Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul
“Pernikahan Dalam Agama Islam”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam

 Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

 Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. 

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Pakenjeng, Agustus 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………........


BAB I : PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah   …………………………………………...
BAB II : PEMBAHASAN
1. PERNIKAHAN

 Pengertian pernikahan …………………………………………


 Peminangan (Khitbah)…………………………………………
 Tujuan Pernikahan….………………………………………….
 Manfaat Pernikahan…………………………………………….
 Syarat-syarat pernikahan……………………………………….
 Hukum Pernikahan……………………………………………..
 Mahar…………………………………………………………..
 Thalak………………………………………………………….
 Hukum-hukum Thalak…………………………………….…...
 Masa Iddah…………………………………………………….
 Hukum Iddah…………………………………………………...

BAB III PENUTUPAN

1. Kesimpulan …………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA  ………………………………………………...


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah 

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang
manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang
akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah
Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang
lain.

Setiap Makhluk pasti ingin berkembang biak dan memiliki keturunan,  tetapi yang
membedakan Manusia dengan makhluk – makhluk lainnya adalah ikatan pernikahan.
Allah S.W.T menganjurkan Manusia untuk menikah agar dapat mempertahankan
keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan
menurut kaiadah norma Agama, Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang saling
membutuhkan satu sama lain.
BAB II
PEMBAHASAAN

1.   PERNIKAHAN

1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga


dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke
pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan
dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat
diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan,
menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan  untuk membangun rumah tangga dan


melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang  sebagai jalan untuk meningkatkan
ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara
manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal  dari kata nikah, yang
kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga
berkaitan dengan  pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang
haram dinikahi.

2. Peminangan (Khitbah)

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan


perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh
kedua pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah
dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum
peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri,
tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita
semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji
yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika
disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya
dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat,
karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang
diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan
kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

“Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang


hendak menikah dengan seorang perempuan: “Apakah kamu telah melihatnya?
jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya
pernikahan kamu terjamin kekekalan.” (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:

“Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: “Kamu tidak
boleh meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat
ketetapan untuk memutuskannya”. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-
Syaikhan))

3. Tujuan Pernikahan

 Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat
kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul
kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan
diharamkan oleh Islam.

 Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan

Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan
dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan
pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi
dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

 Investasi di Akhirat
Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua orangtua
di akhirat. Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan memberikan peluang
bagi kedua orangtuanya untuk memperoleh surga di akhirat nanti. Berbekal segala ilmu
dalam beragama yang diperoleh selama di dunia, bekal doa dari anak merupakan hal
yang dapat diharapkan kelak.

 Melaksanakan Sunah Rasul

Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat.
Namun sebagai seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari. Dan ada baiknya kita mengikuti apa yang dicontohkan dan
diajarkan oleh Rasulullah. Dan pernikahan merupakan salah satu sunnah dari
Rasulullah.

4. anfaat Pernikahan

 Mendatangkan keberkahan

pernikahan akan mendorong seseorang terutama suami untuk sungguh-sungguh untuk


mencari nafkah yang banyak dan halal untuk anak dan istrinya, sehingga dengan kerja
kerasnya akan menimbulkan kemakmuran, kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup
berumah tangga.

 Memperluas persaudaraan

pernikahan dalam arti luasa tidak hanya menyatukan dan memperluas kekerabatan
diantara dua keluarga besar yaitu keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. terlebih
lagi jika terjadi pernikahan di luar suku, daerah maka kekerabatan akan semakin luas,
karena menyatukan kedua suku yang berbeda tradisi dan kebudayaan.

 Meningkatkan kesungguhan mencari nafkah

Nikah dapat mendorong seseorang terutama laki-laki untuk bersungguh-sungguh dalam


mencari rezeki yang banyak dan halal, sebab laki-laki lah yang harus bertanggung
jawab terhadap istri dan anak-anaknya, baik yang berkaitan dengan jasmani maupun
rohani mereka.

 Menciptakan keturunan yang baik


Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia
sekaligus merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran agama.

 Penyempurna Agama

Melaksanakan pernikahan berarti sudah menyempurnakan separuh dari agama sehingga


melengkapi takwa kita yang juga diimbangi dengan melakukan separuh ibadah lainnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang menikah maka berarti dia telah


menyempurnakan separuh agamanya. Maka bertaqwalah pada paruh yang lain”. Hal
senada telah diriwayatkan dari Anas ra, beliau berkata: “Apabila seorang hamba
menikah, maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT
untuk separuh sisanya“.

5. Syarat – Syarat Pernikahan

 Beragama Islam bagi mempelai Laki-laki dan Perempuan

Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-laki dan
perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang muslim
menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara Islam.

 Bukan Laki-laki mahram bagi calon Istri

pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang nggak


mempunyai ikatan darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai perempuan
merupakan mahrom mempelai laki-laki dari pihak ayah. Oleh karena itu mengecek
riwayat keluarga juga diperlukan sebelum terjadinya pernikahan.

 Mengetahui Wali akad nikah

Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang laki-laki,
mengetahui asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari mempelai
perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada syariat Islam,
terdapat wali hakim yang bisa menjadi wali dalam sebuah pernikahan.

