Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA JURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

LATIHAN DAN PENCEGAHAN DEPRESI: HASIL DARI STUDI HUNT


COHORT

Disusun oleh:
Farra Y. Pattipawae
(2018-83-057)

Pembimbing:
dr. David Santoso T, Sp. KJ., MARS.

DI BAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RSUD DR. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
LATIHAN DAN PENCEGAHAN DEPRESI: HASIL DARI STUDI HUNT
COHORT

Samuel B. Harvey, FRANZCP, Ph.D., Simon Øverland, Ph.D., Stephani L. Hatch, Ph.D., Simon
Wessely, FRCPsych., MD, Arnstein Mykletun, Ph.D., Matthew Hotopf, FRCPsych ., Ph.D

Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas 1) Apakah olahraga memberikan
perlindungan terhadap serangan awal yang baru berupa depresi dan kecemasan, dan 2) Jika demikan,
intensitas dan jumlah olahraga yang diperlukan untuk mendapatkan perlindungan dan, terakhir 3)
Mekanisme yang mendasari setiap asosiasi.
Metode : Kelompok "sehat" dari 33.908 orang dewasa, dipilih berdasarkan tidak adanya gejala
gangguan mental umum atau kondisi kesehatan fisik yang terbatas, diikuti secara prospektif selama 11
tahun. Langkah-langkah latihan yang divalidasi, depresi, kecemasan, dan berbagai faktor perancu dan
mediasi potensial dikumpulkan.
Hasil: Melakukan latihan waktu senggang secara teratur dikaitkan dengan berkurangnya insiden
depresi di masa depan tetapi tidak kecemasan. Sebagian besar efek perlindungan ini terjadi pada
tingkat latihan yang rendah dan dilakukan tanpa memandang intensitasnya. Setelah penyesuaian untuk
faktor perancu, populasi yang dapat diatribusikan menunjukkan bahwa, dengan asumsi hubungan
tersebut adalah sebab-akibat, 12% dari kasus-kasus depresi di masa depan dapat dicegah jika semua
partisipan melakukan setidaknya 1 jam aktivitas fisik setiap minggu. Manfaat kesehatan fisik dan
sosial dari latihan menjelaskan sebagian kecil dari efek perlindungan. Mekanisme biologis yang
diusulkan sebelumnya, seperti perubahan dalam sistem vagal parasimpatis, tampaknya tidak memiliki
peran dalam menjelaskan proteksi terhadap depresi.
Kesimpulan: Latihan waktu senggang yang teratur dari intensitas apa pun memberikan perlindungan
terhadap depresi di masa depan tetapi bukan kecemasan. Perubahan yang relatif sederhana dalam
tingkat latihan populasi mungkin memiliki manfaat kesehatan mental publik yang penting dan
mencegah sejumlah besar kasus baru depresi.

