Dosen Matakuliah:
Elvi Oktarina, M.Kep,. Ns., Sp.KMB
Disusun Oleh:
Aisya Rahmadhanty
2121312008
B. Fisiologi Jantung
Fungsi jantung adalah memompa darah ke paru dan seluruh tubuh untuk
memberikan sari-sari makanan dan 𝑂2hingga sel terjadi metabolism.
Pembuluh arteri dan vena berfungsi sebagai pipa yaitu bertugas menyalurkan
darah dari jantung keseluruh jaringan tubuh, perbedaan mendasar pada arteri
dan vena terdapat pada susunan histoanatomi yang menunjang fungsinya
masing – masing (Yudha, 2017).
Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan menerima dan
juga memompa darah yang mengandung oksigen rendah sedangkan sisi
jantung sebelah kiri adalah berfungsi untuk memompa darah yang
mengandung oksigen tinggi. Jantung terdiri dari beberapa ruang jantung yaitu
atrium dan ventrikel yang masing-masing dari ruang jantung tersebut dibagi
menjadi dua yaitu atrium kanan kiri, serta ventrikel kiri dan kanan. Berikut
fungsi dari bagian- bagian jantung yaitu :
a. Atrium Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah
yang rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui
vena kava superior, vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal
dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan
selanjutnya ke paru. Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh
melalui vena kava superior (kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior
vena kava (kaki dan dada lebih rendah). Simpul sinoatrial mengirimkan
impuls yang menyebabkan jaringan otot jantung dari atrium berkontraksi
dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang. Katup trikuspid yang
memisahkan atrium kanan dari ventrikel kanan, akan terbuka untuk
membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke
ventrikel kanan Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua
paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke
ventrikel kiri dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Atrium kiri
menerima darah beroksigen dari paru-paru melalui vena paru-paru.
Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial kemajuan melalui atrium,
darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri
b. Ventrikel
Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah de-
oksigen sebagai kontrak atrium kanan. Katup paru menuju ke arteri paru
tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah
ventrikel penuh, mereka kontrak. Sebagai kontrak ventrikel kanan,
menutup katup trikuspid dan katup paru terbuka. Penutupan katup
trikuspid mencegah darah dari dukungan ke atrium kanan dan pembukaan
katup paru memungkinkan darah mengalir ke arteri pulmonalis menuju
paru-paru. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan
ke seluruh tubuh melalui aorta. Ventrikel kiri menerima darah yang
mengandung oksigen sebagai kontrak atrium kiri. Darah melewati katup
mitral ke ventrikel kiri. Katup aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan
untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh, dan
berkontraksi. Sebagai kontrak ventrikel kiri, menutup katup mitral dan
katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral mencegah darah dari
dukungan ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta memungkinkan darah
mengalir ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh.
c. Siklus Jantung dan Sistem Peredaran Darah jantung
Siklus jantung termasuk dalam bagian dari fisiologi jantung itu sendiri.
Jantung ketika bekerja secara berselang-seling berkontraksi untuk
mengosongkan isi jantung dan juga berelaksasi dalam rangka mengisi
darah kembali. siklus jantung terdiri atas periode sistol (kontraksi dan
pengosongan isi) dan juga periode diastol (relaksasi dan pengisian
jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol
terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi (mekanisme listrik
jantung) ke seluruh jantung. Sedangkan relaksasi timbul setelah
repolarisasi atau tahapan relaksasi dari otot jantung. Peredaran Darah
Jantung. Peredaran jantung itu terdiri dari peredaran darah besar dan juga
peredaran darah kecil. Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik (dari
seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan melalui vena besar yang dikenal
sebagai vena kava. Darah yang masuk ke atrium kanan berasal dari
jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan ditambahi dengan CO2. Darah
yang miskin akan oksigen tersebut mengalir dari atrium kanan melalui
katup ke ventrikel kanan, yang memompanya keluar melalui arteri
pulmonalis ke paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah
yang miskin oksigen ke sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan
kehilangan CO2-nya dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke
atrium kiri melalui vena pulmonalis.
a. Aglutinin, Febrile/Cold
Nilai normal
Nilai normal
Nilai normal
Dewasa : 3.0 – 8.2 Sibley-Lehninger U/dl atau 22 – 59 mU dalam
suhu 370c (SI unit)
e. Antimyocardial antibody (AMA)
Tipe tes : darah vena
g. Complement assay
Tipe tes : darah vena pungsi 7 ml
Nilai normal
i. Cryoglobulin
Tipe tes : darah pungsi vena perifer 10 ml
Nilai normal
Nilai normal
Metode westergren
Pria ≤ 15 mm/jam
Perempuan ≤ 20 mm/jam
Anak ≤ 10 mm/jam
Bayi 0-2 mm/jam
l. Human lymphocyte antigen (HLA)
Tipe tes : darah vena sekitar 10 ml dalam heparin.
