Anda di halaman 1dari 6

Korupsi atau rasuah ( bahasa latin : curruptio dari kata corrumpere yang

bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok ) adalah


tindakan pejabat publik maupun politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain
yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang di kuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak. Dari sudut pandang hukum, tidak pidana
korupsi secara garis besar memenuhi unsure sebagai berikut :
 Pebuatan Melawan Hukum
 Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
 Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
 Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
 Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korupsi di pemerintahan dalam
bentuk pengesahan.
Penyebab terjadinya korupsi pun bermacam-macam, antara lain masalah
ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan
kebutuhan hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips yang
berlebihan pada orang-orang, budaya malu yang sangat rendah di indonesia,
sanksi hukum lemah dan tidak tegas yang tidak mampu menimbulkan efek jera
atau kapok pada orang yang melakukan kasus korupsi tersebut, penerapan hukum
yang tidak konsisten dari lembaga hukum yang ada, dan kurangnya pengawasan
hukum dari penegak hukum ataupun dari kesadaran masyarakan akan hukum yang
akan menimpa (Ka’bah, 2007)
Jenis tindak pidana ini di antaranya member atau menerima hadiah dan
janji, penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam
pengadaan dan menerima gratifikasi. Dalam artian luas korupsi adalah salah satu
penyalahgunaan kekuasaan yang di berikan. Semua bentuk pemerintah
pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.Dalam artian luas korupsi ini
berbeda-beda , dari orang yang paling ringan dalam bentuk penyalahgunaan
pengaruh dukungan untuk member dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi yang sangat berat di resmikan dan lainnya (Ka’bah, 2007)
Korupsi sangat merugikan bangsa dalam bentuk uang negara dengan
menyelewengkan dana baik untuk kepentingan pribadi maupun orang lain dan
korupsi juga merusak mental bangsa negara yang bisa menghancurkan suatu
bangsa. Tindakan korupsi merupakan suatu kegiatan yang salah yang harus
dimusnahkan dengan semakin ditegakkannya hukum di Indonesia dan
meningkatkan kesadaran untuk mencintai bangsa dengan anti terhadap korupsi.
Tindakan hukum yang dilakukan di Negara Indonesia terhadap kasus korupsi
nampaknya masih sangat kurang.Terbukti dengan sampai saat inimasih saja
bermunculan kasus korupsi khususnya yang dilakukan para pejabat DPR. DPR
merupakan Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya menjadi wakil rakyat dan
membela rakyat, bukan yang menyelewengkan dana rakyat untuk kepentingan
pribadi. Lalu jika sudah begitu akan dibawa kemana nasib rakyat? Jika pejabatnya
saja sudah lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejawabat tinggi saja. Tindak korupsi juga
sering dilakukan oleh dosen atau guru dan orang pada umumnya. Ketika
kewajiban mereka mengajar, mereka justru datang terlambat hingga berjam-jam

