Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim
paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut.
Dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan
agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi
substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsilidasi san dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nurarif &
Kusuma, 2015)
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak nafas,bunyi nafas ronki, dan
infiltrat pada foto rontgen. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali
bersamaan dengan terjadinya proses infeksiakut disebut bronkopneumonia.
Dalam pelaksanaan pengendalian penyakit ISPA semua bentuk pneumonia
(baik pneumonia maupun bronkopneumonia), disebut “Pneumonia” saja.
Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) dengan tanda dan gejala berupa batuk, kesukaran bernapas, sakit
tenggorok, pilek, sakit telinga dan demam (Royal & Medan, 2020).
Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru
(alveoli) yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur. Terjadinya
pneumonia pada anak balita seringkali bersamaan dengan terjadinya
proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia
(Budihardjo & Suryawan, 2020)

B. ETIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan
oleh streptococcus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus
aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa dan
Enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien
seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Penyebaran infeksi yang disebabkan melalui kuman kemudian
menyebabkan system pertahan tubuh terganggu karna organisme,
organisme ini bisa disebakan oleh virus, stapilokokus. Virus ini berupa
kuman pathogen yang mencapai bronkoli terminalis dan merusak sel epitel
bersilia sel goblet sehingga menghasilkan cairan edema dan leukosit
kealveoli sehingga terjadi konsolidasi paru sehingga mengakibatkan
kapasitas vital, compliance menurun dan hemoragik sehingga dapat
menyebabkan terjadinya intoleransi aktivitas. Organisme menyerang sel
nafas bagian bawah pneumokokus kemudian terjadi eksudat masuk ke
elveoli, lalu sel darah merah, leukosit dan pneumokokus mengisi alveoli,
lalu leukosit + fibrin mengalami konsolidasi. Kemudian leukositosis
membuat suhu tubuh meningkat dan terjadilah resiko kekurangan volume
cairan Hipertermia. Stapilokokus menurun ke thrombus kemudian ke
toksin dan coagulase dan terjadilah lapisan pleura tertutup tebal oleh
eksudat thrombus vena pulmonalis, kemudian nekrosis hemoragik
membuat produksi sputum meningkat dan terjadilah ketidakefektifan
bersihan jalan napas, dan pada abses pneumatocele (kerusakan jaringan
parut) bisa terjadi akibat ketidakefektifan pola napas.
Setelah masuk ke paru-paru organism bermultipikasi dan, jika telah
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia.
Selain diaatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya
yaitu:
1. Bacteria: Diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptococcus,
hemolyticus, streptococcus aureus, hemophilus influinzae,
mycobacterium, tuberculosis, bacillus friedlander
2. Virus: Respiratory syncytial virus, adeno virus, v.sitomegalitik,
v.influenza.
3. Mycoplasma pneumonia
4. Jamur: Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans,
blastomyces dermatitides, coccidodies immitis, aspergilus species,
candida albicans.
5. Aspirasi; makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom loeffler

Klasifikasi berdasarkan anatomi (Nurarif & Kusuma, 2015)

1. Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari


suatu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsilidasi dalam lobus yang berada didekatnya,
disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstitial (Bronkilotis) proses inflamasi yang terjadi
dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta
interlobular.

