Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KAJIAN KEBAHASAAN SEKOLAH DASAR

Dosen Pengampu :

Dra. Elvia sukma, M.Pd.,Ph.D.


Nana Fauzan Azima M.pd.

Disusun Oleh:

Muhammad Dzulkifli
Mutia Casadilla
Mutiara Wardifa
Nabila Muchmaina

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat petunjuk
dan bimbingan-Nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah dengan tema konteks
penggunaan Bahasa fonologi yang berisi pemahaman materi bagi siswa sebagai
saran belajar agar siswa lebih aktif dan kreatif.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali mengalami bayak
kesulitan karena kurangnya ilmu pengetahuan. namun berkat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan meskipun
banyak kekurangan. penulis menyadari sebagai seorang pelajar yang
pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang positif untuk ksempurnaan makalah ini.
Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan
digunakan sebagai bahan pembelajaran di masa yang akan datang. Amiin

Padang, 04 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 4
BAB II.............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 5
2.1 Dasar Dasar fonologi ....................................................................................................... 5
BAB III .......................................................................................................................................... 17
PENUTUP ..................................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai bahasa


Indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya terbawa ke dalam tuturan bahasa
Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi
dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak, Bugis, Sunda dan lain-lain. Hal ini
dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa
daerah masing-masing. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi
tertentu, seperti dalam kegiatan-kegiatan resmi.
Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar,
istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah “huruf” walaupun yang
dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya merupakan istilah yang berbeda,
untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan penyesuaian dalam segi
penerapannya. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal atau fonem baku
dalam bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu
dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa dasar dasar fonologi?
2) Apa itu fonetis?
3) Apa itu fonemis?

1.3 Tujuan Penulisan


4) Untuk mengetahui dan memahami dasar fonologi
5) Untuk mengetahui dan memahami fonetis
6) Untuk mengetahui dan memahami fonemis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Dasar fonologi


Sebelum diuraikan mengenai fonologi, terlebih dahulu dibahas mengenai
struktur. Struktur adalah penyusunan atau penggabungan unsur-unsur bahasa
menjadi suatu bahasa yang berpola.
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti
‘bunyi‘ dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan
sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan,
dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi
adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi–bunyi bahasa menurut
fungsinya. Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah
bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Dengan demikian, fonologi adalah sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat
juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa.
• Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi
Fonologi dalam tataran ilmu bahasa terdiri atas:
• Fonetik
Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran yang
dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap. Menurut
Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik diartikan bidang linguistik tentang
pengucapan (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sistem bunyi suatu bahasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang
membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana
bunyi itu dihasilkan. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa
itu menjadi tiga jenis fonetik yaitu:
1. Fonetik artikulatoris
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis,
mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam
menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
Pembahasannya antara lain meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam
memproduksi dalam bahasa itu, mekanisme arus udara yang digunakan dalam
memproduksi bunyi bahasa, bagaimana bunyi bahasa itu dibuat, mengenai
klasifikasi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria yang digunakan, mengenai
silabel, dan juga mengenai unsur-unsur atau ciri-ciri supresegmental, seperti
tekanan, jeda, durasi dan nada.
2. Fonetik akustik
Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena
alam. Objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain
membicarakan: gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika
merambat di udara, spektrum, tekanan, dan intensitas bunyi. Juga mengenai skala
desibel, resonansi, akustik produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu. Kajian
fonetik akustik lebih mengarah kepada kajian fisika daripada kajian linguistik,
meskipun linguistik memiliki kepentingan didalamnya.
3. Fonetik auditoris
Fonetik auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima oleh
telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Dalam hal ini
tentunya pambahasan mengenai struktur dan fungsi alat dengar, yang disebuttelinga
itu bekerja. Bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu, sehingga bisa
dipahami. Oleh karena itu, kajian fonetik auditoris lebih berkenaan dengan ilmu
kedokteran, termasuk kajian neurologi.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik
adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah
bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan
fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika yang dilakukan setelah bunyi-
bunyi itu dihasilkan dan sedang merambat di udara. Kajian mengenai frekuensi dan
kecepatan gelombang bunyi adalah kajian bidang fisika bukan bidang linguistik.
Fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran daripada linguistik. Kajian
mengenai struktur dan fungsi telinga jelas merupakan bidang kedokteran.
• Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut, fonemik
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1) Bidang linguistik
tentang sistem fonem. (2) Sistem fonem suatu bahasa. (3) Prosedur untuk
menentukan fonem suatu bahasa.
Jika dalam fonetik mempelajari berbagai macam bunyi yang dapat dihasilkan
oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam
fonemik mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran
yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat
atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u] dan
[r], [a], [b] dan [u]. Jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang
pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu
fonem /l/ dan fonem /r/.
Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi
ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang
lingusitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.
1. Fonologi dalam cabang morfologi
Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata sering
memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar
{butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta diucapkan
[butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks
{-kan}.
2. Fonologi dalam cabang sintaksis
Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan
dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri?(kalimat tanya), dan
kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari
dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut
dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang
intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud
kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.
3. Fonologi dalam cabang semantik
Bidang semantik yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun
memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata
dapat divariasikan dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras] akan
bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi
[dudU?], [dUdU?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna. Hasil analisis
fonologislah yang membantunya.
• Fonem-Fonem Bahasa Indonesia
o Pengertian Fonem
Supriyadi (1992) berpendapat bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan
kebahasaan yang terkecil. Santoso (2004) menyatakan bahwa fonem adalah setiap
bunyi ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran
yang membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena
belum mengandung arti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) tertulis
bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu
menunjukkan kontras makna. Misalnya /b/ dan /p/ adalah dua fonem yang berbeda
karenabara dan para beda maknanya. Contoh lain: mari, lari, dari, tari, sari jika satu
unsur diganti dengan unsur lain, maka akan membawa akibat yang besar yakni
perubahan makna.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang
bersifat fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna.
Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti.
• Perbedaan Fonem dan Huruf
Dalam bidang linguistik, huruf sering diistilahkan dengan grafem. Fonemadalah
satuan bunyi bahasa yang terkecil yang dapat membedakan arti. Sedangkan huruf
(grafem) adalah gambaran dari bunyi (fonem), dengan kata lain, huruf adalah
lambang fonem. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) bahwa huruf adalah
tanda aksara dalam tata tulis yang merupakan anggota abjad yang melambangkan
bunyi bahasa.
Susunan Jumlah Susunan Jumlah Kata yang
Fonem Fonem Huruf Huruf Terbentuk
/adik/ 4 Adik 4 Adik
/iɳat/ 4 Ingat 5 Ingat
/pantay/ 5 Pantai 6 Pantai
Perhatikan struktur fonologis dari contoh kata dasar berikut.

