematika dianggap sebagai

pelajaran yang sulit, rumit, membosankan, tidak menarik, tidak menyenangkan,

dan matematika dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan bagi sebagian

besar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa khususnya hasil

belajar matematika siswa belum menunjukkan hasil yang memuaskan, bahkan

dapat dikatakan masih sangat jauh dari hasil yang memuaskan dan sangat

mengkhawatirkan. Sehingga dapat berimbas kepada disiplin belajar siswa

terhadap matematika.

Beberapa hal tersebut di atas mengarahkan bahwa diperlukan sebuah

pendekatan pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yang tidak

mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi pendekatan yang mendorong

siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri agar

pengaruhnya yang tidak baik bagi pembangunan kemampuan matematika

siswa tidak berlanjut kepada sikap disiplin belajar terhadap matematika. Untuk

mencapai hal tersebut diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat, cocok,


34

dan relevan. Salah satu pendekatan yang dianggap tepat adalah pendekatan

pembelajaran kontekstual (CTL).

Terkait dengan hal tersebut, pendekatan CTL dan sikap disiplin belajar

dianggap tepat dan diharapkan akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu kajian tentang pengaruh

pembelajaran kontekstual dan disiplin belajar siswa terhadap hasil belajar

matematika. Kerangka berpikir ini menggambarkan hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

pembelajaran kontekstual (CTL) dan disiplin belajar variabel terikatnya adalah

hasil belajar matematika siswa. Kerangka berpikir ini dapat dilihat dalam

gambar dibawah ini :

X1 : Pembelajaran Kontekstual

Y1 : Hasil Belajar Siswa

X2 : Disiplin Belajar Siswa

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Dari gambar diatas yang akan dilakukan peneliti yaitu memberikan

perlakuan menggunakan pembelajaran konstekstual dan disiplin belajar setelah itu

akan dilihat pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran

matematika materi.
35

Studi Pendahuluan, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian

Pembuatan, Uji coba, dan Analisa instruent, Rancangan


pembelajaran

Kelas Eksperimen Pretest hasil belajar Kelas Kontrol

Pembelajaran Kontekstual Disiplin belajar Pembelajaran ekspositori

Posttes hasil belajar

Data

Analisis Data

Temuan

Penulisan Laporan

Gambar. 2.2 Prosedur Penelitian


36

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan

pendekatan CTL lebih baik daripada hasil belajar siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan Ekspositori.

2. Sikap disiplin belajar siswa terhadap matematika yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan CTL lebih baik daripada sikap disiplin belajar siswa

yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Ekspositori.

3. Terdapat hubungan antara Pembelajaran dengan disiplin belajar siswa terhadap

hasil belajar matematika siswa

Di samping itu, perlu dikaji secara deskriptif pertanyaan penelitian yang ada di

dalam rumusan masalah, yaitu :

1. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan CTL dan pembelajarannya

menggunakan pendekatan ekspositori.

2. Proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah

kontekstual pada masing-masing pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai