Anda di halaman 1dari 16

+14 ,

110I
NuraidaRS IBU & ANAK
Rumah Sakit Ibu dan Anak Nuraida
JI. Achmad Sobana No. 105, Kota Bonor 16152
Telp: (0251) 8368866 I Web http://rsnuraida.com

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NURAIDA


NOMOR : 011/SK-DIR/RSIANNI11/2019

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NURAIDA

DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NURAIDA


Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di
Rumah Sakit, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan
yang bermutu tinggi;
b. Bahwa agar pelayanan Rumah Sakit dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang
Kebijakan Pelayanan Pasien Rumah Sakit sebagai landasan
bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di Rumah Sakit;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal a dan b perlu ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktek Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438 tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
5. Peraturan menteri Kesehatan Nomor 290 tahun 2010 tentang
persetujuan Tindakan Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2010 tentang
Rekam Medis;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan pasien Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
KESATU KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN PASIEN DI RUMAH SAKIT;
KEDUA : Kebijakan pelayanan Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam
lampiran peraturan ini;
KETIGA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Rumah
Sakit dilaksanakan oleh Direktur, Wakil Direktur dan Manajer
Rumah Sakit;
KEEMPAT : Isi dari diktum kesatu sampai dengan keempat terlampir dalam
lampiran keputusan ini;
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
bahwa segala sesuatunya akan ditinjau lagi dan diperbaiki kembali
sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini.

Ditetapkan di : Bogor
Pada tanggal : 29 Acustus 2019
28 Dzulhijjah 1440 H
Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Nuraida

dr. Inasa Ardiani, M.Kes

Tembusan :
1. PT. Nuraida
2. Yang bersangkutan
3. Arsip
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RSIA NURAIDA
NOMOR: 011/SK-DIR/RSIANNI11/2019 TANGGAL : 29 AGUSTUS 2019

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN


RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NURAIDA

1. Pelayanan Yang Seragam


a. Rumah Sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan menerapkan prinsip
non diskriminatif yaitu pelayanan yang seragam tanpa membedakan status sosio-
ekonomi, budaya, agama dan waktu pelayanan.
b. Setiap asuhan kepada pasien harus mengutamakan keselamatan pasien.
c. Setiap melakukan asuhan kepada pasien dimulai dengan Basmalah dan diakhiri
dengan Hamdalah.
d. Identifikasi
1) Semua pasien harus didentifikasi dengan jelas dan ditulis identitasnya yaitu
nama, tanggal lahir, disesuaikan dengan tanda pengenal resmi pasien. Bila rawat
inap identitas disematkan di gelang pasien sesuai jenis kelaminnya. Gelang
warna biru untuk laki-laki dan pink untuk perempuan. Pin warna kuning untuk
pasien dengan risiko jatuh. Pin warna ungu untuk pasien alergi, pin warna merah
untuk DNR.
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah,
sebelum pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan laboratorium
klinis, serta sebelum tindakan/prosedur dengan menggunakan identitas pasien
NAMA, TANGGAL LAHIR, NOMOR REKAM MEDIS (minimal dua identitas).
e. Asuhan pasien dan pengobatan diberikan oleh praktisi/PPA yang kompeten dan
memadai, tidak tergantung waktu tertentu.
f. Penggunaan alokasi sumber daya yang sama untuk memenuhi kebutuhan pasien
pada populasi yang sama didasarkan atas ketepatan mengenali kondisi pasien.
g. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien sama di seluruh unit pelayanan di
rumah sakit.
h. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat di seluruh rumah sakit.
i. Pasien berhak mendapatkan penjelasan tentang penyakitnya dan berhak
mendapatkan informasi mengenai hak dan kewajiban pasien.
j. Penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain
metode asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal-asesmen
ulang, panduan praktik klinis (PPK), alur klinis terintegrasi/c/inical pathway,
pedoman manajemen nyeri, dan regulasi untuk berbagai tindakan antara lain
induksi kehamilan, pemberian transfusi darah dan lain-lain.

2. Asuhan pasien meliputi pelayanan kedokteran dan keperawatan yang diberikan


mengacu pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK), SPM dan SPO
sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.

3. Pelayanan kasus emergency diidentifikasi dan dilakukan oleh tenaga medis yang
kompeten di Instalasi Gawat Darurat. Emergency Respon Time harus dilakukan oleh
Dokter Jaga IGD dalam waktu 5 menit.

