DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12
ILDA (3012021045)
FAHLEVI AL ASYI (3012021044)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Hadits Bentuk Metode Dakwah”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGENTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Metode Dakwah Rasulullah SAW di Mekkah.................................3
B. Metode Dakwah Rasulullah saw di Madinah...................................7
C. Hadits Tentang Metode Dakwah......................................................12
BAB III PENUTUP.........................................................................................15
A. Kesimpulan........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis yang digambarkan ulama hadis sebagai semua hal yang didasarkan
pada hidup nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, atau persetujuan beliau adalah
penjabaran dari firman Alloh yang terkandung dalam al Qur'an. Ini dapat
dipahami karena tugas Rasulullah SAW., adalah menjelaskan serta
mengaplikasikan ajaran-ajaran al Qur'an baik secara teoritis maupun praktis.
Sedangkan sunnah sebagai kebiasaan hidup Nabi, juga merupakan cerminan
ajaran al Qur'an. Dengan demikian, baik hadits maupun sunnah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dengan al-Quran.
Istilah metode dakwah yang terdapat dalam Al-Qur’an pada prinsipnya
merujuk kepada surah an-Nahl ayat 125 yang menyebutkan bahwa metode
dakwah ada 3 yaitu dakwah dengan kebijaksanaan, memberikan pelajaran yang
baik, dan dengan bantahan atau lebih tepatnya berdiskusi dengan cara yang baik.
Metode dakwah ala Rosulullah yakni dengan metode mauidah hasanah
wamujadallah, metode al-hikmah, metode pembentukan dan penanaman kader,
dan metode penyeruan juru dakwah ke berbagai daerah1 Nabi Muhammad
merupakan penutup dari para nabi yang diutus oleh Allah di muka bumi sebagai
penyempurna syariat dari masa Nabi-nabi sebelum beliau. Keberadaan para Nabi
mempunyai dua pondasi dasar dalam menyampaikan da‟wah mereka. Pertama,
perbaikan akidah serta kedua, pembentukan syariat dan akhlak.sosok Nabi sebagai
seorang pendidik.
1
Abdul Aziz, Khazanah Hadis di Indonesia, Guepedia, 27 maret 2019, hlm 62
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan merumuskan permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini, yakni:
1. Bagaimana Metode Dakwah Rasulullah SAW di Mekkah?
2. Bagaimana Metode Dakwah Rasulullah saw di Madinah?
3. Bagaimana Hadits Tentang Metode Dakwah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 13
3
Nabi saw tidak menampakkan da’wah di majelis-majelis umum
orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali kepada orang-
orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra,
Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan
anak angkatnya, Abu bakar bin Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair
bin Awwan, Abdur-Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya.
Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka
ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah
seraya bersembunyi dari pandangan orang Quraisy.
2. Periode Keluarga/Dakwah Secara Rahasia (Sirriyatud Dakwah)
Dalam periode ini, Allah SWT, menyuruh Rasulullah Saw.
Menyampaikan dakwah kepada keluarganya yang terdekat terlebih dahulu,
dan jangan menghiraukan ancaman dan penghinaan musyrik Quraisy.3
Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan
membangun pola pikir yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang
islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah sekelompok orang yang
memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang siap berdakwah
di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada saat itu. Hal ini bertepatan
dengan turunnya surat al Hijr : 94, yang memerintahkan Rasulullah untuk
berdakwah secara terang-terangan dan terbuka. Ini berarti Rasulullah dan
para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-
sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-
terangan (daur al i’lan).
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang
yang musyrik. (QS. Al-Hijr [15]:94)
“dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,
Yaitu orang-orang yang beriman. jika mereka mendurhakaimu
3
Ibid, h. 4
4
Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab
terhadap apa yang kamu kerjakan";
Setelah datang perintah Allah Swt. Itu, maka naiklah Muhammad
Saw. Ke bukit Safa, seraya menyeru: “Wahai kaum Quraisy!” Maka
berkumpul lah mereka di Bukit Safa. Kemudian terus Rasulullah Saw.
Berdakwah agar mereka masuk Islam. Di antara mereka da yang menerima
dakwah itu, dan kebanyakan mereka menolak, bahkan mengejek dan
mengancam lagi. Walaupun demikian, semangat Muhammad Saw. Tidak
menjadi lemah, bahkan tambah membaja, sehingga berpindahlah
dakwahnya dari periode keluarga ke periode ketiga, yaitu periode
konfrontasi.
Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi.
Dan Ibnu Ishaq menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga
tahun. Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup
ini berjalan selama tiga tahun.
3. Periode Konfrontasi / Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud
Da’wah)
Dalam masa periode konfrontasi ini, Rasulullah Saw, berdakwah
dengan terus terang, dengan blak-blakan tanpa menghiraukan penghinaan
dan ancaman. Nabi Saw, keluar menjalankan dakwahnya ke segala tempat,
ke ka’bah, ke tempat-tempat orang Quraisy berkumpul, pada musim hari
raya, bahkan pada segala kesempatan, mengajak mereka memeluk agama
Allah Swt, agama tauhid. Maka berkembanglah dakwah Rasulullah Saw,
dan banyaklah pengikutnya, sehingga menyebabkan kaum quraisy mulai
bertindak keras dan kejam.4
4. Periode Kekuatan/ Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud
Da’wah)
Pada akhir periode ketiga, yaitu dalam tahun ke delapan Hijriah,
masuklah ke dalam Islam, Hamzah dan Umar bin Khattab, keduanya
adalah pahlawan-pahlawan Quraisy, sehingga dengan sebab masuknya
4
Ibid, h. 15
5
mereka ke dalam Islam, barisan kaum muslimin menjadi kuat dan
masuklah dakwah Islam ke dalam periode ke tempat yaitu periode
kekuatan.
Dalam permulaan periode ke empat ini, yaitu dalam tahun ke
delapan Hijriah, kaum Muslimin untuk pertama kali melakukan ibadah
shalat dengan terang-terangan dalam ka’bah, sedangkan sebelum itu
mereka melakukan shalat dengan sembunyi-sembunyi.5
Dari tahapan kontak secara individu menuju tahap menyeru seluruh
masyarakat. Sejak saat itu mulai terjadi benturan antara keimanan dan
kekufuran, antara pemikiran yang haq dan pemikiran yang batil. Tahapan
ini disebut marhalah al tafa’ul wa al kifah yaitu tahap interaksi dan
perjuangan. Di tahapan ini kaum kafir mulai memerangi dan menganiayah
Rasulullah dan para sahabatnya. Ini adalah periode yang paling berat dan
menakutkan di antara seluruh tahapan dakwah. Bahkan sebagian sahabat
yang dipimpin oleh Ja’far bi Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk
melakukan hijrah ke Habsyi. Sementara Rasulullah dan sahabat yang lain
terus melakukan dakwah dan mendatangi para ketua kabilah atau ketua
suku baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada di luar Mekkah.
Terutama ketika musim haji, dimana banyak suku dan ketua sukunya
datang ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi
dan mengajak mereka masuk Islam atau minimal memberikan dukungan
terhadap perjuangan Rasulullah.
Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi karena
Rasulullah dan para sahabat selalu melecehkan khayalan mereka,
merendahkan tuhan-tuhan mereka, menyebarkan rusaknya kehidupan
mereka yang rendah, dan mencela cara-cara hidup mereka yang
sesat. Rasulullah tidak pernah berkompromi apalagi bekerjasama
menjalankan sistem kehidupan rusak dan sesat buatan manusia jahiliyah.
Al Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang
kafir secara gamblang. Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi
5
Ibid, h. 15 – 16
6
dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan,
pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.
6
M. Munir dkk, Metode dakwah,(Jakarta; Kencana, 2006) Cet ke-3 h. 8
7
Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam
membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang
menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud
kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni
masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah
naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam
seperti tersebut adalah:7
1. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di
Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya
Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari
Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan
menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara
gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu
kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat
terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan
r.a. dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW
adalah sebagai berikut:8
a. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah,
dan akhlak.
7
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1991, Cet. 1, h. 61.
8
Ibd, h. 9
8
b. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat
Jumat, shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
c. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam
yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
d. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan
persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya
persatuan.
e. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai
tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya
kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan
anak-anak yatim terlantar.
f. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat
pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang
menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah
yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW
penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar
bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar,
sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah
memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat
seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),
dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang
Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi
Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:9
9
Ibid, h. 10
9
a. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam
yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba
sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
b. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
c. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji
(Ansar).
d. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar,
termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan
secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata
membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan
persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling
menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang
diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka
berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri.
Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata
pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi
yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus
Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum
Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus
Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis,
kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi
perang antara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
3. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
10
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya
terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa,
Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk
Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad
SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang
menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu
komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu
dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan
seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan
negeri itu dari serangan luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang
muslim atau bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai
model Negara Islam yang adil, membangun serta ditakuti oleh musuh-
musuh Islam. Piagam ini dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian
dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam
Madinah. Piagam Madinah itu antara lain berisi:
a. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak
pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap
golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada
orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang
yang mematuhi peraturan.
b. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan
beragama.
c. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin,
kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama
mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil.
Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah
harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
11
d. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala
perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan
kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.
4. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya
terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan
kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Pada
awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat Islam.
Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan
berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba
menata sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk
kalangan umat Islam, Nabi saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin
dan Anshar. Sementara untuk kalangan non muslim, mereka diikat dengan
peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam
Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah
beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai
seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala Negara
(khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah,
umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak
menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
12
yang baik dan sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Justru untuk
menyampaikan dakwah kepada tujuanya bagi seorang juru dakwah perlu sekali
mengetahui metoode dakwah, jika kita tarik makna metode itu sendiri Methodos
yang berasal dari bahasa yunani yang berarti jalan, cara, dalam filsafat dan ilmu
pengetahuan metode artinya cara memikirkan dan memeriksa sesuatu hal menurut
sesuatu rencana tertentu.10
10
Masduki dan Shabri Sholeh Anwar, Filosofi dakwah kontemporer, PT. Indragini Dot
Com, Riau, November 2018, hlm 99-100
11
Abu al Hasan ali bin umar bin ahmad bin muhdi bin masud,Sunan Darul Qutni, dalam
Al-maktabah Asyamilah Al-hadis, jilid 3, hlm 56
13
telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, dan
beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka zakat harta mereka
yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka, lalu diberikan kepada
orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka mengakui hal itu, maka ambillah
dan takutlah kamu terhadap harta-harta munusia yang mulia”
Hal yang pertama kali Rosulullah perintah untuk sampaikan adalah ajakan
untuk mentauhidkan allah dan menjauhkan dari kesyirikan, maka seorang dai
harus memperhatikan masalah ini sebelum beranjak kemasalah besar lainya.12
12
Muhammad nur faqih, 42 hadis dakwah rosulullah, bissalam publishing, hlm 13-14
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keteladanan Rossulullah dengan akhlak nya yang ia miliki telah
mengajarkan pendidikan kepada umatnya, seperti dalam menyampaikan ajaran
tuhan atau syariat islam, dengan berbagai cara ia gunakan, seperti cara yang
melihat kondisi mad;u, dengan menyampaikan dakwah yang lembut santun atau
disebut dengan metode mauizah hasanah, dengan memberikan permisalan
permisalah dalam persoalan yang dibahas, proses tanya jawab pun dilakukan oleh
rosulullah. Dengan cara yang dilakukan pada zamanya bisa kita gunakan dimasa
ini yang biasa kita sebut dengan metode, metode untuk mengajak ataupun juga
metode untuk menyiarkan syariat. Dakwah yang dilakukan rosulullah
mengahsilkan didikan yang berkarakter kuat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adi Abdullah Muslim, Metode dakwah dalam pengajaran nabi persektif hadis, Al-
Hikmah:jurnal dakwah, volume 13,no1
Muhammad bin ismail ibu abdullah al-bukhori, Al-jami’ musnad shahih al-
mukhtasor, dalam maktabah syameela, jilid 5
Abu Abdullah ahmad bin muhammad, musnad imam ahmad bin hanbal, dalam
maktabah syamela, jilid 36
Abdi Fauji Hadiono, Hadis tentang metode dakwah, all right reserved, 27 may
2016, th
Muhammad Diak Udin, Metode Dakwah Persektif Hadis, Jurnal Kopis Vol.1 No
2 Februari 2019
Abu al Hasan ali bin umar bin ahmad bin muhdi bin masud,Sunan Darul Qutni,
dalam Al- maktabah Asyamilah Al-hadis, jilid 3
Masduki dan Shabri Sholeh Anwar, Filosofi dakwah kontemporer, PT. Indragini
Dot Com, Riau, November 2018
16