KELOMPOK 10
ALDO 190404083
FAKULTAS TEKNIK
MEDAN
TA. 2021/2022
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pembebanan
1.1.1. Umum
Efek beban merupakan gaya atau deformasi yang terjadi akibat beban yang
bekerja. Beban merupakan gaya atau aksi lainnya akibat berat seluruh bahan
bangunan, penghuni dan barang-barang yang dimilikinya, efek lingkungan,
perbedaan pergerakan, dan gaya kekangan akibat perubahan dimenesi.
Beban yang bekerja pada gedung dan struktur lain disebut sebagai beban
layan. Beban layan dapat diakibatkan oleh:
Merupakan beban yang diakibatkan oleh berat struktur itu sendiri atau
beban tambahan lainnya. Contoh beban sendiri adalah beban dari
struktur kayu. Sedangkan beban mati tambahan dapat berupa beban
atap.
b. Beban hidup
c. Beban lingkungan
Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang
terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap,
finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta
peralatan layan terpasang lain termasuk berat derek dan sistem pengangkut
material. Beba mati pada perencanaan struktur kayu kali ini adalah kayu struktur
dan atap.
Untuk berat jenis kayu diambil dari SNI 7973:2013 seperti pada tabel
dibwah ini.
Untuk keperluan desain, diambil jenis kayu Meranti dengan berat jenis kayu
0,63 . Berat jenis ini merupakan perbandingan berat kayu dengan berat air pada
volume yang sama. Apabila berat jenis air 9,81 kN /m3, maka berat isi kayu adalah
3
6,18 kN /m .
Untuk berat jenis atap, digunakan atap Onduline® 0.3 dengan spesifikasi
terdapat pada bagian 1.2.
1.1.2.2. Beban Hidup
Beban hidup adalah Beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni
bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan
beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir,
atau beban mati. Karena struktur yang direncanakan tidak memiliki penggunaan
lain, maka tidak terdapat beban hidup.
Beban hidup atap merupakan beban pada atap yang diakibatkan (1) selama
pemeliharaan oleh pekerja, peralatan, dan material, dan (2) selama masa layan
struktur akibat benda bergerak, seperti tanaman pot atau perlengkapan dekoratif
kecil serupa lainnya yang bukan terkait hunian. beban hidup terkait hunian pada
atap seperti area berkumpul di atap, atap dek dan atap vegetatif atau atap lansekap
pada area yang bisa dipakai, diperhitungkan sebagai beban hidup pada atap
daripada beban hidup atap. Beban hidup atap dapat dilihat pada SNI 1727:2020
seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini.
Beban hidup atap dapat direduksi sesuai dengan ketentuan SNI 1727:2020
dengan rumus dibawah ini.
Lr = beban hidup atap tereduksi per ft2 (m2) dari proyeksi horizontal yang
ditumpu oleh komponen struktur
L0 = beban hidup atap desain tanpa reduksi per ft2 (m2) dari proyeksi horizontal
yang ditumpu oleh komponen struktur
{} { }
1 A T ≤18,58 m2
R1= 1,2 −0,011 AT untuk 18,58 m 2< A T <55,74 m2 (1.2)
0,6 A T ≥55,74 m2
{} { }
1 F≤ 4
R2= 1,2 −0,05 F untuk 4< F <12 (1.3)
0,6 F ≥ 12
Dimana,
AT = luas tributari dalam ft2 (m2) yang didukung oleh setiap komponen struktural
F = jumlah peninggian dalam in. per foot (dalam SI: F = 0,12 x kemiringan
(slope), dengan kemiringan dinyatakan dalam persentase), dan untuk atap
lengkung atau kubah, F = rasio tinggi terhadap bentang dikalikan dengan 32
Nilai AT diperoleh dari luas pembebanan yang ditahan oleh gording. Nilai
tersebut diperoleh dari penjumlahan setengah jarak antar gording. Luas tributari
dapat dilihat pada bagian 1.3.4.
AT =1,403 × 4=1,603m2
R1=1−0,011 A T =0,9824
R2=1,2−0,05 F=0,8945
Dengan beban hidup atap tanpa reduksi sebesar 0,96 kN /m2 (dari tabel
diatas dan faktor reduksi yang telah diketahui, maka beban hidup atap dapat
diperoleh dari persamaan 1.1,
2
Lr =L0 R1 R2=0,8436 kN /m
1.1.2.3. Beban Hujan
Setiap bagian dari atap harus dirancang untuk mampu menahan beban dari
air hujan yang terakumulasi apabila sistem drainase primer pada bagian tersebut
terhambat ditambah beban merata akibat kenaikan air di atas lubang masuk sistem
drainase sekunder pada aliran desainnya. Persamaan yang dapat digunakan untuk
menetukan beban hujan adalah:
R=0,0098(d s + d h) (1.4)
Dimana:
Maka dari itu, beban hujan dapat ditentukan dari persamaan 1.4, yakni
sebesar,
2
R=0,0098 ( d s +d h ) =0,245 kN /m
Bangunan gedung dan struktur lain, termasuk Sistem Penahan Gaya Angin
Utama (SPGAU) dan seluruh Komponen dan Klading (K&K) gedung, harus
dirancang dan dilaksanakan untuk menahan beban angin. Didalam soal, telah
ditentukan besar beban angin yang bekerja pada struktur. Beban angin yang bekerja
adalah 35 kg /m2 . Apabila percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s 2, maka beban angin
yang bekerja dapat dikonversi menjadi 0,343 kN /m2. Akan tetapi, disini juga akan
dijelaskan mengenai prosedur untuk mendapatkan beban angin sesuai peraturan
yang berlaku.
b) Koefisien topografi (K zt )
Kategori eksposur
q h=0,613 K d K zt K e K z V
2
(1.6)
Faktor efek hembusan angin untuk suatu bangunan gedung dan struktur
lain yang kaku boleh diambil sebesar 0,85. Akan tetapi, bila perlu, SNI
1727:2020 juga mengatur tentang besarnya faktor efek hembusan angin.
Kasus beban C NW C NL
A 1,22 0,22
B -0,16 -0,68
p=qh GC N (1.7)
Dari hasil perhitungan diatas, didapat beban angin tekan (mengarah atap)
sebesar 0,387 kN /m2 dan beban angin hisap (menjauhi atap) sebesar
2
−0,216 kN /m . Akan tetapi, untuk keperluan desain, tetap akan digunakan beban
angin sesuai soal yaitu sebesar 0,343 kN /m2.
1.1.3.1. Umum
D = Beban mati
L = Beban hidup
Lr = Beban hidup atap
R = Beban hujan
S = Beban salju
W = Beban angin
Umumnya, beban salju tidak diperhitungkan untuk kondisi iklim di
Indonesia. Kombinasi pembebanan DFBK dan DTI dapat dilihat pada bagian
selanjutnya.
1) 1,4 D
2) 1,2 D+ 1,6 L+ 0,5 ( Lr atau S atau R )
5) 0,9 D+1,6 W
Spesifikasi didapat melalui website resmi merek atap tersebut. Untuk atap
Onduline® dengan ketebalan 3 mm, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Dari spesifikasi diatas berat atap adalah 3,4 kg /m2 atau 0,033354 kg/m2. Jarak antar
gording minimal sesuai spesifikasi atap adalah 45 cm. Apabila disesuaikan dengan
gambar rencana, maka didapat jarak antar gording yang digunakan adalah 40,08 cm.
Gambar susunan gording dapat dilihat pada gabar bagian 1.3.4.
1.3. Sketsa Geometri Atap
PERENCANAAN GORDING
2.1.1. Umum
Akan tetapi, beban yang telah kita tentukan sebelumnya memiliki bentuk
yang berbeda-beda. Oleh karenanya, semua beban yang kita tentukan akan dirubah
kedalam kN /m panjang gording. Artinya, semua beban yang telah kita cari dalam
bentuk kN /m2 akan dikali dengan lebar pembebanannya (lebar tributari).
Untuk beban mati, beban hidup atap dan beban hujan, beban dihitung
dengan mempertimbangkan dua arah. Hal ini dikarenakan beban yang bekerja
menuju arah gravitasi sedangkan atap yang digunakan miring. Ilustrasi
pembebanan dapat dilihat pada gambar bagian 1.3.3. untuk beban angin, beban
yang dihitung hanya terhadap sumbu y karena gaya yang bekerja tegak lurus
terhadap atap.