C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan
konsulidasi karena eksudat yang mengisi elveoli dan brokiolus. Saat
saluran nafas bagian bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi,
disertai dengan jalan obstruksi nafas. Sebagian besar pneumoni didapat
melalui aspirasi partikel inefektif seperti menghirup bibit penyakit di
udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi
paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau terperangkap
dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia disaluran napas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru , partikel tersebut akan berhadapan
dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan
humoral.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu
mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius
terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen
mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke
alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai
bakteri sampai darah atau pleura viseral.Jaringan paru menjadi
terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran
darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi
fisiologis right-to-leftshuntdengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan
menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena
penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (Nurarif &
Kusuma, 2015)
1. Pneumonia komunitas
Dijumpai pada H. influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal
pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan
adanya PPOK, penyakit penyerta kardioplomonal/jamak, atau paska
terapi antibiotika spectrum luas.
2. Pneumonia nosocomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko
untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset
pneumonia.
Factor utama untuk pathogen tertentu:
Pathogen Faktor resiko
Staphylococcus Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian
aureu IV, DM, gagal ginjal
Methicillin resisten
S. aureus
Ps. Aeruginosa Pernah dapat antibiotic, ventilator >2 hari
Lama dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotic
Kelainan struktur paru (bronkiekstasis, kritik
fibrosis), malnutrisi
Anaerob Aspirasi, selesai operasi abdomen
Achinobachter spp Antibiotic sebelum onset pneumonia dan
ventilasi mekaanik
Sumber: NANDA NIC-NOC, 2015 (Nurarif & Kusuma, 2015)
Faktor resiko pneumonia yang didapt di Rumah sakit menurut Morton:
Pneumonia yang didapat di ruamh sakit:
Factor resiko terkait pejamu
1. Pertambahan usia
2. Perubahan tingkat kesadaran
3. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
4. Penyakit berat, Malnutrisi, syok
5. Trauma tumpul, trauma kepala berat, trauma dada
6. Merokok, karang gigi

Faktor resiko terkait pengobatan


1. Ventilasi mekanik, reintubasi atau intubasi sendiri
2. Bronkoskopi, selang nasogatrik
3. Adanya alat pemantau tekanan intrakarnial (TIK)
4. Terapi antibiotic sebelumnya
5. Peningkatan pH ambung
6. Penyakit reseptor histamine tipe-2
7. Pemberian makan eternal
8. Pembedahan kepala, pembedahan toraks atau abdomen atas
9. Posisi terlentang

Faktor resiko terkait-infeksi


1. Mencuci tangan kurang bersih
2. Mengganti slang ventilator kurang dari 48 jam sekali
Sumber: NANDA NIC-NOC, 2015 (Nurarif & Kusuma, 2015)
3. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi
bahan toksik, akibat aspirasi cairan inset misalnya cairan makanan atau
lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4. pneumonia pada gangguan imun
terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab
infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme
yang biasanya nonvirulent, berupa bakteri, protozoa, parasite, virus,
jamur, dan cacing

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling
sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 –
40,5o bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka
rangsang atau terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal, beberapa
anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit
kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda
kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap
samapi derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam
dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung
singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.
Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa
dibedakan dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasl, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernapasan
dan menyusu pada bayi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai penyakit infeksi pernafasan. Mungkin
encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulent, bergantung pada
tipe dana tau tahap infeksi.
9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama fase akut.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi
terdengar mengi, krekels.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadia pada anak
yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum
dan makan peroral.
12. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum, atau
memuntahkan semua, kejang, letagris atau tidak sadar, sianosis,
distress pernapasan berat.
13. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat
saja. Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit. Pada anak
umur 1 tahun – 5 tahun: ≥ 40 kali/menit ) (Nurarif & Kusuma, 2015)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi structural (missal: lobar,
bronchial); dapat juga menyertakan abses
2. Biopsy paru: untuk menetapkan diagnosis
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada
4. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus
5. Pemerikasaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan
luas berat penyakit membantu diagnosis keadaan.
6. Spirometrik static: untuk mengakaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan meningkat benda asing.
8. Pemeriksaan sputum berwarna kuning/hijau ) (Nurarif & Kusuma,
2015)
G. PENATALAKSANAAN
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, biasa
diberikan antibiotic per-oral dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang
lebiih tua dan penderita sesak nafasatau dengan penyakit jantung atau
penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberi respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum
yang sering diberikan antara lain:
3. Oksigen 1 – 2 L/menit
4. IVFD dekstrose 10%:NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
5. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makan enteral bertahap
melalui selang nasogatrik dengan feeding drip.
6. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhaslasi dengan salin
normal dan berat agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,
antibiotic diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
7. Ampisilin 100 mg/kg bb/hari dalam 4 kali pemberian
8. Kloramfenikol 75 mg/kg bb/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital based:
9. Sefatoksim 100 mg/kg bb/hari dalam 2 kali pemberian Amikasin 10-15
mg/kg bb/hari dalam 2 kali pemberian) (Nurarif & Kusuma, 2015).

