Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH FOTO JURNALISTIK

DISUSUN OLEH :

MASKURI
3012019077

DOSEN PEMBIMBING : MUSLEM S.Sos.MA

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Sejarah Foto Jurnalistik”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Langsa, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGENTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian Foto Jurnalistik...............................................................3
B. Sejarah Jurnalistik Foto di Dunia.....................................................3
C. Sejarah Jurnalistik Foto Jurnalistik Di Indonesia.............................5
BAB III PENUTUP.........................................................................................8
A. Kesimpulan........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Foto jurnalistik sebagai produk jurnalistik memang tak setua jurnalistik
tulis. Ia berakar dari fotografi dokumenter setelah teknik perekaman gambar
secara realis ditemukan. Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin
16 April 1877, saat suratkabar harian The Daily Graphic di New York memuat
gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu. Terbitan
ini menjadi tonggak awal adanya foto jurnalistik pada media cetak yang saat itu
hanya berupa sketsa.
Karena memotret membutuhkan keahlian khusus dan waktu lama, maka
fotografer saat itu adalah seorang seniman. Kadang fotografer tidak bekerja
sendirian, ia harus dibantu seorang asisten untuk membawa perlengkapan. Ia juga
dibantu seorang drafter yang membuat sketsa salinan foto ke dalam plat cetakan
mesin press.
Tahun 1891 surat kabar harian New York Morning Journal memelopori
terbitan suratkabar dengan foto yang dicetak menggunakan halftone screen,
perangkat yang mampu memindai titik-titik gambar ke dalam plat cetakan. Pada
tahun 1897—saat mesin cetak semakin canggih dibuat—halftone photographs
mampu dicetak dengan cepat secara massal. Kemudian fotografi dalam media
cetak semakin populer.
Terbitan The Daily Graphic yang memuat gambar terpaut lebih dari
setengah abad sejak Louis J.M. Daguerre yang berkebangsaan Prancis pada 19
Agustus 1839 mengumumkan hasil eksperimen fotografinya. Setelah muncul di
koran, fotografi—yang kala itu juga menjadi pertentangan apakah sebagai produk
seni—terus berkembang. Kemajuan pesat fotografi tercatat pasca-tahun 1884
setelah George Eastman menciptakan film (setara ISO 24 saat ini). Kemudian
kamera boks pada 1888 yang diproduksi besar-besaran melalui perusahan Kodak
Eastman-nya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah foto jurnalistik ?
2. Apa saja kriteria foto jurnalistik ?
3. Apa saja jenis-jenis foto jurnalistik ?
4. Bagaimana komposisi dasar dan syarat pengambilan foto ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Foto Jurnalistik


Foto adalah puisi tanpa kata-kata, sarana komunikasi tercepat yang efektif
dan efisien. Nilai sebuah foto jurnalistik (foto sebuah berita yang mengungkapkan
dan melaporkan semua aspek dari suatu kenyataan dengan menyiratkan rumus 5W
= 1H) dapat mewakili ribuan kata atau kalimat. Dalam dunia persuratkabaran
foto-foto jurnalistik sangat penting dan perlu karena foto membuat segar halaman
surat kabar, menolong mata pembaca untuk melihat hal-hal yang menarik,
memisahkan dua berita agar tidak monoton. Sebuah foto jurnalistik juga berfungsi
sebagai headline (judul berita).
Foto jurnalistik mengandung berbagai bahasa penafsiran, yakni:
 Bahasa penampilan. Misalnya bahasa ekspresi muka, bahasa isyarat,
bahasa penciuman, bahasa pendengaran, dan bahasa tingkah.
 Bahasa komposisi. Seperti bahasa warna, bahasa tekstur, bahasa garis,
bahasa sinar, bahasa bentuk, dan bahasa tata letak.
 Bahasa gerak.
Dibanding bahasa tulis, berita foto dapat dibuat dengan mudah dan cepat;
daya rekam yang akurat (selama tidak dimanipulasi); unggul dalam menyajikan
kejadian-kejadian yang bersifat fisik; dapat mengejar jangka waktu; foto berita
tidak memerlukan penerjemahan didalam pemberitaan lintas negara seperti halnya
berita tulis; foto lebih kompak dari berita tulis untuk menjelaskan esensi dari suatu
berita; efek dari suatu berita foto lebih besar dari berita tulis karena respon
perasaan manusia lewat indra penglihatan lebih cepat dan mengenai langsung
pikiran dan perasaan pembaca.

