DISUSUN OLEH :
T.A 2022/2023
BAB I
A. PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semakin baik dan modern akan
meningkatkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau sesuai dengan kemampuan masyarakat. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membayar biaya pemeliharaan
kesehatan.Dalam UU Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dikemukakan bahwa
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
secara optimal.Langkah-langkah yang diambil untuk mewujudkan tujuan pemerataan
kesehatan itu antara lain adalah pengembangan puskesmas, peningkatan peran serta
masyarakat, dan pengembangan system rujukan. Puskesmas dijadikan ujung tombak untuk
memeratakan pelayanan kesehatan dasar sampai ke desa-desa dan Umum terpencil. Peran
serta masyarakat terwujud dalam bentuk berdirinya posyandu di seluruh tanah air.
Rumah sakit dijadikan tumpuan system rujukan medis, khususnya dalam masalah
penyembuhan dan pemulihan kesehatan perorangan. Untuk memacu pemerataan
pembangunan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan, pemerintah membuka kesempatan
bagi pihak swasta untuk dapat turut berpartisifasi dalam memberikan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan dan permintaan masyarakat.
Pelayanan kesehatan masih tetap hak warga Negara. (UU No.23/1992). Namun hak
disini bukan berarti didapatkan secara cuma-cuma, tetapi dapat diartikan bahwa pelayanan
kesehatan yang tersedia, mudah dijangkau, bermutu baik, dan dengan harga yang terbayar
oleh semua lapisan masyarakat. Pengelolaan sarana kesehatan seperti rumah sakit diruntut
untuk dikelola dengan manajemen modern dan bersifat sosio-ekonomi. Sebuah rumah
sakit harus selalu tanggap akan perubahan-perubahan yang terjadi cukup cepat dan
kemudian segera mengantisipasinya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat
dengan selalu mengacu pada kepuasan konsumen (Customer satisfaction). Tuntutan
masyarakat saat ini adalah pelayanan kesehatan yang mudah, cepat dan nyaman, yang pada
akhirnya dapat memberikan kepuasan dalam hasil perawatan sesuai dengan penyakit yang
dideritanya. Oleh karena itu rumah sakit sebagai suatu organisasi yang bergerak dibidang
layanan kesehatan public makin dituntut untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih
baik.
Rumah sakit dengan kualitas yang baik akan sangat tergantung pada sumber daya
yang ada dirumah sakit seperti kualitas pelayanan dokter, perawat, staf, dan karyawan
serta fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia. Rumah sakit yang berkualitas hendaknya
dapat mengetahui apa yang diharapkan pasien-pasiennya karena pasien memiliki hak
untuk menilai kualitas pelayanan yang diterimanya. Pada beberapa rumah sakit masih
terdapat perbedaan antara apa yang diharapkan pasien dengan kenyataan yang dirasakan
pasien terhadap kualitas pelayanan rumah sakit tersebut. Hal itu dapat kita lihat dari
beberapa keluhan antara lain yang disampaikan salah satu pasien di Rumah sakit umum,
seorang pasien poli mata dibentak-bentak oleh pegawainya ketika bertanya mungkin
terdapat kekeliruan hasil pemeriksaan mata pada dua minggu sebelumnya. Selain itu
masalah keamanan lingkungan rumah sakit perlu juga diperhatikan. Sehingga dengan
adanya perbedaan harapan pelayanan dan kenyataan yang diperoleh tersebut akan
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien.
Memperhatikan kondisi rumah Sakit Umum selama kurun waktu 5 tahun anggaran,
sangatlah menarik untuk mengetahui sistem kerja dalam mendapatkan data informasi
kesehatan dari masyarakat sehingga tidakan kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah
sakit yang bersangkutan. Pengukuran haruslah bersifat berkelanjutan di dalam upaya
menciptakan perbaikan maupun peningkatan pelayanan.
Salah satu faktor penyebab keterbatasan sumber daya manusia khususnya medis
tersebut adalah implikasi dari lemahnya manajemen mutu terpadu. Permasalahan kurang
terampilnya pegawai dalam mengelola pelayanan rumah sakit, masih terdapat pasien yang
merasa kurang nyaman dalam pelayanannya. Dan hal ini berkaitan dengan masih
lemahnya penerapan Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu
yang belum optimal.
