Dosen Pengampu :
Dr. Sc. Agr. Rahayu, S.P., M.P.
Disusun oleh :
Nama : Ghulam Zakiyya Thoriqul Haq
NIM : H0220032
Prodi/kleas : Ilmu Tanah/B
A. Latar Belakang
Tanah merupakan lapisan terluar dari kulit bumi yang merupakan hasil dari pelapukan.
Pelapukan dapat berupa pelapukan fisika, kimia, maupun biologi. Secara umum tanah
dibagi menjadi empat lapisan, yaitu tanah lapisan atas, lapisan tengah, lapisan bawah, dan
lapisan induk. Lapisan atas merupakan lapisan yang terletak hingga kedalaman 30 cm,
sering disebut dengan istilah Top Soil. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling subur,
karena banyak mengandung bahan organik. Oleh karena itu lapisan ini merupakan bagian
yang optimum untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan. Lapisan tengah terletak tepat di bagian
bawah top soil dengan ketebalan antara 50 cm hingga 1 meter. Lapisan ini terbentuk dari
campuran pelapukan yang terletak di lapisan bawah dengan material top soil yang terbawa
air kemudian mengendap. Ciri yang dimiliki oleh lapisan tanah ini adalah berwarna lebih
cerah dibandingkan lapisan di atasnya dan bersifat lebih padat. Lapisan ini sering disebut
dengan tanah liat.
Konsep Kemasaman Tanah adalah salah satu prinsip dasar kimia tanah yang
mengindikasikan reaksi tanah. Pada daerah iklim Tropis Basah, pengasaman tanah adalah
proses alamiah (natural). Kemasaman tanah merupakan salah satu masalah utama bagi
pertumbuhan tanaman karena pada tanah dengan pH sangat masam, yaitu pH lebih rendah
dari 4,5 dalam sistem tanah akan terjadi perubahan kimia sebagai berikut : (a) Aluminium
menjadi lebih larut dan beracun untuk tanaman; (b) Sebagian besar hara tanaman menjadi
kurang tersedia bagi tanaman, sedangkan beberapa hara mikro menjadi lebih larut dan
beracun; (c) penurunan hasil tanaman; (d) mempengaruhi fungsi penting biota tanah yang
bersimbiosis dengan tanaman seperti fiksasi nitrogen oleh Rhizobium. Kedua kondisi
ekstrem, yaitu: terlalu asam dan terlalu basa merupakan kondisi yang sangat merugikan
bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akan tetapi, ada beberapa reaksi kimia di
alam yang terjadi dalam kondisi pH netral. Pengelompokan kemasaman tanah berbeda
dengan pengelompokkan terhadap sifat kimia tanah lain, karena untuk kemasaman tanah
(pH) dikelompokkan dalam enam kategori berikut : (1.) Sangat Masam untuk pH tanah
lebih rendah dari 4,5 ; (2.) Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5 ; (3.) Agak
Masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5 ; (4.) Netral untuk pH tanah berkisar
antara 6,6 s/d 7,5 ; (5.) Agak Alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5 ; (6.)
Alkalis untuk pH tanah lebih besar dari 8,5.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana faktor dan proses pembentukan tanah ultisol?
2. Bagaimana faktor dan proses pembentukan tanah oksisol?
3. Bagaimana faktor dan proses pembentukan tanah spodosol?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana faktor dan proses pembentukan tanah ultisol.
2. Mengetahui bagaimana faktor dan proses pembentukan tanah oxisol.
3. Mengetahui bagaimana faktor dan proses pembentukan tanah spodosol.
II. PEMBAHASAN
A. Tanah Ultisol
Ultisol merupakan jenis tanah yang tergolong tua. Tanah ini telah mengalami proses
pembentukan tanah yang lanjut. Salah satu faktor yang menjadikan tanah ini tua yaitu
proses pelapukan mineral dan pencucian basabasa. Proses pencucian dan pelapukan yang
terjadi meninggalkan mineralmineral yang sukar melapuk sehingga tanah menjadi masam
dan miskin unsur hara (Hardjowigeno, 2003). Menurut Subagyo et al. (2004) Ultisol
memiliki luas 25% dari seluruh luas daratan Indonesia. Seluas 45.794.000 hektar tanah di
Indonesia merupakan Ultisol. Ultisol memiliki luas yang menjadi potensi untuk
dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Namun beberapa faktor pembatas banyak ditemui
dalam pemanfaatannya.