1. Nyanyi

nyanyi

nya nyi

ny a ny i

1. Syukur

syukur

syu kur

sy u k u r

• Sistem Fonologi dan Alat Ucap

Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang


terdiri atas: (a) fonem vokal 6 buah (a, i. u, e, ∂, dan o), (b) fonem diftong
3 buah, dan (c) fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s,
h, r, l,w, dan z).

Bentuk-bentuk fonem suatu bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
dibahas dalam bidang fonetik. Terkait dengan hal itu, Samsuri (1994)
menyatakan secara fonetis bahasa dapat dipelajari secara teoritis dengan
tiga cara, yaitu:

1. Bagaimana bunyi-bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap manusia


2. Bagaimana arus bunyi yang telah keluar dari rongga mulut dan /atau
rongga hidung si pembicara merupakan gelombang-gelombang bunyi
udara
3. Bagaimana bunyi itu diinderakan melalui alat pendengaran dan syaraf si
pendengar
Cara pertama disebut fisiologis atau artikuler, yang kedua disebut akustis
dan yang ketiga auditoris.

Dalam bahasan struktur fonologis cara pertamalah yang paling mudah,


praktis, dapat diberikan bukti-bukti datanya. Hampir semua gerakan alat-
alat ucap itu dapat kita periksa, paru-paru, sekat rongga dada, tenggorokan,
lidah dan bibir.

Alat ucap dibagi menjadi dua macam:

1. Artikulator; adalah alat-alat yang dapat digerakkan/ digeser ketika bunyi


diucapkan
2. Titik Artikulasi; adalah titik atau daerah pada bagian alat ucap yang dapat
disentuh atau didekati

Fonem-fonem yang dihasilkan karena gerakan organ-organ bicaraterhadap


aliran udara dari paru-paru sewaktu seseorang mengucapkannya.Jika bunyi
ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka bunyi
atau fonem yang dihasilkan adalah vokal. Selanjutnya jika bunyi ujaran
ketika udara keluar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah
bunyi konsonan.

• Jenis-jenis Fonem

1. Fonem vokal

Nama-nama fonem vokal yang ada dalam bahasa Indonesia adalah:

1. /i/ vokal depan, tinggi, tak bundar


2. /e/ vokal depan, sedang, atas, tak bundar
3. /a/ vokal depan, rendah, tak bundar
4. /∂/ vokal tengah, sedang, tak bundar
5. /u/ vokal belakang, atas, bundar
6. /o/ vokal belakang, atas, bundar

Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari hal berikut.