B. RUMUSAN MASALAH1.
1. Apa yang dimaksud dengan implementasi total quality management?
2. Apakah tujuan dari implementasi total quality management?
3. Apakah prinsip dari total quality management?
4. Bagaimana tahapan implementasi total quality management?
5. Faktor apa saja yang menyebabkan kegagalan implementasi total qualitymanagement?
6. Apa Kelebihan Dan kelemahan implementasi total quality management?
7. Apa kunci keberhasilan implementasi total quality management?
BAB II
A. LANDASAN TEORI
Mutu pelayanan sangat menentukan persaingan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan dan merupakan suatu hal yang penting untuk tetap dapat menjaga keberadaan
rumah sakit (Pohan, 2007). Mutu pelayanan kesehatan bukan hanya di tinjau dari sudut
pandang aspek teknis medis saja. tetapi juga sistem pelayanan kesehatan secara
keseluruhan termasuk manajemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan
lainnya (Wijono, 2000) Berkaitan dengan system manajemen mutu, salah satu alat yang
dianggap dapat membantu memperbaiki kinerja organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi adalah Total Quality Management (TQM). TQM merupakan satu sistem yang
saat ini mulai diterapkan oleh perusahaan-perusahaan karena dianggap mampu
mendukung kinerja manajerialnya. TQM juga dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu.
Sejalan dengan pergeseran paradigma organisasi dari ‘market oriented’ ke ‘resources
oriented’, maka salah satu cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan adalah dengan
membenahi sumber daya yang dimilikinya agar bisa bertahan dalam persaingan jangka
panjang. Salah satu cara yang tepat adalah dengan mengimplementasikan Total Quality
Management (TQM) (Muluk, 2003). Penerapan TQM dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di masing-masing unit atau instalasi. Sub variabel fokus pada pelanggan
dan obsesi pada kualitas dapat dilihat bahwa tugas karyawan dalam memberikan
pelayanan baik medis, keperawatan,kefarmasian maupun administrasi rawat inap kepada
pasien belum memenuhi standar SPM yaitu 90%. Sub variable pendekatan ilmiah terlihat
pada banyaknya diskusi kasus dan kejadian yang dilakukan oleh karyawan di di unit kerja
masing-masing namun hasilnya kurang diimplementasikan kembali ke unit oleh peneliti.
Sub variable komitmen jangka panjang dan kesatuan tujuan dilihat dari proses rekruitmen
karyawan yang melalui seleksi penerimaan dimana setiap karyawan yang ditempatkan
harus loyal, berkomitmen untuk mencapai visi misi organisasi. Sub variabel kerjasama
tim dan adanya keterlibatan dan pemberdayaan pegawai serta pendidikan dan pelatihan
terlihat bahwa bidang keperawatan memberikan kesempatan kepada perawat di ruangan
untuk melanjutkan pendidikan atau mengikuti pelatihan. Diruang rawat inap sebanyak 4
orang(6%) petugas sedang melanjutkan pendidikan keperawatan. Sebanyak 10 orang
(12%) petugas telah mengikuti pelatihan seperti pelatihan BTCLS dan penanganan
tuberculosis serta 85 petugas (100%) sudah mengikuti pelatihan pelayanan prima.
Pertemuan keperawatan baik tingkat ruangan maupun tingkat bidang keperawatan
dilakukan secara mingguan dan bulanan. Sub variable perbaikan sistem secara
berkesinambungan dapat dilihat dari usaha bidang keperawatan yang melakukan
pengukuran kepuasan pasien yaitu rata-rata 67,7% pada tahun 2013 dan audit
dokumentasi rata-rata 68,1% pada tahun 2013. Namun, rekomendasi hasil survey belum
maksimal dijalankan. Jadi, secara umum TQM telah dijalankan di RS Kumalasiwi Mijen
Kudus walaupun tidak secara keseluruhan dan hasilnya belum maksimal sesuai harapan
dan standar. Sebagai rumah sakit tipe D yang masih berkembang dan mempunyai target
menjadi RS tipe C pada tahun 2017 nanti, maka dinamika-dinamika yang terjadi dalam
tubuh RS Kumalasiwi Mijen Kudus harus selalu mendapatkan pengawasan. Penelitian
tentang TQM sangatlah penting untuk memungkinkan manajemen RS melakukan
Continous Quality Improvement (CQI) sehingga dapat menyediakan layanan yang
berkualitas dan kompetitif tidak hanya secara lokal,melainkan juga di tingkat global.