 Tidak sedang melaksanakan Haji

Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan tetapi
saat seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk melakukan
pernikahan.
 Tidak Karena paksaan

Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena itu
pernikahan harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk hidup
bersama. Jika dahulu pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan, sekarang
pernikahan merupakan pilihan dari kedua mempelai untuk memulai hidup bersama.

6. Hukum Pernikahan

Menurut sebagian besar Ulama, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika
tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena
Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan
itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi
hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram,
tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

 Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah

Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental
maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera
menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW : Wahai para pemuda, jika diantara
kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah,
karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara
kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia
berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

 Pernikahan Yang Dihukumi Wajib

Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, maupun mental dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir
akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah.

 Pernikahan Yang Dihukumi Makruh

Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun
meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak.
 Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan
tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

7. Mahar

            Mahar atau maskawin adalah suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak
perempuan yang merupakan salah satu syarat sah dalam sebuah pernikahan atau
perkawinan. hukum memberikan mahar adalah wajib bagi laki-laki, walaupun mahar
bukan termasuk syarat atau rukun nikah. Mahar dalam sebuah pernikahan dianggap
penting karena selain diwajibkan oleh agama mahar juga merupakan tanda
kesungguhan dan penghargaan dari pihak laki-laki sebagai calon suami kepada calon
istrinya. namun pemberian mahar ini tidak berarti bahwa calon suami telah membeli
calon istrinya dari orang tuanya. karena sebesar apapun mahar yang diberikan oleh
calon suami tidak dapat disetarakan dengan harkat dan martabat seseorang.

Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 24:

ً‫ضة‬ َ ‫فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ِه ِم ْنه َُّن فَآتُوه َُّن ُأج‬
َ ‫ُوره َُّن فَ ِري‬

Artinya: “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah
maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-Nisa :24)

Pemberian mahar yang utama harus didasarkan kepada nilai dan manfaat yang
terkandung didalamnya. Karena islam menyerahkan masalah ini masing-masing sesuai
dengan kemampuan dan adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan syarat tidak
berbentuk sesuatu yang mendatangkan mudharat, membahayakan atau berasal dari
usaha yang haram.

8. Thalak ( Perceraian )

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi
dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud
melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan
ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan
penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan
mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan
perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.
9. Hukum Thalak

 Thalak yang hukumnya Wajib

Talak bisa menjadi wajib apabila ditemui beberapa kondisi berikut :

1. Jika suami isteri memiliki kemungkinan damai yang amat kecil atau sulit untuk
didamaikan melalui proses mediasi.
2. Sebelum perceraian terjadi biasanya ada dua orang wakil dari pihak suami atau
isteri yang akan membantu proses mediasi. Namun apabila mediasi ini gagal
maka cerai bisa menjadi wajib hukumnya.
3. Jika pengadilan menjatuhkan pendapat sekiranya talak lebih baik dijatuhkan
daripada meneruskan pernikahan. Jika suami tidak dapat mengucapkan talak
sementara talak wajib hukumnya maka suami akan berdosa.
4. Talak juga wajib hukumnya bagi suami yang meng-ila’ istrinya yakni suami
bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Masa ila ini ditangguhakn hingga
empat bulan dan apabila setelah empat bulan berlalu suami enggan kembali
kepada istrinya maka hakim berhak untuk memaksa suami mengikrarkan talak.

 Thalak Sunnah

Talak hukumnya sunnah apabila dijatuhkan kepada suami dengan ikhlas demi kebaikan
istrinya dan untuk mencegah kemudharatan apabila istrinya tetap tinggal bersamanya.
Biasanya hal ini terjadi apabila sebenarnya suami masih mencintai istrinya sementara
sang istri sudah tidak bisa mencintai suaminya sehingga berakibat istri tidak dapat
melakukan tugasnya dengan baik. Talak yang dijatuhkan suami demi kemaslahatan
istrinya hukumnya sunnah. Ada beberapa kondisi dimana talak hukumnya sunnah :

1. Suami tidak mampu menanggung nafkah istri baik secara lahir maupun secara
batin dan tidak mampu memenuhi kewajiban suami terhadap istri.
2. Isteri tidak dapat menjaga kehormatan serta harkat dan martabat dirinya atau
terdapat ciri-ciri istri yang durhakadalam dirinya. Istri yang seperti ini
sebenarnya bisa dihindari dengan mengetahui ciri wanita yang baik untuk
dinikahi.

 Thalak yang hukumnya Makruh

Talak hukumnya makruh jika suami menjatuhkan perkataan talak terhadap istrinya
tanpa sebab yang jelas dan keadaan rumah tangga yang baik-baik saja. Selain itu talak
juga hukunmya makruh apabila istri yang diceraikan memilki sifat yang baik dan taat
kepada suaminya serta memiliki ciri-ciri istri shalehah.

