Anda di halaman 1dari 143

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA

PENDIDIKAN

Drs. Syahril, M.Pd., Ph.D

Penerbit :
SUKABINA Press
Manajemen Sarana Dan Prasarana Pendidikan

Penulis :
Drs. Syahril, M.Pd., Ph.D

ISBN : 978-602-6277-80-0

Tata Letak :
Sari Jumiatti

Desain Sampul :
Gihon Manao

Penerbit :
SUKABINA Press
Jl. Prof. Dr. Hamka No. 29 Tabing – Padang
Telp. / Fax : (0751) 7055660
Email : penerbit.sukabinapress@gmail.com

Anggota IKAPI Pusat


No. Anggota : 007/SBA/09 Tahun 2009

Cetakan pertama, Februari 2018

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT


dengan rahmat-Nya buku dengan Judul Manajemen Sarana dan
Prasarana Pendidikan ini dapat diwujudkan sebagaimana yang
diharapkan. Buku ini berisikan konsep dasar manajemen sarana dan
prasarana, analisis dan penyusunan rencana kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pemeliharaan, penghapusan
dan pengawasan sarana dan prasarana dalam organiasasi. Buku ini
sangat bermanfaat bagi praktisi di bidang pendidikan dan para
pengelola sarana dan prasarana dalam organisasi (baik lembaga
pemerintahan maupun non pemerintahan).
Penulisan buku ini, didasarkan kepada penelusuran literatur-
literatur tentang manajemen sarana dan prasarana pendidikan dan
pengelaman penulis selama ikut terlibat dalam pengelolaan sarana
prasarana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Padang. Di samping itu terwujudnya buku ini juga tidak terlepas dari
sumbangan-sumbangan moril yang diberikan oleh berbagai pihak
terutama sekali dari Prof. Dr. Nurhizrah Gistituati, M.Ed dan teman-
teman di Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNP. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya.
Penulis menyadari bahwa kritikan dan saran dari para pembaca
akan sangat bermanfaan bagi penyempurnaan buku ini. Oleh karena itu
dengan senang hati penulis akan menerima setiap kritikan dan saran
untuk kesempurnaan buku ini.
Semoga buku ini memberikan manfaat adanya dan menambah
perbendaharaan buku yang membahas mengenai manajemen Sarana
dan Prasarana Pendidikan.

Penulis
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN.....................................................1

BAB II. KONSEP DASAR MANAJEMEN SARANA DAN


PRASARANA...........................................................7
A Pengertian Manajemen Sarana dan Prasarana............7
B Tujuan Manajemen Sarana dan Prasarana
Pendidikan.................................................................9
C Jenis-jenis sarana dan Prasarana Pendidikan..............10
D Mekanisme Manajemen Sarana dan Prasarana...........13
E Sistem Manajemen Sarana dan Prasarana..................15

BAB III. ANALISIS DAN PENYUSUNAN RENCANA


KEBUTUHAN..........................................................21
A Analisis Kebutuhan....................................................21
B Proses Penyusunan Rencana Sarana dan
Prasarana....................................................................29

BAB IV. PENGADAAN..........................................................37


A Pengertian Pengadaan................................................37
B Prinsip-prinsip Pengadaan..........................................37
C Pengadaan Berdasarkan Jenis Barang yang
Diadakan....................................................................38
D Tata cara Pengadaan...................................................43

BAB V. PENYIMPANAN.....................................................49
A Pengertian Penyimpanan............................................49
B Kegiatan-kegiatan dalam penyimpanan barang..........49
iv
BAB VI. PENYALURAN SARANA......................................58
A Pengertian Penyaluran................................................58
B Kegiatan-kegiatan dalam Penyaluran.........................59

BAB VII. INVENTARISASI....................................................66


A Pengertian Inventarisas..............................................67
B Tujuan Inventarisasi...................................................67
C Manfaat/Kegunaan Inventarisasi................................68
D Proses inventarisasi sarana dan prasarana..................69

BABVIII. PEMELIHARAAN..................................................83
A Pengertian Pemeliharaan............................................83
B Tujuan dan Fungsi Pemeliharaan...............................83
C Jenis-jenis Pemeliharaan............................................85

BAB IX. PENGHAPUSAN.....................................................89


A Pengertian Penghapusan.............................................89
B Manfaat Penghapusan................................................89
C Persyaratan Barang yang Dapat Dihapuskan..............90
D Proses Penghapusan...................................................90

BAB X. PENGAWASAN MANAJEMEN SARANA


DAN PRASARAN.....................................................97
A Pengertian Pengawasan Manajemen sarana
dan Prasarana..............................................................97
B Faktor yang Mendasari Perlunya Pengawasan...........99
C Tujuan Pengawasan....................................................101
D Prinsip-prinsip Pengawasan.......................................104
E Aspek-aspek yang diawasi.........................................107

