Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Struktur Sosial
Dalam mendefinisikan struktur sosial, para ahli sosiologi memiliki pendapat yang berbeda-
beda. Berikut beberapa pandangan beberapa ahli tentang struktur sosial.
1. James Samuel Coleman, melihat struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan
antarmanusia dan antarkelompok manusia.
2. William Kornblum menekankan konsep struktur sosial pada pola perilaku individu dan
kelompok, yaitu pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antarindividu
dan antarkelompok dalam masyarakat
3. Soerjono Soekanto melihat struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara
posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan sosial.
4. Abdul Syani melihat struktur sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam kehidupan
masyarakat. Di dalam tatanan sosial tersebut terkandung hubungan timbal balik antara
status dan peranan (dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial tertentu).
Dengan demikian, secara sederhana dapat kita katakan bahwa struktur sosial adalah
keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial, lembaga-
lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan-lapisan sosial.
Diferensiasi Sosial
Pengertian diferensiasi menurut kamus sosiologi adalah klasifikasi atau penggolongan
terhadap perbedaan-perbedaan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Kata sejenis dalam hal
ini berarti klasifikasi masyarakat secara mendatar, sejajar, atau horizontal. Pengelompokan
secara horizontal ini didasarkan pada perbedaan ras, suku bangsa, klan, dan agama.
1. Diferensiasi berdasarkan ras menunjuk pada banyaknya ras yang ada di dunia
ini. Menurut Ralph Linton, manusia dibagi menjadi tiga kelompok ras, yaitu ras
Mongoloid, Kaukasoid, dan Negroid. Ras yang banyak mendiami daratan Asia adalah ras
Mongoloid dengan ciri, kulit warna kuning sampai sawo matang, rambut lurus, bulu
badan sedikit, dan mata sipit.
2. Diferensiasi suku bangsa. Jumlah suku bangsa yang tersebar di seluruh dunia tentu
sangat banyak sekali. Indonesia sendiri, menurut C. van Vollen Houven memiliki 316
suku bangsa, sedangkan menurut Prof. Dr. Koentjoroningrat memiliki 119 suku bangsa.
3. Diferensiasi klan. Klan merupakan kesatuan keturunan, kepercayaan, dan tradisi atau
adat. Di Indonesia terdapat dua klan utama, yaitu klan atas dasar ibu atau matrilineal dan
atas dasar garis keturunan ayah atau patrilineal.
4. Diferensiasi agama. Di Indonesia memiliki enam agama yang di anut masyarakatnya.
Agama tersebut, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Stratifikasi Sosisal
Dalam masyarakat yang masih homogen dan tradisional, pembedaan kedudukan dan peran
masih sedikit sehingga stratifikasi sosialnya pun sedikit. Namun, pada masyarakat perkotaan,
stratifikasi lebih banyak karena didasarkan pada kriteria pendidikan. Atas dasar ini, timbullah
berbagai macam keahlian atau profesi (pembagian kerja).
Dasar stratifikasi dalam masyarakat disebabkan adanya sesuatu yang dihargai lebih,
misalnya kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan. Ukuran yang dipakai untuk
menggolongkan seseorang pada lapisan tertentu adalah ukuran kumulatif dan bukan ukuran
tunggal. Contohnya, orang kaya biasanya mudah memiliki kekuasaan, pendidikan, bahkan
kehormatan.
Perwujudan stratifikasi sosial adalah adanya kelas-kelas sosial. Kelas-kelas sosial ini dapat
kita lihat dari segi ekonomi, sosial, dan politik.
Membahas identitas seseorang dalam kelompok atau masyarakat tentu tidak akan dilihat
dari satu sudut pandang saja, tetapi juga akan dilihat dari berbagai sudut pandang, cara, dan
ukuran yang beragam. Barbagai sudut pandang, cara, dan ukuran dari identitas seseorang
tersebut disebut dengan multidemensi. Identitas seseorang di dalam kelompok atau masyarakat
merupakan keadaan, sifat atau ciri-ciri khusus seseorang yang dapat menandai eksistensi atau
keberadaan seseorang di masyarakat.
Apabila kita amati, identitas seseorang di masyarakat serta merta kita akan berpikir bahwa
orang tersebut akan berperan seperti status atau identitas yang melekat pada dirinya. Misalnya,
kita menganggap bahwa seorang hakim itu pasti adil dan bijaksana dalam membuat keputusan
dalam sidang pengadilan, seorang prajurit pasti dengan gagah dan berani berperang di medan
pertempuran, dan seorang disebut tokoh masyarakat karena dapat memberikan teladan bagi
anggota masyarakatnya. Dari berbagai contoh tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa
identitas seseorang harus didukung dengan perilaku yang menjadi ciri dari identitasnya.