1,4 D = 0,067 kN /m
1,2 D+ 1,6 L+ 0,5 ( Lr ) = 0,134 kN /m
1,2 D+ 1,6 ( Lr ) + ( L atau 0,8 W ) = 0,303 kN /m
1,2 D+ 1,6W + L+ 0,5( Lr ) = 0,134 kN /m
0,9 D+1,6 W = 0,043 kN /m
1,4 D = 0,132 kN /m
1,2 D+ 1,6 L+ 0,5 ( Lr ) = 0,264 kN /m
1,2 D+ 1,6 ( Lr ) + ( L atau 0,8 W ) = 0,705 kN /m
1,2 D+ 1,6W + L+ 0,5( Lr ) = 0,484 kN /m
0,9 D+1,6 W = 0,305 kN /m
Analisis struktur didapat dari hasil kombinasi beban yang telah dihitung
sebelumnya. Pada kombinasi beban sebelumnya, terdapat dua arah beban yang bekerja.
Untuk menghitung M ux dan V ux digunakan kombinasi beban arah sb-y. sedangkan
untuk M uy dan V uy digunakan kombinasi beban arah sb-x.
wl 0,705(4)
V ux = = =0,353 kN
8 8
wl 0,303( 4)
V uy = = =0,152 kN
8 8
2.3. Perencanan Lentur
Mutu yang digunakan untuk perencanaan gording ini adalah E16 Mutu A.
untuk nilai desain dan modulus elastisitas lentur acuan dapat dilihat pada tabel
dibawah.
2.3.3. Menentukan Faktor Koreksi
R B=
√ le d
b
2
=10,22
Rasio kelangsingan untuk komponen lentur, R B, tidak boleh lebih dari 50.
Kemudian, ditentukan nilai F b ' dan F bE.
'
F b=F b × C M × Ct × C F ×C i × Cr × K F × ∅ b × λ=17,62 MPa
√[ ]
2
( ) ( )
F bE F bE
1+ ' '
'
1+( F bE /F b ) F b Fb
C L= − − =0,99
1,9 1,9 0,95
Dicari terlebih dahulu nilai desain terfaktor untuk batang lentur sebagai
berikut:
Mx = S x × F b=5,24 kNm
M x > M ux (OK !)
My = S y × F b=3,49 kNm
M y > M uy (OK !)
Dari hasi perhitungan nominal diatas, maka didapat kontrol tahanan lentur
terhadap resultan arah gaya.
M ux M uy
+ <1
Mx M y
0,443<1(OK !)
Dicari terlebih dahulu nilai desain terfaktor untuk geser sebagai berikut:
Setelah didapat nilai desain terfaktor, maka ditentukan geser nominal yang
terjadi pada batang baik terhadap sb-x maupun sb-y.
2
V' × F v ' ×b × d=30,21 kNm
= 3
Dari hasi perhitungan nominal diatas, maka didapat kontrol tahanan geser
terhadap resultan arah gaya.
V ux V uy
+ <1
V' V'
0,027<1(OK !)
b g hg 3
I x= =28125000 mm4
12
3
hg b g 3
I y= =12500000 mm
12
√
∆= ( ∆x ) + ( ∆ y ) =10,631 mm
2 2
L 4000
∆ izin= = =13,333 mm
300 300
∆ <∆izin (OK !)
BAB III
Identifikasi titik buhul (joint) dan komponen batang (member) perlu dilakukan
sebelum melakukan analisa struktur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bentuk dan
ukuran rangka kuda-kuda atap yang akan digunakan. Titik buhul dan komponen batang
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Dari hasil penggambaran diatas, diketahui jumlah titik buhul yang ada pada
rangaka kuda-kuda atap diatas sebanyak 8 titik. Sedangkan jumlah komponen batang
ada sebanyak 13 buah. data ukuran dari masing-masing komponen batang tersebut
dapat dilihal pada tabel dibawah ini.
