Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SYOK SEPSIS”

Disusun Oleh Kelompok 5 (Kel.11) :

1. Dhea Agnes Oktavia 121811005


2. Fredi Pratama 121811011
3. Prayuni Saputri 121811018
4. Yuni Alfia Rashika Yusuf 121811024

DOSEN PEMBIMBING :

Linda Widiastuti, S.Kep, Ns, M.kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
TANJUNGPINANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kelpada Tuhan yang maha esa, karena
penyusun telah berhasil menyelesaikan makalah degan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SYOK SEPSIS” untuk melengkapi
pengambilan nilai pada semester ini. Makalah ini memberikan perhatian yang besar
terhadap ilmu keperawatan. Oleh karna itu, selain menyajikan materi yang di
kehendaki makalah ini juga menyajikan aplikasi kesehatan.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa
adanya bantuan dan bimbingan yang telah di berikan oleh berbagai pihak untuk itu
penyusun mengucapkan terimakasih kepada ibu Linda Widiastuti, S.Kep, Ns, M.kep
selaku dosen pembimbing

Terwujudnya makalah ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi penyusun.


Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka
dari itu penyusun mangharap keritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan atas perhatian tim penyusun


ucapkan terimakasih.

TanjungPinang, 29 November 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................... I

Daftar isi .............................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4

A. Definisi ..................................................................................................... 4
B. Klasifikasi ................................................................................................ 6
C. Etiologi ..................................................................................................... 7
D. Patofisiologi ............................................................................................. 8
E. Gejala klinis ............................................................................................. 9
F. Manifestasi klinis ..................................................................................... 9
G. Komplikasi ............................................................................................... 13
H. Pemeriksaan penunjang ............................................................................ 14
I. Penatalaksanaan ...................................................................................... 15

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................. 18

A. Pengkajian ................................................................................................ 18
B. Diagnose keperawatan ............................................................................. 21
C. Rencana asuhan keperawatan ................................................................... 22

BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 25

iii
A. Kesimpulan .............................................................................................. 25
B. Saran ......................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia selaku berinteraksi dengan segala macam mikroorganisme
yang ada di media, baik di air, udara dll. Pada dasarnya manusia memiliki
suatu mekanisme pertahanan tubuh yang kuat, tapi ada suatu keadaan dimana
suatu pertahanan tubuh menjadi berkurang kekuatanya dalam menghalangi
antigen yang masuk ke dalam tubuh. Jika antigen dalam tubuh mengalami
pembelahan maka fungsi tubuh akan terganggu, bisa juga mengalami syok
yang diakibatkan oleh adanya bakteri dalam tubuh yang terlalu banyak atau
yang paling buruk adalah kematian.
Sepsis merupakan suatu kondisi kerusakan sistim imun akibat
infeksi.Hal ini merupakan masalah kesehatan dunia karena
patogenesisnya yang sangat kompleks dan pengobatannya yang sulit
serta angka mortalitasnya yang tinggi meskipun selalu terjadi
perkembangan antibiotic yang baru.Sepsis terjadi di beberapa Negara dengan
angka kejadian yang tinggi, dan kejadiannnya yang terus meningkat.
Berdasarkan data Epidemiologi di Amerika Utara bahwa sepsis terjadi pada 3
kasus dari 1000 populasi yang diartikan 75.000 penderita per tahun (Guntur A
H, 2007). Angka mortalitas sepsis mencapai 30% dan bertambah pada usia tua
40% dan penderita syok sepsis mencapai 50%. Meskipun selalu terjadi
perkembangan antibiotic dan terapi perawatan intensif,sepsis menimbulkan
angka kematian yang tinggi dihampir semua ICU. Sindrom sepsis mulai
dari Sistemic Inflammatory Respond Syndrome (SIRS) sampai sepsis
yang berat (Disfungsi organ yang akut) dan syok sepsis (Sepsis yang berat
ditambah dengan hipotensi yang tak membaik dengan resusitasi cairan).
(Kasper, 2005).

