Anda di halaman 1dari 9

12.

Tindakan Keperawatan Saat Bencana

A. Peran Perawat di Rumah Sakit yang terkena Dampak Bencana

Peran perawat di rumah sakit yang terkena bencana (ICN, 2009) yaitu:

a) Sebagai manager, perawat mempunyai tugas antara lain: mengelola pelayanan gawat
darurat, mengelola fasilitas, peralatan, dan obat-obatan live saving, mengelola administrasi
dan keuangan ugd, melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gadar, melakukan
koordinasi dengan unit RS lain.

b) Sebagai Leadership, memiliki tugas untuk: mengelola tenaga medis, tenaga keperawatan dan
tenaga non medis, membagi jadwal dinas.

c) Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), perawat harus melakukan pelayanan
siaga bencana dan memilah masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada pasien

B. Peran Perawat di Pusat Evakuasi

Di pusat evakuasi perawat mempunyai peran sebagai :

a) Koordinator, berwenang untuk: mengkoordinir sumberdaya baik tenaga kesehatan, peralatan


evakuasi dan bahan logistik, mengkoordinir daerah yang menjadi tempat evakuasi

b) Sebagai pelaksana evakuasi: perawat harus melakukan transportasi pasien, stabilisasi pasien,
merujuk pasien dan membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah bencana.

C. Peran Perawat di Klinik Lapangan (Mobile Clinic)

Peran perawat di klinik berjalan (mobile clinic) adalah melakukan: triage, penanganan
trauma, perawatan emergency, perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol infeksi, pemberian
supportive, palliative.

D. Peran Perawat di Puskesmas

Peran perawat di puskesmas saat terjadi bencana adalah melakukan: perawatan pasien
ringan, pemberian obat ringan, merujuk pasien. Sedangkan fungsi dan tugas perawat dalam
situasi bencana dapat dijabarkan menurut fase dan keadaan yang berlaku saat terjadi bencana
seperti dibawah ini;

I. Fase Pra-bencana:

a) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan
ancaman bencana untuk setiap fasenya.

b) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang
merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan
dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.

c) Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan


masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.

Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).

 Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong anggota keluarga yang
lain.

 Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan


makanan dan penggunaan air yang aman.

 Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.

 Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan dan posko-posko


bencana.

 Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian


seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya, dan lainnya.

II. Fase Bencana:

a) Bertindak cepat

b) Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
c) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.

d) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.

e) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan dan
merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.

III. Fase Pasca bencana

Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaaan fisik, sosial, dan psikologis
korban. Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi posttraumatic stress
disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria utama. Pertama, gejala trauma
pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui
flashback, mimpi, ataupun peristiwaperistiwa yang memacunya. Ketiga, individu akan
menunjukkan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan
konsentrasi, perasaan bersalah, dan gangguan memori. Tim kesehatan bersama masyarakat dan
profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan
masyarakat pascagawat darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan
aman

13. Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana

Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam
situasi tanggap bencana. Mahasiswa keperawatan tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan
kemampuan dasar praktek keperawatan saja, Lebih dari itu, kemampuan tanggap bencana juga
sangat di butuhkan saaat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa
keperawatan untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana.Namun,
kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak melihat tenaga relawan dan
LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu dibandingkan dengan mahasiswa
keperawatan, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.

A. Jenis Kegiatan Siaga Bencana

Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan medis


dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting. Berikut
beberapa tnidakan yang bisa dilakukan oleh mahasiswa keperawatan dalam situasi tanggap
bencana:

 Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik

Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan
umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh
para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu adalah pengobatan
dari tenaga kesehatan. Mahasiswa keperawatan bisa turut andil dalam aksi ini, baik
berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun juga
melakukan pengobatan bersama mahasiswa keperawatan lainnya secara cepat,
menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa
beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan
profesi keperawatan.

 Pemberian bantuan

Mahasiswa keperawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana,
dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti
makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan
tersebut bisa dilakukan langsung oleh mahasiswa keperawatan secara langsung di lokasi
bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan
dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang
di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang
tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak
tepat sasaran.

 Pemulihan kesehatan mental

Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat
kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam,
ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan
anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehinnga apabila hal ini terus
berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gannguan mental bagi para
korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanaganan situasi seperti ini adalah
pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh mahasiswa keperawatan. Pada
orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala
keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi
penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah
dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak
anak yang berada pada masa bermain. Mahasiswa keperawatan dapat memdirikan sebuah
taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan
lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.

 Pemberdayaan masyarakat

Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana


biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca
bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara
mereka yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong
membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka
kelak. Mahasiswa keperawatan dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang
difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang
itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun
kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.

Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh
seorang mahasiswa keperawatan, diantaranya:

I. Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang baik.

Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan memberikan pertolongan dalam penanaganan


bencana, haruslah mumpuni dalam skill keperawatan, dengan bekal tersebut mahasiswa akan
mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan maksimal.

II. Mahasiswa keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian.


Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap elemen masyarakat
termasuk mahasiswa keperawatan, kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan mau
berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana. Sehingga dengan jiwa dan
semangat kepedulian tersebut akan mampu meringankan beban penderitaan korban bencana.