Tinggi h = 0,18 m
Lebar b = 0,12 m
Luas Penampang A = h × b=0,0216 m 2
Apabila berat jenis kayu sebesar γ w =6,18 kN / m3, maka berat kayu per
satuan panjang adalah,
q=γ w × A=0,133 kN /m
P S1 = 0,33372 kN
P S2 = 0,33372 kN
P S3 = 0,33372 kN
P S4 = 0,33372 kN
P S5 = 0,37456733 kN
P S6 = 0,37456733 kN
P S7 = 0,37456733 kN
P S8 = 0,37456733 kN
P S9 = 0,17006371 kN
P S10 = 0,37456733 kN
P S11 = 0,34012742 kN
P S12 = 0,37456733 kN
P S13 = 0,17006371 kN
Beban yang dipikul masing-masing titik buhul adalah setengah dari beban
batang pada titik buhul tersebut. Maka dari itu, didapat beban mati sendiri disetiap
titik buhul adalah,
P MS A = 0,35414366 kN
P MS B = 0,41875186 kN
P MS C = 0,87835104 kN
P MS D = 0,41875186 kN
P MS E = 0,35414366 kN
P MS F = 0,64688285 kN
P MS G = 0,54463104 kN
P MS H = 0,64688285 kN
P=qw × L=0,3708 kN
Banyak gording yang dipikul masing-masing titik buhul dapat dilihat pada
tabel dibawah ini,
Banyak gording di A = 4
Banyak gording di F = 7
Banyak gording di G = 8
Banyak gording di H = 7
Banyak gording di E = 4
PG A = 1,4832 kN
PG F = 2,5956 kN
PG G = 2,9664 kN
PG H = 2,5956 kN
PG E = 1,4832 kN
Diketahui berat jenis atap adalah γ r =0,033 kN /m2. Apabila jarak antar
rangka atap adalah L=4 m, maka berat atap per atuan lebar adalah,
q r=γ r × L=0,133 kN / m
Lebar yang dimaksud adalah lebar atap yang dipikul setiap titik buhul. Titik
buhul A dan E merupakan buhul eksterior karena terletak paling luar, sedangakan
buhul F, G dan H adalah buhul interior. Lebar pembebanan tersebut bisa dilihat
dibawah,
Lebar Pembebanan Buhul eksterior = 1,403 m
Lebar Pembebanan Buhul interior = 2,806 m
Berat atap yang diketahui dikali dengan lebar pembebanan diatas. Maka
dari itu, didapat beban atap pada masing-masing titik buhul adalah,
Pr A = 0,1872 kN
Pr F = 0,3744 kN
Pr G = 0,3744 kN
Pr H = 0,3744 kN
Pr E = 0,1872 kN
Diketahui berat hidup atap adalah γ Lr=0,844 kN /m2. Apabila jarak antar
rangka atap adalah L=4 m, maka berat hidup atap per atuan lebar adalah,
q Lr =γ Lr × L=3,374 kN /m
P Lr A = 4,7343 kN
P Lr F = 9,4686 kN
P Lr G = 9,4686 kN
P Lr H = 9,4686 kN
P Lr E = 4,7343 kN
Diketahui berat hujan adalah γ R=0,245 kN /m2 . Apabila jarak antar rangka
atap adalah L=4 m, maka berat hujan per atuan lebar adalah,
q R =γ R × L=0,98 kN /m
Lebar pembenan titik buhul adalah,
PR A = 1,3749 kN
PR F = 2,7499 kN
PRG = 2,7499 kN
PR H = 2,7499 kN
PR E = 1,3749 kN
3.2.4. Beban Angin
Apabila berat beban angin adalah γ W =0,343 kN /m 2 dan jarak antar rangka
atap adalah L=4 m, maka berat angin tekan per atuan lebar adalah,
q W =γ W × L=0,192 kN /m
PW A = 0,2695 kN
PW F = 0,5390 kN
PW G = 0,2695 kN
PW A x = 0,24011578 kN
PW F x = 0,48023156 kN
PW Gx = 0,24011578 kN
PW A y = 0,12234510 kN
PW F y = 0,24469020 kN
PW G y = 0,12234510 kN
C 2=−0,4
Apabila berat beban angin adalah γ W =0,343 kN /m2 dan jarak antar rangka
atap adalah L=4 m, maka berat angin tekan per atuan lebar adalah,
q W =γ W × L=−0,549 kN /m
PW G = -0,76997 kN
PW H = -1,53993 kN
PW E = -0,76997 kN
Karena beban angin membentuk sudut terhadap sumbu horizontal sebesar
sudut kemiringan atap, maka beban angin dapat diuraikan menjadi,
PW Gx = -0,6860451 kN
PW H x = -1,3720902 kN
PW E x = -0,6860451 kN
PW G y = -0,3495574 kN
PW H y = -0,6991149 kN
PW E y = -0,3495574 kN
3.3.1. Umum
Beban yang bekerja terdiri dari beban mati sendiri, beban gording, beban
atap, beban hidup atap, beban hujan dan beban angin.