Telah banyak penelitian terbaru yang mengemukakan hubungan penerapan TQM
terhadap beberapa konsep seperti TQM berpengaruh lebih kuat terhadap kualitas
pelayanan dengan patient safety sebagai variable moderasi (Tsai,Y.Wu, Shih-Wang,
2011). Penelitian yang dilakukan di rumah sakit milik pemerintah di Pakistan
menunjukkan bahwa operational performance rumah sakit meningkat sebanyak 84%
melalui penerapan TQM (Irfan,S.M., Ijaz, A., Kee, D.M.H. , Awan, M.,2012).
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan pada dua rumah sakit besar di
Jordaniamenunjukkan dalam bahwa TQM berkontribusi sebesar 72% dalam
meningkatkan hospital performance (Ali, K.A.M., Alolayyan, M.A., Idris, F.,2012)
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Total Quality Management
Manajemen kualitas (quality manajemen) atau kualitas terpadu (total quality
manajemen = TQM) didefinisikan sebagai sauatu cara meningkatkan kinerja manajemen
secara terus menerus pada setiap level operasi, dalam setiap area fungsional dari suatu
organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.
Sedangkan ISO 8402 (quality vocabulary) mendefinisikan manajemen kualitas sebagai
semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan
kebijaksanaan kualitas, tujuan- tujuan dan tanggung jawab, serta
mengimplementasikannya melalui alat- alat seperti perencanaan kualitas (quality
planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality
assurance)dan peningkatan kualitas (quality improvement).
Menurut Bennet and Kerr, manajemen mutu total(TQM) adalah konsep dan metode
yang memerlukan komitmen dan keterlibatan pihak manajemen dan seluruh pengelola
perusahaan untuk memenuhi keinginan atau kepuasan pelanggan secara konsisten. Dalam
TQM tidak hanya manajemen yang bertanggung jawab dalam memenuhi keinginan
pelanggan, tetapi juga peran aktif seluruh anggota untuk memperbaiki mutu produk atau
jasa yang dihasilkannya. Sedangkan menurut Tobin, mendefeinisikan TQM sebagai usaha
untuk mendapatkan manfaat kompetitif dengan cara secara terus menerus memperbaiki
setiap fase budaya.
Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM) pada awalnya
diperkenalkan oleh Jepang dengan istilah Total Quality Control (TQC),sebenarnya tidak
ada perbedaan yang mencolok antara TQM dan TQC, hanya saja penelaahannya berbeda,
dimana TQC lebih terfokus kepada pengendaliannya (control) sedangkan TQM berfokus
pada manajemennya, sedangkan maksud dan isi keduanya sama. Jepang sendiri telah
membuktikan bahwa mutu merupakan prasyaratan utama agar bisa bersaing dalam dunia
bisnis. Hal ini telah dibuktikan dengan masuknya perusahaan-perusahaan Jepang ke dunia
dengan produk yang murah namun bermutu baik.
Value-based Approach (berdasarkan nilainya), mutu disini dilihat dari kemampuan dari
suatu barang untuk menyediakan produk atau jasa dengan biaya yang rendah atau harga
yang dapat diterima konsumen. Dalam banyak hal, value based lebih banyak ditentukan
oleh persepsi konsumen sendiri (relatif), ada konsumen yang menganggap bahwa harga
yang rendah belum memastikan kualitas produk tersebut jelek. Dan ada juga konsumen
yang berani membeli dengan harga yang tinggi berarti kualitasnya terjamin. Akan tetapi
yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli (best-buy).
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Total Quality
Management berarti penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan
kemanusiaan,menurut pemikiran kesisteman untuk :
1. Memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukkan pada organisasi
2. .Memperbaiki seluruh proses penting dalam organisasi
3. Memperbaiki upaya guna memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan
4. jasa(customer) pada masa kini dan di waktu yang akan datang
Dalam arti sempit, tujuan Total Quality Management adalah untuk perbaikan
mutu produk, jasa dan proses, dimana mutu tersebut diperoleh dengan tingkat biaya
yang paling ekonomis, yang akan berpengaruh ada dua manfaat dari dilaksanakannya
Total Quality Management, yaitu:
a) Internal, yaitu bila mutu diperbaiki, akan didapat produktivitas yang lebih
tinggi yang memungkinkan harga yang kompetitif, peningkatan pangsa pasar,
dan laba yang tinggi.
b) Eksternal, yaitu mutu yang lebih tinggi akan meningkatkan ke puasan
konsumen,loyalitas konsumen, mendapatkan lebih banyak pembeli sehingga
akan meningkatkan pangsa pasar dan laba.
D. Prinsip-prinsip Total Quality Management
Total Quality Management merupakan suatu konsep yang berupaya
melaksanakan sistem manajemen kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar
dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (dalam
Scheuing dan Christo pher, 1993:165-166) didalam buku “Total Quality
Management” yang disusun oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:14), ada
empat prinsip utama dalam Total Quality Management. Keempat prinsip tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Kepuasan pelanggan Dalam Total Quality Management, konsep mengenai
kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian
dengan spesifikasi –spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan oleh pelanggan, yang
meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan di
usahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga,
keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala aktivitas perusahaan
harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orangDalam perusahaan yang kualitasnya tergolong
kelas dunia, setiap karyawan dipandang individu yang memiliki talenta dan
kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya
organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi
diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta Perusahaan kelas dunia ber orientasi pada fakta.
Maksudnya, bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan
sekedar pada perasaan (feeling). Dengan menggunakan data maka manajemen
dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu
yang vital, serta manajemen juga dapat memprediksikan hasil dari setiap
keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu
melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara
berkesinambungan, yaitu dengan melakukan perencanaan yang baik, dan
melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
Prinsip-prinsip TQM merupakan suatu konsep untuk melaksanakan system manajemen
kelas dunia yang mempengaruhi budaya organisasi. Budaya TQM dalam
organisasi,yaitu himpunan nilai dan keyakinan akan menjamin bahwa dengan
penyesuaian diri pada perubahan itu, organisasi akan selalu dapat memenuhi kebutuhan
customer, selanjutnya budaya TQM juga menentukan bahwa tujuan yang harus dicapai
organisasiadalah memenu hi kebutuhan customer
E. Tahap Implementasi Total Quality Management
Goetsch dan Davis memberikan klasifikasi fase imp lementasi TQM dalam buku
“Total Quality Management” karangan Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana
(2003:343), sebagai berikut:
1. Fase Persiapan
Fase ini terdiri atas sepuluh langkah, sebelum langkah pertama dimulai, syarat utama
yang harus dipenuhi adalah adanya komitmen penuh dari manajemen puncak atas waktu
dan sumber daya yang dibutuhkan.
Langkah 1:
Membentuk Total Quality Steering Committe, eksekutif puncak menjadi ketua yang
menunjuk staf terdekat (bawahan langsungnya) untuk menjadi anggota. Manajemen dan
bawahan harus sepenuhnya mengerti dan yakin, mengapa organisasi akan mencapai
Total Quality, yaitu untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi dalam iklim
kompetitif.
Langkah 2:
Membentuk tim, Steering committee perlu membentuk tim untuk kegiatan TQM,
biasanya langkah ini membutuhkan konsultan dari luar perusahaan.
Langkah 3:
Pelatihan TQM, Steering committee membutuhkan pelatihan yang berkaitan dengan
filosofi, teknik, dan alat-alat TQM sebelum memulai aktivitas TQM. Pelatihan ini harus
diteruskan dalam jangka panjang melalui pengembangan diri dan mengikuti seminar-
seminar yang relevan.
Langkah 4:
Menyusun pernyataan visi organisasi dan prinsip -prinsip organisasi
perusahaan,adalah usaha nyata pertama dalam pelaksanaan TQM. Tujuannya adalah
agar dapat menghasilkan dokumen yang singkat dan bermakna yang mencerminkan
harapan dan aspirasi perusahaan.
Langkah 5:
Menyusun tujuan umum berdasarkan visi yang telah ditetapkan, terdiri dari tujuan
strategis dan tujuan taktis.
Langkah 6:
Komunikasi dan publikasi, dilakukan antara eksekutif puncak dan Steering
committee.Tujuannya agar semua orang dalam organisasi memahami visi, prinsip-
prinsip sebagai pedoman, tujuan, dan alasan penerapan TQM.
Langkah 7:
Identifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi, untuk pedoman dalam melaksanakan
pendekatan terbaik dalam implementasi TQM serta untuk menyoroti kekurangan-
kekurangan yang harus diperbaiki.
Langkah 8:
Identifikasi orang-orang kunci yang mungkin mendukung TQM dan mereka
yangmungkin menolak TQM, hal ini bermanfaat dalam pemilihan proyek awal dan
anggota-anggota tim.
Langkah 9:
Memperkirakan sikap karyawan, untuk mengetahui apakah perubahan TQM berjalan
dengan efektif atau tidak.
Langkah 10:
Mengukur kepuasan pelanggan, dengan melakukan survey pemilihan pelanggan
secara acak untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan yang sangat berguna dalam
menilai efektivitas TQM dari sudut pandang pelanggan.
2. Fase Perencanaan
Langkah 11:
Merencanakan pendekatan implementasi TQM, yang bersifat terus menerus
karena pada saat proyek berlangsung, informasi -informasi umpan balik akan
dikembalikan pada langkah ini untuk melakukan perbaikan dengan menggunakan
siklus plan, do,check, act, analyze.
Langkah 12:
Identifikasi proyek awal agar dapat memberikan dasar pengalaman positif
untuk beralih ke tantangan berikutnya yang jauh lebih berat. Steering committee harus
terbuka bagi saran-saran dari berbagai sumber.
Langkah 13:
Komposisi tim yang akan melaksanakan TQM harus terdiri dari tim yang
bersifat fungsional silang (Cross-functional) yang terdiri dari wakil-wakil berbagai
departemen atau disiplin ilmu, sesuai dengan proyek yang ditangani.
Langkah 14:
Pelatihan tim harus mencakup dasar-dasar TQM dan alat-alat yang sesuai
dengan proyek yang ditangani.
3. Fase Pelaksanaan
Langkah 15:
Penggiatan tim, Steering committee memberikan bimbingan dan mengaktifkan
setiap tim agar mereka menggunakan teknik -teknik TQM yang telah mereka pelajari
dalam mengerjakan proyeknya.
Langkah 16:
Umpan balik pada Steering committee, tim proyek memberikan informasi
umpan balik kepada steering committee mengenai kemajuan dan hasil – hasil yang
telah dicapai. Baik tim maupun steering committee menggunakan siklus
Plan/Do/Check/Act.
Langkah 17:
Umpan balik dari pelanggan, tim proyek khusus disebarkan untuk
mengumpulkan informasi umpan balik dari pelanggan eksternal maupun pelanggan
internal. Data yang diperoleh beserta data lainnya mengenai kepuasan pelanggan
(hasil penjualan, datagaransi, masukan pelayanan pelanggan, data dari kunjungan
pelanggan, dan lain-lain) dikumpulkan dan diproses secara berkesinambungan.
Langkah 18:
Umpan balik dari karyawan, Steering committee dan manajer lainnya perlu
berhubungan dekat dengan karyawan sehingga dapat memperoleh informasi yang
akurat mengenai sikap dan kepuasan mereka. Informasi ini juga dibutuhkan untuk
mengevaluasi kemajuan yang dicapai dan menentukan tindakan perbaikan yang
diperlukan.
Langkah 19:
Memodifikasi infrastruktur, umpan balik yang diperoleh dari langkah 16, 17,
18 akan dijadikan dasar oleh Steering committee untuk melakukan perubahan yang
diperlukan dalam infrastruktur perusahaan, misalnya pada prosedur dan proses,
struktur organisasi, program pengakuan dan penghargaan prestasi dan lain -lain.
A. Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang didapat disimpulkan bahwa TQM berpengaruh positif terhadap
kinerjaorganisasi, TQM sendiri didefinisikan sebagai sauatu cara meningkatkan
kinerja manajemen secaraterus menerus pada setiap level operasi, dalam setiap area
fungsional dari suatu organisasi, denganmenggunakan semua sumber daya manusia
dan modal yang tersedia. TQM sendri mempunyaikelebihan dan kelemahan.
Kunci keberhasilan TQM yaitu Ada perhatian dan kemauan dari pemilik terhadap
pengelola atau pelaksana.Pelaksanaan menyadari kebutuhan terhadap perubahan.
Fokus pada perbaikan kualitas dari pada menurunkan biaya
B. Saran