4. Asuhan pasien diberikan dengan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan


asuhan
a. Proses pelayanan dan asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak
praktisi/PPA pelayanan kesehatan dan dapat melibatkan berbagai unit kerja dan
pelayanan.
b. Asuhan kepada pasien direncanakan dan ditulis di rekam medis.
c. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pasien
(DPJP), perawat penanggung jawab asuhan (PPJA) dan pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap.
d. Pengintegrasian pelayanan interunit difasilitasi oleh MPP/Case Manager. MPP
sekaligus berperan dalam integrasi inter unit dalam pelayanan pasien, membantu
integrasi intra —inter-PPA, integrasi PPA-Pasien.
e. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
f. Rencana asuhan pasien harus bersifat individu dan berdasarkan data asesmen
awal pasien.
g. Rencana asuhan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk kemajuan terukur
pencapaian sasaran.
h. Kemajuan yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan, berdasarkan
hasil asesmen ulang atas pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan.
i. Asuhan untuk tiap pasien di review dan di verifikasi oleh DPJP sebagai motor
proses integrasi antar PPA dengan mencatat kemajuannya.
j. PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional, antara lain
memakai Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya disertai Alur
Klinis terintegrasi/Clinical Pathway dan Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi/CPPT.
k. Perencanaan Pemulangan Pasien/Discharge Planning Terintegrasi.
I. Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien dicatat dalam rekam medis pasien
oleh pemberi pelayanan, dan sudah diisi lengkap dalam 24 jam sesudah pasien
selesai rawat inap.
m. Asuhan pada pasien yang tidak bisa dilakukan karena fasilitas tidak ada, maka
sebaiknya buat sistem jejaring sebagai mitra dan dituangkan dalam perjanjian kerja
sama.

5. Mereka yang diizinkan memberi perintah/order menuliskan perintah ini dalam


rekam medis pasien di lokasi yang sama
a. Intruksi/Perintah harus tertulis dan dicatat mengikuti pedoman rekam medis rumah
sakit.
b. Permintaan pemeriksaan diagnostic imaging dan laboratorium klinis harus disertai
indikasi klinis/ringkasan klinis apabila meminta hasilnya berupa interpretasi.
c. Hanya mereka yang diizinkan boleh menuliskan perintah, sesuai dengan pedoman
rekam medis rumah sakit. PPA yang kompeten dan berwenang yang boleh
menuliskan intruksi dan perintah diletakkan di lokasi tertentu di dalam berkas rekam
medis pasien.

6. Tindakan Klinis dan Tindakan Diagnostik


a. Setiap staf yang meminta tindakan klinis/tindakan diagnostic harus disertai alasan
dilakukan tindakan tersebut dan dicatat di rekam medis pasien.
b. Hasil tindakan dicatat di rekam medis pasien.
c. Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostic invasive/berisiko harus
dilakukan asesmen serta pencatatannya dalam rekam medis.

7. Hak Pasien dan Keluarga


a. Rumah Sakit memahami hak pasien dan keluarga sesuai dengan undang-undang
dan peraturan yang berlaku.
b. Pengisian form general concern/ inform concern/persetujuan tindakan
anestesi/pembedahan harus dijelaskan kepada pasien dan atau keluarganya.
Pasien dan keluarga diberitahu tentang rencana asuhan, hasil asuhan dan
pengobatan termasuk hasil asuhan yang tidak diharapkan. Bila pasien atau
keluarga menolak asuhan yang diberikan, maka pasien atau keluarga harus
menandatangani form penolakan.
8. Pelayanan darah dan produk darah di Rumah Sakit :
a. Setiap penggunaan dan pemberian darah dan atau produk darah harus
berdasarkan
1) Pemberian persetujuan
2) Permintaan darah oleh Dokter yang kompeten dan berwenang melaksanakan
pelayanan darah di RSIA Nuraida
3) Tes kecocokan
4) Pengadaan darah
5) Penyimpanan darah (disimpan di kulkas khusus dengan suhu sesuai standar)
6) Identifikasi pasien (Nama, tanggal lahir dan nomor rekam medis)
7) Distribusi dan pemberian darah
8) Monitoring pasien dan respons terhadap reaksi tranfusi
b. Pemberian darah dan atau produk darah harus selalu memperhatikan keselamatan
pasien.
c. Darah dan atau produk darah yang diberikan kepada pasien harus dijamin bebas
dari bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit yang dapat ditularkan melalui
transfusi darah dan atau dari produk darah.
d. Sebelum melakukan pemberian darah dan atau produk darah (transfusi) pasien
harus melakukan pemeriksaan sesuai indikasi medis.
e. Pada pelaksanaan pemberian darah dan atau produk darah harus dilakukan
identifikasi pasien untuk keselamatan dan keamanan pasien dan meminimalkan
risiko transfusi.
f. Setiap pemberian darah atau tranfusi darah harus dilakukan monitoring dan
evaluasi tranfusi darah.
g. Pemberian darah dan atau produk darah sesuai dengan SPO yang berlaku di RSIA
Nuraida dan harus dicatat di dalam rekam medis.
h. Pengambilan darah yang dilakukan di UTD PMI Bogor dengan membawa coolbox
dan es batu dan menyertakan surat permintaan darah dan sampel darah sesuai
identifikasi pasien, kecuali darah tidak tersedia diambil ke Bank Darah yang lain
dengan membayar secara tunai. Pembayaran dilakukan setelah terbit invoice dari
UTD PMI Bogor dan ketentuan sesuai kesepakatan dengan RSIA Nuraida.
Pengambilan darah dilakukan oleh driver, bila driver tidak ada boleh diambil oleh
petugas lain yang sedang bertugas saat itu.

9. Pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi


Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab sesuai dengan populasi pasien untuk:
a. Identifikasi pasien yang digolongkan sebagai risiko tinggi.
b. Identifikasi pelayanan yang digolongkan sebagai risiko tinggi.
c. Melalui proses kolaborasi menetapkan regulasi asuhan.
d. Staf dilatih untuk pemberian pelayanan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan
risiko tinggi.
e. Pengembangan pelayanan risiko tinggi dimasukkan ke dalam program peningkatan
mutu.
Untuk pasien risiko tinggi antara lain adalah :
a. Pasien emergensi
b. Pasien dengan penyakit menular
c. Pasien koma/Pasien dengan alat bantuan hidup dasar
d. Pasien "immune-compromised and suppressed"
e. Pasien dialisis/pasien yang menerima kemoterapi
f. Pasien restraint
g. Pasien dengan risiko bunuh diri
h. Populasi pasien rentan, lansia, anak-anak, dan pasien berisiko tindak
kekerasan/ditelantarkan
i. Pasien risiko tinggi lainnya
Untuk pelayanan risiko tinggi antara lain meliputi:
a. Pelayanan pasien dengan penyakit menular
b. Pelayanan pasien yang menerima dialisis/kemoterapi/radioterapi
c. Pelayanan pasien risiko tinggi lainnya
d. Untuk penetapan risiko tambahan yang mungkin berpengaruh pada risiko tinggi dan
pelayanan risiko tinggi sebagai hasil tindakan atau rencana asuhan antara lain:
1) Luka dekubitus, infeksi HAI's, pasien jatuh
2) Risiko tinggi lainnya.

10. Pelayanan resusitasi


a. Pelayanan resusitasi tersedia dan diberikan selama 24 jam setiap hari di seluruh
area rumah sakit.
b. Peralatan medis untuk resusitasi dan obat untuk bantuan hidup dasar terstandar
sesuai dengan kebutuhan populasi pasien.
c. Semua staf diberi pelatihan pelayanan resusitasi dasar. Karyawan yang bertugas di
semua unit rumah sakit agar dilatih untuk dapat melakukan resusitasi dasar.
d. Resusitasi lanjut dilakukan oleh tim code blue yang terlatih dengan nama "Blue
team"dengan membawa alat-alat dan obat resusitasi yang diperlukan.
11. Asuhan pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau yang
koma
a. Identifikasi kebutuhan pasien dengan peralatan bantuan hidup dasar atau yang
koma dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten.
b. Perencanaan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi asuhan pasien dengan alat
bantuan hidup dan atau pasien koma dicatat di rekam medis dan dilaksanakan
sesuai panduan/SPO yang ada di RSIA Nuraida.
c. Informed Consent/persetujuan tindakan harus dilakukan dan disimpan di rekam
medis.
d. Bila rumah sakit tidak mampu melakukan asuhan pasien agar diberitahukan kepada
keluarga pasien dan dirujuk ke tempat yang mampu melakukan asuhan pasien
tersebut.