Gambar 3.6. define load patterns
a. 1,4 D
b. 1,2 D+ 0,5 L r
c. 1,2 D+ 0,5 R
Gambar 3.9. kombinasi beban 3
Setelah ditentukan beban yang bekerja, maka dimasukkan nilai beban yang bekerja
tersebut pada titik buhul. Beban yang bekerja berupa beban terpusat. Gambar
beban-beban tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah.
Kombinasi 1
Kombinasi 2
Kombinasi 3
Kombinasi 4a
Kombinasi 4b
Kombinasi 5a
Kombinasi 5b
Kombinasi 6a
Kombinasi 6b
Kombinasi 7a
Kombinasi 7b
Kombinasi 8a
Kombinasi 8b
Gaya tekan dan tarik diambil dari kombinasi yang menghasilkan gaya terbesar.
Dari hasil analisis, didapat kombinasi beban 4a dan 4b menghasilkan gaya yang
terbesar.
Kombinasi 4a
Kombinasi 4b
Data desain untuk perencanaan batang tarik dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
CM = 1 (Kering udara)
Ct = 1 (¿ 38 ℃)
CF = 1 (Faktor koreksi ukuran standar)
CI = 0,8 (Faktor tusukan)
KF = 2,7 (Tabel 4.3.1)
ϕt = 0,8 (Tabel 4.3.1.)
λ = 0,8 (untuk kombinasi beban 4, digunakan 0,8)
4.1.3. Menentukan Kuat Tarik Terkoreksi
Kuat tarik desain acuan yang didapat pada data desain harus dikali dengan
faktor koreksinya. kuat tarik sejajar serat untuk kayu mutu A didapat sebagai
berikut,
F 't=F t ×C M ×C t ×C F × C I × K F × ϕ t × λ
'
F t=14,598 MPa
4.1.4. Kontrol Tahanan Tarik
d = 150 mm
L = 100 mm
Ag = 15000 mm2
Ag 2
An = =12000 mm
1,25
T 'u=58,36 kN
d = 120 mm
L = 100 mm
Ag = 12000 mm2
Luas netto dapat dicari dengan,
Ag 2
An = =9600 mm
1,25
Data desain untuk perencanaan batang tarik dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Batang tekan pada struktur rangka atap dianggap memiliki perletakan sendi-
sendi. Maka dari itu besarnya koefisien panjang tekuk untuk desain adalah K e =1.
Panjang tekuk dan rasio kelangsingan selanjutnya dapat dihitung sebagai berikut,
Le 1=¿ 2805,82 mm
Le 2=¿ 2805,82 mm
Le 1
=¿ 18,70
d1
Le 2
=¿ 28,06 ¿ 50 OK !
d2
Batang S9 dan S13
Le 1=¿ 1273,81 mm
Le 2=¿ 1273,81 mm
Le 1
=¿ 12,74
d1
Le 2
=¿ 12,74 ¿ 50 OK !
d2
Batang S10 dan S12
Le 1=¿ 2805,82 mm
Le 2=¿ 2805,82 mm
Le 1
=¿ 23,38
d1
Le 2
=¿ 28,06 ¿ 50 OK !
d2
Untuk F c
CM = 1 (Kering udara)
Ct = 1 (¿ 38 ℃)
CF = 1 (Faktor koreksi ukuran standar)
CI = 0,8 (Faktor tusukan)
CP = Dicari
KF = 2,7 (Tabel 4.3.1)
ϕc = 0,8 (Tabel 4.3.1.)
λ = 0,8 (untuk kombinasi beban 4, digunakan 0,8)
CM = 1 (Kering udara)
Ct = 1 (¿ 38 ℃)
CI = 0,8 (Faktor tusukan)
CT = 1,22
KF = 2,7 (Tabel 4.3.1)
4.2.4. Menentukan Kuat Tekan
Kuat tekan sejajar serat untuk kayu mutu A didapat sebagai berikut,
GAMBAR