H. PROGNOSA
Menurut Mutaqin (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada anak
dengan pneumonia adalah :
1. Pleurisi
2. Atelektasi
3. Empyema
4. Abses paru
5. Edema pulmonary
6. Infeksi super pericarditis
7. Meningitis
8. Arthritis

I. DISCHARGE PLANNING
1. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat
a. Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosis
seluruhnya
b. Efek samping
c. Respon anak
d. Berikan informasi pada orang tua tentang cara pengendalian infeksi
serta cara pencegahannya
e. Hindari pemajanan kontak infeksius
f. Ikuti jadwal imunisasi
g. Bayi : ASI eksklusif 6 bulan, karena di dalam kandungan ASI
adanya system kekebalan yang dapat menjaga tubuh anak sehingga
tidak mudah terserang penyakit
h. Gizi seimbang dan cukup sesuai anak
i. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak
berasala dari percikan batuk atau bersin pasien pneumonia
j. Hindari asap rokok
J. PATHWAY

Normal (system Organisme


pertahanan) terganggu

Virus Sal napas bag bawah Stapilokokus


pneumokokus

Kuman pathogen Trombus


mencapai bronkioli Eksudat masuk ke alveoli
terminalis merusak sel
epitel bersilia, sel goblet Toksin, coagulase
Alveoli

Cairan edema + leukosit ke Permukaan lapisan pleura


Sel darah merah, leukosit,
alveoli tertutup tebal eksudat
pneumokokus mengisi
thrombus vena pulmonalis
alveoli
Konsolidasi paru

Leukosit + fibrin Nekrosis hemoragik


Kapasitas vital, mengalami konsilidasi
compliance menurun,
hemoragik
Leukositosis

Intoleransi aktivitas Suhu tubuh meningkat

Resiko kekurangan
Hipertermia volume cairan

Produksi sputum Abses pneumatocele


meningkat (kerusakan jaringan parut)

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Ketidakefektifan
pola nafas
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien
1. Riwayat kesehatan masa lalu
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah,pernapasan cepat,bunyi ronchi
b. Tingkat kesadaran :
Compos mentis : GCS : 14-15
Apatis : GCS : 12-13
Somnolen : GCS : 10-11
Delirium : GCS : 7-9
Sporo koma : GCS : 4-6
Koma : GCS : 3
c. Tanda-tanda vital
- TD : Biasanya normal
Normal 100/70 mmHg
- Nadi : Takikardi
- Respirasi : Takipnea, dipsneu, napas dangkal
- Suhu : Hipertermi
d. Sistem respirasi :
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
e. Sistem kardiovaskuler :
Terjadi peningkatan curah jantung akibat gangguan pernapasan
f. Sistem integumen :
Kulit lembab, turgor kullit elastis,
g. Sistem gastrointestinal :
Bibir kering pecah-pecah, mukosa oral tampak merah .
h. Sistem muskuloskeletal :
Pergerakan sendi normal