1. Tinggi rendahnya posisi lidah

Berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah bunyi-bunyi vokal dapat


dibedakan atas:

• vokal tinggi atas, seperti bunyi [i] dan [u]


• vokal tinggi bawah, seperti bunyi [I] dan [U]
• vokal sedang atas, seperti bunyi [e] dan [o]
• vokal sedang bawah, seperti bunyi [ɛ] dan [‫]ﬤ‬
• vokal sedang tengah, seperti bunyi [∂]
• vokal rendah, seperti bunyi [a]

1. Maju mundurnya lidah

Berdasarkan maju mundurnya lidah bunyi vokal dapat dibedakan atas:

• vokal depan, seperti bunyi [i], [e], dan [a]


• vokal tengah, seperti bunyi [∂]
• vokal belakang, seperti bunyi [u] dan [o]

Berkenaan dengan penentuan bunyi vokal berdasarkan posisi lidah ada


konsep yang disebut vokal kardinal (Jones 1958:18), yang berguna untuk
membandingkan vokal-vokal suatu bahasa di antara bahasa-bahasa lain.
Konsep vokal kardinal ini menjelaskan adanya posisi lidah tertinggi,
terendah, dan terdepan dalam memproduksi bunyi vokal itu. Bunyi vokal
[i] diucapkan dengan meninggikan lidah depan setinggi mungkin tanpa
menyebabkan terjadinya konsonan geseran. Vokal [a] diucapkan dengan
merendahkan pangkal lidah sebawah mungkin. Vokal [u] diucapkan
dengan menaikkan pangkal lidah setinggi mungkin.

1. Struktur

Struktur pada bunyi vokal adalah jarak antara lidah dengan langit-langit
keras (palatum). Maka, berdasarkan strikturnya bunyi vokal dapat
dibedakan menjadi:
• Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah
diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara
lain [i], [u].
• Vokal semi tertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah
diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di
atas vokal terbuka. Vokal semi tertutup antara lain [e], [∂], dan [o].
• Vokal semi terbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah
diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di
bawah vokal tertutup. Vokal semi terbuka antara lain [ɛ] dan [‫]ﬤ‬.
• Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah
dalam posisi serendah mungkin. Vokal terbuka adalah [a].

1. Bentuk mulut

Berdasarkan bentuk mulut sewaktu bunyi vokal itu diproduksi dapat dibedakan:

• Vokal bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut


membundar. Dalam hal ini ada yang bundar terbuka seperti bunyi [‫]ﬤ‬, dan yang
bundar tertutup seperti bunyi [o] dan bunyi [u].

• Vokal tak bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak
membundar, melainkan terbentang melebar, seperti bunyi [i], bunyi [e], dan bunyi
[ɛ].

• Vokal netral, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak
bundar dan tidak melebar, seperti bunyi [a]

Berdasarkan keempat kriteria diatas, maka nama-nama vokal dapat disebutkan


sebagai berikut:

[i] adalah vokal depan, tinggi (atas), tak bundar, tertutup.

[I] adalah vokal depan, tinggi (bawah), tak bundar, tertutup.

[u] adalah vokal belakang, tinggi (atas), bundar, tertutup.


[U] adalah vokal belakang, tinggi (bawah), bundar, tertutup.

[e] adalah vokal depan, sedang (atas), tak bundar, semi tertutup.

[ɛ] adalah vokal depan, sedang (bawah), tak bundar, semi terbuka.

[∂] adalah vokal tengah, sedang, tak bundar, semi tertutup.

[o] adalah vokal belakang, sedang (atas), bundar, semi tertutup.

[‫ ]ﬤ‬adalah vokal belakang, sedang (bawah), bundar, semi terbuka.

[a] adalah vokal belakang, rendah, netral, terbuka.

2. Fonem Diftong

Fonem diftong yang ada dalam bahasa Indonesia adalah fonem diftong /ay/,
diftong /aw/, dan diftong /oy/. Ketiganya dapat dibuktikan dengan pasangan
minimal.

/ay/ gulai x gula (gulay x gula)

/aw/ pulau x pula (pulaw x pula)

/oi/ sekoi x seka (s∂koy x seka)

Adapun klasifikasi diftong adalah sebagai berikut:

1. Diftong naik, terjadi jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah
menjadi lebih tinggi daripada yang pertama.

