Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID

DEFINISI

Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi


salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. (Bruner dan Sudart, 2000).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Arief,M.2009).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002).

Demam Tifoid (entric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari salmonella
(salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah
besar spesies yang tergolong dalam genus salmonella, biasanya mengenai saluran
pencernaan (Hasan & Alatas, 1991). Pertimbangkan demam tifoid pada anak yang
demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare (konstipasi), muntah, nyeri
perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama bila demam telah berlangsung
selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain sudah disisihkan (WHO, 2005).

ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella typhosa, kuman ini memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen
Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat
anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Salmonella terdiri atas beratus-ratus spesies, namun memiliki susunan
antigen yang serupa, yaitu sekurang-kurangnya antgen O (somatik) dan antigen H
(flagella). Perbedaan diantara spesies tersebut disebabkan oleh faktor antigen dan
sifat biokimia.
Mekanisme masuknya kuman di awali dengan infeksi yang terjadi pada
saluran pencernaan, basil diserap oleh usus melalui pembuluh limfe lalu masuk ke
dalam peredaran darah samapai keorgan-organ lain, terutama hati dan limpa. Basil
yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga
organorgan tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri pada perabaan,
kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar
keseluruh tubuh terutama dalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak penyeri; tukak
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus.
Prognosis demam tifoid pada anak baik bila pasien segera berobat.
Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah + 6%. Prognosis ini menjadi buruk
bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti demam tinggi (hiperpireksia) atau
febris kontinua, kesadaran sangat menurun (sopor, koma, atau delirium), terdapat
komplkasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, serta perforasi.

KLASIFIKASI
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan
perbedaan gejala klinis:
a. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada
anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi
pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit
menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan punggung.
b. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan
kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari
melena, perforasi, susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.
Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses.
(WHO, 2003)

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
penderita dewasa. Masa inkubasi rata – rata 10 – 20 hari. Selama masa ini,
ditemukan gejala prodormal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu , nyeri kepala,
dan tidak semangat. Kemudian gejala klinis yaitu demam, gangguan pencernaan
hingga penurunan kesadaran.

a. Demam.
Demam merupakan gejala utama deman tifoid. Awalnya, demam hanya
samar-samar saja, selanjutnya turunnaik yakni pada pagi lebih rendah,
sementara sore dan malam lebih tinggi. Demam dapat mencapai 39 – 40
derajat celcius. Pada minggu ke-2 intensitas demam semakin tinggi. Bila
pasien membaik, maka pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ke-3. Tidak selalu ada bentuk demam
yang khas pada demam tifoid. Tipe demam menjadi tidak beraturan, mungkin
karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal.
Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.
b. Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat napas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Penderita
mengeluh nyeri perut, terutama nyeri uluhati disertai mual muntah serta diare
ataupun konstipasi. Pada pemeriksaan ditemukan perut kembung, hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
c. Gangguan kesadaran.
Umumnya terdapat penurunan kesadaran ringan. Bila gejala berat, tak jarang
penderita sampai koma.
d. Disamping gejala-gejala tersebut, dapat pula ditemukan gejala lain seperti
roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam. Kadang-
kadang ditemukan penurunan denyut jantung pada anak yang lebih besar dan
mungkin pula ditemukan perdarahan hidung.

PATHOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
 Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
 Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
 Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai
bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis dan keperawatan pada penyakit typhoid dapat
melalui Pengendalian Infeksi Aktif. Pada infeksi ini tidak diperlukan isolasi.
Tindakan pengendalian lain berupa :
a. Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
 Desinfeksi semua ekskreta dan objek terkontaminasi
 Penyediaan air minum yang memenuhi
 Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene -
Pemberantasan lalat.
 Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
(Mansjoer Arif, 1999)
2. Usaha terhadap manusia.
 Imunisasi massal pada interval berulang, kecuali pada demam
paratyphoid. (G C Cook, 2002, hal. 64)
 Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal
hygiene.
(Mansjoer Arif, 1999)
b. Penatalaksanaan Medis
 Obat-obatan
Chloramphenicol
 Merupakan “drug of choice” untuk demam typhoid
 Dosis 3-4 x 500 mg/hari
 Pada anak dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari
 Diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
Tiamfenikol
 Dosis dewasa 3 x 500 mg/hari
 Dosis anak: 30-50 mg/kg berat badan/hari.
Ampisilin
 Dosis dewasa 4 x 500 mg
 Dosis anak 4 x 500-100 mg/kg berat badan/hari.
Ampisilin dan amoksilin.
 Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
Kotrimoksasol (sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg)
Dosis 2 x 2 tablet/hari.
Sefalosporin Generasi Ketiga.
 Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc
 Imunisasi
Vaksin ‘sel utuh’ yang telah dimatikan dengan suhu panas.
 Harga murah
 1 rangkaian primer membutuhkan 2x injeksi dengan interval 4-6
minggu untuk perlindungan selama 3 tahun
 Sering ditemukan efek samping lokal dan sistemik.
 Tidak cocok untuk anak dibawah 6 tahun
Vaksin polisakarida kapsular Vi.
 Injeksi tunggal akan memproduksi imunitas dengan durasi serupa
 Efek samping minimal
 Biaya cukup masuk akal
 Tidak cocok untuk anak kurang dari 18 bulan
Vaksin oral dalam kapsul enteric yang mengandung Salmonella Typhi
21a hidup yang dilemahkan.
 Harga mahal
 Memerlukan ulangan setiap tahun
 Bebas dari efek samping
(G C Cook, 2002, hal. 63)
c. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan
2. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
3. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
transfusi bila ada komplikasi perdarahan.
4. Pendidikan kesehatan mengenai hygiene.
d. Diet
 Cukup kalori dan tinggi protein.
 Pada penderita yang akut :
- Bubur saring
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari
- Nasi tim.
 Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
 Makanan lunak, rendah serat. ayuran dengan serat kasar seperti daun
singkong harus dihindari, agar tidak mengikis plak Peyer.
 Jadi makanan harus dijaga untuk memberi kesempatan kepada usus
menjalani upaya penyembuhan.

KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya terjadi pada usus Jadi makanan harus dijaga untuk memberi
kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.halus, namun hal tersebut
jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat
berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini dapat berupa:

a. Perdarahan usus
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut hanya
dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan bezidin. Jika
perdarahan banyak, maka dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu
ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum.
b. Perforasi
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat
udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
di antara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
c. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang (defence muscular), dan nyeri tekan.
d. Komplikasi di luar usus
Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis,
kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi
karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
PROGNOSIS
Prognosis demam thypoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita,
keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan ada tidaknya
komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka
mortalitasnya < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis,
endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi.
Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak
diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat terapi anti mikroba
yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah
penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit akutnamun biasanya lebih ringan
dan lebih pendek. Individu yang mengekskresi S. Thypi ≥ 3 bulan setelah infeksi
umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah
dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh demam
tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karier
kronis dibandingkan dengan populasi umum.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
THYPOID
A. PENGKAJIAN
1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,

dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa

inkubasi).

3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu,

bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu

pertama suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun

pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu

kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu

berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa

dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau

gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan).

Di samping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik

kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan

pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia

dan epistaksis pada anak besar.

5. Pemeriksaan fisik

1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated

tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang

disertai tremor.
2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa

terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.

3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis

relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah

pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan

dalam urin dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti

terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan

kenaikan yang progresif (Nursalam, 2005).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak

adanya nafsu makan, mual, dan kembung.

2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake cairan dan

peningkatan suhu tubuh.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

(Suriadi, 2006)
C. RENCANA TINDAKAN

Diagnosa dan intervensi keperawatan menurut Suriadi (2006) adalah:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak

adanya nafsu makan, mual, dan kembung.

Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

a. Menilai status nutrisi anak.

Rasional : untuk mengetahui dan memantau nutrisi anak.

b. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak.

Rasional : untuk menambah status nutrisi.

c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk

meningkatkan kualitas intake nutrisi.

Rasional : meningkatkan kualitas intake nutrisi.

d. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan

teknik porsi kecil tapi sering.

Rasional: untuk meningkatkan intake.

e. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan

skala yang sama.

Rasional: untuk mengetahui peningkatan berat badan.


f. Mempertahankan kebersihan mulut anak.

Rasional : meningkatkan nafsu makan pada anak.

g. Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan

penyakit.

Rasional : membantu proses peningkatan intake nutrisi yang adekuat.

2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake cairan dan

peningkatan suhu tubuh.

Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhi kebutuhan cairanya.

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal, HT normal

b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran

mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi :

a. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit 4 jam.

Rasional : mengetahui tanda-tanda vital.

b. Monitor tanda-tanda meningkatnya cairan, turgor tidak elastis, ubun-

ubun cekung, produksi urin menurun, membran mukosa kering, bibir

pecah-pecah.

Rasional : untuk mengetahui perkembangan keadaan umum klien.

c. Mengobservasi dan mencatat intake dan output dan mempertahankan

intake dan output yang adekuat.

Rasional : untuk mengetahui dan memantau cairan yang keluar masuk.

d. Memonitor dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan skala

yang sama.
Rasional : mengetahui peningkatan berat badan.

e. Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.

Rasional : memonitor cairan yang masuk.

f. Memberikan antibiotik sesuai program.

Rasional : membantu dan mempercepat proses penyembuhan.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : Anak dapat menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.

Kriteria Hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermi.

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang hipertermi.

b. Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan.

Rasional : mengetahui keadaan umum klien.

c. Beri minum yang cukup.

Rasional : mencegah dehidrasi.

d. Berikan kompres air biasa.

Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.

e. Lakukan tepid sponge (seka).

Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.

f. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat.

Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.


g. Pemberian obat antipireksia.

Rasional : mempercepat proses penurunan suhu.

h. Pemberian cairan parenteral (iv) yang adekuat.

Rasional : mencegah kekurangan volume cairan.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

Tujuan : Masalah nyeri akut teratasi seluruhnya

Kriteria Hasil :

a. Mampu mengontrol nyeri

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri

c. Mampu mengenali nyeri

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :

a. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki

perubahan karakteristik nyeri

Rasional : mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien

b. Berikan tindakan kenyamanan (contoh : ubah posisi)

Rasional : mencegah penekanan pada jaringan yang luka

c. Berikan lingkungan yang tenang

Rasional : agar pasien dapat beristirahat

d. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analetik, kaji efektifitas

dari tindakan penurunan rasa nyeri

Rasional : untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

5. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif


Tujuan : Mengatakan pemahaman poses belajar
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi :
a. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi.
b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
Rasional : memberikan pengetahuan pada pasien dan supaya pasien
mampu menganalisa tanda dan gejala yang dialaminya
sesuai penjelasan perawat/tim kesehatan lainnya.
c. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
Rasional : agar pasien mampu mengidentifikasi kemungkinan
penyebab penyakit yang terjadi pada dirinya
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Rasional : membantu pasien untuk dapat menentukan perilaku yang
harus dirubah supaya terhindar dari kambuhnya penyakit
dan mampu mengontrol kesehatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta


Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi vol 2. Jakarta :
EGC.

Dermawan, Deden, S.Kep,Ns dan Rahayu,Ningsih, S.Kep. Ns.


2010. Keperawatan Medikal Bedah ( Sistem Pencernaan). Yogyakarta : Gosyen
Publishing

Kusuma, Hardhi dan Nurarif,Huda,Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 1). Yogyakarta :
Mediaction Publishing

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.

Anda mungkin juga menyukai