BAB XI. STANDARISASI SARANA DAN


PRASARANA...........................................................109

v
A Kelengkapan dan Standarisasi Sarana dan Prasarana
Sekolah Dasar/Madrasah tidaiayah (SD/MI)..............111
B Standarisasi Sarana dan Prasarana Sekolah Menengah
Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs).............116
C Standarisasi Sarana dan Prasarana Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA)............................123

DAFTAR KEPUSTAKAAN........................................................133

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Keberhasilan pengelolaan suatu tugas`atau kegiatan


ditentukan oleh banyak faktor, seperti faktor manusia, keuangan,
sarana dan prasarana, waktu, situasi dan kondisi. Namun kalau
dilihat dari aspek manajemen keberhasilan dalam pengelolaan suatu
tugas atau kegiatan pada suatu organisasi sangat tergantung kepada
keberhasilan dalam mengelola 4 (empat) faktor yang berfungsi
sebagai komponen pokok dalam melaksanakan tugas atau kegiatan
pada suatu organisasi, komponen-komponen tersebut adalah :
1. Mengelola orang atau sumber daya manusia (man)
2. Mengelola uang atau biaya (money)
3. Mengelola perlengkapan atau sarana dan prasarana
(material + machine)
4. Mengelola metode atau cara (method)
Keempat komponen pokok tersebut dalam pelaksanaan
fungsinya merupakan suatu kesatuan (sistem) yang saling
keterkaitan satu dengan lainnya, apabila salah satu dari keempat
komponen pokok tersebut tidak berfungsi menurut seharusnya, maka
pelaksanaan suatu tugas atau fungsi dari komponan tersebut tidak
akan berjalan dengan baik atau lancar dan dapat diperkirakan atau
diramalkan bahwa kegiatan tersebut tidak akan mencapai tujuan
sebagaimana yang diharapkan. Apabila diperhatikan secara cermat
dari keempat komponen tersebut, maka komponen manusia (man)
merupakan komponen yang paling utama dalam menentukan
keberhasilan pengelolaan suatu tugas atau kegiatan baik dalam skala
kecil maupun dalam skala besar, sebab komponen manusialah yang
merencanakan, merancang dan menjalankan semua fungsi
pengelolaan dalam organisasi. Sedangkan komponen-komponen lain
hanya bersifat membantu atau menunjang kelancaran pengelolaan

1
tugas atau kegiatan dan adakalanya malah ada yang berfungsi
sebagai pelengkap dalam pelaksanaan suatu tugas atau kegiatan.
Salah satu dari komponen di atas yang berfungsi sebagai
penunjang dalam pelaksanaan tugas atau kegiatan adalah sarana dan
prasarana (materials and machines) dengan kata lain seandainya
sarana dan prasarana dalam pelaksanaan suatu kegiatan tidak ada
atau tidak lengkap, maka pelaksanaan tugas atau kegiatan dalam
organisasi juga akan berjalan, namun jalannya tugas atau kegiatan
tersebut tentu tidak akan sebaik dan sesempurna apabila ditunjang
dengan sarana dan prasarana yang memadai atau mencukupi.
Mengelola sarana dan prasarana pada suatu organisasi atau dengan
istilah lain sering juga disebut dengan perlengkapan tidaklah lebih
mudah daripada mengelola keuangan (money), sebab sarana dan
prasarana pada suatu organisasi terdiri dari berbagai macam jenis,
bentuk, ukuran, tipe, kualitas dan jumlah, yang sangat beragam dan
bervariasi. Untuk mengelola semua itu, tentu juga memerlukan
tenaga yang memiliki kemampuan dan latar belakang pendidikan
yang relevan dan/atau sekurang-kurangnya mampu memahami
aspek-aspek yang akan dikelolanya, serta memiliki tanggungjawab
yang tinggi dalam pelaksanaan tugas atau kegiatan. Di samping itu
sarana dan prasarana sangat banyak serta memiliki spektrum
permasalahan yang beragam, dan juga diperlukan/dibutuhkan oleh
setiap orang yang ada dalam organisasi oleh karena itu orang-orang
tersebut juga dapat berperan sebagai perusak dari sarana dan
prasarana yang ada dalam organisasi.
Keberhasilan dalam mengelola komponen-komponen di atas
(man, money, material + mechine and method) untuk keberhasilan
pelaksanaan tugas atau kegiatan harus dikaitkan dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi manajemen itu sendiri yang sekurang-kurangnya
meliputi fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling)
(GR. Terry 2003).

2
Pengelolaan atau manajemen sarana dan prasarana dapat
dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan atau mata rantai yang
terdiri dari sekurang-kurangnya 7 (tujuh) mata rantai ditambah
fungsi kontrol atau pengawasan sebagai fungsi sentral dalam
pelaksanaan manajemen sarana dan prasarana. Rangkaian kegiatan
atau mata rantai yang dimaksud pertama adalah analisis dan
penyusunan rencana kebutuhan, kedua pengadaan, ketiga
penyimpanan, keempat penyaluran, kelima inventarisasi, keenam
pemeliharaan dan ketujuh penghapusan.
Kegiatan atau mata rantai analisis dan penyusunan rencana
kebutuhan sarana dan prasarana harus benar-benar dilakukan
berdasarkan kepada hasil analisis kebutuhan riil dalam pelaksanaan
kegiatan dan juga harus mempertimbangkan dan memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti strandarisasi sarana dan
prasarana.
Pengadaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
sesuai dengan rencana yang telah disusun berdasarkan aturan dan
ketentuan berlaku. Pengadaan sebagian besar dilakukan oleh
pihak/orang yang berada di luar organisasi atau sering juga disebut
dengan rekanan, sedangkan instansi atau unit kerja yang
bersangkutan hanya berperan sebagai pemberi order seperti yang
diatur dalam keputusan presiden (Kepres) menganai pengadaan
barang dan jasa.
Kegiatan atau mata rantai penyimpanan adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menampung barang hasil pengadaan baik yang akan
dipergunakan, sedang dipergunakan maupun yang telah
dipergunakan pada tempat atau wadah tertentu dalam hal ini disebut
dengan gudang.
Penyaluran adalah proses pemindahan barang atau sarana dan
prasarana serta tanggungjawab pengelolaan barang atau sarana dan
prasarana tersebut dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu

3
pihak/unit kerja kepada pihak/unit kerja lainnya, seperti dari
pihak/unit kerja yang mengadakan barang kepada pihak/unit kerja
yang akan memanfatkan atau menggunakan barang tersebut.
Inventarisasi yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mencatat
dan menyusun daftar inventaris barang (sarana dan prasarana)
milik/kekayaan negara dan organisasi secara tertib dan teratur
berdasarkan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.
Kegiatan atau mata rantai pemeliharaan yaitu kegiatan yang
dilakukan untuk menjaga agar barang atau sarana dan prasarana
selalu berada dalam keadaan baik dan siap untuk pakai serta enak
dipandang mata, di samping itu pemeliharaan berfungsi untuk
menambah atau memperpanjang usia barang baik usia fisik maupun
usia administratif (usia penggunaan) barang.
Sedangkan kegiatan atau mata rantai penghapusan adalah
kegiatan yang dilakukan untuk menghapuskan barang
milik/kekayaan negara yang telah tercatat dalam daftar inventarisasi
barang (seperti buku induk, kartu barang) berdasarkan ketentuan dan
prosesur yang ditetapkan.
Sementara itu fungsi kontrol atau pengawasan berperan
sebagai sentral dari keseluruhan kegiatan mata rantai manajemen
sarana dan prasarana, dengan kata lain keseluruhan kegiatan atau
mata rantai dalam manajemen sarana dan prasarana pada suatu
organisasi mulai dari analisis kebutuhan sarana dan prasarana
sampai kepada penghapusan perlu di kontrol atau diawasi.
Sebagai suatu kegiatan atau mata rantai dalam manajemen
sarana dan prasarana, maka untuk menentukan kelancaran atau
keberhasilan dalam manajemen sarana dan prasarana itu berlaku
teori kekuatan mata rantai yaitu kekuatan suatu rantai ditentukan
oleh kekuatan mata rantai yang paling lemah. Misalnya walaupun
mata rantai analisis dan penyusunan rencana kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, inventarisasi, pemeliharaan dan penghapusan
semuanya berfungsi dengan sangat sangat baik, namun apabila mata

4
rantai penyaluran (seperti salah dalam mengirimkan barang, barang
rusak dalam penyaluran, bertukar dengan barang lain dan
sebagainya) berarti mata rantai penyaluran lemah atau kegiatan
penyaluran tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan, maka
tujuan dari manajemen sarana dan prasarana pasti tidak akan dapat
tercapai dengan baik, bahkan mungkin tidak akan tercapai sama
sekali. Ini menunjukkan bahwa kelemahan dalam satu mata rantai
akan berakibat fatal bagi keseluruhannya walaupun mata rantai yang
lain.
Begitu juga halnya dengan mata rantai yang lain, walaupun
mata rantai analisis dan penyusunan rencana kebutuhan, pengadaan,
penyaluran, inventarisasi, pemeliharaan dan penghapusan semuanya
berfungsi dengan sangat baik, namun mata rantai penyimpanan tidak
berfungsi sebagaimana mestinya seperti barang yang disimpan tidak
dapat diperlihara dengan baik, maka tujuan dari manajemen sarana
dan prasarana juga tidak akan tercapai sebagimana yang diharapkan.
Oleh karena itu keseimbangan dan kekuatan dari keseluruhan mata
rantai tersebut perlu dibina, dijaga dan dikembangakan dengan baik.
Buku ini terdiri dari sebelas bab, bab pertama, berisikan
gambaran umum tentang pentingnya manajemen sarana dan
prasarana dalam organisasi. Bab ke-dua, membahas hal-hal yang
berkaitan dengan konsep dasar manajemen sarana dan prasarana
yang meliputi pengertian (sarana, prasarana, manajemen dan
manajemen sarana dan prasarana), tujuan, jenis, sistem dan
mekanisme kegiatan manajemen sarana dan prasarana. Bab ke-tiga,
menjelaskan proses analisis kebutuhan sarana dan prasarana
pendidikan serta langkah-langkah dalam penyusunan rencana
kebutuhan sarana dan prasarana. Bab ke-empat, berisikan tentang
pengadaan sarana dan prasarana, yang meliputi pengertian
pengadaan, prinsip-prinsip pengadaan, pengadaan berdasarkan jenis
barang yang diadakan serta tatacara yang dapat dilakukan untuk
pengadaan sarana dan prasarana. Bab ke-lima, membahas hal-hal