Nilai normal
o. Lymphocyte immunophenotyping
Tipe tes : darah pungsi vena 10 ml dalam sodium heparin, 5 ml dalam
EDTA
Nilai normal
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011). Sistem
respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair,
2011).
Otot Pernafasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75%
selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga
toraks, yang membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti
piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm
sampai 7 cm saat inspirasi dalam. Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus
interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah bawah
dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra sehingga ketika musculus
intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan terangkat. Gerakan
ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter anteroposterior
rongga dada.
Diameter transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil.
Musculus interkostalis eksternus dan diafragma dapat mempertahankan ventilasi
yang adekuat pada keadaan istirahat. Musculus scalenus dan musculus
sternocleidomastoideus merupakan otot inspirasi tambahan yang ikut membantu
mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam. Otot ekspirasi
akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan volume intratoraks
berkurang. Musculus intercostalis internus bertugas untuk melakukan hal tersebut
karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga
sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah.
Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga membantu proses ekspirasi dengan
cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan
intra-abdomen yang akan mendorong diafragma ke atas.
c Dispnoe
Dispnoe merupakan suatu persepsi (perasan subjektif) klien yang merasa
kesulitan untuk bernafas/nafas pendek. Perawat mengkaji tentang
kemampuan klien untuk melakukan aktivitas. Contoh ketika klien berjalan,
apakah mengalami dispnoe? Kaji juga kemiungkinan timbulnya
paroksimal nocturnal dispnoe serta ortopnoe, yang berhubungan dengan
penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
d Hemoptisis
Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukan.
Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru,
perdarahan hidung atau perut. Darh yang berasal dari paru biasanya
berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera segera
oleh reflex batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptisis antara lain:
bronchitis kronik, bronkhiectasis, TB Paru, Crystic fibrosis, upper airway
necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru, dan abses
paru.
e Cest pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan
paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri pada pleura, muskuloskelal,
cardiac dan gastrointestinal. Paru paru tidak tidak mempunyai saraf yang
sensitive terrhadap nyeri. Hal ini berbeda dengan iga, otot, pleura parietal,
dan trakeobronkial tree yang mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri yang berhubungan dengan masalah dan penyebab
timbulnya nyeri.
2. Riwayat Kesehatan
a Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perawat menayakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara
umum pertanyaan yang dapat diajukan pada klien adalah: 1) Riwayat
merokok 2) Pengobatan saat ini dan masa lalu 3) Alergi 4) Tempat tinggal
b Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan social pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurang nya ada tiga yaitu: 1) Penyakit infeksi tertentu 2)
Kelainan alergis 3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah
yang polusi udaranya tinggi.
c Riwayat Psikososial
Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan
berpengaruh terhadap fungsi respirasi.Beberapa kondisi respirasi timbul
akibat stress.
3. Pengkajian fisik (Head to toe)
a Pengkajian pada orang Dewasa
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari toraks posterior, klien pada posisi
duduk
b) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya
c) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah
d) Inspeksi toraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti kiposis, skoliosis dan
lordosis
e) Catat jumlah, iramna, kedalaman, dan kesimetrisan pergerakan
dada
f) Observasi tipe pernafasan seperti pernafasan hidung atau
pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). Ratio pada fase normal 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukan adanya obtruksi pada jalan nafas dan
sering ditemukan pada klien COPD
h) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter lateral/tranversal
(T). Rattio ini normalnya berkisat 1:2 sampai 5:7, tergantung dari
cairan tubuh klien
i) Kelainan pada bentuk dada:
Barrel chest Timbulnya akibat terjadinya overinflamat ion.
Terjadi peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada
klien emfisiema.
Funnel Chest Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah
dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh
darah besar, yang mengakibatk an murmur. Kondisi ini dapat
timbul pada ricketsia, marfan”s syndrome atau akibat
kecelakaan kerja.