1
Terapi utama meliputi resusitasi cauran untuk mengembalikan
tekan sirkulasi darah, terapi antibiotic, mengatasi sumber infeksi, pemberian
vasopresor untuk mencegah syok dan pengendalian kadar gula dalam darah.
Sepsis akan menyebabkan terjadinya syok, sehinggga berdampak pada
kerusakan organ. Respon sepsis dapat dipicu oleh trauma jaringan, ischemia-
reperfusion injury, endokrin dan eksokrin (Guntur A H, 2007).
Bakteri gram negative terdpat endotoksin yang disebut
lipopolisakarida (LPS) yang terletak pada lapisan terluar.Lapisan luar
membrane bakteri gram negative tersusun atas lipid bilayer, yaitu membrane
sitoplasmic dalam dan luar yang dipisahkan peptidoglikan (Guntur A H,
2007).
Sepsis terdapat produksi mediator-mediator inflamasi atau sitokin.
Makrofag merupakan salah satu mediator seluler, makrofag memegang
peranan penting dalam pathogenesis syok sepsis.Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa LPS dapat menurunkan kemampuan IFN-gamma atau
LPS untuk memacu Inducible nitric oxidesynthase (Inos) pada kultur
makrofag sehingga NO mengalami penurunan.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari syok sepsis ?
2. Apa etiologi dari syok sepsis ?
3. Bagaimana pathogenesis dari syok sepsis ?
4. Bagaimana manifestai klinis dari syok sepsis ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari syok sepsis
2. Mengetahui etiologi dari syok sepsis

2
3. Mengetahui manifestasi klinis dari syok sepsis
4. Mengetahui patofisiologi dari syok sepsis
5. Mengetahui penatalaksanaan dari syok sepsis

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran
darah yang melalui tubuh (Kamus Keperawatan).
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan
darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai. Syok biasanya
berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya
serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat
perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic
inflammatory response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau
dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC
atau <36oC) ; takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis
respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan
jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau
jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk
blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak
hanya terbatas pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk
organ- organ.
Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih
criteria :

4
 Suhu > 38 oC atau < 36 oC
 Denyut jantung > 90x/menit
 Laju respirasi >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
 Hitung leukosit >12.000/mm3 atau > 10% sel imatur/band

Penyabab respon sistemikdihipotesiskan sebagia infeksi local yang


tidak terkontrol, sehingga menyebabkan bakterimia atau toksemia
(endotoksin/eksotoksin) yang menstimulasi reaksi inflamasi di dalam
pembuluh darah atau organ lain.

Sepsis secara klinis dibagi berdasarkan beratnya kondisi, yaitu sepsis,


sepsis berat, dan syok septic.Sepsis berat adalah infeksi dengan adanya bukti
kegagalan organ akibat hipoperfusi. Syok septic adalah sepsis berat
dengan hipotensi yang persisten setelah diberikan resusitasi cairan dan
menyebabkan hipoperfusi jaringan.Pada 10% -30 % kasus syok septic
didapatkan bakterimia kultur positif dengan mortalitas mencapai 40-150%.
Syok septik adalah Shock yang disebabkan infeksi yang menyebar luas yang
merupakan bentuk paling umum shock distributif.

Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar
luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus
trauma, syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke
rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka
tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.

Syok Septik adalah suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai
tingkat yang membahayakan nyawa sebagai akibat dari Septik, disertai adanya
infeksi (sumber infeksi). Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh
bakteri tertentu dan akibat sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan

5
untuk melawan suatu infeksi).Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa
menyebabkan kerusakan jaringan dan gangguan peredaran darah.

B. Klasifikasi
Derajat syok menurut kegawatannya
1. Syok Ringan
1) Kehilangan volume darah <20%
2) Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup
lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan
yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau
ringan.
3) Tanda klinis: rasa dingin, hipotensi postural, takikardi, kulit lembab,
urine pekat, diuresis kurang, kesadaran masih normal

2. Syok Sedang
1) Kehilangan cairan 20%-40% dari volume darah total
2) Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih
lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat
oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.
3) Tanda klinis: penurunan kesadaran, delirium/agitasi, hipotensi,
takikardi nafas cepat dan dalam, oliguri, asidosis metabolik.

3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada

6
syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi
oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia
jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

C. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis
dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks
antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan
gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat
hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau
gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran
lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan
pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal
yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah
tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat
bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di
antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid
atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan
ventilasi mekanis. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari
tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-
paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering
dihubungkan dengan sepsis yaitu:

7
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendiksitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat
terdeteksi.