1
dengan berbagai macam alasan klasik,bukankan hal tersebut termasuk korupsi
waktu? Selain datang terlambat, sering kali mereka pulang lebih cepat dari aturan
jam kepulangan kerja. Misalnya saja aturan dari pemerintah jam pulang kerja
adalah pukul 15.00. Mereka pulang pukul 14.00 dengan alasan pekerjaan mereka
sudah beres. Aturan adalah aturan dan harus ditegakkan jika aturan tersebut
dilanggar berarti mereka telah melakukan korupsi. Mereka dibayar untuk bekerja
sampaipukul 15.00 tapi mereka justru pulang lebih awal. Korupsi adalah kegiatan
melawan hokum dengan menyalahgunakan wewenang yang tujuannya
memperkaya diridan orang lain dan  merugikan ekonomi Negara atau suatu
instansi
Berdasarkan Corruption Perception Index (CPI) yang diumumkan oleh
KPK, Indonesia mendapatkan skor 37 yang menempatkannya pada peringkat ke
102 dari 180 negara yang disurvei. Sehingga, Indonesia masih memiliki tantangan
serius khususnya pada dua hal.Kedua hal yang menjadi tantangan besar Indonesia
tersebut adalah korupsi politik dan penegakan hukum. Bahkan setiap tahun,
indikator penegakan hukum selalu berada di bawah rerata komposit CPI setiap
tahunnya. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan KPK di sektor politik,
episentrum korupsi di Indonesia adalah masih lemahnya sistem politik di
Indonesia, khususnya partai politik.Oleh karena itu, KPK berupaya memberikan
rekomendasi untuk melakukan perbaikan sistem politik, termasuk di dalamnya
pembenahan partai politik. Lebih lanjut, KPK juga melakukan upaya dalam
pencegahan korupsi di masa pandemi. KPK telah mendorong pentingnya
penguatan peran dan fungsi lembaga-lembaga pengawas.
Berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa (PBJ), KPK juga telah
menerbitkan panduan sebagai rambu untuk menghindari praktik mark-up,
benturan kepentingan, dan perbuatan lainnya.
Selanjutnya tidak memanfaatkan pelonggaran proses PBJ untuk korupsi. KPK
juga mendorong, agar terwujudnya sistem pemerintahan yang mengedepankan
transparansi dan akuntabilitas. ntuk mewujudkan hal tersebut, KPK membuka data
serta menyediakan saluran pengaduan masyarakat.
Nilai CPI merupakan gambaran kondisi korupsi di Indonesia yang masih harus
terus dibenahi.
Oleh karena itu, dibutuhkan aksi kolaboratif antara negara, masyarakat, dan
seluruh elemen bangsa, guna mewujudkan Indonesia yang terbebas dari korupsi.
Sikap permisif di tengah masyarakat dalam menilai praktik korupsi seperti
gratifikasi, menjadi tantangan tersendiri dalam memberantas korupsi. Karenanya,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara terus berupaya melakukan
pendekatan dan pelibatan masyarakat sipil, untuk membangun pola pikir dan
budaya antikorupsi.
Hal ini dikemukakan  Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar,saat menghadiri
undangan World Bank yang bertema, The The Launch Of World Bank’s Global
Report On ‘Enhancing Government Effectiveness And Transparency – Fight
Against Corruption’ pada Rabu (19/05) melalui media daring.
“Masyarakat Indonesia menolak dan membenci korupsi, tapi di sisi lain masih ada
sikap permisif dan standar ganda. Yaitu belum sepenuhnya paham mengenai

2
gratifikasi, dan konflik kepentingan. Membangun pola pikir antikorupsi dan nilai
integritas sedari dini sangat penting,” sebut Lili.
Pada diskusi tersebut Indonesia melalui KPK mendapat pertanyaan seputar
tantangan dan hambatan yang dihadapi serta peran serta masyarakat dalam
memerangi korupsi. Menjawab pertanyaan tersebut, Lili menjelaskan bahwa KPK
memiliki sejumlah program pelibatan masyarakat sipil.
“Masyarakat dan para pemangku kepentingan antikorupsi tidak hanya menjadi
obyek melainkan terlibat bersama kami mulai dari penyusunan program hingga
implementasinya. Peran masyarakat sipil, akademisi dan para ahli, serta para
penggiat anti korupsi sangat besar dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia,” terang Lili.
Dia menambahkan saat ini KPK menerapkan 3 pendekatan yaitu pendidikan
masyarakat, pencegahan dan penegakan hukum. Hal ini adalah pendekatan
holistik melalui pembangunan budaya anti korupsi, perbaikan sistem untuk
meminimalisir peluang tindak pidana korupsi, dan penanganan perkara korupsi
secara akuntabel dan mampu menciptakan efek jera.
“Sebagai contoh, KPK memiliki direktorat peran serta masyarakat, direktorat
kerjasama, sosialisasi dan kampanye, yang bergerak di berbagai lapisan, segmen
dan insersi pada sistem dan program masyarakat untuk membangun sistem
pencegahan korupsi yang komprehensif. Partisipasi public telah dan selalu akan
menjadi bagian dari strategi utama KPK dalam pencegahan dan edukasi
antikorupsi,” ungkap Lili.
Beban KPK dari waktu ke waktu semakin berat, berbagai tantangan internal dan
exsternal bersiap untuk mengadang kerja pemberantasan korupsi15, tantangan
tersebut di antaranya:
a. Konsolidasi oligarkhi, desentralisasi actor & wilayah korupsi;
b. Tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi
c. Revisi UU KPK;
d. Presiden yang tidak berpihak keapda KPK dan upaya pemberantasan korupsi;
e. Korupsi politik oleh oligarki nasional dan local;
f. Aparat penegak hukum yang masih korup;
g. Pembentukan hak angket yang bertujuan untuk menghambat kinerja KPK;
h. Memasukkan orang-orang bermasalah kedalam instansi KPK.
Tantangan untuk KPK Menghadapi realita dan fenomena korupsi yang
kuat di pusat, dan desentralisasi korupsi di daerah yang seringkali secara langsung
merugikan masyarakat, maka KPK sesungguhnya mendapat tantangan yang tidak
kecil. Selama ini KPK sudah berhasil menangani sejumlah kasus korupsi besar
yang dalam pandangan publik tidak mungkin pernah terpikirkan akan bisa
ditangani tanpa adanya KPK, seperti korupsi yang dilakukan oleh Menteri,
Gubernur Bank Indonesia, anggota DPR/DPRD, Kepala Daerah, bahkan bagian
dari keluarga Presiden RI.
Dalam perjalanannya, bentuk-bentuk tantangan berupa serangan balik
koruptor memiliki berbagai variasi, baik itu dilakukan melalui jalu-jalur hukum
maupun nonhukum. Di bawah ini akan dipaparkan daftar panjang serangan balik
koruptor kepada KPK;
a. Judicial Review UU KPK