Pigeon Chest Timbul sebagai akibat dari ketidakpaten an
sternum dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada
klien dengan kiposkoliosis berat.
Kiposkoliosi s Terlihat dengan adanya elevasi scapula.
Deformitas ini akan menganggu pergerakan paru-paru, dapat
timbul pada klien dengan osteoporosis, dan kelainan
muskulosklet al ini yang mempengaruhinya
Kiposis Meningkatny a kelengkunga n normal kolumna
vertebrata torakalis menyebabka n klien tampak bongkok.
j) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru atau pleura.
k) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspiras,
yang dapat mengidentifikasi obstruksi jalan nafas.
l) Frekuensi pernafasan normal pada dewasa 16-20x/menit.
2) Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji kesimestrsan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan
mengetahui vocal/ tractile premitus(vibrasi) Palpasi toraks untuk
mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti: massa, lesi,
bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh
nyeri. Vocal premitus adalah getaran dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara.
a) Leher
Trakea yang normal dalam garis lurus diantara otot
sternokleidomastoides pada leher dan mudah digerakan serta
dengan mudah kembali ke posisi garis tengahsetelah digeser.
Massa dada, goiter, atau cedera akut dapat mengubah posisi trakea,
selain itu pada efusi pleura selalu membuat deviasi trakea ke sisi
jauh dari yang sakit sementara pada atelektasis, trakea sering
tertarik kebagian yang sakit.
b) Dada
Vocal fremitus adalah vibrasi yang dirasakan ketika pasien
mengatakan “77” (tujuh puluh tujuh). Vibrasi normal bila
terasa diatas batang bronkus utama. Bila teraba di atas perifer
paru, hal ini menunjukan konsolidasi sekresi atau efusi pleura
ringan sampai sedang.
remitus Ronkhi adalah vibrasi yang teraba di atas sekresi dan
kongesti pada bronkus atau trakea.
Emfisiema subkutan menyebabkan krepitasi dan diatas daerah
yang terkena. Bila di auskultasi, juga terdengar cracles. Hal ini
dapat berpindah ke daerah yang berbeda tergantung pada posisi
pasien. Kebocoran udara dari suatu pneumothorax atau
pneumomediastinum ke dalam jaringan subkutan menyebabkan
emfisema subkutan.
c) Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ
yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis
suara perkusi:
Suara perkusi normal
Resonan (Sonor) : Bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal
Dulness : Dihasilkan diatas bagian jantung atau paru.
Tympani : Musikal, dihasilkan di atasperut yang berisi
udara
Suara Perkusi abnormal
Hipersonan : Bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang
abnormal berisi udara.
Flatness : Sangat dullness dan oleh karena itu nadanya
lebih tinggi. Dapat di dengar pada perkusi daerah
paha, dimana area seluruhnya berisi jaringan.
d) Auskultasi
Mencakup mendengarkan suara nafas normal, dan suara tambahan
(abnormal). Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan nafas dan laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
Suara nafas normal:
Bronhial : Sering disebut dengan “Tubular Sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu
tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring,
dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya
lebih panjang daripada inspirasi., dan tidak ada
henti diantara kedua fase tersebut.
Bronchovesikuler : Merupakan gabungan dari suara nafas
bronchial dan vesicular. Suaranya terdengar
nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Suara
ini terdengar di daerah thoraks dimana bronki
tertutup oleh dinding dada.
Vesikular : Terdengar lembut, halus seperti angin sepoi-
sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi,
ekspirasi terdengar seperti timpani.
Referensi
Aru W, Sudoyo et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi
4.Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI. Jakarta
Majumder, N. (2015). Physiology of Respiration. IOSR Journal of Sports and
Physical Education, 2(3), pp.16-17.