Meningkatnya biaya yang terkait dengan depresi dan kecemasan merupakan


masalah kesehatan masyarakat utama di negara maju dan berkembang (1). Sementara
kebutuhan untuk mengatasi meningkatnya beban gangguan mental umum ini tidak
diragukan, ada sedikit konsensus tentang bagaimana hal ini harus dieksekusi. 
Meskipun pengobatan yang efektif tersedia, model efektivitas biaya
menunjukkan bahwa bahkan dalam kasus yang tidak mungkin pengobatan yang
optimal disampaikan dalam semua kasus, hanya 35% - 50% dari keseluruhan beban
depresi dan kecemasan akan berkurang (2). Akibatnya, sejumlah lembaga mulai
mempertimbangkan strategi yang ditujukan untuk pencegahan primer depresi dan
kecemasan.
Rose (3) berpendapat bahwa metode yang paling tepat untuk mencegah
penyakit multifaktorial yang umum terjadi adalah mengubah seluruh distribusi
populasi dari faktor risiko yang diketahui. Strategi-strategi demikian telah ditetapkan
dengan baik untuk mencegah kondisi lain, seperti penyakit kardiovaskular. Namun,
sebagian besar faktor risiko yang diketahui untuk depresi dan kecemasan, seperti
risiko keluarga, posisi sosial ekonomi, dan peristiwa kehidupan, yang sulit atau
mustahil untuk diubah (4).
Namun, ada beberapa bukti yang muncul bahwa faktor gaya hidup, seperti
aktivitas fisik, mungkin menjadi target potensial untuk strategi yang bertujuan
mencegah depresi dan kecemasan (5,6). Berbagai survei kesehatan telah
menunjukkan adanya hubungan silang antara olahraga dan tingkat depresi serta
kecemasan yang lebih rendah (7,8). Akan tetapi, kemungkinan penyebab terbalik
(suasana hati yang rendah atau kecemasan yang menyebabkan berkurangnya tingkat
olahraga) telah membatasi interpretasi penelitian tersebut. Sampai saat ini, hasil studi
prospektif lebih beragam. Beberapa penelitian tidak menemukan adanya hubungan
prospektif antara tingkat latihan dan depresi dan kecemasan (9-11), sedangkan yang
lain berpendapat bahwa manfaat apapun dari olahraga mungkin terbatas pada
subkelompok tertentu atau kelompok usia, atau hanya terkait dengan olahraga yang
intensif (12 – 14). Bukti dasar telah membingungkan banyak orang, tapi tidak semua,
dari laporan yang diterbitkan menyatakan bahwa ada depresi dan gangguan
kecemasan, meskipun masing-masing memiliki faktor risiko yang unik dan proses
biologis yang berbeda (15). Bukti dasar untuk olahraga sebagai pengobatan untuk
depresi saat ini yang tidak bisa dipungkiri, dengan banyak ulasan menyimpulkan
bahwa olahraga cukup efektif untuk mengurangi gejala depresi (16, 17). Analisis
terbaru dari data yang digunakan dalam tinjauan ini telah menambahkan bukti lebih
lanjut untuk efek antidepresan, dan temuan bahwa baik bias publikasi maupun
tanggapan kelompok kontrol mungkin telah menyebabkan meremehkan besarnya
dampak olahraga sebagai intervensi dalam depresi (18, 19). Akan tetapi, tinjauan
yang sistematis tentang bukti olahraga dalam mencegah serangan awal berupa
depresi dan/atau kecemasan yang baru timbul perlu untuk lebih dilihat dalam
kesimpulan mereka, terutama mengenai seberapa penting intensitas dan jumlah
latihan yang diperlukan untuk menyampaikan efek perlindungan (20).
Sejumlah teori telah diajukan tentang bagaimana olahraga dapat mencegah
penyakit mental, namun sampai saat ini belum ada yang secara resmi dievaluasi
dalam penelitian prospektif epidemiologi (5). Olahraga dikaitkan dengan sejumlah
perubahan biologis yang dapat mempengaruhi kesehatan mental. Salah satu
mekanisme biologis yang diakui adalah perubahan dalam aktivitas sistem saraf
otonom (21, 22). Olahraga teratur meningkatkan tonus parasimpatis, sehingga
menibulkan perubahan fisiologis seperti bradikardia saat istirahat (23). Perubahan
dalam aktivitas sistem saraf otonom telah diamati pada mereka yang menderita
depresi, dan stimulasi Saraf vagus telah digunakan untuk mengobati depresi
(21). Penjelasan lain untuk hubungan antara olahraga dan depresi serta kecemasan
berfokus pada kesehatan fisik, harga diri, atau manfaat social dari olahraga.
Mengatasi ketidakpastian mengenai hubungan antara olahraga dan depresi serta
kecemasan adalah penting. Meskipun banyak lembaga yang tertarik untuk
meningkatkan manfaat kesehatan mental yang potensial dari olahraga, saat ini
literatur tidak dapat memberikan informasi dasar yang paling dibutuhkan untuk
sosialisasi kesehatan masyarakat yang efektif dan terarah mengenai depresi dan
kecemasan. Tujuan dari penelitian ini adalah menggunakan sejumlah besar (N =
33.908) dengan cohort prospektif untuk menjawab tiga pertanyaan. Pertama, apakah
olahraga memberikan perlindungan terhadap serangan awal yang baru berupa depresi
dan kecemasan? Kedua, jika demikian, intensitas dan jumlah latihan apa yang
diperlukan untuk memperoleh perlindungan? Ketiga, mekanisme penyebab apa yang
mendasari hubungan antara olahraga dan depresi serta kecemasan yang terjadi di
kemudian hari?

METODE
Desain Penelitian
Penelitian HUNT [Health Study of Nord-Trøndelag County] merupakan salah satu
survei kesehatan berbasis populasi terbesar dan terlengkap yang pernah dilakukan.
Wilayah Nord-Trøndelag, Norwegia mencakup sebagian besar wilayah pedesaan,
dengan total populasi 127.000 pada saat penelitian ini dilakukan. Pada tahap 1
(HUNT 1) dari penelitian, yang diadakan antara bulan Januari 1984 dan Februari
1986, semua penduduk daerah berusia 20 tahun atau lebih (N = 85.100) diundang
untuk mengisi kuesioner tentang gaya hidup dan sejarah medis mereka dan untuk
menghadiri pemeriksaan fisik. Sebanyak 74.599 orang berpartisipasi (87,7%). Semua
peserta kemudian ditindaklanjuti 9 hingga 13 tahun kemudian (antara Agustus 1995
dan Juni 1997) dalam tahap 2 penelitian (HUNT 2). Informasi terperinci tentang
penelitian kohort HUNT telah dipublikasikan di tempat lain (24, 25).
Pemilihan Sampel “Sehat”
Agar lebih yakin arah asosiasi yang ditemukan, data dari HUNT 1 digunakan untuk
memilih “sehat” kohort, tanpa bukti penyakit fisik atau gangguan depresi atau
kecemasan saat ini.
Gejala depresi dan kecemasan pada awalnya. Adanya depresi dan kecemasan pada
awal (HUNT 1) terdeteksi dalam dua cara. Pertama, semua peserta menyelesaikan 12
item kecemasan dan indeks gejala depresi. Ukuran ini, yang dirancang untuk
menentukan berbagai gejala yang menunjukkan adanya depresi dan kecemasan, telah
divalidasi dan terbukti memiliki korelasi tes yang baik (26, 27). Sebanyak 60.980
responden (81,7%) mengembalikan kuesioner yang cukup lengkap. Sebelumnya,
memisahkan 80% dari total skor pada kuesioner telah digunakan untuk menetapkan
kasus lain (28). Agar lebih konservatif dalam membentuk “sehat” kohort, hanya
mereka yang jatuh di bawah persentil ke-70 dari total skor yang dipilih (N = 42.686).
Kedua, peserta juga ditanya apakah mereka menderita gangguan karena keluhan
psikologis. 726 orang tambahan yang mengindikasikan gangguan psikologis pada
awal dikeluarkan dari penelitian.
Penilaian kesehatan fisik pada dasarnya. Kesehatan fisik yang buruk dapat
menghalangi orang untuk berpartisipasi dalam olahraga dan merupakan prediktor
independen untuk gangguan mental umum (29). Peserta ditanya apakah mereka
menderita gangguan yang berkaitan dengan kemampuan motorik atau gangguan
karena penyakit fisik, atau menderita, atau pernah didiagnosis dengan diabetes,
angina, infark miokard, stroke, atau pendarahan otak. Oleh karena itu, 8,444 peserta
tambahan dikeluarkan, sehingga kohort “sehat” terakhir beranggotakan 33.908 orang.
Pengukuran Olahraga Awal
Pada saat penilaian awal (HUNT 1), semua peserta ditanyai seberapa sering mereka
melakukan olahraga (seperti berjalan atau berenang). Mereka diberi lima pilihan: 1)
tidak pernah, 2) kurang dari seminggu sekali, 3) seminggu sekali, 4) dua sampai tiga
kali seminggu, dan 5) hampir setiap hari. Para peserta ditanya, rata-rata, berapa lama
mereka berolahraga pada setiap kesempatan. Dengan menggabungkan jawaban untuk
kedua pertanyaan ini, setiap orang yang berolahraga bisa memperkirakan jumlah
menit per minggu. Peserta juga ditanya tentang intensitas olahraga mereka, dengan
tiga pilihan yang mungkin: 1) berolahraga tanpa menjadi sesak napas atau
berkeringat, 2) olahraga yang mengakibatkan sesak napas dan berkeringat, atau 3)
olahraga yang mengakibatkan kelelahan. Dua pilihan terakhir digabungkan menjadi
satu kategori.
Keandalan dan keabsahan pertanyaan-pertanyaan ini serta total waktu gabungan yang
digunakan untuk berolahraga per minggu telah terbukti melawan tiga langkah tujuan
tambahan dari kegiatan fisik, pengeluaran oksigen maksimum, posisi langkah tubuh
dan gerak selama 7 hari menggunakan instrumen alat rekam dan kuesioner
internasional tentang aktivitas fisik
Penilaian depresi dan kecemasan dari HUNT 2
Pada tindak lanjut (HUNT 2), semua peserta diminta untuk mengisi Skala
Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit (31). Skala Kecemasan dan Depresi Rumah
Sakit adalah kuesioner laporan diri yang terdiri dari 14 item skala Likert 4 poin yang
mencakup gejala kecemasan dan depresi selama 2 minggu sebelumnya. Skor cut-off
8 di setiap subskala (subskala kecemasan, subskala depresi) telah ditemukan optimal
untuk menemukan kasus, dengan sensitivitas dan perkiraan spesifik sekitar 0,80 (32).
Variabel Pengganggu Potensial dan Mediasi
Untuk memudahkan perbedaan konteks dan perantara, kerangka kerja hirarkis
konseptual (lihat Gambar 1) disusun secara priori untuk menguraikan bagaimana
berbagai faktor dapat berhubungan dengan latihan dan depresi serta kecemasan.