Multidemensi identitas dalam subjek individu maupun kelompok muncul karena adanya
pandangan yang beragam dari anggota-anggota masyarakat terhadap seseorang yang
menyandang indentitas tertentu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
1. Cara pandang yang berbeda terhadap status dan peranan seseorang dalam
kelompok. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi antara anggota masyarakat.
Misalnya, pada masyarakat tradisional yang cenderung paternalistis menganggap
bahwa seorang tokoh masyarakat harus mampu menyelesaikan berbagai masalah
sosial. Sementara itu, pada masyarakat modern, seorang tokoh masyarakat tidak dapat
kita harapkan mampu menangani berbagai masalah karena pada masyarakat modern
sudah ada spesialisainya. Dengan demikian, biarpun kedudukan atau identitasnya
sebagai tokoh masyarakat, kita harus tetap lihat spesialisasinya sebagai apa.
Dari berbagai faktor penyebab di atas, dapat kita simpulkan bahwa multidimensi identitas
terjadi karena berbagai hal. Perbedaan-perbedaan pandangan terhadap identitas individu dan
kelompok tersebut dapat meniadi sumber konflik yang jelas sangat tidak produktif dalam hidup
bermasyarakat.
Heterogenitas ini dibedakan berdasarkan pekerjaan yang dipegang oleh para individu
dalam suatu lingkungan sosial. Ada kelompok dengan profesi guru, profesi karyawan
swasta dan sebagainya. Setiap pekerjaan memerlukan tuntutan profesionalisme agar
dapat dikatakan berhasil. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu dan pelatihan
keterampilan yang berkaitan dengan setiap pekerjaan. Setiap pekerjaan juga memiliki
fungsi dalam masyarakat karena merupakan bagian dari struktur masyarakat itu
sendiri. Hubungan antar profesi atau orang yang memiliki profesi yang berbeda
hendaknya merupakan hubungan horizontal dan hubungan saling menghargai
meskipun berbeda fungsi, tugas, bahkan berbeda penghasilan.
2. Heterogenitas berdasarkan jenis kelamin
Di Indonesia biarpun secara konstitusional tidak terdapat diskriminasi sosial atas dasar
jenis kelamin, namun pandangan “gender” masih dianut sebagaian besar masyarakat
Indonesia. Pandangan gender ini dikarenakan faktor kebudayaan dan agama. Apabila
kita melihat kemajuan Indoensia sekarang ini, banyak perempuan yang berhasil
mengusai Iptek dan memiliki posisi yang strategis dalam masyarakat. Maka sudah
selayaknya perbedaan jenis kelamin dikatagorikan secara horisontal, yaitu hubungan
kesejajaran yang saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Dalam masyarakat modern, keanekaragaman etnis atau suku bangsa, las, dan budaya
merupakan keniscayaan. Hal ini disebabkan oleh kemajuan arus informasi, komunikasi, dan
transportasi. Masyarakat modern juga memiliki ciri ciri sebagai berikut.
1. Terbuka terhadap hal-hal baru.
2. Menerima perubahan secara kritis.
3. Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya.
4. Berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang.
5. Menggunakan perencanaan dalam segala tindakan.
6. Yakin akan manfaat iptek.
Untuk dapat menghargai atau mengormati keanekaragaman atau heterogenitas sosial kita
harus mempelajari, memahami, dan menerapkan konsep masyarakat multikultural.
Dengan dasar seperti itu, akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini, sosialisasi masyarakat multikultural begitu strategis
dan dibutuhkan dalam rangka mewujudkan masyarakat indonesia yang ideal dan lestari.
norma sosial adalah sekumpulan pendapat tentang bagaimana seharusnya manusia itu
harus bertingkah laku, bahkan harus bertindak yang pantas, sehingga keharusan dan kepantasan
itu menjadi terbiasa dan selanjutnya diturunkan secara turun temurun sampai, mewujudkan
aturan-aturan dalam pergaulan kehidupan masyarakat. Pada dasarnya, norma sosial terbentuk
karena ada kebutuhan masyarakat terhadap keteraturan dan ketertiban sosial. Maka, norma sosial
dapat juga diartikan sebagai pedoman perilaku yang harus atau tidak boleh dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari, berdasarkan alasan tertentu.
Jenis-jenis Norma
1. Norma Keagamaan, Norma Keagamaan adalah aturan yang bersumber dari sabda atau
perintah Tuhan melalui Nabi / Rasul. Bagi orang beragama, perintah atau firman Tuhan
menjadi pedoman atau pedoman dalam sikap dan tindakan mereka (perang kehidupan).
Aturan agama tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan dewa mereka
tetapi juga mengatur hubungan antar manusia. Mereka yang melanggar norma agama
akan mendapat sanksi berupa dosa.