Zuriati et al., 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Respirasi Aplikasi Nanda NIC & NOC. Sinar Ultimia Indah. Padang
SISTEM ONKOLOGI
Fisiologi Keganasan
Sel kanker mempunyai abnormal fenotip yang bergam antra lain difernsiasi,
peningkatan motalitas, tingkat invasi, dan perbedaan dalam sensitivitas terhadap
obat. Walaupun beragam fenotip yang terjadi, namun penyebab utama adalah
desregulasi kontrol terhadap siklus sel. Hal ini terjadi karena mekanisme kontrol
yang tidak bekerja dengan baik. Keadaan ini menyebabkan sel akan berkembang
tanpa mekanisme kontrol seperti yang terjadi pada sel normal. Transformasi ini
tergantung pada mutasi gen mekanisme kontrol siklus sel tersebut. Keganasan
pada umumnya dapat terjadi melalui tiga mekanisme, pertama perpendekan waktu
siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang di produksi dalam
satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada
proses apoptosis atau nekosis dan Ketiga, terjadi pertumbuhan yang tidak
terkontrol. Gabungan mutasi pada berbagai proto-onkogen yang mengahambat
penghentian proses siklus. Kerusakan mekanisme kontrol terhadap apoptosis yang
mencegah apoptosis, misalnya ekspresi berlebihan bel2, penurunan ekspresi Bax
dan mutasi p53. Perubahan mekanisme ini menyebabkan gangguan diferensiasi
sel sehingga terjadi perubahan pola proliferasi sel yang akhirnya menjadi
keganasan.
Referensi
Soebagjo, H. 2019. Onkologi Mata. Airlangga University Press: Surabaya
Syamsuhidrajat & Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
SISTEM DIGESTIVE
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Fisiologi sistem
pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam
aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
c) Palpasi
a. Otot polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus,
serta pada dinding tuba seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,
reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah. Serabut otot
berbentuk spindel dengan nukleus sentral. Serabut ini berukuran
kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah) sampai
0,5 mm pada uterus wanita hamil. Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur mikroskopis otot polos adalah sarcoplasmanya terdiri dari
myofibril yang disusun oleh myofilamen-myofilamen. Ada dua
kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk
berkontraksi, yaitu sebagai berikut:
1) Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah
besar, pada jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata
yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan
pada otot erektor vili rambut.
2) Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam
lapisan dinding organ berongga atau visera. Semua serabut dalam
lapisan mampu berkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini
dapat bereksitasi sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan
stimulasi saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan.
b. Otot jantung
Otot jantung merupakan otot lurik, yang disebut juga otot serat
lintang involunter. Karakteristik otot ini hanya terdapat pada jantung.
Otot jantung mempunyai sifat bekerja terus-menerus setiap saat
tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu
setiap kali berdenyut. Struktur mikroskopis otot jantung mirip
dengan otot skelet. Memilki banyak inti sel yang terletak di tepi agak
ke tengah. Panjang sel berkisar antara 85-100 mikron dan
diameternya sekitar 15 mikron. Berdasarkan gerakannya otot
dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Otot Antagonis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
Contohnya: 1) Ekstensor (meluruskan) dengan fleksor
(membengkokkan), misalnya otot bisep dan otot trisep. 2)
Depressor (gerakan ke bawah) dengan elevator (gerakan ke atas),
misalnya gerak kepala menunduk dan menengadah.
2) Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya
saling mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah.
Contohnya pronator teres dan pronator kuadrus.
Mekanisme kerja otot
a) Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan),
b) Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup),
c) Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)
d) Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)
e) Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan).
f) Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh).
2. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel,
yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi
melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot. Berdasarkan cara
melekatnya pada tulang, tendon dibedakan sebagai berikut. 1) Origo,
merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi, dan 2) Inersio, merupakan
tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika otot berkontraksi.
3. Ligamen
Pembalut/selubung yang sangat kuat, merupakan jaringan elastis
penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang
dengan tulang yang diikat oleh sendi. Beberapa tipe ligamen sebagai
berikut. 1) Ligamen Tipis: pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan
ligamen kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini
memungkinkan terjadinya gerakan. 2) Ligamen jaringan elastik kuning,
merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan
memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.
B. Sistem Skeletal/Rangka
1. Tulang
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan
memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi. Tulang
sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan tetapi
tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi
tanpa tulang. Tubuh memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Fungsi
dari sistem skeletal/rangka adalah:
a) Penyangga berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen- ligamen,
otot, jaringan lunak dan organ. Membentuk kerangka yang berfungsi
untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang melekat pada tulang.
b) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
atau hemopoesis.
c) Produksi sel darah (red marrow)
d) Pelindung yaitu membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak, serta memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
e) Penggerak yaitu dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
Klasifikasi tulang
Jaringan tulang berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya
dibedakan menjadi tulang rawan dan tulang sejati.