12. Asuhan pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya
menurun
a. Identifikasi pasien, kebutuhan asuhan pasien dan resiko penularan akibat dari
penyakit atau akibat obat-obatan yang diberikan.
b. Pelaksanaan asuhan pasien dicatat di rekam medis.
c. Kepatuhan terhadap APD (alat pelindung diri) harus dijalankan.
d. Bila fasilitas tidak memungkinkan untuk melakukan asuhan pasien tersebut agar
diberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk dirujuk ke tempat dengan fasilitas
yang sesuai kebutuhan. Form rujukan dibuat rangkap 2, untuk disimpan di rekam
medis (status pasien) dan untuk diberikan kepada instansi yang akan dirujuk.

13. Mengarahkan penggunaan alat penghalang (restraint) dan asuhan pasien yang
diberi penghalang
a. Identifikasi penggunaan alat penghalang dilakukan pada pasien yang tidak mengerti
asuhan yang diberikan, seperti pasien anak dan geriatri, pasien gelisah dan
kesadaran menurun. Dan keluarga harus diberitahu alasan dan kondisi pasien
tersebut.
b. Ada informed consent dan evaluasi pasien secara berkala yang dicatat dan
disimpan di rekam medis.

14. Asuhan pasien rentan, lansia, mereka yang cacat, anak-anak dan pasien yang
berisiko disiksa termasuk pasien risiko bunuh diri
a. Identifikasi pasien dengan risiko dipaksa, seperti pasien lanjut usia, cacat tubuh,
cacat mental dan anak-anak, pasien risiko disiksa dan risiko bunuh diri.
b. Pelaksanaan asuhan pasien dicatat dan disimpan di rekam medis.
c. Pelayanan pasien usia lanjut melibatkan multi disiplin ilmu dan tersedia dalam suatu
tim asuhan.
d. Pemberitahuan kepada keluarga pasien alasan dilakukan pemaksaan akibat kondisi
pasien tersebut. Bila keluarga menolak, harus menandatangani surat penolakan
asuhan yang diberikan.

15. Mengarahkan asuhan pada pasien yang mendapat kemotherapi


a. Rumah Sakit tidak memberikan pelayanan kemoterapi.
b. Untuk pelayanan kemoterapi, Rumah Sakit melakukan rujukan ke pusat rujukan
nasional (RS Darmais) atau RS yang mempunyai fasilitas pelayanan kemoterapi.

16. Deteksi (mengenali) perubahan kondisi pasien


a. Setiap staf klinis dilatih untuk mendeteksi (mengenali) perubahan kondisi pasien
memburuk dan mampu melakukan tindakan.
b. Deteksi perubahan kondisi pasien memburuk dengan menerapkan Earty Waming
System (EWS), sehingga staf mampu mengidentifikasi keadaan pasien memburuk
sedini-dininya dan perlu mencari bantuan staf yang kompeten.

17. Skrining
a. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat
dilayani di rumah sakit.
b. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan
fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya. Triase
dilakukan oleh Dokter atau perawat yang kompeten.
c. Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase
berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergency.
d. Skrining yang dilakukan adalah skrining risiko jatuh, nutrisi (Gizi) dan nyeri dan
ditulis pada lembar asuhan awal medis dan keperawatan.
e. Emergensi Respon Time di IGD dilaksanakan oleh Dokter Jaga 5 menit sejak
pasien yang dinyatakan emergensi datang ke IGD.

18. Transfer/ Perpindahan di Dalam Rumah Sakit:


a. Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan ditulis pada
form transfer pasien. Dan ada serah terima antar tenaga kesehatan.
b. Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan.
c. Rumah Sakit melaksanakan proses untuk memberikan pelayanan asuhan pasien
yang berkelanjutan didalam rumah sakit dan koordinasi antar para tenaga medis
dan juga perawat serta tenaga kesehatan lainnya.
d. Bila ada indikasi, rumah sakit dapat membuat rencana kontinuitas pelayanan yang
diperlukan pasien sedini mungkin.

19. Transfer Keluar Rumah Sakit/Rujukan :


a. Stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
b. Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada dokter jaga IGD/ Dokter Spesialis yang
dituju.
c. Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
d. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta
perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
e. Proses rujukan menjelaskan situasi dimana rujukan tidak mungkin dilaksanakan.
f. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
g. Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

20. Penundaan Pelayanan


a. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan
untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan.
b. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan.
c. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi
tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinis mereka.
d. Untuk penundaan operasi elektif dicatat dan direkapitulasi setiap bulan berjalan.

21. Pemulangan Pasien/Discharge Planning


a. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan
kesiapan pasien untuk dipulangkan.
b. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik
atau sesuai kebutuhan pasien.
c. Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan
kelanjutan pelayanan medis.
d. Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya
yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah sakit.
e. Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
f. Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
g. Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
h. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada pasien/ praktisi kesehatan perujuk
i. Petugas rawat inap memberikan form pasien pulang kepada pasien /keluarga untuk
diberikan kepada kasir dan memastikan bahwa tulisan yang dibuat sudah benar dan
sudah dicek kembali ke bagian terkait.

22. Transportasi Ambulance


a. Transportasi milik rumah sakit harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang
berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi baik kontrak maupun milik
rumah sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan
medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa.

23. Penolakan Pelayanan dan Pengobatan :


a. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.
b. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan
tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
c. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan pilihan
pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan
bantuan hidup dasar (Do Not Resuscitate)
d. Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan
resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.
e. Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya
masyarakat, serta persyaratan hukum dan peraturan.

24. Pelayanan Pasien Tahap Terminal :


a. Untuk menetapkan kondisi pasien masuk dalam fase terminal harus melalui proses
skrining, selanjutnya PPA melakukan asesmen awal dan asesmen ulang (basis IAR)
untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dalam tahap terminal dan keluarganya.
Asesmen awal dan asesmen ulang harus menilai kondisi pasien seperti:
1) Gejala mual dan kesulitan pernapasan.
2) Faktor yang mempeerparah gejala fisik.
3) Manajemen gejala sekarang dan respon pasien.
4) Orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam kelompok agama
tertentu.
5) Keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa, penderitaan, dan
rasa bersalah.
6) Status psikososial pasien dan keluarganya seperti kekerabatan, kelayakan
perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, serta reaksi pasien dan
keluarganya dalam menghadapi penyakit.
7) Kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien dan keluarganya.
8) Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan.
9) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atas kesedihan.
b. Proses untuk mengelola pasien dalam tahap terminal meliputi :
1) Intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi rasa nyeri.
2) Memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan
keinginan pasien dan keluarga.
3) Menyampaikan secara hati-hati soal sensitif seperti autopsi atau donasi organ.
4) Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga.
5) Mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan.
6) Memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual, serta budaya pasien
dan keluarga.
c. Pelayanan pasien dalam tahap terminal, meliputi:
1) Staf diedukasi tentang kebutuhan unik pasien dalam tahap terminal.
2) Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan gejala, kondisi, dan
kebutuhan kesehatan atas hasil asesmen.
3) Memperhatikan upaya mengatasi nyeri pasien.
4) Memperhatikan kebutuhan biopsiko-sosial, emosional, budaya, dan spiritual.
5) Pasien dan keluarga dilibatkan dalam keputusan asuhan termasuk keputusan do
not resuscitate/DNR.
d. Untuk pasien yang beragama Islam pada saat sakaratul maut dilaksanakan "talqin".
e. Pelayanan pasien tersebut diatas dicatat di rekam medis.

25. Pelayanan Gizi


a. Makanan dan terapi gizi
1) Penyediaan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien dan tersedia berbagai
pilihan makanan sesuai status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan
klinisnya. Pilihan makanan disesuaikan dengan usia, budaya, rencana asuhan,
diagnosis pasien, apabila ada diet khusus.
2) Proses pemesanan makanan pasien sesuai dengan status gizi dan kebutuhan
pasien dan dicatat di rekam medis.
3) Makanan disiapkan dan disimpan dengan mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan.
4) Distribusi makanan dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan.
5) Jika keluarga membawa makanan bagi pasien, mereka diberi edukasi tentang
pembatasan diet pasien dan risiko kontaminasi serta pembusukan sesuai dengan
regulasi yang ada di rumah sakit (bila diizinkan).
6) Semua proses pelayanan gizi di catat dan disimpan di rekam medis.
7) Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
8) Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
b. Terapi gizi terintegrasi
1) Pemberian terapi gizi terintegrasi pada pasien berisiko gizi. Pasien pada
asesmen awal perawat diskrining untuk risiko gizi, setelah itu pasien
dikonsultasikan ke Nutrisionis/Dietisien untuk dilakukan asesmen lebih lanjut.
2) Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian, dan monitor terapi gizi.
3) Evaluasi dan monitoring terapi gizi dicatat di rekam medis pasien.
4) DPJP, Nutrisionis, dan keluarga pasien bekerja sama dalam konteks asuhan gizi
teringrasi dengan DPJP sebagai Clinical Team Leader.

26. Pengelolaan Nyeri


a. Regulasi tentang pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri:
1) Pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan kebutuhan.
2) Pemberian edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan
latar belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien dan keluarga.
3) Pemberian edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat tindakan yang
terencana, prosedur pemeriksaan , dan pilihan yang tersedia untuk mengatasi
nyeri.
4) Identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada asesmen awal dan asesmen ulang.
b. Pelatihan pelayanan mengatasi nyeri untuk staf. PPA dilatih tentang asesmen dan
pelayanan untuk mengatasi nyeri.
1) Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
2) Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
3) Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
4) Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri
dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-
masing.
27. Risiko Jatuh :
a. Penerapan skrining pada asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen
ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap berisiko. Diberikan tanda warna kuning untuk identitas
pasien dengan risiko jatuh.
c. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.

28. Komunikasi Efektif :


a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut.
d. Point a, b, c diatas disebut TBAK (tulis, baca, konfirmasi).

29. Asesmen Pasien :


a. Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan
pelayanannya melalui suatu proses asesmen yang baku.
b. Asesmen awal setiap pasien meliputi anamnesa, riwayat pen yakit sekarang dan
dahulu, riwayat alergi, status spiritual, psikologis, sosial dan ekonomi, skrining risiko
jatuh, nyeri dan gizi termasuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosa
dan terapi, edukasi kebutuhan pasien dan discharge planning.
c. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan
yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen.
d. Asesmen awal medis dan asesmen awal keperawatan dilaksanakan di IGD atau
Rawat jalan sejak pasien datang.
e. Asesmen awal medis juga dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap
atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
f. Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap
atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
g. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi
dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk
merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
h. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
30. Pelayanan Instalasi
a. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif
(ICU/PERINATOLOGI), Laboratorium dan Radiologi dan Farmasi dilaksanakan
dalam 24 jam. Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter.
Pelayanan Kamar Operasi/Kamar Bersalin dilaksanakan dalam jam kerja dan
dilanjutkan dengan sistem on call. Pelayanan Gizi harus tepat waktu dan sesuai diet
yang ditentukan oleh DPJP. Rekam Medik harus menjaga kerahasiaan pasien
sesuai undang-undang yang berlaku dan semua berkas di dokumentasikan dengan
baik sesuai SPO.
b. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien, khususnya
pada pasien dengan kebutuhan live saving.
c. Seluruh staf Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
pedoman/panduan dan standar prosedur operasional/SPO yang berlaku, serta
sesuai dengan etika profesi, dan etika Rumah Sakit yang berlaku.
d. Pegawai Rumah Sakit seperti dokter, perawat/bidan, tenaga kesehatan lainnya
(Apoteker, Analis Lab, Radiografer, Petugas Rekam Medik, Analis Gizi) harus
mempunyai STR dan SIP/SIPP/SIPB/SIK/SIA yang berlaku dan bekerja sesuai
kewenangan klinisnya/kompetensinya.
e. Tenaga kesehatan yang direkrut sudah melalui proses kredensialing dan
mempunyai kewenangan klinis sesuai kompetensi yang disepakati dengan Rumah
Sakit.
f. Seluruh staf Rumah Sakit dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai
dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk
dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
g. Rumah sakit memberikan asuhan yang seragam bagi semua pasien dalam formulir
pencatatan terpadu.

31. Manajemen Obat


a. Rumah Sakit meningkatkan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai.
b. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di
area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
c. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas
dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).
32. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
a. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
melibatkan pasien dalam proses penandaan/pemberian tanda.
b. Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat lokasi,
tepat prosedur dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat/benar, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatatimendokumentasikan
prosedur "sebelum insisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.

33. Hand Hygiene/Kebersihan Tangan


a. Semua staf harus mampu melakukan cuci tangan sesuai panduan yang berlaku.

34. Peralatan di Instalasi/Unit


Peralatan di instalasi/unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai
ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua peralatan rumah sakit dan sediaan
farmasi tetap dalam kondisi yang baik.

Ditetapkan di : Bogor
Pada tanggal : 29 Agustus 2019
28 Dzulhijjah 1440 H
Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Nuraida

dr. Inasa Ardiani, M.Kes

Anda mungkin juga menyukai