3
Judicial Review atau uji materi ke MK yang dilancarkan oleh beberapa pihak
bertujuan mempreteli kewenangan KPK. Saldi Isra berpendapat bahwa, upaya
untuk menyerang KPK sudah berlangsung cukup lama, salah satu serangan paling
awal adalah menguji eksistensi UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK ke
Mahkamah Konstitusi (MK). Dari catatannya, Saldi Isra mengatakan hingga saat
ini, UU KPK telah hampir mencapai 20 kali diuji ke MK. Alasan pengujian pun
sangat beragam, mulai dari menguji legalitas keberadaan KPK,menguji pasal-
pasal tertentu yang berkaitan dengan wewenang KPK. Ujung dari penggunaan
jalur ke MK adalah bagaimana KPK lemah dan tak mampu lagi mengendus
perilaku korup terutama di lembaga-lembaga yang sebelum kehadiran UU No. 30
Tahun 2002 nyaris tak pernah tersentuh upaya penegakan hukum pemberantasan
korupsi. Beruntung, semua upaya tersebut gagal melemahkan KPK dan
membunuh KPK.
b. Revisi UU KPK
Bambang Widjojanto berpendapat, salah satu cara untuk menghancurkan
eksistensilembaga KPK adalah dengan melakukan “serangan legislasi” dengan
terus menerus mengajukan berbagai revisi perundangan yang tujuannya
mendelegitimasi eksistensi dan lingkup kewenangan KPK. Revisi UU KPK
merupakan upaya pelemahan KPK dengan cara yang seolah legal, tapi
sesungguhnya tidak legitimate (Widjojanto, 2016: xiii). Dalam draf revisi UU
KPK, terdapat beberapa ketentuan yang akan berimplikasi buruk kepada
kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi seperti; Pertama, pembentukan
dewan pengawas yang tertuang dalam pasal 37A hingga pasal 37F, konsep
pembentukan ini dinilai hanya akan melemahkan independensi KPK. Kedua,
penyadapan harus mendapat izin tertulis dari dewan pengawas selama 1x24 jam
serta penyadapan dapat dilakukan bila telah memenuhi bukti permulaan yang
cukup. Ketiga, KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan (SP3),
adanya ketentuan ini berpotensi membuka kesempatan bagi koruptor untuk
menghentikan kasus korupsi yang sedang berlangsung di KPK.Keempat, KPK
tidak bisa lagi melakukan rekrutmen penyidik dan penyelidik selain dari institusi
Polri dan Kejaksaan. Kelima, adanya usulan pembubaran KPK, dalam pasal lima
draf RUU KPK disebutkan bahwa, “Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk
untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan.” Maknanya,
setelah 12 tahun sejak disahkannya RUU KPK, maka KPK harus dibubarkan.