Faktor demografi dan sosial ekonomi. Informasi tentang usia, jenis kelamin, dan
status perkawinan para peserta diperoleh dari registrasi populasi nasional Norwegia.
Peserta diminta untuk mencatat tingkat pendidikan mereka yang selesai paling tinggi.
Kelas sosial pekerjaan dihitung berdasarkan klasifikasi International Erikson-
Goldthorpe-Portocareros (33).
Penggunaan zat. Peserta diminta untuk melaporkan jumlah total rokok yang
dikonsumsi per hari dan seberapa sering mereka minum alcohol, dengan lima pilihan
mulai dari jumlah konsumsi alcohol hingga 10 kali atau lebih dalam seminggu
terakhir.
Indeks massa tubuh (BMI). Seorang perawat yang terlatih secara khusus melakukan
pengukuran yang menghitung BMI dari setiap peserta.
Penyakit fisik yang baru timbul. Kondisi dan keterbatasan somatik yang sama yang
dianggap pada dasarnya sebagai tindakan eksklusi juga dinilai pada tindak lanjut,
yang memungkinkan identifikasi penyakit atau gangguan awal baru apa pun
sepanjang penelitian.
Aktivitas sistem saraf otonom. Denyut nadi yang lebih lemah adalah adaptasi
biologis terhadap olahraga yang teratur (34), karena tonus parasimpatis yang
meningkat (23). Di HUNT 1 pemeriksaan fisik, setiap peserta diukur setelah
setidaknya 4 menit istirahat dalam posisi duduk dengan palpasi di atas arteri radial
selama 15 detik.
Dukungan sosial yang dirasakan. Setiap peserta yang merasakan dukungan sosial
(baik instrumental maupun emosional) dinilai melalui sebuah pertanyaan: “Jika Anda
jatuh sakit dan harus tinggal di tempat tidur selama suatu periode yang signifikan,
seberapa besar kemungkinan Anda berpikir bahwa Anda akan mendapatkan bantuan
dan dukungan yang diperlukan dari keluarga, teman, atau tetangga?” Lima opsi
disediakan: 1) sangat mungkin, 2) mungkin, 3) ragu, 4) tidak mungkin, 5) tidak
mungkin sama sekali.
Analisis statistik
Semua analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik STATA,
Versi 10.1 (StataCorp, College Station, Tex.) (35). Model imputasi berganda
dibangun untuk menggantikan nilai yang hilang menggunakan imputasi dengan
metode pendekatan berantai. Tiga puluh set data yang diperhitungkan telah dibuat.
Semua variabel yang digunakan dalam analisis dimasukkan dalam model imputasi.
Analisis sensitivitas menggunakan analisis kasus lengkap dilakukan untuk
memastikan hasil tidak diubah secara signifikan diubah oleh proses imputasi ganda.
Hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan depresi dan kecemasan dinilai
menggunakan regresi logistik univariat dan multivariat. Jumlah total olahraga yang
dilakukan setiap minggu dibagi menjadi enam kategori mulai dari tidak ada hingga
lebih dari 4 jam. Efek perancu yang relatif dari setiap variabel yang diuraikan di atas
telah diuji, sebelum sebuah model multivariat akhir yang mengandung semua
perancu potensial dibangun. Interaksi berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, dan
intensitas olahraga diuji menggunakan post estimasi Wald test. Korelasi antara
tingkat olahraga pada tahap awal dan tindak lanjut diperiksa menggunakan korelasi
Spearman’s rank. Selain melaporkan rasio odds, olahraga yang relative penting untuk
memprediksi depresi dan kecemasan yang akan datang diperiksa dengan
menggunakan fraksi populasi yang dapat diatribusikan.
Akhirnya, pentingnya tiga faktor mediasi potensial dipertimbangkan: 1) penyakit
fisik awal, 2) aktivitas sistem saraf otonom (denyut nadi istirahat), dan 3) tingkat
dukungan sosial yang dirasakan. Meskipun yang “sehat” kohort dipilih untuk
penelitian ini, kemungkinan penyebabnya tetap ada, dengan gejala depresi dan
kecemasan yang lebih rendah sehingga menyebabkan berkurangnya tingkat olahraga.
Oleh karena itu, potensial jalur keempat, penyebab terbalik, juga dipertimbangkan.
Hubungan antara masing-masing dari empat faktor mediasi potensial dan kedua
tingkat olahraga dan tingkat depresi dan kecemasan diperiksa dengan menggunakan
regresi linier, sebelum efek menambahkan masing-masing faktor mediasi potensial
ke Model akhir dinilai.
Etika
Baik fase HUNT 1 dan HUNT 2 dari penelitian ini disetujui oleh Inspektorat Data
Nasional dan Dewan Etika Penelitian di Wilayah Kesehatan IV Norwegia.

HASIL
Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik kohort “sehat” yang terdiri dari 33.908 orang diringkas dalam Tabel 1.
Dari jumlah tersebut, 22.564 (66,5%) berhasil ditindaklanjuti pada fase HUNT 2.
Wanita (p,0,001) dan peserta yang lebih muda (p,0,0001) lebih besar kemungkinan
untuk ditindaklanjuti. Frekuensi olahraga yang dilakukan pada tahap awal tidak
memprediksi kerugian untuk folowup setelah efek jenis kelamin dan usia
dipertimbangkan (p = 0,19). Dari 22.564 orang yang ditindaklanjuti, 1.578 (7,0%)
mengalami gejala-gejala kasus tingkat depresi, dan 1.972 (8,7%) mengalami gejala-
gejala kasus tingkat kecemasan. Semua peserta memberikan persetujuan untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Latihan dasar dan serangan awal depresi dan kecemasan.
Ada hubungan negatif antara jumlah total olahraga yang dilakukan pada dasarnya
dan risiko depresi diwaktu yang akan datang (p = 0,001). Sebaliknya, prevalensi
kasus tingkat kecemasan serupa terlepas dari tingkat latihan dasar (p = 0,21). Model
regresi logistik dari asosiasi antara jumlah total olahraga pada awal dan kemudian
depresi dan kecemasan ditampilkan pada Tabel 2. Setelah penyesuaian untuk
berbagai perancu, mereka yang melaporkan tidak melakukan olahraga pada awal
memiliki 44% (95%). Interval keyakinan=17%-78%) peluang untuk
mengembangkan kasus tingkat depresi dibandingkan dengan mereka yang
berolahraga 1-2 jam seminggu. Model yang disajikan dalam Tabel 2 mengkonfimasi
bahwa tidak adanya hubungan antara tingkat olahraga awal dengan tingkat
kecemasan lanjutan (p = 0,27).
Tidak ada bukti interaksi berdasarkan jenis kelamin (semua nilai p 0,2) atau
dikelompokan berdasarkan kelompok usia (lebih dari atau kurang dari 50 tahun, p =
0,96) dalam hubungan antara jumlah total latihan pada awalnya dan tingkat depresi
atau kecemasan yang kemudian terjadi. Suatu hubungan yang signifikan serupa
terlihat antara tingkat latihan dasar dan kemudian depresi pada mereka yang berusia
kurang dari 50 tahun (p = 0,04) dan mereka yang berusia 50 tahun keatas (p = 0,03).
Seperti yang diharapkan, ada korelasi signifikan antara jumlah latihan yang
dilakukan pada awal dan tindak lanjut (hal,0,001).

Hubungan tanggapan-respon
Representasi visual dari hubungan tanggapan-respons antara total olahraga pada
dasarnya dan kemungkinan kasus tingkat depresi di kemudian hari disediakan pada
Gambar 2. Sebagian besar dampak perlindungan dari olahraga diwujudkan dengan
tingkat olahraga yang relatif rendah, tanpa indikasi manfaat tambahan apapun
melampaui 1 jam olahraga setiap minggu. 
Kemungkinan maksimum tes rasio menunjukkan bahwa model peluruhan
eksponensial (dengan manfaat yang berkurang sebagai total waktu peningkatan
olahraga) lebih baik untuk data dari pada model linier (uji untuk perbedaan antara
model, p = 0,004). Populasi gabungan yang dihasilkan untuk kurang dari 1 jam
latihan per minggu adalah 11,9%. Tidak ada bukti adanya interaksi berdasarkan
intensitas olahraga (p = 0,96).
Kemungkinan Jalur Mediasi
Sejalan dengan prediksi priori, mereka yang kurang berolahrga pada garis dasar
cenderung lebih cepat beristirahat, lebih rendah tingkat social yang dirasakan, dan
lebih di bawah gejala dari depresi dan kecemasan, dan mereka lebih cenderung
mengembangkan penyakit fisik selama penelitian (p , 0,001). Tabel 3 menunjukkan
bahwa tiga dari empat kemungkinan jalur mediasi yang dipertimbangkan
bertanggung jawab atas beberapa asosiasi yang diamati: penyebab terbalik,
kurangnya dukungan sosial, dan penyakit fisik yang baru timbul. Akan tetapi, setiap
jalur yang dimodelkan ini hanya menjelaskan sebagian kecil saja dari efek yang
diamati, dengan sebagian besar efek perlindungan dari olahraga yang masih belum
diketahui dengan faktor-faktor yang telah diukur.

DISKUSI
Dengan menggunakan penelitian kohort dengan populasi yang besar. kami telah
mengamati bahwa jumlah yang relatif kecil dari olahraga dapat memberikan
perlindungan yang signifikan terhadap depresi di waktu akan datang tetapi bukan
kecemasan. Efek perlindungan ini terlihat sama di semua kelompok, terlepas dari
intensitas latihan yang dilakukan atau jenis kelamin atau usia peserta. Dengan asumsi
tidak ada sisa kebingungan dalam model terakhir kami dan hubungan yang diamati
adalah kausal, hasil kami menunjukkan bahwa jika semua peserta telah menjalankan
setidaknya 1 jam setiap minggu, 12% dari kasus depresi pada follow-up bisa dicegah.
kelebihan utama dari penelitian ini adalah ukuran sampelnya yang besar,
pengumpulan data prospektif, penggunaan ukuran aktivitas fisik dan gangguan
mental yang tervalidasi, dan informasi terperinci yang tersedia pada berbagai faktor
perancu dan mediasi potensial. Terlepas dari kelebihan-kelebihan ini,
analisis disajikan memiliki beberapa keterbatasan penting. 
Sehubungan dengan desain penelitian ini, meskipun orang yang melaporkan gejala
saat ini dan / atau gangguan depresi atau kecemasan pada dasarnya tidak
diikutsertakan dengan menggunakan proses dua langkah, kami tidak dapat
mengecualikan orang dengan riwayat episode depresi dan kecemasan sebelumnya.
Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa beberapa orang dengan riwayat hidup
depresi atau kecemasan mungkin termasuk dalam “ sehat ” kohort, dan dengan
demikian proporsi dari kasus-kasus yang akan datang mungkin adalah episode yang
berulang dari depresi atau kecemasan. Meskipun waktu followup yang panjang
adalah kekuatan, penggunaan kondisi kambuh dan reda secara tunggal seperti depresi
bahwa beberapa klasifikasi yang keliru akan terjadi. Klasifikasi semacam itu
kemungkinan besar bersifat acak dan dengan demikian mengakibatkan bias regresi
dan pengurusan pada dampak yang terjadi. Ini memiliki konsekuensi penting untuk
interpretasi hasil dan menunjukkan bahwa efek perlindungan yang sebenarnya dari
latihan mungkin bahkan lebih besar daripada yang dilaporkan dalam penelitian
ini. Pengukuran latihan pada titik waktu tunggal juga akan menciptakan beberapa
klasifikasi yang salah, meskipun ada korelasi signifikan antara tingkat latihan pada
awal dan followup. Mayoritas keterbatasan lainnya berkaitan dengan langkah-
langkah yang digunakan. 
Sementara Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit adalah salah satu ukuran
depresi dan kecemasan yang paling banyak digunakan dan divalidasi,
operasionalisasi gangguan mental apa pun melalui alat skrining laporan diri tidak
dapat dianggap setara dengan diagnosis klinis, dan risiko kesalahan klasifikasi tetap
ada. Demikian pula, meskipun langkah-langkah olahraga yang digunakan telah
divalidasi secara luas (30), mereka tetap bergantung pada laporan diri, dan setiap
faktor yang dipertimbangkan dalam analisis mediasi diukur dengan satu item yang
mungkin tidak sepenuhnya menangkap gagasan yang sedang dibangun.
dipertimbangkan. Selain regresi standar, fraksi yang dapat diatribusikan populasi
digunakan untuk menggambarkan pentingnya olahraga yang relative penting sebagai
kemungkinan strategi pencegahan. Populasi yang diakibatkan oleh fraksi dapat
menjadi cara yang berguna untuk membantu memandu intervensi kesehatan
masyarakat, tetapi setiap perkiraan dari fraksi yang dihasilkan oleh penduduk
mengasumsikan hubungan sebab akibat tanpa adanya sisa perancu. Meskipun ada
berbagai upaya untuk menjelaskan kepada pada pendirinya, sejumlah variabel
penting yang berpotensi sebagai perancu, seperti kepribadian, sikap terhadap
kesehatan, diet, perubahan cuaca musiman, dan tingkat kondusif yang dimiliki setiap
peserta terhadap olahraga teratur, tetap tidak terukur. 
Nord-Trøndelag County terletak di antara garis lintang utara 63° dan 65°. Akibatnya,
ada variasi musiman yang cukup besar dalam jumlah jam pada siang hari. Penelitian
sebelumnya telah menunjukkan adanya variasi musiman terkait pada tingkat
prevalensi depresi dalam Nord-Trøndelag County, dengan tingkat depresi yang lebih
tinggi antara bulan Desember dan April (36). Jika tingkat aktivitas fisik juga lebih
rendah pada bulan-bulan musim dingin, maka efek perancu dari musim pada saat
penilaian dapat memengaruhi setiap hubungan cross-sectional yang diamati antara
olahraga dan depresi. Namun, penelitian longitudinal ini mengurangi hal ini dengan
fakta bahwa tidak ada hubungan antara waktu musiman penilaian pada HUNT 1
(apabila tingkat olahraga diukur) dan HUNT 2 (apabila tingkat depresi sedang
dinilai). Undangan untuk berpartisipasi dalam fase HUNT 2 dikirim ke semua
penduduk kabupaten pada waktu yang tidak terkait ketika setiap orang telah dinilai
selama fase HUNT 1. Popularitas yang sama dari olahraga musim dingin dan musim
panas di Norwegia mungkin juga telah mengurangi kemungkinan terjadinya
kebingungan musiman.
Penelitian ini mewakili, untuk pengetahuan kita, pemodelan terbesar dan paling rinci
dari hubungan potensial tanggapan-respons antara olahraga dan depresi dan pertama
diterbitkan eksplorasi epidemiologi jalur kausal yang terlibat. Selain mengkonfirmasi
bahwa orang yang lebih aktif cenderung mengalami depresi, kami mampu
menunjukkan bahwa ini paling akurat dimodelkan sebagai model peluruhan
eksponensial, dengan berkurangnya manfaat karena total waktu yang dihabiskan
untuk berolahraga meningkat. Ini mendukung dan mengembang kesimpulan
sementara dari tinjauan yang diterbitkan pada tahun 2014, yang menyoroti bahwa
manfaat kesehatan mental yang signifikan dapat diperoleh dari olahraga tingkat yang
relative ringan (37). Yang penting, sebagian besar efek protektif olahraga terhadap
depresi yang diwujudkan dalam satu jam pertama olahraga yang dilakukan setiap
minggu, yang menyediakan beberapa petunjuk mengenai sebab-akibat dan memiliki
implikasi besar untuk kemungkinan kampanye kesehatan mental masyarakat diwaktu
yang akan datang. Sebagian besar penelitian yang meneliti peran aktivitas fisik dalam
mencegah penyakit kardiovaskular telah menemukan bahwa pengaruhnya bermafaat
bagi kardiovaskular terus meningkat hingga menjadi sekitar 2 3 jam latihan per
minggu (38, 39). Oleh karena itu, meskipun ada kesamaan dalam keseluruhan bentuk
hubungan tanggapan-respons antara olahraga dan depresi dan olahraga dan penyakit
somatik, tingkat aktivitas yang diperlukan untuk menyadari sebagian besar efek
perlindungan yang mungkin sangat berbeda. Penemuan kami bahwa yang lebih giat
berlatih dengan intensitas lebih kuat tidak memiliki efek protektif tambahan terhadap
kasus tingkat depresi yang akan datang juga berbeda dengan temuan-temuan
sebelumnya mengenai faktor protektif terhadap penyakit kardiovaskular (39).
Jika digabungkan, hal ini menunjukkan bahwa proses demikian sebagai perubahan
dalam aktivitas sistem saraf otonom dan perubahan faktor metabolik, yang
memerlukan lebih banyak olahraga teratur atau yang berat, mungkin kurang penting
ketika mempertimbangkan efek perlindungan dari latihan terhadap penyakit depresi
di waktu yang akan datang. Sesuai dengan hipotesis ini, hasil kami menunjukkan
bahwa manfaat yang dirasakan secara sosial dari olahraga dapat menjadi semacam
pengaruh pelindung terhadap depresi. Namun, dalam analisis kami, peningkatan
tingkat dukungan social yang dianggap bertanggung jawab hanya sebagian kecil
efeknya yang terlihat, yang berarti sebagian besar efek perlindungan yang diamati
masih belum dapat dijelaskan. Persepsi peorang tentang dukungan sosial mereka
mungkin berkaitan dengan bias yang berkaitan dengan kondisi mental mereka saat
ini. Jenis bias laporan ini dapat mengakibatkan penilaian yang berlebihan terhadap
dampak mediasi dari dukungan social yang dirasakan, yang berarti proposi yang
bahkan lebih besar dari dampak perlindungan olahraga yang diamati mungkin tidak
dapat dijelaskan. Kami mengajukan dua penjelasan untuk menjelaskan dampak
perlindungan dari olahraga. Pertama, kumpulan prospektif yang tersisa mungkin
disebabkan oleh faktor yang tidak diukur, seperti faktor genetic, kepribadian atau
sikap individu terhadap kesehatan yang sama (40). Kedua, atau alternatifnya,
mungkin ada faktor-faktor penyaba lain yang tidak diukur dalam penelitian ini,
seperti perubahan harga diri, pelepasan serotonin (41), meningkatnya protein
perlindungan saraf seperti faktor neurotropika otak, mengubah neurogenesis
hippocampal, atau modifikasi pada tingkat aktivitas hipotalamus-pituitary-aksis
adrenal (42). Tidak adanya hubungan anatara golongan dan gangguan kecemasan
akan datang menunjukkan keterkaitan antara olahraga dan depresi tidak sekedar
berkaitan dengan peningkatan secara mental karena tidak mungkin untuk melibatkan
faktor-faktor resiko yang dipisahkan antara depresi dan kecemasan.
Terlepas dari ketidakpastian yang masih tersisa mengenai jalur sebab akibat, temuan
yang disajikan dalam penelitian ini memiliki implikasi kesehatan masyarakat yang
penting. Ada bukti bahwa tingkat olahrga dalam populasi umum dinegara maju telah
menurun drastis selama beberapa decade belakangan ini (43), dengan hal yang sama
juga diamati dinegara-negara berkembang. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa relative sederhana dalam jumlah keseluruhan waktu yang dihabiskan untuk
berolahraga per minggu dapat mencegah sejumlah besar kasus baru depresi. Jika
penyebab diasumsikan dan tidak ada penyebab lainnya, hasil kami menunjukkan
bahwa setidaknya 12% kasus baru depresi dapat dicegah jika semua orang dewasa
berpartisipasi dalam setidaknya 1 jam latihan setiap minggu. Meskipun pendidikan
mengenai tingkat olahraga lebih tinggi yang dibutuhkan untuk mencapai manfaat
kardiovaskular dan metabolism maksimum masih penting, memberi tahu orang-
orang bahwa manfaat kesehatan mental yang signifikan dapat dicapai dengan
perubahan kecil dalam perilaku mereka mungkin berguna dalam memfasilitasi
perubahan perilaku. Mengingat intensitas olahraga tampaknya tidak penting,
mungkin saja langkah-langkah kesehatan masyahrakat yang paling efektif adalah
langkah-langkah yang menganjurkan dan memfasilitasi meningkatnya kegiatan
sehari-hari, seperti berjalan kaki atau bersepeda. Hasil yang disajikan dalam
penelitian ini memberikan argument yang kuat mendukung eksplorasi lebih lanjut
tentang olahraga sebagai strategi untuk mencegah depresi.

Anda mungkin juga menyukai