Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II
‘’ANTIHISTAMIN’’

OLEH:

Viendy alvionita T S (2012005)

Agnes nur sagita (2012001)

Risnawati asri (2012004)

Lukman manusu (2012003)

Aditya prasetia lagaga (2012007)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA)
PELITA MAS
PALU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistamin.
Sejak itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit
alergi. Pada umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai
spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti
serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini
disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik
akan menimbulkan efek samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa
gelisah, gugup dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering
menghambat aktivitas sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat
antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang. Dekade ini muncul
antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang
tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi
efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamin
(penghambatan saingan). Antihistamin ini biasanya digunakan untuk
mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh
terhadap alergen (penyebab alergi).
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah
signifikan di tubuh. Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat anti
bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri,
jamur, dan actinomycota) yang dapat menekan pertumbuhan dan atau
membunuh mikroorganisme lainnya. Penggunaan umum sering meluas
kepada agen antimikroba sintetik, seperti sulfonamid dan kuinolon.
I.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan antihistamin?
2. Bagaimana penggolongan obat antihistamin ?
3. Bagaimana indikasi & kontra indikasi dari obat – obat golongan
antihistamin ?
4. Apa efek samping dari obat – obat golongan antihistamin ?

I.3 TUJUAN MAKALAH


1. Memahami pengertian dari antihistamin.
2. Mengetahui penggolongan obat antihistamin.
3. Mengetahui indikasi & kontra indikasi dari obat – obat golongan
antihistamin
4. Mengetahui efek samping dari obat – obat golongan antihistamin.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 ANTIHISTAMIN
Histamin adalah suatu alkaloid yang di simpan di dalam sel mast dan
menimbulkan berbagai proses faal dan patologik. Histamin adalah senyawa
yang terlibat dalam reaksi imun lokal,selain itu senyawa ini juga berperan
dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai neurotransmitter.
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap suatu zat/alergen
yang pada individu normal tidak berbahaya, namun pada individu yang
sensitif dapat memicu timbulnya reaksi alergi. Alergi dapat diakibatkan oleh
obat - obatan, makanan tertentu atau menghirup debu atau kutu binatang
anifestasi reaksi alergi pada pernapasan; rinitis, asma ; usus : muntah, nyeri
perut, diare ; kulit ruam - ruam kemerahan
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada
reseptor histamin H1. 
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis,
urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi pada reaksi anafilaksis (gangguan
pernafasan). Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk
perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi
serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Antihistamin yang digunakan sebagai anti alergi adalah golongan
antagonis reseptor H1. Secara farmakodinamik, AH1 dapat menghambat efek
histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan semacam otor polos. AH1
bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang
disertai pelepasan histamine endogen berlebihan. Bronkokonstriksi,
peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine dapat dihambat
dengan baik.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers.
Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain,
yakni daya antikolinergik, antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan
dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur,
sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local
anestesi (lemah). Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara
sistemis (oral dan injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam
gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamin.
II.2 PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN

1. ANTAGONIS RESEPTOR H1 (AH1)

 Pengolongan antihistamin (AH1)

Antihistamin ( AH1) Generasi Pertama


1. Azatadine
2. Azelastine
3. Brompheniramine
4. Chlorpheniramine
5. Clemastine
6. Cyproheptadine
7. Dexchlorpheniramine
8. Hydroxyzine
9. Promethazine
10. Tripelennamine
Antihistamin ( AH1) Generasi Kedua
1. Cetirizine
2. Loratadine