Hak Angket DPR untuk KPK Tidak perlu untuk berpikir lama bahwa Hak
Angket DPR untuk KPK adalah salah satu bentuk dari agenda serangan balik
koruptor, karena hak angket tersebut muncul tidak lama setelah KPK mengusut
korupsi KTP Elektronik yang diduga melibatkan banyak anggota DPR. Banyak
anggota dewan yang berkomentar bahwa dilakukannya hak angket adalah sebagai
bentuk penguatan institusi KPK dan pemberantasan korupsi yang lebih baik.Jelas
saja komentar tersebut sangat sulit diterima oleh akal sehat karena yang terlihat
justru sebaliknya. Secara yuridis jelas bahwa hak angket itu sendiri telah
bertentangan dengan hukum, namun tetap saja DPR ngotot untuk mengajukan
angket kepada KPK. Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara menyatakan bahwa
Hak Angket KPK itu error dalam hal subjek dan objek sebagaimana disebut dalam

4
pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 (Detik News, 2017). Akal yang sehat
tentu akan berpikir bahwa Hak Angket tersebut adalah upaya menyerang balik
untuk melemahkan KPK. d. Kriminalisasi Pimpinan dan Pegawai KPK Dalam
Black Law Dictionary dinyatakan bahwa “Criminalization it is the act or an
instance of making previously lawful lack kriminal. The by which a person
develop in to criminal. To make illegal to outlaw (criminalize). Dengan demikian,
batas-batas kriminalisasi, yaitu suatu perbuatan yang telah dilakukan oleh
seseorang, perbuatan pada saat dilakukan pada hakikatnya bukanlah perbuatan
pidana menurut aturan hukum yang berlaku, tapi perbuatan tersebut
dikembangkan menjadi perbuatan pidana (develop in to criminal act).Selama
kiprahnya dalam memberantas korupsi di indonesia, beberapa pimpinan KPK
pernah mengalami kriminalisasi. Pada tahun 2009 dua pimpinan KPK Bibit
Samad Rianto dan Candra Hamzah dikriminalisasi dengan dijerat pasal 23 UU
Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 421 KUHP Tentang Penyalahgunaan
Wewenang. Rekayasa krimanalisasi Bibit- Candra benar-benar terkuak ketika
rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah orang diputar di MK.
Rekaman yang berdurasi 4,5 jam itu terdiri dari 9 bagian yang berisi, mulai dari
Anggodo meminta bantuan Kejaksaan dalam mengkriminalisasi Bibit-Candra,
sampai rencana pembunuhan terhadap Chandra Hamzah. Selanjutnya adalah
kriminalisasi yang dialami Bambang Widjojanto atau lebih akrab dipanggil BW
selaku wakil ketua KPK.Ter- dapat sejumlah alasan kuat mengapa kasus BW
adalah kriminalisasi.Pertama, BW dijadikan tersangka lebih dahulu padahal
pasalnya (tindak pidananya) tidak diketahui secara pasti.Kedua, penangkapan BW
dinilai sebagai reaksi dari ditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka oleh
KPK. Ketiga, BW tiba-tiba saja ditangkap tanpa ada proses pemanggilan.
Keempat, adanya keterlibatan Kombes Viktor yang mana bukanlah penyidik
Bareskrim dalam penangkapan BW.Kelima, Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) baru dikirimkan sore hari setelah BW ditangkap.Keenam,
Sugianto S pihak yang berlawanan dengan Ujang merupakan klien BW yang
melaporkan kasus ini ke polisi, namun baru setelah 5 tahun kasus ini tiba-tiba
dibuka kembali.Ketujuh, Selama ini, Kepolisian banyak diadukan dengan
mayoritas kasus undue delay atau penundaan, namun untuk kasus BW Kepolisian
bergerak sangat cepat.Kedelapan, Polri menolak diadakannya Gelar Perkara
Khusus bagi kasus BW.Kesembilan, hampir berbarengan dengan BW dan
sesudahnya sejumlah orang yang merupakan tokoh antikorupsi dilaporkan ke
Bareksrim

5
DAFTAR PUSTAKA

https://tasikmalaya.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-061367298/korupsi-di-
indonesia-masih-mengkhawatirkan-kpk-tantangan-korupsi-politik-dan-
penegakan-hukum?page=2
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/2153-sikap-permisif-tantangan-
pemberantasan-korupsi
Ka’bah, R. (2007). Korupsi Di Indonesia. Jurnal Hukum & Pembangunan, 37(1),
77. https://doi.org/10.21143/jhp.vol37.no1.144

Anda mungkin juga menyukai