1. Tulang rawan
a) Tulang Rawan (kartilago) terdiri dari 3 macam yaitu a) Tulang
rawan hyalin, bersifat kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang
pipa;
b) Tulang rawan fibrosa yaitu memperdalam rongga dari cawan-
cawan (tulang panggul) dan rongga glenoid dari scapula;
c) Tulang rawan elastik yaitu terdapat dalam daun telinga, epiglottis,
dan faring.
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7
minggu dan berlangsung sampai dewasa. Pada rangka manusia, rangka
yang pertama kali terbentuk adalah tulang rawan (kartilago) yang
berasal dari jaringan mesenkim. Kemudian akan terbentuk osteoblas
atau sel-sel pembentuk tulang. Osteoblas ini akan mengisi rongga-
rongga tulang rawan. Sel-sel tulang dibentuk terutama dari arah dalam
keluar, atau proses pembentukannya konsentris. Setiap satuan-satuan
sel tulang mengelilingi suatu pembuluh darah dan saraf membentuk
suatu sistem yang disebut sistem Havers. Disekeliling sel-sel tulang
terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks tulang. Kelak di
dalam senyawa protein ini terdapat pula kapur dan fosfor sehingga
matriks tulang akan mengeras. Proses ini disebut osifikasi.
2. Tulang Sejati (osteon)
Bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem rangka.
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum). Lapis
tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan meluas ke
dalam kanalikuli tulang kompak. Secara mikroskopis tulang terdiri dari
beberapa komponen berikut ini.
a) Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah,
aliran limfe).
b) Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
c) Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan-
lempengan yang mengandung sel tulang).
d) Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan
sampai ke osteon).
Berdasarkan matriks penyusunnya, tulang dibedakan menjadi:
a) Tulang Kompak
Memiliki ciri padat, halus, dan homogen. Pada bagian tengah
terdapat medullary cavity yang mengandung “yellow bone
marrow”. Tersusun atas unit osteon yaitu Haversian System. Pada
pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat
pembuluh darah dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik
(lamellae). Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh
membran tipis yang disebut periosteur, membran ini mengandung
bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam
tulang dan osteoblas.
b) Tulang spongiosa
Tulang ini tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut
trabekula. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan
tekanan. Rongga antara trabekula berisi ”red bone marrow” yang
mengandung pembuluh darah yang memberi nutrisi pada tulang.
Contohnya yaitu tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak,
dan pada ujung tulang lengan dan paha. Berdasarkan bentuknya,
tulang diklasifikasikan menjadi tulang pipa, tulang pendek, tulang
pipih, tulang tak beraturan, dan tulang berongga udara.
1) Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran
panjangnya terbesar. Contohnya yaitu os humerus dan os
femur.
2) Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya
pendek. Contohnya yaitu tulang yang terdapat pada pangkal
kaki, pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang.
3) Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya yaitu os scapula (tengkorak), tulang belikat, dan
tulang rusuk.
4) Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan
bentuk yang tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang
belakang). e) Ossa pneumatica (tulang berongga udara).
Contohnya os maxilla.
2) Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf
gabungan motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda
melalui neuron aferen dan meninggalkan melalui eferen. Saraf
spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna
vertebra tempat munculnya saraf tersebut.
2. Sistem saraf otonom (SSO)
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom
adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf
simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini
adalah saling berbalikan.
2. Nutritional – Metabolic
a) Tanyakan tentang kebiasaan makan klien selama 24 jam. Apaka klien
makan makanan dari semua golongan makanan atau tidak adakag makanan
pantang bagi klien
b) Apakah klien memiliki kesukaran mengunyah atau menelan
3. Elimination
a) Apakah klien mengalami perubahan pada kebiasaan b a k atau b a b
b) Apakah klien menggunakan laksatif, suppositoria, bantuan enema, jenis
apa dan seberapa sering.
c) Apakah klien mampu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan atau tanpa
dibantu. Uraikan kebiasaan rutin klien
4. Activity – Exercise
a) Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam
b) Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan, koordinasi atau
berjalan. Apakah klien menggunakan alat bantu jalan
c) Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki
d) Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya
e) Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor
pencetusnya. Bagaimana perasaannya setelah kejang
f) Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana bagian
mana?