Pembentukan tanah di Ultisol melibatkan beberapa proses, yaitu (a) pencucian
substrat secara menyeluruh merupakan prasyarat. Pencucian sangat cepat sehingga tanah
bereaksi dengan asam dan kejenuhan basa rendah ke lapisan tanah (1,8 m di atas
permukaan), (b) karena suhu yang agak hangat (lebih dari 8˚ C) dan tersapu dalam waktu
yang lama waktu, itu menyebabkan pelapukan intens mineral yang mudah lapuk dan
pembentukan mineral lempung dan oksida sekunder. Mineral lempung yang terbentuk
umumnya terutama kaolinit dan gibbsit. (c) Erosi (pencucian tanah liat) menghasilkan
cakrawala anaerobik di lapisan atas (ekspansi) dan cakrawala busur di lapisan bawah
(aluvium). Beberapa lempung di horizon lempung merupakan hasil formasi lokal (in situ)
dari bahan induknya. Di daerah tropis, horizon E memiliki tekstur yang lebih halus dan
mengandung lebih banyak bahan organik dan besi daripada di daerah beriklim sedang.
Seiring dengan pelindian, ada juga podolization di mana sequioksida (terutama besi)
ditransfer dari cakrawala albic ke cakrawala argilik. (d) Rotasi biologis, meskipun ada
pelindian yang kuat, jumlah basa di permukaan tanah cukup tinggi dan berkurang dengan
kedalaman. Ini karena rotasi biologis fasilitas ini oleh vegetasi yang ada di sana. (e)
Pembentukan plinthite dan fragipan. (f) Perubahan horizon umbrik menjadi Ultisol molik
dengan epipedon umbraquult (Umbraquult) menjadi epipedon molik melalui kalsifikasi.
Namun, klasifikasi tanah tidak berubah selama lapisan yang lebih dalam memiliki
kejenuhan basa yang rendah. Kontrol sectiori untuk kejenuhan dasar diatur pada
kedalaman 1,25 m dari permukaan horizon lempung atau 1,80 m dari permukaan tanah
(kejenuhan dasar kurang dari 35%). Hal ini karena mengindikasikan adanya pelindian
yang kuat sehingga klasifikasi tanah tidak berubah karena pengelolaan tanah.
B. TanahOxisol
Oxisols adalah tanah mineral yang dicirikan oleh adanya horison oksik, yaitu horison
dengan KTK-liat < 16 cmol c/kg, KTK-efektif < 12 cmol c/kg, kandungan mineral mudah
lapuk dalam fraksi 50200 mikron < 10%, dan struktur batuan < 5% dari volume tanah.
Kandungan mineral liat tinggi terutama mineral Fe dan Al oksida, kuarsa dan kaolinit
tetapi hanya sedikit atau tidak ada sama sekali mineral primer. Menurut Suharta (2010),
Oxisols dibedakan berdasarkan rejim kelembapan tanah, yaitu Udox dengan rejim
kelembapan udik. Pada tingkat greatgrup hanya dibedakan sebagai Kandiudox, yang
dicirikan oleh adanya horison kandik, dan Hapludox.
Proses pembentukan oksisol utama adalah pengeringan dan konsentrasi besi bebas
dan gibbsite. Hal ini mempengaruhi mineral yang rentan terhadap pelapukan, termasuk
mineral lempung. Tanah Oxisol adalah tanah yang memiliki karakteristik kandungan
oksigen yang tinggi. Pelapukan jangka panjang menyebabkan pencucian basa dan silika,
pencucian relatif sesquioxides (oksida besi dan aluminium), dan pembentukan lempung
kaolinit. Proses pembentukan utama di Oxisols adalah pengeringan dan konsentrasi besi
bebas dan kadang-kadang gibbsite. Hal ini kemudian mempengaruhi mineral-mineral yang
rentan terhadap pelapukan, termasuk mineral lempung. Iklim tropis yang panas dengan
curah hujan yang tinggi menyebabkan pelapukan mineral dan batuan yang sangat cepat.
Proses pelapukan yang keras ini melepaskan elemen terakhir yang hilang melalui
pencucian, hanya menyisakan produk akhir dari mineral tahan cuaca dan cuaca yang
seringkali memberikan lebih sedikit nutrisi bagi tanaman. Tanah yang mencapai tahap
perkembangan ini disebut tanah Oxisols. Oksisol terutama mineral terhidrasi dari besi atau
aluminium oksida dan kaolinit. Mineral ini memiliki kohesi, plastisitas dan ekspansi yang
rendah, serta kapasitas tukar kation yang rendah, yang sangat mempengaruhi sifat fisik
dan kimia tanah.
C. Tanah Spodosol
Spodosol adalah tanah yang terbentuk dari bahan pasir atau lempung kasar dan
masam. Tanah ini dicirikan oleh adanya horison B spodik atau horison akumulasi dari
bahan-bahan amorf organik dan aluminium, dengan atau tanpa besi. Kriteria horison B
spodik Spodosol sebagian didasarkan pada jumlah C-organik, aluminium, dan besi yang
dapat diekstrak oleh pelarut tertentu dari horison tersebut. Spodosol tersebar luas di daerah
beriklim dingin, sedang, atau beriklim basah. Di Indonesia, luas Spodosol seluruhnya
diperkirakan 2,16 juta ha atau 1,1% dari wilayah daratan Indonesia. Tanah Spodosol
memiliki kandungan unsur hara yang minim, masam, tekstur yang kasar, dan memiliki
lapisan padas pada kedalaman yang bervariasi.
Tanah Spodosol dicirikan oleh adanya lapisan pasir masam berwarna putih abu-abu
(horison albik/putih) diatas lapisan lempung berpasir yang berwarna gelap. Terbentuknya
tanah ini pada bahan induk pasir kursa dipercepat oleh adanya vegetasi yang menghasilkan
serasah masam. Pada prinsipnya Spodosols tersusun atas dua macam horison utama, yaitu
horison albik di bagian atas dan horison spodik di bagian bawah. Menurut Surianto et al.,
(2015), horison albik terbentuk karena proses pencucian (elluviasi) yang intensif oleh asam
organik sehingga semua bahan-bahan mudah lapuk tercuci dan yang tertinggal hanyalah
butir-butir pasir kuarsa. Horison ini merupakan tempat terakumulasinya mineral-mineral
yang tahan terhadap pelapukan (resisten) dan bahan-bahan lainnya yang susah larut.
Horison spodik terbentuk karena proses podsolisasi, yang merupakan pergerakan larutan
kompleks metal humus (chelate) dari lapisan permukaan ke lapisan yang lebih dalam
(cheluviation), kemudian disusul oleh akumulasi (illuviasi) dari kelat Al dan Fe di horison
spodik.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ultisol merupakan jenis tanah yang tergolong tua. Tanah ini telah mengalami proses
pembentukan tanah yang lanjut. Salah satu faktor yang menjadikan tanah ini tua yaitu
proses pelapukan mineral dan pencucian basabasa
2. Oxisols adalah tanah mineral yang dicirikan oleh adanya horison oksik, yaitu horison
dengan KTK-liat < 16 cmol c/kg, KTK-efektif < 12 cmol c/kg, kandungan mineral
mudah lapuk dalam fraksi 50200 mikron < 10%, dan struktur batuan < 5% dari
volume tanah.
3. Spodosol adalah tanah yang terbentuk dari bahan pasir atau lempung kasar dan
masam. Tanah ini dicirikan oleh adanya horison B spodik atau horison akumulasi dari
bahan-bahan amorf organik dan aluminium, dengan atau tanpa besi
DAFTAR PUSTAKA
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Dalam
A. Adimihardja, L.I. Amien, F. Agus, D. Djaenudin (Ed.). Sumberdaya Lahan
Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor. Hal 21−66.
Suharta, N. (2010). Karakteristik dan permasalahan tanah marginal dari batuan sedimen masam
di Kalimantan. Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 139-146.
Surianto, S., Rauf, A., Sabrina, T., & Sutarta, E. S. (2015). Karakteristik Tanah Dan
Perbandingan Produksi Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Dengan Metode Tanam
Lubang Besar Dan Parit Drainase 2: 1 Pada Lahan Spodosol Di Kabupaten Barito Timur
Propinsi Kalimantan TengahIndonesia. Jurnal Pertanian Tropik, 2(2), 157007.