Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ayuni Puspitas Sari

Nim : 5404420003

Prodi : Pendidikan Tata Boga Rombel 1

Matkul : Pengawetan Makanan

Pengawetan Dengan Dehidrasi

Pengeringan adalah salah satu metode untuk mengeluarkan air yang terdapat pada bahan
pangan dengan menggunakan energi panas. Keuntungan dari pengeringan adalah bahan pangan
menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, dengan demikian diharapkan biaya produksi
menjadi lebih rendah (Winarno, 1984).

Pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air (yang lebih penting adalah aktivitas air,
aw) telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Pengeringan merupakan salah satu cara
pengawetan pangan yang paling tua. Pengeringan atau dehidrasi adalah cara untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara
menguapkan sebagian besar air yang terkandung dalam bahan pangan dengan menggunakan
energi panas. Pengeringan merupakan cara pengawetan yang paling banyak digunakan. Dengan
demikian bahan pangan yang dikeringkan dengan sinar matahari sering diperlukan alat
pengering buatan. Pengeringan dengan alat pengering buatan disebut dehidrasi yaitu suatu
operasi yang melibatkan baik transfer panas atau massa di bawah kondisi pengeringan yang
terkendali dengan menggunakan berbagai metode pengeringan

Menurut Buckle et al., (2010) faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan


pengeringan dari suatu bahan pangan adalah:

1. Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, dan kadar air)

2. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara)

3. Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas).

Parameter yang diperlukan saat proses dehidrasi: Total Padatan Terlarut (TPT), Kadar air,
Penurunan bobot (WR), Padatan terlarut yang masuk dalam bahan (SG), Jumlah air yang keluar
dari bahan (WL), Perubahan Volume, Perubahan kekerasan.
Pengeringan bertujuan untuk menghambat aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme serta
aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan bahan (Lewicki dan Lenarat,1995;
Pokharkar dkk., 1997; Alline dkk., 2003). Untuk bahan-bahan yang mudah rusak pada suhu
tinggi, dapat digunakan pengeringan dengan suhu rendah yang diawali dengan dehidrasi
osmosis (Sharma dkk., 2000). Osmosis adalah teknik pemindahan air berdasar gradien
potensial kimia melalui membran semipermiabel.

Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan mengurangi kadar air dari bahan
pangan sehingga air yang dibutuhkan untuk aktivitas mikroorganisme tidak cukup. Agar bahan
pangan yang dikeringkan menjadi awet, kadar air harus dijaga tetap rendah dengan cara
penggunaan pengemasan yang tepat. Misalnya bahan pangan serbuk seperti tepung disimpan
pada kontainer kering dan tertutup rapat agar tidak mudah menggumpal.

Dehidrasi osmosis adalah teknik pengurangan kadar air dengan cara merendam suatu bahan
ke dalam larutan hipertonik (larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut tinggi) yang dapat
mendorong keluarnya air dari bahan tersebut melalui membran selnya (Oladele, 2008),
sehingga dehidrasi osmotik dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kadar air bahan sampai
tingkat tertentu.

Pada penelitian Wirawan (2013), dehidrasi osmosis dapat menurunkan kadar air hingga
±50% dari kadar air awal, sehingga dehidrasi osmotik membantu mempercepat pengeluaran
kadar air sebelum dilakukan pengeringan lebih lanjut, karena biasanya dehidrasi osmosis
dilakukan dengan penggabungan dua metode atau lebih yaitu metode osmosis dan pengeringan
konvensional lainnya seperti pengeringan matahari, pengeringan beku, pengeringan vakum,
dan pengeringan udara panas. Hal tersebut dilakukan untuk menghasilkan produk dengan masa
simpan yang lebih lama (Nowakunda, 2011).

Misalnya Pembuatan ikan asin melalui perendaman dalam larutan garam pekat merupakan
proses dehidrasi osmosis. Kelebihan pembuatan ikan asin menggunakan dehidrasi osmosis
antara lain kadar nutrisi ikan dapat dipertahankan, tidak membutuhkan energi besar untuk
mengeringkan ikan, dan prosesnya sederhana.

Di Indonesia pembuatan ikan asin yang umum dilakukan nelayan adalah kombinasi
penggaraman kering dan basah, kemudian dikeringkan dengan penjemuran. Ikan dicampur
dengan kristal garam dengan perbandingan berat 3:1 atau 4:1 di dalam bak semen. Campuran
lalu disiram dengan larutan garam jenuh sebanyak 500 liter (untuk 2–2,5 ton ikan) dan
dibiarkan 1-6 malam, tergantung cuaca.Setelah penggaraman cukup dan cuaca memungkinkan,
ikan diangkat dan dibilas dengan air, kemudian dijemur. Bila cuaca baik, pengeringan ikan
kecil seperti teri berlangsung selama 5-7 jam, ikan berukuran sedang 2 hari, dan ikan berukuran
besar membutuhkan waktu sampai 4 hari. Penambahan garam yang biasa dilakukan para
nelayan Indonesia sekitar 20-40% berat ikan, terkadang 60-100% berat ikan (Margono, 1993,
N.A., 2006).