D. Patofisiologi
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin,
neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain.
Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana
terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi
melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang
maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif,
kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ
(Vienna, 2000).
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi
jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard
sehingga terjadi penurunan curah jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai
organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF).

8
Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi
endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus.
Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya
faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance),
malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit,
dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007).

E. Gejala klinis
Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala
konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi
yang paling sering paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan
lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita
usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan
granulositopenia.

Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:


Sindrom distress pernapasan pada dewasa
a. Koagulasi intravascular
b. Gagal ginja akut
c. Perdarahan usus
d. Gagal hati
e. Disfungsi system saraf pusat
f. Gagal jantung
g. Kematian

F. Manifestasi klinis
1. Manisfestasi-maniofestasi klinis kardivaskuler
1) Perubahan sirkulasi

9
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septik adalah
rendahnya tahanan vaskuler sistemik (TVS), sebagian besar karena
vasodilasi yang terjadi sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator
(spt, prostaglandin, kinin, histamin, dan endofrin). Mediator mediator
yang sama terebut juga dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas
kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume intravaskuler menembus
membran yang bocor, dengan demikian mengurangi volume sirkulasi
yang efektif.
Dalam hubunganya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah,
terjadi maldistribusi aliran darah. Meditor-meditor vasoaktif yang
dilepaskan oleh sistemetik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan
vasokontriksi dari jaringan vaskuler tertentu. Mengarah pada aliran
yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan
lainya menerima aliran yang berlebihan. Selain itu, terjadi reaksi
respon inflamasi masif pada jaringan. Mengakibatkan sumbatan kapiler
karena adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat
kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih.

2) Perubahan-perubahan miokardial
Meskipun maldistribusi aliran darah adalah salah satu abnormalitas
utama yang berkaitan dengan syok septik, ditemui juga bukti-bukti
bahwa kinerja miokardial tertekan, dalam bentuk penurunan fraksi
ejeksi ventrikular dan kerusakan kontraktilitas juga terkena.
Penjelasan terakhir tentang tergangunya fungsi jantung adalah
keadaan metabolik abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya
asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas terhadap katekolamin.
Apapun mekanismenya, jantung menunjukkan gangguan kontraktilitas
dan betuk kinerja ventikular pada keadaan timbulnya syok septik.

10
Meringkaskan peristiwa patofisiologi yang diketahui akan terjadi
dengan adanya syok septik.
Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok
septic. Bentuk pertama dicirikan dengan CJ yang tinggi dan TVS yang
rendah, dan disebut sebagai syok hiperdinamik. Bentuk kedua ditandai
dengan CJ yang rendah dan peningkat TVS, disebut sebagai syok
hipodinamik. Adalah tepat untuk melihat proses ini sebagai suatu
rangakaian kesatuan daripada bentuk tersendirinya, dengan respons
hiperdinamik menunjukkan syok dini dan fase hipodinamik
menunjukkan syok kahir atau syok preterminal.

2. Manisfestasi-manisfestasi pulmonal
Endotoksin mempengaruhi paru-paru baik langsung maupun tidak
langsung. Respons pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan
pada hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernafasan. Neurofil
teraktivassi dan menginfiltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur,
menyebabkan akumulasi air ekstravaskular paru-paru. Neutrifil yang
teraktivitas diketahui menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah
integritas sel-sel parankim pulmonal, mengakibatkan peningkatan
permeabilitas. Dengan terkumpulnya cairan pada interstisium.
Komplians pulmonal berkurang, terjadi kerusakan pertukaran gas dan
terjadi hipoksemia.
Sindrom distres pernafasan orang dewasa (ARDS) sering kali
berkaitan dengans syok septik, dengan resiko timbulnya ARDS akibat syok
septik adalah 40% sampai 60%. Berbagai mediator vasoaktif yang dibahas
sebelumnya, semuanya mempunyai kaitan dengan timbulnya ARDS
sekunder terhadap peningkatan permeabilitas kapiler, mengakibatkan
edema pulmonal.

11
3. Manisfestasi-manisfestasi Hematologi
Bakteri atau toksidanya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena
Septik melibatkan respons inflamasi global, aktivasi komplomen dapat
menunjang respon-respons yang akhirnya menjadi keadaan lebih buruk
ketimbang melindungi.
Komlemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamin.
Histamin merangsang vasodilatasi dan meningkatan permeabilitas kapiler.
Aksi-aksi ini selanjutnya menunjang perubahan sirkulasi dalam volume
serta timbulnya edema interstisial. Abnormalitas platelet juga terjadi pada
syok septik karena endotoksin secara tidak langsung menyebabkan
agregrasi platelet dan selanjutnya perlepasan lebih banyak bahan-bahan
vasoaktif (spt, serotonin dan tromboksan A). Platelet teragregasi yang
bersirkulasi telah diindentifikasi pada mikrovaskulatur, menyebabkan
sumbatan aliran darah dan melemahkan metabolisme selular. Selain itu,
endotoksin atau proses penularan bakteri itu sendiri mengaktivasi sistem
koagulasi dan, selanjutnya dengan menipisnya fakto-faktor penggumpalan,
koagulopati berpotensi untuk menjadi koagulopati berpotensi untuk
menjadi koagulasi intravaskuler disemata.

4. Manisfestasi-manisfestasi metabolic
Gangguan metabolik yang luas terlihat pada syok septik. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan
glukosa, protein, dan lemak sebagai sumber energi. Hiperglikemia
sering ditemui pada awal syok karena peningkatan glikoneogenesis dan
resisten insulin, yang menghalangi ambilan glukosa kedalam sel. Dengan
berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persediaan glikogen
menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.

12
Pemecahan protein terjadi pada syok septik dan ditunjukkan oleh
tingginya ekskresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam
amino, yang sebagian digunakan untuk oksidasi dan sebagian lainya
dibawa ke hepar untuk digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok
tahap akhir, hepar tidak mampu menggunakan asam-asam amino karena
disfungsi metaboliknya,dan selanjutnya asam-asam amino tersebut
terakumulasi dalam aliran darah. Dengan kedaan syok yang berkembang
terus jaringan adiposa dipecah (lipolisius) untuk menyediakan lipid bagi
hepar untuk memproduksi energi, metabolisme lipid menghasilkan keton,
yang kemudian digunakan dalam sirkulasi krebs (metabolisme sidatif).
Dengan demikian menyebabkan peningkatan pembentukan laktat.
Beberapa tanda-tanda syok permulaan termasuk perubahan pada
status mental kekacauan mental atau agitasi. Peningkatan frekuensi
pernafasan dengan alkalosis respiratorik, serta adanya demam atau
hipotermia. Meskipun demam biasanya merupakan bukti dari respon tubuh
terhadap adanya infeksi , tetapi demam ini tidak selalu terjadi. Sebagian
pasien misalnya lansia, pecandu alkohol, melemahnya sistem imun, dan
kondisi lemah yang kronis, kemungkinan untuk tidak memiliki kemampuan
untuk mencetuskan reaksi febrile terhadap infeksi. Karena pentingnya
pengenalan dini tindakan yang cepat terhadap Septik, adalah hal yang
sangat penting untuk mengidentifikasi gejala-gejala klinis dini ini.

G. Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Asidosis gagal ginjal
4. Disfungsi miokard
5. Perdarahan inta cranial
6. Gagal hati

13
7. Disfungsi system saraf pusat
8. Kematian
9. ADRS

H. Pemeriksaan penunjang
1. laboratorium
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran
koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar
asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan
darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.
Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri,
trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi
leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik.
Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum
meningkat. Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai
perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-
dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih
dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi
akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis
respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis
yang memperburuk hipotensi (Hermawan, 2007).

2. Pemeriksaan Diagnostic :
1) Biakan: dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non operasi dan
aliran invasif (selang atau kateter) hasil positip tidak perlu untuk
diagnosis.
2) Lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, CRP (+),
LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).

14
3) Gas-gas darah arteri: alkalosis respiratorik terjadi pada Septik (PH >
7,45, PCO2 < 35) dengan hipoksemia ringan (PO2 < 80)
4) CT Scan : mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kemungkinan
lokasi abses.

I. Penatalaksanaan
1. Terapi-terapi definiktif
1) Identifikasi dan tindakan terhadap infeksi
Mengidentifikasi dan membasmi sumber infeksi merupakan suatu
hal yang paling penting. Adalah penting untuk mulai melaksakan terapi
antibiotik empiris sebelum sumber atau tipe organisme diketahui dengan
pasti. Pasien akan memerlukan sebagai antibiotik untuk memberikan
cakupan spektrum luas terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif
dan bakteri anaerob. Banyak dokter secara empiris akan menggunakan
antibiotik spektrum luas, seperti sepotaksin dan suatu aminoglikosiden
seperti gentamisin atau amikasin. Tindakan-tindakan lainya untuk
mengisolasi dan menyingkirkan penyebab Septik.

2) Terapi suportif
a. Pemulihan volume intravaskuler
Penggantian volume yang cukup adalah penting untuk
memulihkan hipotensi, dan pasien akan memerlukan beberapa liter
cairan atau lebih. Penggantian zat cair harus dipandu dengan
parameter-parameter hemodinamik: oleh karena itu pasien akan
memerlukan kateterisasi arteri dan arterial pulmonal untuk
pemantauan yang ketat. Ada bebrapa perdebatan apakah sebaiknya
menggunakan cairan kristaloid atau koloid untuk penggantian
volume, kondisi dan respon pasien yang mendasari akan memandu
pengambilan keputusan ini.

15
b. Pemeliharaan curah jantung
Pada fase hiperdinamik dari syok septik, curah jantung bisa
normal atau meninggi, namun karena penurunan TVS dan
vasodilatasi perifer, keadaan ini tidak mencukupi untuk
mempertahankan oksigenasi dan perfusi jaringan. Pada fase
hipodinamik akhir, curah jantung mulai menurun karena disfungsi
jantung. Dengan demikian pada ke dua fase, meniggkatkan curah
jantung adalah tujuan terapeutik.
Jika penggantian cairan yang memadai tidak memperbaiki
perfusi jaringan, maka obat-obat vasoaktif akan diberikan untuk
membantu sirkulasi. Seringkali penggunaan satu macam obat tidak
dapat mencapai efek hipodinamik yang di ingginkan, sehingga
bebagai macam kombinasi obat-obatan yang mempunyai respon
individual harus di coba.

c. Pemeliharaan ventilasi dan oksigenase


Mempertahankan patensi jalan nafas, memperbanyak ventilasi,
serta menjamin oksigenasi yang cukup pada pasien dengan syok
septik biasanya mengharuskan dilakukan intubasi endotrakeal dan
ventilasi mekanis. Tekanan akhir ekspirasi positif sering di perlukan
untuk membantu oksigenasi.
d. Pemeliharaan kesesuaian lingkungan metabolic
Banyak gangguan metabolik yang berkaitan dengan syok
septik mengharuskan seringnya pemantauan fungsi hematologik,
ginjal dan hepar. Secara bersamaan terjadi penipisan cadangan nutrisi
pada waktu syok dan pasien akan memerlukan nutrisi tambahan
untuk mencegah malnutrisi serta mengoptimalkan funsi seluler.

2. Terapi-terapi penelitian

16
a. Antihistamin
b. Antibodi monoklonal untuk : Endotiksin dan eksotoksin, Faktor nekrosis
tumor dan Faktor komplemen
c. Nalokson
d. Inhibitor prostagladin ( obat-obat anti inflamatori non-steroidal)

Obat-obatan ini ditujukan langsung pada toksin bakteri dan mediator-


mediator yang terlibat dalam resppon imunologik yang tampak pada
keadaan Septik

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE
a. Airway
 Yakinkan kepatenan jalan napas
 Berikan alat bantu napas jika perlu
 Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
 Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
 Kaji saturasi oksigen
 Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 Periksa foto thorak
c. Circulation
 Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
 Monitoring tekanan darah, tekanan darah
 Periksa waktu pengisian kapiler
 Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar

18
 Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 Pasang kateter
 Lakukan pemeriksaan darah lengkap
 Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau
temperature kurang dari 36 oC
 Siapkan pemeriksaan urin dan sputum Berikan antibiotic spectrum
luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka
dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
 Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
 Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
 Heart rate : takikardi biasa terjadi
 Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic)
dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan
normal

19
 Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis
biasa terjadi (stadium lanjut)

c. Integritas Ego
 Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan
kematian
 Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan
mental.

d. Makanan/Cairan
 Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
 Obyektif :Formasi edema/perubahan berat badan,
hilang/melemahnya bowel sounds

e. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motoric
f. Respirasi
 Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
 Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting

g. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi
darah, episode anaplastic
h. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi
eklampsia

20
B. Diagnose keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac
output yang tidak mencukupi.

21
C. Rencana asuhan keperawatan
No Diagnose keperawatan Tinjauan & kriteria hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan Airway managemen :
berhubungan dengan keperawatan selama ….x 24 jam  Buka jalan nafas
Ketidakseimbangan antara pasien akan :  Posisikan pasien untuk
 TTV dalam rentang normal
2
suplai dan kebutuhan O memaksimalkan ventilasi
edema paru.  Menunjukkan jalan napas (fowler/semifowler)
yang paten  Auskultasi suara nafas, catat
 Mendemonstrasikan suara adanya suara tambahan
napas yang bersih, tidak ada  Identifikasi pasien perlunya
sianosis dan dypsneu pemasangan alat jalan nafas
buatan
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TTV
2. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :
berhubungan dengan keperawatan selama ….x24 jam  Catat adanya tanda dan gejala
perubahan afterload dan pasien akan : penurunan cardiac output

22
preload.  Menunjukkan TTV dalam  Monitor balance cairan
rentang normal  Catat adanya distritmia jantung
 Tidak ada oedema paru dan  Monitor TTV
tidak ada asites  Atur periode latihan dan
 Tidak ada penurunan istirahat untuk menghindari
kesadaran kelelahan
 Dapat mentoleransi aktivitas  Monitor status pernapasan yang
dan tidak ada kelelahan menandakan gagal jantung
3. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Fever treatment:
dengan proses infeksi keperawatan selama …..x 24 jam  Observasi tanda-tanda vital tiap
pasien akan : 3 jam
 Suhu tubuh dalam rentang  Beri kompres hangat pada
normal bagian lipatab tubuh (paha dan
 Tidak ada perubahan warna aksila)
kulit dan tidak ada pusing  Monitor intake dan output
 Nadi dan respirasi dalam  Monitor warna da suhu kulit
rentang normal  Berikan obat anti piretik
Temperature regulation
 Beri banyak minum (+ 1-1,5

23
liter/hari) sedikit tapi sering
 Ganti pakaian klien dengan
bahan tipis menyerap keringat.
4. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Management sensasi perifer :
jaringan perifer keperawatan selama ….x 24 jam  Monitor tekanan darah dan nadi
berhubungan dengan cardiac pasien akan apical setial 4 jam
output yang tidak  Tekanan systole dan diastole  Instruksikan keluarga untuk
mencukupi. dalam rentang normal mengobservasi kulit jika ada
 Menunjukkan tingkat lesi
kesadaran yang baik  Monitor adanya daerah tertentu
yang hanya peka terhadap
panas atau dingin
 Kolaborasi obat antihipertensi

24
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok septic adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme
mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin.Hasilnya
adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam
kehidupan.Syok septic dibagi menjadi dua fase yaitu fase hangat
(hiperdinamik) dan fase dingin (fase hipodinamik).

B. Saran
Syok dapat mengancam nyawa seseorang jika tidak diobati, biasanya
berakibat fatal. Jika diobati, hasilnya tergantung kepada penyebabya, jarak
antara timbulnya syok sampai dilakukannya pengobatan serta jenis
pengobatan yang diberikan. Kemungkinan terjadinya kematian pada syok
karena serangan jantung atau syok septik pada penderita usia lanjut sangat
tinggil. Mencegah syok lebih mudah daripada mencoba mengobatinya.
Pengobatan yang tepat terhadap penyebabnya bisa mengurangi resiko
terjadinya syok.

25
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahem, (2012), Diagnosa Keperawatan Nanda


NIC NOC, Jakarta, EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan
NANDA NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.

Hudak, Carolyn M.1996. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai