Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH RESUME MATA KULIAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

“KONSEP DAN SYARAT SAH PERJANJIAN”

Disusun oleh

Astandi Dinoryan 042011433205

PRODI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
ASPEK-ASPEK DARI PELAKSANAAN PERJANJIAN DAN HAL-HAL YANG
MEMBATASI PERJANJIAN SERTA PEMBATASAN TANGGUNG JAWAB

1. PENGERTIAN PERJANJIAN DAN PERIKATAN

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang ataulebih”. Sedangkan menurut
Subekti, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak yang lain tersebut
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. (Subekti, 1987:1).
Perikatan adalah hubungan hukum khususnya dalam lapangan harta kekayaan antara
dua pihak dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lain berkewajiban
memenuhinya. Perikatan diatur mulai pasal 1233-1864 BW. Pengertian perikatan adalah suatu
hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum; sehubungan dengan itu, seorang atau
beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu terhadap pihak lain. (Zaeni Asyhadie, 2008:22).

PERBEDAAN PERJANJIAN DAN PERIKATAN


PERJANJIAN PERIKATAN

Perjanjian bersifat konkrit Perikatan bersifat abstrak

Perjanjian merupakan salah satu sumber Perikatan dapat lahir dari perjanjian dan
lahirnya perikatan UU

Definisi Perjanjian diatur dalam pasal 1313


BW Definisi perikatan tidak diatur dalam UU

2. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

Pasal 1320 KUHPeradata menentukan adanya 4 (empat ) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni
:
A. Syarat Subjektif, artinya syarat tersebut berkenaan dengan para pelaku kontrak (pihak
yang melakukan perjanjian).
a. Adanya kesepakatan kehendak dari para pihak (Consensus, Agreement).
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap
sah oleh hukum, para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju
mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Hal tersebut sejalan dengan Pasal
1321 KUH Perdata yang menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
b. Wenang/Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity).

Pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang di mata hukum memiliki
wewenang untuk membuat perjanjian/kontrak. Sebagaimana pada pasal 1330
KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat
perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap.
B. Syarat Objektif, maksudnya adalah syarat tersebut berkenaan dengan perihal/isi
perjanjian.
a. Objek / Deskripsi Khusus

Istilah dari suatu masalah tertentu berarti bahwa suatu perjanjian / kontrak harus
berkaitan dengan suatu masalah tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Aturan
tersebut ditemukan dalam Pasal 1332 dan Pasal 1333 KUH Perdata.
b. Penyebab yang diperbolehkan / halal / legal

Kontrak harus dibuat dengan tujuan / alasan yang sesuai dengan hukum yang
berlaku. Jadi tidak ada kontrak yang dapat dibuat untuk melakukan hal-hal yang
melanggar hukum. Hal ini sejalan dengan Pasal 1337 KUH Perdata dan Pasal 1335
KUH Perdata yang mengatur bahwa kesepakatan yang dibuat tanpa sebab atau
dibuat karena alasan yang salah atau dilarang tidak memiliki kekuatan hukum atau
agar kontrak dianggap sah oleh hukum, harus memenuhi persyaratan hukum
tertentu seperti persyaratan hukum umum dan persyaratan hukum khusus.
Persyaratan Hukum Umum Persyaratan hukum khusus
Kontrak tersebut harus dilakukan dengan Ketentuan tertulis untuk kontrak tertentu
itikad baik
Kontrak tidak boleh bertentangan dengan Persyaratan akta notaris untuk kontrak tertentu
norma
Kontrak harus dibuat berdasarkan prestasi Ketentuan tindakan kantor tertentu (selain
notaris) untuk kontrak tertentu
Kontrak tersebut tidak boleh melanggar Persyaratan izin dari pejabat berwenang untuk
kepentingan umum kontrak tertentu

CONTOH STUDI KASUS

1. Perjanjian Kerjasama Antara Pengusaha Besi Dengan Investor Tentang Sengketa


Pada Perusahaan Dhemes Di Sukoharjo.
Seorang investor hanya mengandalkan sebuah kepercayaan saja dalam kerja
samanya yang dilakukan dengan seorang pengusaha besi di Perusahaan Dhemes, tidak ada
perjanjian yang mengikat secara hukum atau secara tertulis. Dalam kerja sama tersebut
hanya dari kata-kata yang diucapkan oleh pengusaha tersebut yang ditujukan kepada
investor bahwa ia akan memberikan hasil dari modalnya yang telah ditanamkan di
perusahaannya, dengan sebagai janjinya seorang pengusaha besi tersebut akan
memberikan hasil sebanyak Rp. 25. 000. 000, - di setiap bulannya. Namun seiring
berjalannya waktu dalam jangka panjang, kerja sama tersebut tidak berjalan lancar sesuai
yang diharapkan oleh investor sehingga mengalami kejanggalan dalam pelaksanaannya.
Kasus yang terjadi pada Perusahaan Dhemes, dimana investor yang melakukan
kerjasama dengan cara menanamkan modal pada sebuah Perusahaan Dhemes tidak
melakukan pembuatan surat perjanjian secara sah, yaitu belum memenuhi ketentuan dalam
Pasal 1320 KUHP dimana isinya yaitu mengenai syarat sahnya perjanjian, pada awal
memulai sebuah hubungan kerjasama tidak ada kontrak atau perjanjian yang sah untuk
mengikat kedua belah pihak sehingga menjadikan kedua belah pihak mengalami problem
soal perjanjian dan tidak ada kekuatan hukum yang mengikat. Investor juga kurang atau
bahkan belum menguasai soal bisnis dan mengenai arti dari sebuah perjanjian yang benar
dan sah menurut hukum, sehingga dalam prakteknya investor hanya tertuju pada janji yang
disampaikan oleh pengusaha di perusahaan Dhemes
Solusi : Bagi setiap orang atau perusahaan yang akan mengadakan perjanjian atau
hubungan kerjasama yang menyangkut tentang hukum dan tentang pembatasan tanggung
jawab, hendaknya dalam membuat sebuah perjanjian atau kesepakatan dilakukan dengan
memenuhi syarat sah perjanjian, agar diantara kedua belah pihak yang bersangkutan tidak
merasa dirugikan oleh pihak lainnya. Selain itu, subjek hukum sebaiknya menjalankan atau
menepati janji yang telah dibuatnya bersama pihak yang bersangkutan karena pada
dasarnya isi sebuah perjanjian itu pasti didasari dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab.
2. Pelanggaran yang dilakukan oleh PT Hyundai Motor Company berkaitan
perjanjian distribusi commercial vehicle. Hyundai Motor Company melakukan
perbuatan melawan hukum karena melanggar perjanjian distribusi commercial vehicle
yang telah disepakati bersama. Dalam gugatan perdata perbuatan melawan hukum itu, PT
Korindo meminta ganti rugi kepada Hyundai Motor Company untuk membayar ganti rugi
materiil sebesar Rp1,2 triliun dan immateriil sebesar Rp200 miliar. Adapun dasar hukum
gugatan perdata perbuatan melawan hukum (PMH) itu dilakukan berdasarkan kesepakatan
kerja sama yang memberi hak eksklusif kepada PT. Korindo untuk menjual dan merakit
produk Hyundai Motor Company yang berbentuk commercial vehicle pada 16 Juni 2006.
PT Hyundai Motor Company, bukan hanya melanggar perjanjian dengan mengakhiri
perjanjian secara sepihak tetapi tindakan yang dilakukannya juga bertentangan dengan
peraturan pemerintah yang berlaku di Indonesia. Hyundai Motor itu melanggar beberapa
kesepakatan berkaitan suplai spare parts yang telah disepakati dengan PT. Korindo. Selain
itu, PT Hyundai Motor Company tidak segan-segan melanggar etika bisnis yang berlaku
dalam perdagangan di Tanah Air sehingga tindakan yang dilakukan PT Hyundai
merugikan PT Korindo.
Solusi : Sebaiknya sebelum melakukan perjanjian kerjasama antara dua perusahaan atau
lebih seharusnya masing-masing perusahaan baik PT.Korindo maupun PT.Hyundai sudah
mengetahui dan menerapkan syarat-syarat sah yang harus dipatuhi oleh kedua pihak yang
melakukan kerjasama sebelum melakukan perjanjian kontrak. Sebaiknya juga mematuhi
syarat secara umum maupun khusus agar di kemudian hari tidak sampai terjadi pelanggaran
perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya hingga memutus perjanjian secara sepihak.
Kasus tersebut tidak sesuai dengan Pasal 1320 KUHperdata yang menjelaskan mengenai
syarat adanya perjanjian salah satunya adalah kesepakatan. Salah satu dari pihak yang
bersangkutan melanggar dan tidak memenuhi kesepakatan awal sehingga hal tersebut juga
merupakan suatu itikad buruk yang berarti melanggar persyaratan umu suatu kontrak yang
pada dasarnya harus beritikad baik seperti pada Pasal 1335 KUHPerdata.
3. Perjanjian Kerjasama antara CV Saudagar Kopi dan Martin Suharlie dalam
menjalankan kegiatan usaha Restoran Ratio Specialty Coffee di Mal Ambassador,
Jakarta. Dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama ini masih terdapat ketidakseimbangan
hak dan kewajiban diantara para pihak, yaitu dalam pembagian keuntungan dan
kewenangan pengelolaan operasional usaha. Sehingga jika dikaitkan dengan KUH Perdata
tentang syarat sahnya suatu perjanjian kontrak dimana kedua belah pihak sudah bersepakat
untuk melakukan kerja sama maka perjanjian ini mungkin bersifat sah karena telah
memenuhi syarat sah suatu perjanjian yaitu pasal 1320 KUHP. Akan tetapi, terjadi
pelanggaran perjanjian yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara hak dan
kewajiban kedua belah pihak hal ini berarti apa yang terjadi sesungguhnya tidak sesuai
kesepakatan di awal sehingga terjadi ketidakseimbangan.
Solusi : Hendaknya negosiasi ulang perlu dilakukan dan dirumuskan bersama serta
disepakati oleh kedua belah pihak agar kegiatan operasional usaha terus berjalan baik dan
memberikan keuntungan kepada dua pihak. Selain itu,sebaiknya sebelum memulai suatu
kerja sama antar 2 pihak harus merundingkan dan memahami bersama apa saja syarat sah
melakukan perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHP baik persyaratan umummaupun
khusus agar ke depannya tidak mengalami ketidakseimbangan lagi padahal sudah membuat
kesepakatan bersama secara sah.
DAFTAR PUSTAKA

Bisnis.com. 2013. “Kasus Hyundai Motor : Korindo Heavy Industri Ajukan Bukti Pelanggaran”.

https://m.bisnis.com/kabar24/read/20130106/186/121673/kasus-hyundai-motor-
korindoheavy-industri-ajukan-bukti-pelanggaran. Diakses pada tanggal 12 September 2020.

Chrystofer, dkk,. 2017. Kajian Hukum Perjanjian Kerjasama CV. Saudagar Kopi dan Pemilik

Tempat Usaha Perorangan (Studi Kasus : Mal Ambasador, Jakarta). Diponegoro Law Journal.
Vol.6, No.2.

Gumanti, Retna “ Syarat Sahnya Perjanjian”.


https://www.google.com/url?q=http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JPI/article/viewFile/900/8
40&usg=AOvVaw33ByM4aBq5_U3h_huB1vVJ. Diakses pada tanggal 12 September 2020.

Pratama, Sandhy Cahya. 2016. “Perjanjian Kerjasama Antara Pengusaha Besi Dengan Investor

(Studi Kasus Tentang Sengketa Pada Perusahaan Dhemes Di Sukoharjo)”. Naskah Publikasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rahmah, Nidaur. “Syarat Sah Perjanjian/Kontrak (Syarat Sah Umum dan Khusus)”.

https://www.pengadaanbarang.co.id/2019/08/syarat-sah-perjanjian-kontrak.html?m=1.

Diakses pada tanggal 12 September 2020.

Subekti. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Anda mungkin juga menyukai