Contoh:

[ai] <gulai>

[au] <pulau>

[oi] <sekoi>
[∂i] <esei>

1. Diftong turun, terjadi bila vokal kedua diucapkan dengan posisi lebih
rendah daripada yang pertama. Dalam bahasa Jawa ada diftong turun contohnya:

[ua] pada kata <muarem> ‘sangat puas’

[uo] pada kata <luoro> ‘sangat sakit’

[uɛ] pada kata <uelek> ‘sangat jelek’

1. Diftong memusat, terjadi bila vokal kedua diacu oleh sebuah atau lebih
vokal yang lebih tinggi, dan juga diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih
rendah. Dalam bahasa Inggris ada diftong [oα] seperti pada kata <more> dan kata
<floor>. Ucapan kata <more> adalah [mo∂] dan ucapan kata <floor> adalah
[flo∂].

2. Fonem Konsonan

Nama-nama fonem konsonan bahasa Indonesia adalah

/b/ konsonan bilabial, hambat, bersuara

/p/ konsonan bilabial, hambat, tak bersuara

/m/ konsonan bilabial, nasal

/w/ konsonan bilabial, semi vokal

/f/ konsonan labiodentals, geseran, tak bersuara

/d/ konaonan apikoalveolar, hambat, bersuara

/t/ konsonan apikoaveolar, hambat, tak bersuara

/n/ konsonan apikoaveolar, nasal

/t/ konsonan apikoaveolar, sampingan


/r/ konsonan apikoaveolar, getar

/z/ konsonan laminoalveolar, geseran, bersuara

/s/ konsonan laminoalveolar, geseran, tak bersuara

/∫/ konsonan laminopalatal, geseran, bersuara

/ñ/ konsonan laminopalatal, nasal

/j/ konsonan laminopalatal, paduan, bersuara

/c/ konsonan laminopalatal, paduan, tak bersuara

/y/ konsonan laminopalatal, semivokal

/g/ konsonan dorsevelar, hambat, bersuara

/k/ konsonan dorsevelar, hambat, tak bersuara

/ŋ/ konsonan dorsevelar, nasal

/x/ konsonan dorsevelar, geseran, bersuara

/h/ konsonan laringal, geseran, bersuara

/?/ konsonan glotal, hambat

Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan 4 kriteria yakni:

1. Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi konsonan, atau tempat


bertemunya artikulator aktif dan artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga
titik artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua belah bibir (bibir atas
dan bibir bawah), sehingga tempat artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain
bunyi [d] artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeksi) dan artikulator pasifnya
adalah gigi atas (dentum), sehingga tempat artikulasinya disebut apikondental.
2. Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan terhadap arus
udara yang baru keluar dari glotis dalam menghasilkan bunyi konsonan itu.
Misalnya, bunyi [p] dengan cara mula-mula arus udara dihambat pada kedua
belah bibir, lalu tiba-tiba diletupkan dengan keras. Maka bunyi [p] itu disebut
bunyi hambat atau bunyi letup. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus
udara digeserkn di laring (tempat artikulasinya). Maka, bunyi [h] disebut bunyi
geseran atau frikatif.

3. Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses
pembunyian itu turut bergetar atau tidak. Bila pita suara itu turut bergetar maka
disebut bunyi bersuara. Jika pita suara tidak turut bergetar, maka bunyi itu disebut
bunyi tak bersuara. Bergetarnya pita suara adalah karena glotis (celah pita suara)
terbuka sedikit, dan tidak bergetarnya pita suara karena glotis terbuka agak lebar.

4. Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif dan artikulator


pasif. Umpamanya dalam memproduksi bunyi [p] hubungan artikulator aktif dan
artikulator pasif, mula-mula rapat lalu secar tiba-tiba dilepas. Dalam
memproduksi bunyi [w] artikulator aktif dan artikulator pasif hubungannya
renggang dan melebar.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti
‘bunyi‘ dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan
sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan,
dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.
fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil. Santoso (2004) menyatakan
bahwa fonem adalah setiap bunyi ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi
membedakan arti. Bunyi ujaran yang membedakan arti ini disebut fonem. Fonem
tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan bunyi
terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Misalnya /b/ dan /p/ adalah dua
fonem yang berbeda karenabara dan para beda maknanya. Contoh lain: mari, lari,
dari, tari, sari jika satu unsur diganti dengan unsur lain, maka akan membawa akibat
yang besar yakni perubahan makna.
Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran yang
dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap. Menurut
Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Alwi, dkk.2003.Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

Husen, Akhlan, dan Yayat Sudaryat. 1996. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta:
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Misdan, Undang.1980.Bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa II. Jakarta: Depatemen


Pendidikan dan Kebudayaan

Muchlisoh, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan.

Resmini, Novi. 2006. Kebahasaan (Fonologi, Morfologi, dan Semantik).


Bandung: UPI PRESS.

Anda mungkin juga menyukai