Anda di halaman 1dari 7

SUB TEMA 5.1.

2
INTERVENSI AIR MINUM, SANITASI, DAN
HIGIENITAS UNTUK PENURUNAN RISIKO
STUNTING

1
Tahu kah kamu…?

Kondisi WASH yang tidak memadai berakibat kepada status gizi?


Negara kita mengalami tantangan besar dalam menjaga kualitas generasi mendatang karena
adanya beban ganda (double burden) dalam hal gizi. Bayangkan, dari 34 propinsi di negara
kita, hanya ada 3 propinsi yang anak-anak balita nya memiliki status gizi buruk dan gizi kurang
kurang dari 10%, yaitu Bengkulu, Bali, dan Sulawesi Utara.
Hampir 20% anak-anak dibawah lima tahun (balita) mengalami masalah gizi, yang terdiri dari
1,5% kelebihan gizi dan 17,8% gizi kurang dan gizi buruk 1. Status gizi berlebih dan
kurang/buruk inilah yang dinamakan double burden. Hasil pemantauan status gisi (PSG) tahun
2016 juga mengungkap adanya kasus stunting pada kelompok usia balita sebesar 27,5%. Hasil
ini menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013 dimana terdapat
kasus gizi buruk yang mengakibatkan 37% balita Indonesia mengalami stunting2. Mengacu
kepada data PSG tahun 2016, dapat diartikan bahwa hampir satu di antara 3 anak balita
Indonesia adalah anak yang stunted.
Lalu bagaimana kita mengetahui apakah seorang balita pendek atau stunted?
Balita pendek dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya,
lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Standar yang
digunakan adalah standar baku WHO-MGRS ( Multicentre Growth Reference Study) yang
diterbitkan tahun 2005
Stunting terjadi karena anak menderita kurang gizi kronis atau sudah lama, sehingga secara
signifikan tinggi badan anak kurang dari rata-rata tinggi anak pada kelompok usianya. Anak
yang stunted akan membawa berbagai risiko yang lebih besar dibandingkan anak normal.
Secara umum, balita stunted memiliki risiko kematian lebih tinggi, pertumbuhan fisik,
kemampuan mental yang tidak optimal hingga remaja, dan rentan mengidap penyakit kronis

1
Kementerian Kesehatan, Pemantauan Status Gizi Tahun 2016

2
Kementerian Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
2
ketika dewasa. Secara khusus, remaja putri yang stunted menghadapi risiko dalam masa
kehamilan dan kematian ibu melahirkan.

Ayo Amati…
Siklus terjadinya stunting harus segera kita patahkan, agar negara kita memiliki sumber daya
manusia yang lebih berkualitas. Untuk mengenal lebih jauh tentang sebab dan bagaimana
mengurangi risiko stunting, mari kita simak tayangan berikut ini:

Script video: https://www.youtu.be/di2Yxd9cA1U (3,5 menit)


1. Mari kita berbincang mengenai toilet. Persisnya tentang dampak tidak adanya toilet dan
kekurangan gizi.
2. Ayo kita lihat kaitannya. Gak usah malu ya
3. Satu dari tiga orang tidak memiliki akses kepada wc yang sehat
4. 1 milyar dari antara mereka masih BABS
5.
6. Hal ini secara langsung berdampak kepada kekurangan gizi
7. Setiap tahunnya, lebih dari 3 juta anak balita meninggal karena kekurangan gizi
8. Sejumlah kasus kematian ini semata-mata karena kondisi sanitasi dan higienitas/kebersihan
9. BABS meningkatkan penyebaran penyakit infeksi
10. Kotoran manusia mengandung berbagai macam pathogens protozoa , cacing, larva, virus, dan
bakteri yang sedang menunggu untuk dipindahkan ke tempat-tempat yang selayaknya
aman/sehat
11. Ada beberapa cara perpindahan ini terjadi, misalnya dari tangan yang tidak dicuci bersih
memegang makanan ke tangan yang sudah dicuci bersih.
12. Pathogen dapat juga secara tidak sengaja diambil dari tanah, dan seringkali pathogen ini
mencemari air
13. Bahkan menempel pada lalat yang berpindah dari kotoran manusia langsung mendarat di piring
anda
14. Pathogen menyerang usus kecil
15. Pathogen bertahan dengan menguras air dalam usus dan mengakibatkan diare
16. Akibatnya, gizi yang berasal dari makanan dan bermanfaat bagi pertumbuhan yang sehat tidak
terserap dan keluar lagi dari tubuh kita
17. Jika diare terjadi berulang-ulang, struktur dinding usus kecil mengalami perubahan dan menolak
penyerapan gizi secara penuh.

3
18. Dalam jangka panjang, anak akan menderita kekurangan gizi
19. Sampai di sini, tampak jelas kaitan antara BABS dengan kekurangan gizi. Mari kita lanjutkan.
20. Tidak ada sarana wc yang sehat menciptakan lingkungan yang mendukung berbagai penyakit
untuk menyebar,
21. Yang dapat memberikan pengaruh negative bagi pertumbuhan anak, meningkatkan risiko
penyerangan kepada perempuan, memalukan, serta menguras keuangan keluarga, sehingga
menambah buruk kondisi kekurangan gizi bagi kelompok rentan
22. Setiap tahunnya, penyakit diare bertanggungjawab atas kematian lebih dari 600.000 anak. Diare
menempati urutan ke 3 tertinggi penyebab kematian anak.
23. Anda tidak dapat menerima situasi ini kan? Tentu saja tidak.
24. Setidaknya karena memang ada jalan keluarnya.
25. Akses aman kepada wc dapat mengurangi 1/3 kasus infeksi yang diakibatkan oleh diare
26. Cuci tangan pakai sabun memangkas ½ dari risiko penyakit.
27. Ada manfaat keuangan juga. Untuk setiap euro yang diinvestasikan untuk sanitasi, manfaat
bersih yang diperoleh adalah senilai 5 euro karena masyarakat lebih sehat dan dapat mencari
nafkah lebih besar bagi keluarganya
28. Investasi untuk sanitasi adalah investasi untuk pembangunan
29. Sekarang anda paham, mengatasi masalah kekurangan gizi tidak dapat dilakukan tanpa
memberikan akses sanitasi bagi semua masyarakat
30. Kita harus memecahkan masalah ini.
31. Ada jalan keluar yang sederhana. Tidak lagi pertanyaan tentang pendanaan atau kemauan
politis.
32. Mari kita hentikan kasus kematian bayi karena kekurangan gizi.
33. Mari kita menjadi generasi yang mampu bertindak mengatasi kekurangan gizi