2. Norma Kesusilaan, Norma Kesusilaan adalah aturan yang datang dari bisikan suara hati
manusia. Aturan kesusilaan ini bisa dikenali dan disadari setiap orang dan menjadi
pendorong dalam bertindak, atau pedoman berperilaku dan bersikap. Mereka yang
melanggar norma ini akan mendapatkan sanksi otonom yang datang dari orangnya
sendiri berupa penyesalan, siksaan batin atau sejenisnya.
3. Norma Kesopanan, Norma kesopanan atau sopan santun (tata krama) adalah aturan
yang muncul di kehidupan sosial sekelompok orang. Aturan ini diikuti dan ditaati
sebagai pedoman dalam berperilaku orang-orang di sekitarnya. Jika seseorang
melanggar norma ini maka akan mendapat sanksi dari masyarakat berupa ejekan,
celaan, hingga diasingkan dari kehidupan sosial dan sejenisnya.
4. Norma Hukum, Norma hukum adalah peraturan yang dibuat oleh negara. Penegakan
norma hukum dilakukan oleh aparat negara dan pemerintahan, termasuk polisi, jaksa,
hakim dan sebagainya. Ciri khas norma hukum adalah bersifat kuat dan memaksa.
Sanksi terhadap orang yang melanggar norma hukum bersifat heteronom atau dari luar,
yaitu negara melalui aparaturnya. Jenis Norma Sosial Berdasarkan Tingkatan Daya Ikat
Norma sosial juga dibedakan menurut tingkatan daya ikatnya. Artinya, norma-norma
yang ada mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Untuk dapat membedakan
kekuatan mengikat norma-norma tersebut, dikenal empat jenis pengertian norma.
Tingktan Norma
Pertama, cara (usage). Norma jenis ini paling lemah daya pengikatnya karena
sanksinya bagi yang melanggar hanya berupa cemoohan. Contohnya, ketika sedang
makan orang tidak bersendawa.
Kedua, kebiasaan (folkways). Norma jenis ini merupakan aturan dengan kekuatan
mengikat yang lebih kuat daripada usage karena termasuk perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang. Contohnya ialah menghormati orang yang lebih tua.
Ketiga, tata kelakuan (mores). Norma jenis ini merupakan aturan yang sudah diterima
masyarakat dan dijadikan alat pengawas atau kontrol, secara sadar maupun tidak sadar,
oleh masyarakat pada anggotanya. Maka, pelanggaran atas norma ini bisa berujung pada
sanksi berat. Contonya adalah larangan berzina. Keempat, adat istiadat (custom).
Norma jenis ini merupakan suatu aturan turun-temurun, tetapi sangat mengikat.
Pelanggaran norma ini juga bisa berujung pada sanksi sosial. Contoh dari norma jenis
ini adalah larangan menikah dengan orang yang satu marga dalam adat Batak.
1. Hakikat Sosialisasi
Peter L Berger, sosialisasi adalah proses belajar seseorang untuk menjadi anggota
yang dapat berpartisipasi dalam masyarakat
David A Goslin mendefinisikan sosialisasi sebagai proses belajar yang dialami
seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan norma-norma agar ia dapat
berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat
Anthony Giddens, sosialisasi adalah proses dimana seseorang anak, atau anggota baru
dalam suatu kelompok, belajar tentang cara hidup suatu masyarakat atau kelompok
2. Tahapan perkembangan diri manusia
Menurut Herbert Mead ada tiga tahap perkembangan diri manusia
a. Play Stage , Pada tahap ini, seorang anak belajar beberapa peran yang dilihatnya di
lingkungan sekitarnya
b. Game Stage, Pada tahap ini, seorang anak mulai menyadari objek permainan. Mereka
juga menyadari bahwa setiap permainan dalam tim adalah bagian dari jaringan aturan
yang ditentukan oleh aturan permainan
c. Generalized Others, terdiri dari harapan harapan masyarakat atas diri seseorang yang
tertuang dalam bentuk norma masyarakatnya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentuk kepribadian
a. Warisan Biologis
warisan biologis adalah semua halyang di terima seseorang sebagai
manusia melalui gen kedua orang tuanya atau sifat turunan dari
kedua orang tua .
Contohnya : ayah Darwin adalah seseorang yang tidak suka banyak
berbicara dan suka berdiam diri, maka sifat itu tampa di sadari di
miliki juga oleh anaknya Samuel. Contoh lainya adalah ayah otis
adalah seorang yang bentuk tubuhnya sangat tinggi dan lebar
otomatis otispun akan bertumbuh ke hal yang sama.
b. Lingkungan Fisik
Aristoteles, Hipocrates sampai kepada ahli geografi modern Ellsworth Huntington,
menekankan bahwa perbedaan perilaku kelompok terutama disebabkan oleh
perbedaan iklim, topografi, dan sumber alam. Misalnya, suku IK dari Uganda yang
mengalami kelaparan karena hilangnya tempat perburuan tradisional.
Menurut John Trumball, mereka menjadi sekelompok orang yang paling tamak atau
paling rakus di dunia. Mereka sama sekali tidak suka menolong atau tidak memiliki
rasa kasihan.
c. Kebudayaan
Pengalaman adalah bagian dari kebudayaan. Umumnya, bayi-bayi dipelihara atau
diberi makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam kelompok, belajar
berkomunikasi melalui bahasa, mengalami hukuman dan menerima imbalan atau
pujian. Setiap masyarakat memberikan pengalaman yang tidak diberikan oleh
masyarakat lain kepada anggotanya. Misalnya, pada Suku Dopu di Melanesia dengan
kebudayaan sihir yang menjadikan masyarakatnya hidup dalam kecemasan.
Beda halnya dengan Suku Zuni di Meksiko. Mereka merupakan bangsa yang hidup
dalam lingkungan sehat secara emosional. Kebudayaan Suku Zuni menjunjung tinggi
nilai-nilai kerukunan dan kasih sayang.
d. Pengalaman Kelompok
Sepanjang hidup seseorang, kelompok sosial tertentu adalah model atau contoh
dalam perilaku. Pada awal kehidupan seseorang, keluarga merupakan kelompok
sosial paling penting. Ciri-ciri kepribadian dasar individu dibentuk pada tahun-tahun
pertama dalam lingkungan keluarga.
Beberapa waktu kemudian, lingkungan kelompok yang digaulinya semakin
bertambah seperti kelompok sebaya (pear group), yaitu kelompok yang sama usia
dan statusnya. Demikian pula selanjutnya, pengalaman dari lingkungan kelompok
tersebut tumbuh dan berkembang.
G. Penyimpangan Sosial
1. Konformitas
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan
tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada, Beberapa contoh dari
konfomitas adalah ketika menengok orang sakit, orang akan membawakan buah atau
makanan lainnya, Ketika hendak mengambil uang di ATM atau menaruh uang di bank, orang
akan menunggu giliran dengan mengantri.
Kuatnya pengaruh sosial yang ada dalam konformitas akan berakibat pada perilaku
seseorang dimasyarakat tersebut, jika saja masyarakat mencontokan perbuatan yang
menyimpang ini bisa saja menjadi contoh untuk melakukan perbuatan menyimpang juga. Hal
ini dibuktikan secara ilmiah dalam penelitian yang dilakukan oleh Solomon Asch pada tahun
1951. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa orang cenderung melakukan konformitas,
mengikuti penilaian orang lain karena tekanan kelompok yang dirasakan.
2. Perilaku Menyimpang
Pengertian penyimpangan menurut para ahli
Gillin
Penyimpang sosial menurut Gillin adalah perilaku yang yang menyimpang dari norma
dan nilai sosial keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab memudarnya ikatan
atau solidaritas kelompok.
Becker
Penyimpangan sosial menurut Becker bukanlah kualitas yang dilakukan orang,
melainkan konsekuensi dari adanya suatu peraturan dan penerapan sanksi yang
dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut.
Robert K. Merton
Penyimpangan sosial menurut Robert K. Merton bersumber dari adanya ketegangan
(strain) antara tujuan budaya dan sarana untuk mencapainya. Masyarakat menginginkan
setiap orang berhasil (mis. dlm hal kekayaan) tetapi tdk semua orang dapat
mencapainya melalui sarana yg sah (seperti mjd pengusaha). Orang-orang ini kemudian
mengambil jalur yg menyimpang.
Edwin M. Lemert
Penyimpangan sosial menurut Edwin M. Lemert bersumber dari adanya proses labelling
(pemberian julukan, cap, etiket, atau merek) yang negatif (menyimpang) yang diberikan
masyarakat kepadanya.
Edward H. Sutherland
Penyimpangan sosial menurut Edward H. Sutherland bersumber pada pergaulan yang
berbeda sebab seseorang belajar untuk menyimpang dari norma masyarakat melalui
kelompok-kelompok berbeda di mana dia bergaul.
H. Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai
yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan
anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang/membangkang. Dengan adanya
pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang
berperilaku menyimpang/membangkang.
Cara pengendalian sosial:
1. Cara pengendalian secara lisan, simbolik dan kekerasan
2. Cara pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman ( Reward and Punishment)
3. Cara pengendalian sosial formal dan informal
4. Cara pengendalian sosial melalui sosilaisasi
5. Cara pengendalian sosial dengan tekanan sosial
Pengendalian sosial ditopang oleh beberapa lembaga-lembag pengendalian sosial
diantaranya: Polisi, Pengadilan, Adat, Tokoh Masyarakat, media massa