III. Mahasiswa keperawatan harus memahami managemen siaga bencana

Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda, segal hal yang terkait
harus didasarkan pada managemen yang baik, mengingat bencana datang secara tak terduga
banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tindakan yang dilakukan
salah dan sia sia. Dalam melakukan tindakan di daerah bencana, mahasiswa keperawatan dituntut
untuk mampu memilki kesiapan dalam situasi apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal yang
berhubungan dengan peralatan bantuan dan pertolongan medis harus bisa dikoordinir dengan
baik dalam waktu yang mendesak. Oleh karena itu, mahasiswa keperawatan harus mengerti
konsep siaga bencana.

14. Konseling dan Strategi Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Bencana.

I. Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsung

﹣ Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya defusing dan
debriefing untuk mencegah secondary trauma
﹣ Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya berbagai macam
teknik relaksasi dan terapi praktis
﹣ Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat.
﹣ Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak
﹣ Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.
II. Tahap Pemulihan: Bulan pertama

﹣ Lanjutkan tahap tanggap darurat


﹣ Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan efek trauma
﹣ Melatih konselor bencana tambahan
﹣ Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada penyintas
﹣ Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat
III. Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua

﹣ Lanjutkan tugas tanggap bencana.


﹣ Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau ketangguhan.
﹣ Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang masih
membutuhkan pertolongan psikologis.
﹣ Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk penyintas bencana yang
membutuhkan.
﹣ Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas lainnya berbasis
lembaga.
IV.Fase Rekonstruksi

﹣ Melanjutkan memberikan layanan psikologis dan pembekalan bagi pekerja kemanusiaan


dan penyintas bencana.
﹣ Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi.
﹣ Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi konselor jika
mereka membutuhkannya.
﹣ Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang pendampingan psikososial
agar mereka mampu mandiri.
Dukungan Psikososial Anak-anak Pasca Bencana
Untuk anak- anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik mereka yang tidak sekuat orang
dewasa membuat mereka lebih rentan tehadap ancaman bencana. Rasa aman utama anak-anak
adalah orang dewasa disekitar mereka (orang tua dan guru) serta keteraturan jadwal. Oleh karena
itu anak-anak juga sangat terpengaruh oleh reaksi orang tua mereka dan orang dewasa lainya .
Jika orangtua dan guru mereka bereaksi dengan panik, anak akan semakin ketakutan. Saat
mereka tinggal di pengungsian dan kehilangan ketaraturan hidupnya. Tidak ada jadwal yang
teratur untuk kegiatan belajar, dan bermain, membuat anak kehilangan kendali atas hidupnya.
Dibawah ini beberapa gejala stress pada anak paska bencana:
﹣ Takut pisah dari orang tua atau orang dewasa, selalu mengikuti orang tuanya, ketakutan
orang asing, ketakutan berlebihan pada "monster" atau binatang
﹣ Kesulitan tidur atau menolak untuk pergi tidur
﹣ Kompulsif, bermain berulang-ulang yang merupakan bagian dari pengalaman bencana
﹣ Kembali ke perilaku sebelumnya, seperti mengompol atau menghisap jempol
﹣ Mudah menangis dan menjerit
﹣ Menarik diri, tidak ingin bermain bersama anak-anak lain
﹣ Ketakutan, termasuk mimpi buruk dan ketakutan suara tertentu, pemandangan, atau benda
terkait dengan bencana
﹣ Agresif dan lekas marah
﹣ Mudah curiga
﹣ Mengeluh sakit kepala, sakit perut atau nyeri
﹣ Masalah di sekolah, menolak untuk pergi ke sekolah dan tidak mampu untuk berkonsentrasi

Hal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama dengan anak-anak,
karena reaksi orang dewasa akan mempengaruhi reaksi anak. Mulailah membuat kegiatan yang
teratur dan rutin bagi anak. Kegiatan yang teratur adalah salah satu kebutuhan psikososial utama
bagi anak-anak. Anak-anak akan merasa aman jika segera melakukan aktivitas yang sama/mirip
dengn aktivitas rutin yang dilakukan sebelum bencana. Oleh karena itu penting sekali, untuk
segera menyelenggarakan sekolah darurat, mencari tempat yang aman bagi anak-anak untuk
bermain di sore hari, mengajak anak untuk mengaji di sore hari (atau bible study untuk anak-
anak Nasrani).

Dalam salah satu dari kegiatan tersebut dorong anak untuk membuat gambar tentang
bencana atau menulis cerita atau puisi tentang bencana. Ini akan membantu kita memahami
bagaimana ia melihat apa yang terjadi (namun juga lupa lakukan debreifing sebagi penutup) .
Berikan anak dengan informasi faktual tentang apa yang terjadi dan apa yang (atau akan terjadi).
Gunakan bahasa sederhana, bahasa yang dapat dimengerti anak. Yakinkan anak bahwa ia aman.
Anak-anak sangat rentan terhadap perasaan ditinggalkan saat mereka terpisah dari orang tua.
Oleh karena itu hindari upaya "melindungi" anak-anak dengan mengirimkan mereka pergi ke
tempat lain namun memisahkan mereka dari orang yang mereka cintai.

Sumber :

Tyas, Maria DPC. Keperawatan Kegawatdaruratan & Manajemen Bencana. 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Putra Mepza. 2012. Peran Mahasiswa Keperawatan dalam Tanggap Darurat Bencana. Padang:
Universitas Andalas

Kharismawan, Kuriake. Panduan Program Psikososial Paska Bencana. Semarang: Center For
Trauma Recorvery UNIKA Soegijapranata.

Anda mungkin juga menyukai