4
Ayo Cermati dan Diskusikan…

Dalam 5 tahun terakhir, desa “Makmur Jaya” mencatatkan diri sebagai desa
dengan kasus diare tertinggi di dalam wilayah kecamatan “Memang Makmur”. Data
tahun 2016 yang lalu menunjukkan adanya 180 kasus dan setidaknya 15 balita
telah meninggal karena penyakit diare. Dua bulan lalu, kepala desa menghadiri
penyuluhan tentang 1000 hari pertama kehidupan.
Dalam rangka memperbaiki status gizi anak balita yang ada di desanya dan
mengamankan 1000HPK, kepala desa “Makmur Jaya” mencanangkan gerakan
“Katakan Tidak Pada Stunting (KTPS)” dengan tujuan sebagai berikut:
Memprioritaskan 5 pilar STBM diterapkan untuk keluarga dengan perempuan
hamil, menyusui, dan anak balita (Targeting)
Memastikan setiap warga desa mengetahui manfaat cuci tangan pakai sabun
(CTPS) dan risiko terhadap kesehatan (terutama untuk ibu dan anak) jika lalai
melakukannya, kapan dan bagaimana cara CTPS yang benar.
Memastikan setiap rumah tangga mengetahui dan menerapkan pengolahan dan
penyimpanan air yang aman
Memastikan setiap rumah tangga mengetahui risiko yang ditimbulkan jika WC
tidak dibersihkan setiap hari, dan manfaat jika sebaliknya
Memastikan setiap rumah tangga menjaga kebersihan makanan baik sebelum
maupun setelah dimasak (food hygiene)
Memastikan setiap rumah tangga menjaga kebersihan tempat bermain anak
balita (environment hygiene)
Memastikan setiap rumah tangga menjaga kebersihan rumah dari risiko
pencemaran yang berasal dari hewan peliharaan (livestock sanitation)
Memastikan rumah tangga dengan balita mengetahui dan menerapkan
bagaimana cara menjaga kebersihan bayi, termasuk pembuangan kotoran bayi
(baby WASH)
Memastikan setiap ibu hamil dan ibu menyusui mengajak anak balita nya ke
pertemuan Posyandu secara rutin
Memastikan adanya kunjungan keluarga, terutama yang memiliki ibu hamil,
menyusui, anak balita, anggota keluarga cacat, dan lanjut usia oleh tenaga
kesehatan

5
Sebagai seorang Fasilitator STBM yang melayani desa “Makmur Jaya”, anda bersama Sanitarian
dan Fasilittaor Masyarakat diminta untuk membantu Kepala Desa merancang kegiatan untuk
mencapai 10 tujuan tersebut yang dapat segera diimplementasikan dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun pendampingan. Tuangkan hasil diskusi dalam materik di bawah ini....!!

N Jenis Penanggu Jumlah Hasil yang Sumber Instrumen


Sasaran
o. kegiatan ngjawab Kegiatan diharapkan Dana Pemantauan

Ayo Demokan............
1. Bentuklah kelompok yang terdiri dari 7-8 orang. Pastikan bahwa anggota kelompok ada
perempuannya. Masing-masing anggota dalam kelompok memerankan diri sebagai:
a. Faskab STBM,
b. Kepala Desa
c. Fasilitator Masyarakat Bidang Pemberdayaan,
d. Kader Posyandu,
e. Sanitarian
f. Kader AMPL atau Bidan Desa
g. Warga desa

2. Buatlah rancangan kegiatan Kolaborasi WASH dan Nutrisi untuk Gerakan KTPS dihadapan
pihak terkait (Pemerintah Desa dan Tokoh Masyarakat)

6
Catatan bagi trainer:
1. Peserta perlu diarahkan untuk membuat rancangan kegiatan dengan tetap
mempertahankan peran utama masing-masing stakeholder sesuai dengan jenis kegiatan
kolaborasi.
2. Fasilitator STBM tidak selalu mempimpin kegiatan untuk mencapai ke semua (10) tujuan
Gerakan KTSP, misalnya “memastikan setiap ibu hamil dan ibu menyusui mengajak anak
balita nya ke pertemuan Posyandu secara rutin” dan “memastikan adanya kunjungan
keluarga, terutama yang memiliki ibu hamil, menyusui, anak balita, anggota keluarga cacat,
dan lanjut usia oleh tenaga kesehatan”. Untuk kedua kegiatan ini, peran Fasilitator STBM
adalah mengajak dan berkoordinasi dengan Kepala Desa, PKK, kader Posyandu, tokoh
masyarakat atau stakeholders lainnya yang dapat memastikan tujuan kegiatan tersebut
tercapai.

Anda mungkin juga menyukai