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi berbagai masalah yang
dapat ditemukan dari hasil pengkajian atau pengumpulan data. Masalah
atau diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Pola napas tidak efektif
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
3. Hipertermi
4. Intoleransi aktivitas
5. Resiko ketidakseimbangan cairan (PPNI Pokja, 2016).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan merupakan rencana asuhan keperawatan atau perencanaan ini ditulis sesuai dengan masalah
keperawatan yang didapat oleh pasien
Diagnosa SLKI SIKI Rasional
Keperawatan (Kriteria Hasil) (PPNI Pokja, 2018)
(PPNI Pokja, 2016) (PPNI Pokja, 2019)
Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif selama …. maka diharapkan Observasi Observasi
pola napas membaik, 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Penurunan bunyi napas
dengan kriteria hasil: kedalaman, usaha napas) merupakan indikasi
1. Ventilasi semenit 2. Monitor bunyi napas tambahan akumulasi secret atau ketidak
(menurun) (mis. gurgling, mengi, mampuan membersihkan
2. Kapasitas vital wheezing, ronkhi kering) jalan napas
(meningkat) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, 2. Penurunan bunyi napas
3. Tekanan akspirasi aroma) indikasi secret atau
(menurun) Terapeutik ketidakmampuan
4. Tekanan inspirasi 1. Pertahankan kepatenan jalan membersihkan jalan napas
(menurun) napas dengan head-tilt dan sehingga otot aksesoris
5. Dispena (menurun) chin-lift (jaw-thrust jika curiga digunakan dan kerja
6. Penggunaan otot bantu trauma servikal pernapasan meningkat
pernapasan (menurun) 2. Posisikan semi fowler atau 3. Mengetahui kekurangan atau
7. Ortopnea (menurun) fowler kelebihan sputum serta
8. Pemajangan fase 3. Berikan minum hangat warna dan aroma
ekspirasi (menurun) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika Terpeutik
9. Pernapasan cuping perlu 1. Memudahkan kepatenan
hidung (menurun) 5. Lakukan penghisapan lendir jalan napas dan mencegah
10. Frekuensi napas kurang dari 15 detik terjadinya trauma servikal
(membaik) 6. Keluarkan sumbatan benda 2. Memudahkan pengeluaran
11. Kedalaman napas padat dengan forcep McGill secret dan menurunkan
(membaik) 7. Berikan oksigen jika perlu upaya pernapasan
12. Ekskrusi dada Edukasi 3. Air hangat dapat membantu
(membaik) 1. Anjurkan asupan cairan 2000 mengencerkan secret
ml/hari, jika tidak 4. Fisioterapi dada baik untuk
kontraindikasi mempebaiki pernapasan
2. Ajarkan teknik batuk efektif 5. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Kolaborasi Penghisapan dapat
1. Kolaborasi bronkodilator, diperlukan bila klie tidak
ekspektoran, mukolitik jika mampu mengeluarkan secret
perlu 6. Dengan forcep mcgill dapat
memudahkan mengeluarkan
sumbatan benda padat
7. Mengurangi upaya
pernapasan
Edukasi
1. Pemasukan tinggi cairan
dapat membantu
mengencerkan secret
2. Ketika pasien mengetahui
teknik batuk efektif pasien
akan sering melakukan, hal
ini akan membuat secret
bergerak ke jalan napas
sehingga memudahkan untuk
keluar
Kolaborasi
1. Ekpektoran dapat
membantu
mengencerkan secret

Bersihan Jalan Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi Pemantauan Respirasi