Antihistamin ( AH1) Generasi Ketiga


1 Fexofenadine
2 Desloratadine
 Difenhindramin HCl

 Indikasi
antihistamin, antiemetik, anti spamodik; parkinsonisme, reaksi
ekstrapiramidal karena obat.
 Kontraindikasi
Hipersensitif pada difenhidramin, asma akut dan tidak boleh untuk
bayi neonatus (usia 2 minggu)
 Efek samping
Efek samping yang sering dari Diphenhydramine yaitu mengantuk,
merasa lelah, pusing, gangguan koordinasi, mulut kering dan menebal
dan sekret lain dari pernapasan, dan gangguan lambung.
Diphenhydramine juga dapat menyebabkan penglihatan kabur,
penglihatan ganda, gemetar, hilang napsu makan, atau mual.
 Mekanisme kerja
bekerja pada reseptor H1 sistem saraf perifer dan pusat, sehingga
mampu mengurangi gejala hipersensitivitas dan memberi efek sedasi.
Diphenhydramine bekerja tidak hanya sebagai antihistamin, namun
juga antiadrenergik, antimuskarinik, antiserotonergik dan penyekat
kanal natrium intrasel.
Dimenhidrinat
 Loratadin

 Indikasi
- Mengurangi gejala-gejala yang berkaitan dengan rhinitis alergik,
seperti bersin-bersin, pilek, dan rasa gatal pada hidung, rasa gatal
dan terbakar pada mata.
- Juga mengurangi gejala-gejala dan tanda-tanda urtikaria kronik
serta penyakit dermatologik alergi lain.
 Kontraindikasi
Loratadine tidak boleh diberikan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitif terhadap komponen obat ini.
 Efek samping
- Loratadine tidak memperlihatkan efek mengantuk yang secara
klinis bermakna pada pemberian dosis 10 mg perhari.
- Efek samping loratadine yang pernah dilaporkan : lelah, sakit
kepala, somnolensi, mulut kering, gangguan pencernaan, nausea,
gastritis dan alergi yang menyerupai ruam.
- Pernah dilaporkan terjadinya alopesia, anafilaksis, fungsi hati
abnormal dan takiaritmia supraventrikuler walaupun jarang.
 Mekanisme kerja
Loratadine merupakan antihistamin trisiklik yang bekerja selektif di reseptor
H1 perifer dan menghambat aktivitas histamin pada sel target.
 Cetirizine

 Indikasi
Indikasi Cetirizine adalah penyakit alergi, rhinitis alergi, dan urtikaria
idiopatik kronis.
 Kontraindikasi
 Penderita yang hipersensitif terhadap cetirizine.
 Karena kurangnya data klinis, cetirizine jangan digunakan selama
semester pertama kehamilan atau saat menyusui.
 Cetirizine jangan digunakan untuk bayi dan anak-anak berumur
kurang dari 2 tahun.

 Efek samping
- Cetirizine mempunyai efek samping yang bersifat sementara
diantaranya : pusing sakit, kepala, rasa kantuk, agitasi, mulut
kering dan rasa tidak enak pada lambung. Pada beberapa
penderita dapat terjadi reaksi hipersensitifitas termasuk reaksi
kulit dan angiodema.
 Mekanisme kerja
Obat ini bekerja dengan cara memblokir histamin, yaitu senyawa yang
meningkat jumlahnya dan menyebabkan terjadinya gejala dan reaksi alergi
saat tubuh terpapar alergen (zat pemicu alergi).

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
    Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu

menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang

dihambat, histamin dibagi menjadi antagonis reseptor H1, reseptor H2, dan

reseptor H3. Penghambat reseptor H1 digunakan pada terapi alergi yang

diperantai IgE. Obat-obatan tersebut telah tersedia tetapi penggunaan

generasi antihistamin pertama (klorfeniramin, bomfeniramin, difenhidramin,

klemastin, hidroksizin) terbatas, karena adanya efek samping sedasi primer

dan menyebabkan keringnya membran mukosa. Antihistamin generasi

kedua (loratadin, cetirizin) dan ketiga (feksofenadin, desloratadin) bekerja

menghambat reseptor histamin H1 disamping efek antiinflamasi.

        

DAFTAR PUSTAKA
Udin Sjamsudin, Hedi RD. 1995.: Histamin dan Antihistamin dalam Farmakologi

Dan Terapi edisi 4, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakolog dan terapi

edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Bertra M,Katzung.1997. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai