Anda di halaman 1dari 12

BAB 3

Ragam Gejala Sosial Dalam Masyarakat

Untuk SMA / MA Kelas X


Prolog
Dalam membahas materi pembelajaran ragam gejala sosial dalam masyarakat, kita coba urutkan
dalam ke beberapa materi, seperti perbedaan sosial yang didalamnya terdapat materi struktur
sosial, diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial. Selain itu kita juga akan belajar tentang
multidimensi identitas, heterogenitas sosial, penghargaan dan penghormatan atas
keanekaragaman (heterogenitas), nilai dan norma sosial, dan pembentuk kepribadian,
penyimpangan sosial dan pengendalian sosial.

A. Perbedaan Sosial, Perbedaan Individu dan Perbedaan Antar kelompok

Dalam kehidupan masyarakat tentunya banyak memiliki perbedaan sosial. Perbedaan-


perbedaan sosial tersebut tidaklah berdiri sendiri. Artinya, dalam suatu masyarakat perbedaan
tersebut dapat dikategorikan ke dalam perbedaan sosial secara horizontal (diferensiasi sosial) dan
secara vertikal (pelapisan sosial/stratifikasi sosial). Masyarakat yang dikelompokkan secara
horizontal (diferensiasi sosial) tidak terlepas dari status dan peranan sosial individu dan
kelompok di masyarakat. Apabila kita amati, setiap status memiliki peran yang berbeda dan
fungsi yang berbeda pula. Salah satu contohnya adalah seorang yang berprofesi sebagai dokter
umum akan berbeda dengan seorang insinyur tehnik sipil meskipun keduanya sama-sama
seorang sarjana.

Struktur Sosial

Dalam mendefinisikan struktur sosial, para ahli sosiologi memiliki pendapat yang berbeda-
beda. Berikut beberapa pandangan beberapa ahli tentang struktur sosial.

1. James Samuel Coleman, melihat struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan
antarmanusia dan antarkelompok manusia.
2. William Kornblum menekankan konsep struktur sosial pada pola perilaku individu dan
kelompok, yaitu pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antarindividu
dan antarkelompok dalam masyarakat
3. Soerjono Soekanto melihat struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara
posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan sosial.
4. Abdul Syani melihat struktur sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam kehidupan
masyarakat. Di dalam tatanan sosial tersebut terkandung hubungan timbal balik antara
status dan peranan (dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial tertentu).

Dengan demikian, secara sederhana dapat kita katakan bahwa struktur sosial adalah
keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial, lembaga-
lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan-lapisan sosial.

Diferensiasi Sosial
Pengertian diferensiasi menurut kamus sosiologi adalah klasifikasi atau penggolongan
terhadap perbedaan-perbedaan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Kata sejenis dalam hal
ini berarti klasifikasi masyarakat secara mendatar, sejajar, atau horizontal. Pengelompokan
secara horizontal ini didasarkan pada perbedaan ras, suku bangsa, klan, dan agama.

1. Diferensiasi berdasarkan ras menunjuk pada banyaknya ras yang ada di dunia
ini. Menurut Ralph Linton, manusia dibagi menjadi tiga kelompok ras, yaitu ras
Mongoloid, Kaukasoid, dan Negroid. Ras yang banyak mendiami daratan Asia adalah ras
Mongoloid dengan ciri, kulit warna kuning sampai sawo matang, rambut lurus, bulu
badan sedikit, dan mata sipit.
2. Diferensiasi suku bangsa. Jumlah suku bangsa yang tersebar di seluruh dunia tentu
sangat banyak sekali. Indonesia sendiri, menurut C. van Vollen Houven memiliki 316
suku bangsa, sedangkan menurut Prof. Dr. Koentjoroningrat memiliki 119 suku bangsa. 
3. Diferensiasi klan. Klan merupakan kesatuan keturunan, kepercayaan, dan tradisi atau
adat. Di Indonesia terdapat dua klan utama, yaitu klan atas dasar ibu atau matrilineal dan
atas dasar garis keturunan ayah atau patrilineal.
4. Diferensiasi agama. Di Indonesia memiliki enam agama yang di anut masyarakatnya.
Agama tersebut, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Stratifikasi Sosisal

Dalam masyarakat yang masih homogen dan tradisional, pembedaan kedudukan dan peran
masih sedikit sehingga stratifikasi sosialnya pun sedikit. Namun, pada masyarakat perkotaan,
stratifikasi lebih banyak karena didasarkan pada kriteria pendidikan. Atas dasar ini, timbullah
berbagai macam keahlian atau profesi (pembagian kerja).

Dasar stratifikasi dalam masyarakat disebabkan adanya sesuatu yang dihargai lebih,
misalnya kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan. Ukuran yang dipakai untuk
menggolongkan seseorang pada lapisan tertentu adalah ukuran kumulatif dan bukan ukuran
tunggal. Contohnya, orang kaya biasanya mudah memiliki kekuasaan, pendidikan, bahkan
kehormatan.

Perwujudan stratifikasi sosial adalah adanya kelas-kelas sosial. Kelas-kelas sosial ini dapat
kita lihat dari segi ekonomi, sosial, dan politik.

1. Segi ekonomi. Berdasarkan ekonomi, Aristoteles membagi masyarakat menjadi tiga,


yaitu kelas dari golongan sangat kaya, golongan kaya, dan golongan miskin.
2. Segi sosial. Dalam hal ini, masyarakat dikelompokkan atas dasar status. Pelapisan
masyarakat secara sosial dapat kita lihat dari pembagian kasta pada masyarakat Bali.
Masyarakat Bali dibagi dalam empat kasta, yakni Brahmana, Satria, Waisya, dan Sudra.
3. Segi politik. Stratifikasi sosial secara politik didasarkan pada kekuasaan. Masyarakat
yang memiliki kekuasaan biasanya akan ditempatkan pada kelas atas. Adapaun
masyarakat yang tidak memiliki wewenang atau kekuasaan akan ditempatkan pada kelas
bawah.
Statifikasi sosial yang ada di masyarakat mengakibatkan berbagai dampak  atau
konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Bahasa dan gaya bahasa. Masyarakat kelas menengah ke atas biasanya menyelipkan


bahasa asing ketika berbicara, kata-kata tidak kasar, dan tutur bahasanya sopan.
2. Makanan. Biasanya kelompok masyarakat atas makan di restoran terkenal dengan menu
dari luar negri, sedangkan masyarakat bawah biasanya mengonsumsi makanan dalam
negeri atau olahan sendiri.
3. Gelar, pangkat, atau jabatan. Kelompok atas umumnya memiliki sejumlah gelar atau
pangkat. Adapun, masyarakat kelas bawah tidak mengenal penggunaan gelar.
4. Hobi dan kegemaran. Pada umumnya, ketika musik liburan, masyarakat kelas atas akan
berlibur ke luar negri. Kelas menengah akan berlibur di tempat wisata dalam negeri.
Sementara itu, masyarakat kelas bawah berlibur di sekitar pemukiman mereka.
5. Pakaian. Kelas atas akan meniru gaya berpakaian dari luar negri, sedangkan kelas bawah
umumnya membeli pakaian dari pasar tradisional.
6. Perabot dan rumah. Kelas atas umumnya tinggal di kawasan tertentu dengan keamanan
yang memadai, perabot yang digunakan pun mewah. Sementara itu, kelas bawah tinggal
di rumah yang kecil dan sederhana.

B. Multidimensi Identitas Dalam Subjek Individual maupun Kelompok

Membahas identitas seseorang dalam kelompok atau masyarakat tentu tidak akan dilihat
dari satu sudut pandang saja, tetapi juga akan dilihat dari berbagai sudut pandang, cara, dan
ukuran yang beragam. Barbagai sudut pandang, cara, dan ukuran dari identitas seseorang
tersebut disebut dengan multidemensi. Identitas seseorang di dalam kelompok atau masyarakat
merupakan keadaan, sifat atau ciri-ciri khusus seseorang yang dapat menandai eksistensi atau
keberadaan seseorang di masyarakat.

Apabila kita amati, identitas seseorang di masyarakat serta merta kita akan berpikir bahwa
orang tersebut akan berperan seperti status atau identitas yang melekat pada dirinya. Misalnya,
kita menganggap bahwa seorang hakim itu pasti adil dan bijaksana dalam membuat keputusan
dalam sidang pengadilan, seorang prajurit pasti dengan gagah dan berani berperang di medan
pertempuran, dan seorang disebut tokoh masyarakat karena dapat memberikan teladan bagi
anggota masyarakatnya. Dari berbagai contoh tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa
identitas seseorang harus didukung dengan perilaku yang menjadi ciri dari identitasnya.

Multidemensi identitas dalam subjek individu maupun kelompok muncul karena adanya
pandangan yang beragam dari anggota-anggota masyarakat terhadap seseorang yang
menyandang indentitas tertentu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

1. Cara pandang yang berbeda terhadap status dan peranan seseorang dalam
kelompok. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi antara anggota masyarakat.
Misalnya, pada masyarakat tradisional yang cenderung paternalistis menganggap
bahwa seorang tokoh masyarakat harus mampu menyelesaikan berbagai masalah
sosial. Sementara itu, pada masyarakat modern, seorang tokoh masyarakat tidak dapat
kita harapkan mampu menangani berbagai masalah karena pada masyarakat modern
sudah ada spesialisainya. Dengan demikian, biarpun kedudukan atau identitasnya
sebagai tokoh masyarakat, kita harus tetap lihat spesialisasinya sebagai apa.

2. Ukuran yang selalu berubah tidak sebanding dengan kemampuan seseorang


penyandang identitas. Ukuran yang dimaksud adalah tuntutan masyarakat terhadap
kemampuan seseorang yang menyandang status atau identitas, Ukuran yang berubah
ini sangat wajar sesuai dengan kebutuhan manusia yang selalu bertambah. Hal ini
dikarenakan tingkat kepuasaan seseorang selalu berubah pula. Sebagai contoh, untuk
menangani pasien penyakit jantung, dokter umum tidaklah cukup, diperlukan dokter
spesialis untuk menanganinya, seperti dokter spesialis radiologi, dan dokter spesialis
anastesi.

3. Budaya masyarakat yang beragam . Budaya ini tercermin dalam masyarakat


matrilineal, patrilineal, dan unilateral. Sebagai contoh, pada masyarakat patrilineal,
seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga. Pada masyarakat matrilineal, seorang
ayah tidak dianggap sebagai kepala keluarga karena kedudukan kepala keluarga
dipegang oleh seorang ibu. Sementara itu, pada masyarakat unilateral, ayah dan ibu
memiliki peran yang penting dalam keluarga.

Dari berbagai faktor penyebab di atas, dapat kita simpulkan bahwa multidimensi identitas
terjadi karena berbagai hal. Perbedaan-perbedaan pandangan terhadap identitas individu dan
kelompok tersebut dapat meniadi sumber konflik yang jelas sangat tidak produktif dalam hidup
bermasyarakat.

C. Heterogenitas Dalam Kehidupan Masyarakat

PembahasanHeterogenitas dalam masyarakat atau disebut dengan heterogenitas sosial


adalah suatu kondisi dimana dalam satu lingkungan sosial terdapat berbagai ragam masyarakat
dengan kualitas-kualitas yang dimiliki oleh masing-masing setiap masyarakatnya. Heterogenitas
ini dipisahkan kedalam dua jenis. Heterogenitas pertama adalah heterogenitas yang didasarkan
pada profesi, sedangkan heterogenitas yang kedua adalah heterogenitas yang didasarkan pada
jenis kelamin.

1. Heterogenitas berdasarkan profesi

Heterogenitas ini dibedakan berdasarkan pekerjaan yang dipegang oleh para individu
dalam suatu lingkungan sosial. Ada kelompok dengan profesi guru, profesi karyawan
swasta dan sebagainya. Setiap pekerjaan memerlukan tuntutan profesionalisme agar
dapat dikatakan berhasil. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu dan pelatihan
keterampilan yang berkaitan dengan setiap pekerjaan. Setiap pekerjaan juga memiliki
fungsi dalam masyarakat karena merupakan bagian dari struktur masyarakat itu
sendiri. Hubungan antar profesi atau orang yang memiliki profesi yang berbeda
hendaknya merupakan hubungan horizontal dan hubungan saling menghargai
meskipun berbeda fungsi, tugas, bahkan berbeda penghasilan.
2. Heterogenitas berdasarkan jenis kelamin

Di Indonesia biarpun secara konstitusional tidak terdapat diskriminasi sosial atas dasar
jenis kelamin, namun pandangan “gender” masih dianut sebagaian besar masyarakat
Indonesia. Pandangan gender ini dikarenakan faktor kebudayaan dan agama. Apabila
kita melihat kemajuan Indoensia sekarang ini, banyak perempuan yang berhasil
mengusai Iptek dan memiliki posisi yang strategis dalam masyarakat. Maka sudah
selayaknya perbedaan jenis kelamin dikatagorikan secara horisontal, yaitu hubungan
kesejajaran yang saling membutuhkan dan saling melengkapi.

D. Penghargaan Atau Penghormatan Terhadap Keanekaragaman atau Heterogenitas


Sosial

Dalam masyarakat modern, keanekaragaman etnis atau suku bangsa, las, dan budaya
merupakan keniscayaan. Hal ini disebabkan oleh kemajuan arus informasi, komunikasi, dan
transportasi. Masyarakat modern juga memiliki ciri ciri sebagai berikut.
1. Terbuka terhadap hal-hal baru.
2. Menerima perubahan secara kritis.
3. Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya.
4. Berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang.
5. Menggunakan perencanaan dalam segala tindakan.
6. Yakin akan manfaat iptek.

Untuk dapat menghargai atau mengormati keanekaragaman atau heterogenitas sosial kita
harus mempelajari, memahami, dan menerapkan konsep masyarakat multikultural.

Masyarakat multikultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya


terdiri atas berbagai golongan, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Mereka
hidup bersama dalam wilayah lokal maupun nasional. Bahkan, mereka juga berhubungan
dengan masyarakat internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keanekaragaman dalam masyarakat ini memiliki beberapa karakteristik. Menurut Pierre
L. Van den Berghe, karakteristik keberagaman tersebut adalah sebagai berikut.

1. Terjadinya segmentasi atau pembagian ke dalam kelompok-kelompok yang sering


kali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer (tidak saling melengkapi).
3. Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan) di antara anggotanya tentang
nilai-nilai yang bersifat dasar.
4. Secara relatif, sering terjadi konflik antara kelompok yang satu dan yang lain.
5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling tergantung dalam
bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.
Ada tiga dasar yang dapat dijadikan acuan untuk pendidikan multikultural, yaitu sebagai
berikut.
1. Pengakuan terhadap identitas budaya lain. Terkadang di dalamnya, suatu
pengakuan terhadap kekuatan yang dimiliki, sehingga akan muncul sikap jujur
untuk mengakui keunggulan yang dimiliki budaya tersebut
2. Adat kebiasaan dan tradisi yang hidup dalam suatu masyarakat merupakan tali
pengikat kesatuan perilaku di dalam masyarakat.
3. Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kelompok-kelompok tertentu di dalam
masyarakat dilihat juga sebagai sumbangan yang besar bagi kelompok yang lebih
luas, seperti negara.

Dengan dasar seperti itu, akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini, sosialisasi masyarakat multikultural begitu strategis
dan dibutuhkan dalam rangka mewujudkan masyarakat indonesia yang ideal dan lestari.

E. Nilai dan Norma Sosial

Pengertian Nilai Sosial


Merupakan nilai yang tertanam di dalam masyarakat mengenai baik atau buruknya suatu
hal dan perilaku. Artinya, nilai menunjukkan ukuran masyarakat dalam menetapkan suatu hal itu
baik atau buruk. Pengertian ini tidak terbatas dengan yang di atas saja. Beberapa ahli juga sudah
berhasil merumuskan nilai sosial berdasarkan keilmuan dan keahliannya masing-masing.

Pengertian Nilai Sosial Menurut Para Ahli

1. Robert M.Z. Lawan


Menurut Lawang, nilai sosial merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga dan
memengaruhi orang yang memiliki nilai tersebut.
2. Kimball Young
Young berpendapat bahwa nilai sosial merupakan asumsi abstrak yang sering tidak
disadari apa yang baik, benar, dan dianggap penting dalam masyarakat.
3. A.W. Green
Green berpendapat bahwa nilai sosial merupakan kesadaran yang secara efektif
berlangsung disertai emosi terhadap ide, objek, dan individu.
4. Claudia Wood
Menurut Claudia, nilai sosial adalah petunjuk umum yang sudah berlangsung sejak lama
hingga akhirnya mampu mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Clyde Kluckhohn
Nilai sosial berkaitan dengan kebudayaan masyarakat. Setiap masyarakat memiliki nilai
tertentu mengenai sesuatu.
6. Koentjaraningrat
Nilai budaya merupakan pedoman tertinggi dalam kehidupan manusia.

Pembagian Nilai Sosial


Pembagian Nilai Menurut Prof. Notonegoro
Menurut Notonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai material, nilai
vital, dan nilai kerohanian.
a) Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b) Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c) Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Nilai kerohanian meliputi


a) nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia;
b) nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan manusia;
c) nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa)
manusia ;
d) nilai religius (agama) yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Pengertian Norma Sosial

norma sosial adalah sekumpulan pendapat tentang bagaimana seharusnya manusia itu
harus bertingkah laku, bahkan harus bertindak yang pantas, sehingga keharusan dan kepantasan
itu menjadi terbiasa dan selanjutnya diturunkan secara turun temurun sampai, mewujudkan
aturan-aturan dalam pergaulan kehidupan masyarakat. Pada dasarnya, norma sosial terbentuk
karena ada kebutuhan masyarakat terhadap keteraturan dan ketertiban sosial. Maka, norma sosial
dapat juga diartikan sebagai pedoman perilaku yang harus atau tidak boleh dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari, berdasarkan alasan tertentu.

Jenis-jenis Norma

1. Norma Keagamaan, Norma Keagamaan adalah aturan yang bersumber dari sabda atau
perintah Tuhan melalui Nabi / Rasul. Bagi orang beragama, perintah atau firman Tuhan
menjadi pedoman atau pedoman dalam sikap dan tindakan mereka (perang kehidupan).
Aturan agama tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan dewa mereka
tetapi juga mengatur hubungan antar manusia. Mereka yang melanggar norma agama
akan mendapat sanksi berupa dosa.
2. Norma Kesusilaan, Norma Kesusilaan adalah aturan yang datang dari bisikan suara hati
manusia. Aturan kesusilaan ini bisa dikenali dan disadari setiap orang dan menjadi
pendorong dalam bertindak, atau pedoman berperilaku dan bersikap. Mereka yang
melanggar norma ini akan mendapatkan sanksi otonom yang datang dari orangnya
sendiri berupa penyesalan, siksaan batin atau sejenisnya.
3. Norma Kesopanan, Norma kesopanan atau sopan santun (tata krama) adalah aturan
yang muncul di kehidupan sosial sekelompok orang. Aturan ini diikuti dan ditaati
sebagai pedoman dalam berperilaku orang-orang di sekitarnya. Jika seseorang
melanggar norma ini maka akan mendapat sanksi dari masyarakat berupa ejekan,
celaan, hingga diasingkan dari kehidupan sosial dan sejenisnya.
4. Norma Hukum, Norma hukum adalah peraturan yang dibuat oleh negara. Penegakan
norma hukum dilakukan oleh aparat negara dan pemerintahan, termasuk polisi, jaksa,
hakim dan sebagainya. Ciri khas norma hukum adalah bersifat kuat dan memaksa.
Sanksi terhadap orang yang melanggar norma hukum bersifat heteronom atau dari luar,
yaitu negara melalui aparaturnya. Jenis Norma Sosial Berdasarkan Tingkatan Daya Ikat
Norma sosial juga dibedakan menurut tingkatan daya ikatnya. Artinya, norma-norma
yang ada mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Untuk dapat membedakan
kekuatan mengikat norma-norma tersebut, dikenal empat jenis pengertian norma.
Tingktan Norma
Pertama, cara (usage). Norma jenis ini paling lemah daya pengikatnya karena
sanksinya bagi yang melanggar hanya berupa cemoohan. Contohnya, ketika sedang
makan orang tidak bersendawa.
Kedua, kebiasaan (folkways). Norma jenis ini merupakan aturan dengan kekuatan
mengikat yang lebih kuat daripada usage karena termasuk perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang. Contohnya ialah menghormati orang yang lebih tua.
Ketiga, tata kelakuan (mores). Norma jenis ini merupakan aturan yang sudah diterima
masyarakat dan dijadikan alat pengawas atau kontrol, secara sadar maupun tidak sadar,
oleh masyarakat pada anggotanya. Maka, pelanggaran atas norma ini bisa berujung pada
sanksi berat. Contonya adalah larangan berzina. Keempat, adat istiadat (custom).
Norma jenis ini merupakan suatu aturan turun-temurun, tetapi sangat mengikat.
Pelanggaran norma ini juga bisa berujung pada sanksi sosial. Contoh dari norma jenis
ini adalah larangan menikah dengan orang yang satu marga dalam adat Batak.

F. Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian

1. Hakikat Sosialisasi
Peter L Berger, sosialisasi adalah proses belajar seseorang untuk menjadi anggota
yang dapat berpartisipasi dalam masyarakat
David A Goslin mendefinisikan sosialisasi sebagai proses belajar yang dialami
seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan norma-norma agar ia dapat
berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat
Anthony Giddens, sosialisasi adalah proses dimana seseorang anak, atau anggota baru
dalam suatu kelompok, belajar tentang cara hidup suatu masyarakat atau kelompok
2. Tahapan perkembangan diri manusia
Menurut Herbert Mead ada tiga tahap perkembangan diri manusia
a. Play Stage , Pada tahap ini, seorang anak belajar beberapa peran yang dilihatnya di
lingkungan sekitarnya
b. Game Stage, Pada tahap ini, seorang anak mulai menyadari objek permainan. Mereka
juga menyadari bahwa setiap permainan dalam tim adalah bagian dari jaringan aturan
yang ditentukan oleh aturan permainan
c. Generalized Others, terdiri dari harapan harapan masyarakat atas diri seseorang yang
tertuang dalam bentuk norma masyarakatnya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentuk kepribadian
a. Warisan Biologis
warisan biologis adalah semua halyang di terima seseorang sebagai
manusia melalui gen kedua orang tuanya atau sifat turunan dari
kedua orang tua .
Contohnya : ayah Darwin adalah seseorang yang tidak suka banyak
berbicara dan suka berdiam diri, maka sifat itu tampa di sadari di
miliki juga oleh anaknya Samuel. Contoh lainya adalah ayah otis
adalah seorang yang bentuk tubuhnya sangat tinggi dan lebar
otomatis otispun akan bertumbuh ke hal yang sama.
b. Lingkungan Fisik
Aristoteles, Hipocrates sampai kepada ahli geografi modern Ellsworth Huntington,
menekankan bahwa perbedaan perilaku kelompok terutama disebabkan oleh
perbedaan iklim, topografi, dan sumber alam. Misalnya, suku IK dari Uganda yang
mengalami kelaparan karena hilangnya tempat perburuan tradisional.
Menurut John Trumball, mereka menjadi sekelompok orang yang paling tamak atau
paling rakus di dunia. Mereka sama sekali tidak suka menolong atau tidak memiliki
rasa kasihan.
c. Kebudayaan
Pengalaman adalah bagian dari kebudayaan. Umumnya, bayi-bayi dipelihara atau
diberi makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam kelompok, belajar
berkomunikasi melalui bahasa, mengalami hukuman dan menerima imbalan atau
pujian. Setiap masyarakat memberikan pengalaman yang tidak diberikan oleh
masyarakat lain kepada anggotanya. Misalnya, pada Suku Dopu di Melanesia dengan
kebudayaan sihir yang menjadikan masyarakatnya hidup dalam kecemasan.
Beda halnya dengan Suku Zuni di Meksiko. Mereka merupakan bangsa yang hidup
dalam lingkungan sehat secara emosional. Kebudayaan Suku Zuni menjunjung tinggi
nilai-nilai kerukunan dan kasih sayang.

d. Pengalaman Kelompok
Sepanjang hidup seseorang, kelompok sosial tertentu adalah model atau contoh
dalam perilaku. Pada awal kehidupan seseorang, keluarga merupakan kelompok
sosial paling penting. Ciri-ciri kepribadian dasar individu dibentuk pada tahun-tahun
pertama dalam lingkungan keluarga.
Beberapa waktu kemudian, lingkungan kelompok yang digaulinya semakin
bertambah seperti kelompok sebaya (pear group), yaitu kelompok yang sama usia
dan statusnya. Demikian pula selanjutnya, pengalaman dari lingkungan kelompok
tersebut tumbuh dan berkembang.

G. Penyimpangan Sosial

1. Konformitas

Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan
tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada, Beberapa contoh dari
konfomitas adalah ketika menengok orang sakit, orang akan membawakan buah atau
makanan lainnya, Ketika hendak mengambil uang di ATM atau menaruh uang di bank, orang
akan menunggu giliran dengan mengantri.
Kuatnya pengaruh sosial yang ada dalam konformitas akan berakibat pada perilaku
seseorang dimasyarakat tersebut, jika saja masyarakat mencontokan perbuatan yang
menyimpang ini bisa saja menjadi contoh untuk melakukan perbuatan menyimpang juga. Hal
ini dibuktikan secara ilmiah dalam penelitian yang dilakukan oleh Solomon Asch pada tahun
1951. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa orang cenderung melakukan konformitas,
mengikuti penilaian orang lain karena tekanan kelompok yang dirasakan.

2. Perilaku Menyimpang
Pengertian penyimpangan menurut para ahli

James W. Van Der Zanden


Penyimpangan sosial menurut James W. Van Der Zanden adalah perilaku yang oleh
sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
Bruce J. Cohen
Penyimpangan sosial menurut Bruce J. Cohen adalah setiap perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat.
Lewis Coser
Penyimpangan sosial menurut Lewis Coser adalah salah satu cara untuk menyesuaikan
kebudayaan dengan perubahan sosial.
Paul B. Horton
Penyimpangan sosial menurut Paul B. Horton adalah setiap perilaku yang dinyatakan
sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
Robert M. Z. Lawang
Penyimpangan sosial menurut Robert Z. Lawang adalah semua tindakan yang
menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari
mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang
menyimpang itu.

Gillin
Penyimpang sosial menurut Gillin adalah perilaku yang yang menyimpang dari norma
dan nilai sosial keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan
atau solidaritas kelompok.
Becker
Penyimpangan sosial menurut Becker bukanlah kualitas yang dilakukan orang,
melainkan konsekuensi dari adanya suatu peraturan dan penerapan sanksi yang
dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut.
Robert K. Merton
Penyimpangan sosial menurut Robert K. Merton bersumber dari adanya ketegangan
(strain) antara tujuan budaya dan sarana untuk mencapainya. Masyarakat menginginkan
setiap orang berhasil (mis. dlm hal kekayaan) tetapi tdk semua orang dapat
mencapainya melalui sarana yg sah (seperti mjd pengusaha). Orang-orang ini kemudian
mengambil jalur yg menyimpang.
Edwin M. Lemert
Penyimpangan sosial menurut Edwin M. Lemert bersumber dari adanya proses labelling
(pemberian julukan, cap, etiket, atau merek) yang negatif (menyimpang) yang diberikan
masyarakat kepadanya.
Edward H. Sutherland
Penyimpangan sosial menurut Edward H. Sutherland bersumber pada pergaulan yang
berbeda sebab seseorang belajar untuk menyimpang dari norma masyarakat melalui
kelompok-kelompok berbeda di mana dia bergaul.

H. Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai
yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan
anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang/membangkang. Dengan adanya
pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang
berperilaku menyimpang/membangkang.
Cara pengendalian sosial:
1. Cara pengendalian secara lisan, simbolik dan kekerasan
2. Cara pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman ( Reward and Punishment)
3. Cara pengendalian sosial formal dan informal
4. Cara pengendalian sosial melalui sosilaisasi
5. Cara pengendalian sosial dengan tekanan sosial
Pengendalian sosial ditopang oleh beberapa lembaga-lembag pengendalian sosial
diantaranya: Polisi, Pengadilan, Adat, Tokoh Masyarakat, media massa

Anda mungkin juga menyukai