B.Sejarah Jurnalistik Foto di Dunia


Foto jurnalistik sebagai produk jurnalistik memang tak setua jurnalistik
tulis. Ia berakar dari fotografi dokumenter setelah teknik perekaman gambar
secara realis ditemukan. Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin

3
16 April 1877, saat suratkabar harian The Daily Graphic di New York memuat
gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu. Terbitan
ini menjadi tonggak awal adanya foto jurnalistik pada media cetak yang saat itu
hanya berupa sketsa..
Tahun 1891 surat kabar harian New York Morning Journal memelopori
terbitan suratkabar dengan foto yang dicetak menggunakan halftone screen,
perangkat yang mampu memindai titik-titik gambar ke dalam plat cetakan. Pada
tahun 1897—saat mesin cetak semakin canggih dibuat—halftone photographs
mampu dicetak dengan cepat secara massal. Kemudian fotografi dalam media
cetak semakin populer.
Sifat alami manusia rupanya tertarik pada gambar. Grafis pada suratkabar
menjadi daya tarik pembaca bahkan ketika era visual belum dimulai. Saat sajian
foto secara banal hanya bisa dinikmati lewat produk percetakan, perkembangan
foto jurnalistik bergantung pada kemajuan teknologi mesin cetak.
DG1877Terbitan The Daily Graphic yang memuat gambar terpaut lebih
dari setengah abad sejak Louis J.M. Daguerre yang berkebangsaan Prancis pada
19 Agustus 1839 mengumumkan hasil eksperimen fotografinya. Setelah muncul
di koran, fotografi—yang kala itu juga menjadi pertentangan apakah sebagai
produk seni—terus berkembang. Kemajuan pesat fotografi tercatat pasca-tahun
1884 setelah George Eastman menciptakan film (setara ISO 24 saat ini).
Kemudian kamera boks pada 1888 yang diproduksi besar-besaran melalui
perusahan Kodak Eastman-nya..
Pada 1890an Jimmy Hare, asal Inggris meliput perang Spanyol-Amerika
sampai akhir Perang Dunia I dengan dua kamera yang ditenteng menyerupai tas
jinjing dengan berbungkus kulit. Foto-fotonya diIllustrated American dan
mingguan Collier’s Weekly meletakkan dasar-dasar kerja seorang jurnalis foto.
Perkembangan foto jurnalisik sampai pada era foto jurnalistik modern
yang dikenal dengan “golden age” (1930–1950). Saat itu terbitan seperti Sports
Illustrated, The Daily Mirror, The New York Daily News, Vu,dan LIFE
menunjukkan eksistensinya dengan tampilan foto-foto yang menawan. Di era itu
muncul nama-nama jurnalis foto seperti Robert Capa, Alfred Eisenstaedt,

4
Margaret Bourke-White, David Seymour dan W. Eugene Smith. Lalu ada Henri
Cartier-Bresson dengan gaya candid dan dokumenternya.
Cartier-Bresson, bersama Robert Capa, David Seymour, dan George
Rodger kemudian mendirikanMagnum Photos pada 1947. Magnum adalah agensi
foto berita pertama yang menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan
belahan dunia. Para pendirinya yang “alumni” LIFE kemudian membagi area
kerja; Afrika dan Timur Tengah, India dan Cina, Eropa, serta Amerika.
Selain Magnum di era golden age ada agensi Black Star yang dimotori
Ernest Mayer untuk menyuplai LIFE(yang saat itu hanya memiliki empat jurnalis
foto). Lalu ada Farm Security Administration (FSA) dengan foto potret yang
legendaris karya fotografer Dorothea Lange, ibu dengan anaknya yang
menggambarkan secara kuat depresi Amerika tahun 1930an.
Istilah foto jurnalistik dipopulerkan oleh Prof. Clifton Edom di AS tahun
1976 dengan bukunya “Photojournalism, Principles and Practices” dan lewat
kuliah yang diampunya di Universitas Missouri.

C. Sejarah Jurnalistik Foto Jurnalistik Di Indonesia


Di Tanah Air, fotografi ditengarai masuk tahun 1841 oleh Juriaan Munich,
seorang utusan kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia. Lalu kita
mengenal nama Kassian Cephas, seorang pribumi anak angkat pasangan Belanda
dengan foto pertamanya yang diidentifikasi bertahun 1875.
Sejarah foto jurnalistik Indonesia diwakili kantor berita Domei, suratkabar
Asia Raya, dan agensi fotoIndonesia Press Photo Service (IPPHOS).
Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie, ada nama
juru foto H. M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal kurun 1904 tentang
perang Aceh. Satu foto Neeb memperlihatkan barisan tentara kolonial berdiri di
atas benteng bambu dengan mayat-mayat bergeletakan di tanah. Tanpa kehadiran
Neeb tak ada kesaksian perang Aceh melawan kolonial.
Saat kedatangan Jepang pada 1942 dalam misi penjajahan, munculah
kantor berita Domei sebagai alat propaganda. Sebagian tugas fotografer adalah

5
merekam situasi politik saat itu untuk kantor berita milik Jepang ini. Alexius
“Alex” Mendur adalah kepala desk foto.
Alex Mendur, Frans Soemarto Mendur—yang sebelumnya bekerja untuk
Asia Raya, JK Umbas, FF Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda kemudian
mendirikan IPPHOS pada 2 Oktober 1946 di Jakarta. Saat ibukota Indonesia
dipindahkan ke Yogyakarta Frans Mendur memimpin biro foto di sana. Foto hasil
reportase Frans dititipkan melalui pilot yang terbang ke Jakarta.
Foto-foto Alex dan Frans yang dibuat kurun 1945 menjadi koleksi
IPPHOS. Foto yang paling fenomenal adalah imaji proklamasi 17 Agustus 1945
karya Frans Mendur.
Bulan Agustus di tahun 1945 mencekam. Tentara Heiho bersenjata masih
berpatroli di jalanan Jakarta. Subuh di bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus, dua
bersaudara Alex dan Frans membawa kamera menuju kediaman Soekarno di Jalan
Pegangsaan Timur 56. Mereka berangkat karena mendengar informasi adanya
peristiwa penting terkait perjuangan.
Akhirnya pada sekira pukul 10.00 proklamasi yang teramat penting itu
terekam dalam lembaran film. Tentara Jepang yang mengetahui
pendokumentasian proklamasi berhasil merampas kamera Alex Mendur.
Kemudian menghancurkan pelat-pelat negatif. Namun Frans lebih beruntung dan
sempat menyembunyikan negatif karyanya. Ia menanam film-film itu di bawah
pohon di halaman kantor Asia Raya. Saat tentara Jepang menggeledahnya ia
mengaku filmnya telah dirampas Barisan Pelopor. Ketika keadaan berangsur
aman Alex dan Frans mencuri-curi kesempatan untuk mencetak foto itu di kamar
gelap Kantor Berita Domei.
Meski berita proklamasi kemerdekaan itu tersiar di suratkabar esok
harinya tapi foto proklamasi baru dimuat pada Februari 1946 di harian Merdeka.
Kelak film bersejarah ini hilang dan hanya menyisakan lembar foto cetak.
IPPHOS merekam semangat dan pergolakan politik Indonesia dalam
upaya mencapai kemerdekaan (1945-1949), itulah mengapa foto-foto IPPHOS
banyak digunakan sebagai arsip visual sejarah. Dalam waktu tiga bulan saja
setelah proklamasi Alex dan Frans tercatat membuat tak kurang 2.500 foto.

6
Pada era revolusi tercatat beberapa fotografer asing memotret penggalan
cerita di dalam negeri. Di antaranya adalah Cas Oorthuys dan Henri-Cartier
Bresson. Cas adalah fotografer Belanda berlatar arsitek yang datang untuk proyek
pengerjaan buku foto. Sedangkan Bresson adalah fotografer kamerad yang saat itu
berkarya di Magnum.
Kini seiring lompatan teknologi yang canggih foto jurnalistik pun
mengalami kemajuan yang pesat. Peralatan fotografi yang ringan memungkinkan
jurnalis foto menjangkau tempat-tempat sulit dan jauh. Kamera dan lensa yang
cepat memungkinkan untuk memotret aksi dan rentetan kejadian dengan sekejap.
Alat pencahayaan tambahan berupa flash yang pintar juga membuat foto menjadi
lebih sempurna bahkan di lorong-lorong gelap.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jurnalistik adalah prosese perencanaan, pencarian, pengumpulan,
penyuntingan atau pengeditan dan penyebar luasan suatu berita melalui media
meanstrim. Jurnalistik foto adalah ilmu yang mempelajari tentang cara mengambil
foto menggunakan sebuah kamera. Foto jurnalistik adalah gambar yang dihasilkan
oleh kamera yang mengandung sebuah informasi tentang sebuah peristiwa yang
bernilai berita yang didukung dengan sebuah keterangan informasi 5 W + 1 H
( What, Who, Where, When, Why + How ).
Istilah foto jurnalistik dipopulerkan oleh Prof. Clifton Edom di AS tahun
1976 dengan bukunya “Photojournalism, Principles and Practices” dan lewat
kuliah yang diampunya di Universitas Missouri

8
DAFTAR PUSTAKA

Yurnaldi, Kiat Praktis Jurnalistik: untuk Siswa, Mahasiswa, dan Calon


Wartawan, Padang: Angkasa Raya, 1992

Patmono SK, Teknik Jurnalistik, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1996

Tom E. Rolnicki, Pengantar Dasar Jurnalisme, Jakarta: Kencana Prenada Media


Group, 2008

Dja’far H. Assegaff, Jurnalistik Masa Kini: Pengantar Ke Praktek Kewartawanan,


Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991

Anda mungkin juga menyukai