5. SLEEP-REST
a) Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan
tidur dan isitrahat. Jika demikian, bagaimana ?
b) Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari,
Jelaskan
c) Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat menyimpan
kekuatan dan energi
6. COGNITIVE-PERCEPTUAL
a) Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi, jenis,
lokasi dan faktor pencetusnya
b) Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien
merasakan berada di ruangan pemintalan
c) Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau perasaan
geli. Dimana areanya dan kapan
d) Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan ganda,
penglihatan seperti dibatasi embun
e) Apakah klien pernah mengalami masalah pendegaran
f) Apakah klien mengalami perubahan pada pengecapan dan pembauan
g) Apakah klien mneglami kesulitan mengingat
8. ROLE-RELATIONSHIP
a) Adakah riwayat masalah neurologik keluarga seperti alzheimer disease,
tumor otak, epilepsi
b) Apakah klien sulit mengekspresikan dirinya.
c) Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap perannya dalam
keluarganya. Bagaimana
d) Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap interaksi dengan
anggota keluarga yang lain, dengan teman-temannya, pekerjaannya, dan
aktifitas sosialnya
e) Apakah maslah neurologik berpengaruh terhadap kemampuan kerjanya
9. Sexuality-Reproductive
a) Apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya masalah
neurologik
b) Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam
mengekspresikan aktifitas sexual jika klien mengalami gangguan
neurologik
c) Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan dirinya
laki–laki atau wanita
10. COPING-STRESS
a) Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress
b) Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien mengatasi
stress
c) Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk masalah
neurologik
d) Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres dengan
masalah neurologik.
11. VALUE-BELIEF
a) Siapa orang terdekat, praktisian, atau aktifitas apa yang dapat membantu
mengatasi stres dengan gangguan neurologik
b) Apa yang dapat klien lihat yang dapat menjadi sumber kekuatan terbesar
saat ini
c) Apa yang klien rasakan/percayai untuk waktu mendatang dengan
gangguan neurologik ini.
2) Tingkat kesadaran :
a) Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli
individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
b) Lethargic : Kesadaran
Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan
bicara. Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin
klien dapat berespon dengan cepat. Dengan pertanyaan kompleks akan
tampak bingung.
c) Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat
memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan
kalimat membingungkan.
d) Stuporus
Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
e) Koma
Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal,
tanda vital mungkin tidak stabil.
3) Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon
motorik (motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang
paling baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring”
paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
< 7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
Respon Scoring
1. Membuka Mata = Eye open (E)
Spontan membuka mata 4
Terhadap suara membuka mata 3
Terhadap nyeri membuka mata 2
Tidak ada respon 1
2. Motorik = Motoric response (M)
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur 3
dekortikasi 2
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi 1
Tidak ada respon
3. Verbal = Verbal response (V)
Berorientasi baik 5
Bingung 4
Kata-kata respon tidak tepat 3
Respon suara tidak bermakna 2
Tidak ada respon 1
4) Saraf kranial :
a) Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium
benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
dan sebagainya.
Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b) Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca
dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,
klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna
cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien
langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata
kedua.
c) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter
kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi
klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi
pupil kena sinar.
Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi
adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
d) Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e) Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salivasi
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya
f) Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
g) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah,
tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M.
Salivarius inferior.
N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula,
palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah
simetris dan tertarik keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx
dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
h) Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya.
Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan
---- test otot trapezius.
i) Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu
sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain
(tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena
pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin
(coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang
keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan
sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
Pen / pensil, untuk graphesthesia.
Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama.
Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana
kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan
skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++).
Referensi
Bahrudin, M. 2013. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press
Feriyawati, L. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranananya dalam Regulasi
Kontraksi Otot Rangka. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
SISTEM PERKEMIHAN
Sistem perkemihan merupakan tempat untuk menyaring darah, sehingga darah
yang mengalir ke seluruh tubuh bersih dan bebas dari zat-zat yang beracun bagi
tubuh dibuang melalui urine. Selain itu, sistem perkemihan memeiliki fungsi
untuk menjaga keseimbangan dalam tubuh dan untuk membuang sisa produk yang
ada di tubuh (Wahyuningsih dkk, 2017, p.147)
1. Anatomi sistem perkemihan
Suatu sistem ekskresi yang utama, yang terdiri atas dua ginjal yang
menghasilkan urine, dua ureter yang bertugas membawa urine dari ginjal ke
vesika urinaria (kandung kemih), satu kandung kemih sebagai tempat urin
dikumpulkan dan satu uretra sebagai tempat pengeluaran urine dari kandung
kemih.
a. Ginjal (Ren)
Ginjal merupakan bagian penting dalam anatomi sistem perkemihan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3.