 Thalak yang hukumnya Mubah

Talak yang hukumnya mubah adalah talak dimana suami memiliki keinginan untuk
menceraikan istrinya dikarenakan sudah tidak mencintai istrinya atau jika sang istri
tidak dapat mematuhi suami serta berperangai buruk. Jika suami tidak dapat menahan
dan bersikap sabar maka talaq hukumnya mubah atau boleh dilakukan. Hal ini juga bisa
terjadi pabila suami lemah nafsunya atau istri yang tidak lagi subur ( belum datang
masa haid atau telah selesai masa haid)

 Thalak yang hukumnya Haram

Talak bisa menjadi haram apabila talak yang dijatuhkan suami tidak sesuai dengan
petunjuk syariat islam. Hal ini berarti, talak yang dijatuhkan pada kondisi dimana talak
tersebut dilarang untuk diucapkan. Kondisi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Suami menceraikan istri saat istri masih dalam masa haid.


2. Suami menjatuhkan talak pada istri setelah ia disetubuhi tanpa diketahui hamil
atau tidak.
3. Suami yang sedang sakit dan cerainya bertujuan supaya istri tidak mendapatkan
hak atas hartanya.
4. Suami mentalak istri dengan tiga talak sekaligus. Hal ini tidak sah meskipun jika
talak satu diucapkan tiga kali atau lebih.

10.  Masa Idddah

Masa ‘iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (‫ َّدة‬hh‫)الع‬
ِ yang
َ ْ‫[)اِإل ح‬1] . Dinamakan demikian karena seorang menghitung
bermakna perhitungan (‫صاء‬
masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan selesainya masa iddah. Menurut
istilah para ulama, masa ‘iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang
wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh
suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau
berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.

11. HIKMAH‘IDDAH
Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan masa ‘iddah,
diantaranya:
12. 1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.
2. Syariat Islam telah mensyariatkan masa ‘iddah untuk menghindari
ketidakjelasan garis keturunan yang muncul jika seorang wanita ditekan untuk
segera menikah.
3. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya
sebuah akad pernikahan.
4. Masa ‘iddah disyari’atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika
hendak memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus perceraian.
5. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan
lainnya apabila wanita yang dicerai sedang hamil.

Dalil dari al-Qur`ân yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ات يَت ََربَّصْ نَ بَِأ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍء‬
ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ [al-
Baqarah/2:228]

Sedangkan dalil dari sunnah banyak sekali, diantaranya :

‫َت تَحْ تَ زَ وْ ِجهَا تُ ُوفِّ َي َع ْنهَا َو ِه َي ُح ْبلَى فَ َخطَبَهَا‬ ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َّن ا ْم َرَأةً ِم ْن َأ ْسلَ َم يُقَا ُل لَهَا ُسبَ ْي َعةُ كَان‬
َ ‫ج النَّبِ ِّي‬ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ع َْن ِّم َسلَ َمةَ َزو‬
‫ال ثُ َّم‬
ٍ َ‫ت قَ ِريبًا ِم ْن َع ْش ِر لَي‬ hْ َ‫ت َأ ْن تَ ْن ِك َحهُ فَقَا َل َوهَّللا ِ َما يَصْ لُ ُح َأ ْن تَ ْن ِك ِحي ِه َحتَّى تَ ْعتَدِّي آ ِخ َر اَأْل َجلَي ِْن فَ َم ُكث‬ ْ َ‫َك فََأب‬
ٍ ‫َأبُو ال َّسنَابِ ِل بْنُ بَ ْعك‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل ا ْن ِك ِحي‬َ ‫ي‬ hْ ‫َجا َء‬
َّ ِ‫ت النَّب‬

Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang
wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan
hamil. Lalu Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah
dengannya. Ada yang berkata, “Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga
menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam
berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Menikahlah!” [HR al-Bukhâri no. 4906].

 
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

 Sehingga dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat


penting bagi manusia untuk berkembang biak, memiliki keturunan,
mempertahankan keberadaannya dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan
oleh Agama Islam sehingga kita bisa berkembang biak dengan baik dan benar
menurut Islam.

 Tanpa Pernikahan dan aturan-aturan Islam, maka manusia kemungkinan akan


berzina, berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas sehingga mereka akan
mirip seperti binatang yang selalu berganti-ganti pasangan.

 
DAFTAR PUSTAKA

Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian


Putih,2006

Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011

http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp

http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah

https://www.liputan6.com/citizen6/read/3873005/tujuan-pernikahan-dalam-islam-
kamu-yang-berniat-menikah-wajib-tahu

https://www.popbela.com/relationship/married/rosita-meinita/rukun-dan-syarat-sah-
nikah/full

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan

http://aldy-firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-pernikahan-dalam-agama-islam.html

https://thegorbalsla.com/syarat-dan-rukun-nikah/

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-talak-dalam-pernikahan

https://almanhaj.or.id/3668-masa-iddah-dalam-islam.html

https://www.muslimpintar.com/pengertian-mahar-dan-macam-macam-mahar-
pernikahan/
MAKALAH
TENTANG

PERNIKAHAN DALAM ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Guru Mapel : Rissa Supartika, S.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Sifa Nurul Hasanah


2. Sopariah
3.
4.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


DINAS PENDIDIKAN

SMAN 23 GARUT
Jl.Raya Bungbulang Jatigede Kec.Pakenjeng Kab Garut
Kode Pos 44164

Anda mungkin juga menyukai