Napas Tidak keperawatan. Maka bersihan Observasi Observasi
Efektif jalan napas meningkat, 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Penurunan bunyi napas
dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya napas merupakan indikasi
1. Batuk efektif 2. Monitor pola napas (Seperti akumulasi secret atau
(menurun) bradipneu, takipnea, ketidak mampuan
2. Produksi sputum hiperventilasi, kussmaul, membersihkan jalan
(menurun) Cheyne-stokes, biot, atasik) napas
3. Mengi (menurun) 3. Monitor adanya produksi 2. Monitor pola napas
4. Wheezing sputum untuk mengetahui
(menurun) 4. Monitor adanya sumbatan terjadinya gangguan pola
5. Dyspnea (menurun) jalan napas pernapasan atua tidak
6. Gelisah (menurun) 5. Palpasi kesimetrisan 3. Mencegah terjadinya
7. Frekuensi napas ekpansi paru sumbatan jalan napas
(membaik) 6. Auskultasi bunyi napas 4. Mencegah terjadinya
8. Pola napas 7. Monitor saturasi oksigen gangguan pola napas
(membaik) Terapeutik pada pasien
1. Atur interval pematauan 5. Mengetahui kesimetrisan
respirasi sesuai kondisi paru
pasien 6. Penurunan bunyi napas
Edukasi indikasi secret atau
1. Jelaskan tujuan dan ketidakmampuan
prosedur pemantauan membersihkan jalan
napas sehingga otot
aksesoris digunakan dan
kerja pernapasan
meningkat
7. Mengetahui
perkembangan saturasi
oksigen
Terapeutik
1. Untuk mengetahui
perkembangan penyakit
pasien
Edukasi
1. Agar keluarga pasien
mengetahui tindakan
yang akan dilakukan
Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
keperawatan. Maka Observasi : Observasi :
termoregulasi membaik, 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
dengan kriteria hasil : hipertemi (mis. dehidrasi, hipertemi dapat membuat
1. Menggigil terpapar lingkungan panas, perawat gampang
(menurun) penggunaan incubator) menengakkan diagnose
2. Kulit merah 2. Monitor suhu tubuh 2. Suhu tubuh 38-39ºC
(menurun) Terapeutik : menunjukkan proses
3. Kejang (menurun) 1. Sediakan lingkungan yang penyakit infeksius akut.
4. Pucat (menurun) dingin Pola demam dapat
5. Takikardi (menurun) 2. Longgarkan atau lepaskan membantu dalam
6. Takipnea (menurun) pakaian diagnosis
7. Bradikardi Edukasi : Terapeutik :
(menurun) 1. Anjurkan tirah baring 1. Lingkungan yang dingin
8. Suhu tubuh Kolaborasi : dapat mencegah
(membaik) 1. Kolaborasi pemberian terjadinya perubahan
9. Suhu kulit cairan dan elektrolit suhu atau kenaikan suhu
(membaik) intravena, Jika perlu 2. Pakaian yang tipis
10. Ventilasi (membaik) membantu penguapan
suhu lebih lancer
Edukasi :
1. meningkatkan
kenyamanan istirahat
serta dukungan
fisiologis/psikologis
Kolaborasi :
1. Mempertahankan
kesimbangan cairan dan
elektrolit
Intoleransi
Aktivitas
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses
perawatan, dimulai secara formal setelah Anda mengembangkan rencana
asuhan keperawatan. Dengan rencana asuhan berdasar pada diagnosis
keperawatan yang jelas dan relevan, dimana intervensi yang didesain
untuk membantu pasien mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan yang
dibutuhkan untuk mendukung atau meningkatkan status kesehatan pasien
(Noviestari et al., 2020).

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir proses keperawatan
yang yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang telah diamati
dan atau kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap intervensi. Evaluasi
dilakukan secara terus-menerus dan melibatkan klien serta tenaga
kesehatan lainnya. Apabila tujuan dan kriteria hasil tercapai pada
evaluasi, maka klien proses keperawatan dihentikan, jika sebaliknya
maka klien dikaji dan ulang dan harus tetap melewati proses keperawatan
(Irman et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, S. N., & Suryawan, I. W. B. (2020). Faktor-faktor resiko kejadian
pneumonia pada pasien pneumonia usia 12-59 bulan di RSUD Wangaya.
Intisari Sains Medis, 11(1), 398. https://doi.org/10.15562/ism.v11i1.645
Irman, O., Nalista, Y., & Keytimu, Y. M. H. (2020). Buku Ajar: Asuhan
Kepeawatan Pada Pasien Sindrom Koroner Akut (Pertama). CV.Penerbit
Qiara Media.
Noviestari, E., Ibrahim, K., Deswani, & Ramadaniati, S. (2020). Dasar-Dasar
Keperawatan: Edisi 9 (9th ed.). ELSEVIER.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC.
PPNI Pokja, T. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (I). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
PPNI Pokja, T. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
PPNI Pokja, T. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (II). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Royal, R. S. U., & Medan, P. (2020). Jurnal Primer ( Prima Medical Journal
Edisi Oktober 2020 Jurnal Primer ( Prima Medical Journal Edisi Oktober
2020. 0–5.

Anda mungkin juga menyukai