Bentuk ginjal seperti biji kacang dengan ukuran antara 11 cm, lebar 6 cm,
tebal 3 cm dan berat ginjal pada orang dewasa ±200gram. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter
yang besar. Ginjal mempunya fungsi di antaranya :
1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun,
2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan, osmotic, dan ion,
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh,
4) Fungsi hormonal dan metabolisme,
5) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
Struktur ginjal secara makroskopis
Secara anatomi ginjal terbagi manjadi bebrapa bagian diantaranya bagian
kulit (korteks), susmsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis)
Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan lalau
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudia menjadi arteria akuata.
Arteria interlobularis yang berada ditepi ginjal bercabang manjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut glomerolus dan dikelilingi oleh alat
yang disebut simpai bowman didalamnya terjadi penyadangan pertama
dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian manjadi
vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan
sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2 jenis hormon yaitu hormon
adrenalin dan kortison.
b. Ureter
Terdiri dari saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih panjangnya ±25-30 cm dengan penampang ±0,5 cm. ureter
sebagian terletak di dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam
rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat
(jaringan fibrosa), lapisan tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam
mukos.Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang mendorong urin masuk ke kandung kemih. Gerakan
peristaltik mendorong urin melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal
dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretalis masuk
ke dalam kandung kemih.
c. Vesika urinaria (kandung kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengmepis, terletak dibelakang
simfisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum
vesika umbilikus medius. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa
lapisan yaitu peritoneum (lapisan paling luar), tunika muskularis, tunika
submukosa dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Bagian vesika
urinaria terdiri atas:
1) Fundus, yaitu bagian yang menghadap kearah belakang bawah,
bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang
terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan
prostat.
2) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan funduk
3) Verteks, yaitu bagian yang maju kearah depan dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikus.
d. Uretra
Saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih. Uretra berfungsi
menyalurkan urin keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok melalui
tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibosa yang menembus
tulang pubis kebagian penis panjangnya ±20 cm. uretra pada laki-laki
terdiri dari uretra prostatica, uretra membranosa dan uretra kavernosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya ±2-3 cm. lapisan uretra pada wanita terdiri
dari tunika muskularis (luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari
vena-vena dan lapisan mukosa (dalam). Muara uretra pada wanita terletak
di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina).
2. Fisiologi Sistem Perkemihan
c. Pembentukan urin
Sebelum menjadi urin, didalam ginjal akan terjadi 3 macam proses, yaitu
sebagai berikut.
1) Penyaringan (filtrasi)Proses pembentukan urin diawalai dengan
penyaringan darah yang terjadi di kapiler glomerolus. Sel-sel kalipelr
glomerolus yang berpori, tekanan permeabilitas yang tinggi pad
aglomerolus mempermudah proses penyaringan. Selain penyaringan,
di glomerolus terjadi penyerapan kemabli sel-sel darah, keping darah
dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlalrut di
dalam plasma darah seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, dan urea dapat melewati filter dan menjadi bagian
dari endapan. Hasil penyaringan di glomerouls disebut filtrat
glomerolus atau urin primer, mengandung asam amino, glukosa,
natrium, kalium dan garam-garam lainnya.
2) Reabsorpsi
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin primer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus
kontortus terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat
pad atubulus melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa
osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino
diekmbalikan ke darah. Zat amino, obat-obatan, kelebihan garam, dan
bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi
reabsorpsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat
yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya,
konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah,
misal urea.
3) Augmentasi
Proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin akan menuju rongga
ginjal, selanjutnya menuju kandung kemih melalui saluran ginjal. Jika
kandung kemih telah penuh terisi urin, didnding jandung kemih akan
tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar
melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan adalah air, garam,
urea, dan sisa substansi lain, misal pigmen empedu yang berfungsi
memberi warna dan bau pada urin (Nuari dkk,2017).
Referensi
Nuari,N & Widayati, D. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Deepublish:Jakarta.
Putri & Wijaya. S.A. 2013. KMB I Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika
SISTEM ENDOKRIN
Referensi
Timby, B. K., & Smith, N. E. (2010). Introductory Medical Surgical Nursing (10th ed.). 2010:
Lippincott Williams & Wilkins.
Syaifuddin, H.2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Ed4. EGC: Jakarta
Suharto I. P & Nurseskasatmata S.E . 2020. Fisiologi Sistem Endokrin. Unik Press: Kota Kediri.