Nuriyah
301200050
Abstrak
Al-Qur’an turun ditengah-tengah masyarakat yang memiliki budaya menghafal dan kekuatan
ingatan sehingga tidak mengherankan apabila pengajaran dan penyebaran Al-Qur’an pertam
kali, dilakukan menggunakan metode hafalan. Meski demikian budaya penulisan dan aksara juga
telah berkembang sehingga tidak mengherankan apabila kemudian, para sahabat melakukan
penulisan terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an sendiri ditulis beberapa waktu setelah budaya pengajaran dan penyebaran Al-Qur’an
melalui metode hafalan dilakukan. Penulisan tersebut dilakukan oleh para sahabat dekat yang
penulisannya di arahkan langsung oleh Rasulullah Saw. Namun penulisan tersebut belum
tersusun Secara sistematis sehingga memerlukan tindak lanjut. Yakni pengumpulan dan
penyusunan terhadap kitab suci tersebut
b. Penulisan Al-Qur’an
Al-Qur’an hadir disaat perkembangan tradisi tulisan-menulis semakin matang.
Ketika nabi Muhammad Saw. Mulai menerima wahyu, konsep “kitab” dan “kitab suci”
sudah banyak dikenal. Sehingga tidak mengherankan apabila kita menjumpai banyak kata
“kitab” dalam Al-Qur’an. Meski demikian “kitab” yang dimaksud Al-Qur’an masih
sebatas pada makna “tulisan” Secara umum. Disisi lain, sangat tidak logis apabila
membayangkan sebuah kitab suci yang utuh di saat nabi masih hidup, sebab kelengkapan
wahyu tergantung pada usia nabi
Sejak masa nabi, Al-Qur’an sudah ditulis pada beberapa media diantaranya lontar,
papyrus dan parkemen. Sebagian sahabat mengumpulkan ayat-ayat tersebut dan
menjilidnya sehingga terbentuk sebuah mushaf. Namun, sebagaiman keterangan diatas,
pengumpulan al-qur’an masa ini masih belum sempurna karena wahyu masih terus
turun.3
Setelah rasulullah saw. Berpulang kerahmatullah saat itu Al-Qur’an telah dihafal
oleh para sahabat dan terdapat tulisan dalam mushaf dengan susunan tiap ayat dan surah
dipisah atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap berada dalam satu lembar Secara
terpisah dalam tujuh huruf
Susunan atau tertibnya penulisan Al-Qur’an tidaklah menurut tertib turunnya ayat
tetapi setiap ayat turun ditulis ditempat pada tempat penulisan yang disesuaikan dengan
petunjuk dari rasulullah saw. Rasulullah sendiri yang menjelaskan bahwa ayat A harus
diletakkan pada surah A.
Az-zarkasyi berkata “Al-Qur’an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman
nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukakan
kemudian setelah Al-Qur’an turun semua, yaitu setelah wafatnya Rasulullah” dari
pengertian inilah kemudian ditafsirkan apa yang telah diriwayatkan dari Zaid Bin Tsabit
3
Abd Moqsith Al-Ghazali. dkk “Metodologi Study Al-Qur’an”. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2009
ra. Yang mengatakan, “rasulullah telah wafat sedang Al-Qur’an belum dikumpulkan
sama sekali” maksudnya ayat-ayat tersebut dalam surat-surat tersebut belum
dikumpulkan Secara tertib dalam satu mushaf.
Al-katabi berkata. “Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf
itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau
bacaan atau bacaannya sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya rasulullah.
Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya rasulullah, maka allah mengilhamkan
penulisan mushaf Secara lengkap kepada para khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya
yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi
pertama kalinya pada masa abu bakar ra. Atas pertimbangan usulan umar ra
4
Nasruddin. “Sejarah Penulisan Al-Qur’an (Kajian Atropologi Budaya”. Fakultas Adab Dan Humaniora. UlN Alauddin
Makassar. Jurnal Rihlah. Vol ll. No 1. 2015
Daftar pustaka
Al-Ghazali, Abd Moqsith. Dkk. 2009. “Metodologi Study Islam”. Gramedia Pustaka :
Jakarta