Kelebihan proses dehidrasi osmosis dibanding metode pengeringan konvensional antara


lain dapat mempertahankan karakteristik awal makanan (warna, aroma, nutrisi, dan tekstur
makanan), tidak terjadi enzymatic browning, biaya alat dan biaya proses rendah, serta
penggunaan energi lebih efisien karena dapat dilakukan pada temperatur rendah dan tidak
melibatkan perubahan fasa selama pengeringan (Wirawan, 2006) Produk dehidrasi osmosis
lebih stabil, terutama bila dikombinasikan dengan metode lain (Rahman, 2007).

Dehidrasi merupakan suatu cara untuk memproduksi buah-buahan kering dalam bentuk
baru dengan kualitas yang lebih baik daripada pengeringan matahari. Beberapa buah-buahan
yang dikeringkan secara komersial misalnya adalah :

1. Apel biasanya disortasi, dicuci, dikupas dan dipotong rapi, disulfurisasi dan
dikeringkan dalam pengering tungku
2. Aprikot, peach, dan nektarin pada umumnya dikeringkan dengan matahari. Apricot
harus disulfurisasi terlebih dahulu selama 3 sampai 4 jam, sedangkan untuk
3. peach dan nektarin selama 4 sampai 6 jam. Buah-buahan ini biasanya diblansing dengan
uap lebih dahulu sebelum dikeringkan.
4. Pir yang dikeringkan, sebelum disulfurisasi terlebih dahulu diblansing.Pengeringan
biasanya memerlukan waktu 24 sampai 30 jam.
5. Prune segera dicuci sampai bersih, dan kemudian dikeringkan dalam pengering
terowongan selama 18 sampai 24 jam. Prune dapat juga dikeringkan di pohon.
6. Anggur yang tidak berbiji dapat dicelup soda dan disulfurisasi sebelum dikeringkan
dengan matahari. Untuk kismis yang lain dapat ditangani dengan cara yang sama
kecuali bahwa setelah sulfurisasi, anggur tersebut dapat dikeringkan dalam pengeringan
terowongan.
7. Fig mengalami pengeringan yang cukup di pohon. Buah-buahan fig yang dipanen untuk
pengeringan dapat dihamparkan di atas rigen pengering dan dikeringkan dengan
matahari, atau buah-buahan tersebut dicuci kemudian dikeringkan.
8. Buah-buahan lain seperti cerri dan logan berry juga dikeringkan secara komersial.
Puree pisang dikeringkan dengan pengering drum.

Referensi

Hariyadi, T. (2018). Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik Pengeringan


Busa Sari Buah Tomat Menggunakan Tray Dryer. Jurnal Rekayasa Proses, 12(2), 46.
https://doi.org/10.22146/jrekpros.39019

Magdalena, A., Waluyo, S., & Sugianti, C. (2015). PENGARUH SUHU DAN
KONSENTRASI LARUTAN GULA TERHADAP PROSES DEHIDRASI OSMOSIS
BUAH WALUH ( Cucurbita moschata ) ( Effect of Temperature and Concentration of
Sugar Solution in The Process of Osmotic Dehydration of Pumpkin ( Cucurbita
moschata )). Jurnal Rekasayasa Pangan Dan Pertanian, 2(4), 1–8.

Rishbeth, J. (1947). The bacteriology of dehydrated vegetables. Journal of Hygiene, 45(1),


33–45. https://doi.org/10.1017/S0022172400013632

Saidi, I. A. (2019). Pengeringan Sayuran Dan Buah -buahan. In Pengeringan Sayuran Dan
Buah -buahan. https://doi.org/10.21070/2019/978-602-5914-67-6

Sittlington, J. J., Magee, P. J., & Simpson, E. E. A. (2017). Effect of mild dehydration on
cognitive function, mood and exercise performance. Proceedings of the Nutrition
Society, 76(OCE2), 2017. https://doi.org/10.1017/s002966511700101x

Spetriani, & Fathurahmi, S. (2019). Terhadap Penyusutan Volume , Kekerasan Dan Warna
Effect of Concentration and Osmotic Solution Temperature on Shrinkage , Hardness and
Colors. Jurnal Pengolahan Pangan, 4(2), 59–64.

Wirawan, S., & Anasta, N. (2013). Analisis Permeasi Air pada Dehidrasi Osmosis Pepaya
(Carica Papaya). Agritech, 33(3), 303–310.

Witono, J. R., Miryanti, A., & Yuniarti, L. (2016). Jurnal Penelitian Studi Kinetika Dehidrasi
Osmotik Pada Ikan Teri Dalam Larutan Biner Dan Terner. Jurnal Penelitian Studi
Kinetika Dehidrasi Osmotik Pada Ikan Teri Dalam Larutan Biner Dan Terner, 2, 42.

Anda mungkin juga menyukai