5
yang terkait dengan penyimpanan sarana yang meliputu pengertian
penyimpanan dan kegiatan-kegiatan dalam penyimpanan barang.
Bab ke-enam, menjelaskan tentang penyaluran sarana yang meliputi
pengertian dan kegiatan-kegiatan dalam penyaluran sarana. Bab ke-
tujuh, mengenai inventarisasi sarana dan prasarana yang meliputi
pengertian, tujuan, manfaat dan proses inventarisasi sarana dan
prasarana. Bab ke-delapan pemeliharaan sarana dan prasarana hal-
hal yang dibahas dalam ini adalah pengartian, tujuan, fungsi dan
jenis-jenis pemeliharaan sarana dan prasrana. Bab ke-sembilan
mengenai penghapusan sarana dan prasarana barisikan pengertian
penghapusan, manfaat penghapusan, syarat-syarat barang yang dapat
dihapuskan dan proses penghapusan sarana dan prasarana. Bab ke-
sepuluh tentang pengawasan sarana dan prasarana yang meliputi
pengertian pengawasan, faktor-faktor yang mendasari perlunya
pengawasan, tujuan pengawasan, prinsip-prinsip pengawasan dan
aspek-aspek yang perlu diawasi dalam manajemen sarana dan
prasarana. Bab ke-sebelas mengemukakan mengenai standarisasi
sarana dan prasanana pada lembaga pendidikan formal yaitu
standarisasi sarana dan prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah, standarisasi sarana dan prasarana untuk Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah dan standarisasi sarana
dan prasarana untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

6
BAB II
KONSEP DASAR MANAJEMEN SARANA DAN
PRASARANA

Konsep dasar manajemen sarana dan prasarana merupakan


bagian yang menentukan efisiensi dan efektifitas manajemen sarana
dan prasarana yang didasari oleh ketentuan-ketentuan dan peraturan
yang berlaku. Atas dasar itu dirasa perlu akan adanya kesatuan
pandangan, baik menurut arah atau tujuan, maupun menurut ruang
lingkup manajemen sarana dan prasarana khususnya dilingkungan
departemen pendidikan.
Pentingnya konsep dasar ini dikemukakan adalah untuk
menghindari kesalahan pemahaman atau kesalahan interpretasi
tentang manajemen sarana dan prasarana, di samping itu juga
sebagai pedoman, acuan dan kerangka dasar dalam membahas
manajemen saranan dan prasarana. Uraian mengenai konsep dasar
dalam hal ini meliputi, pengertian, tujuan, jenis-jenis, mekanisme
dan sistem dalam manajemen sarana dan prasarana.

A. Pengertian Manajemen Sarana dan Prasarana


Banyak pandangan yang dikemukakan para ahli tentang
tentang manajemen, diantaranya ada yang menyebut atau
menamakannya dengan management social responsibilities
(tanggung jawab sosial manajemen), management principle (prinsip
manajemen), management process (proses manajemen) dan
management techneques (teknik manajemen). Semua pandangan
tentang manajemen seperti yang dikemukakan di atas, melihat atau
mengkaji manajemen dari aspek yang berbeda-beda sesui dengan
pandang dan kajian menurut fungsinya masing-masing.
Pada buku ini pengertian manajemen akan dilihat dari segi
proses dan teknik. Prajudi Atmosudirjo (2004) menyatakan bahwa

7
management process merupakan proses pengurusan, pengaturan dan
penataan. Management process diartikan sebagai proses pengurusan,
pengaturan dan penataan kegiatan secara sistimatis agar pelaksanaan
kegiatan berjalan sebagaimana harusnya. Proses pengurusan,
penataan dan pengaturan kegiatan menurut Terry (2003) meliputi
beberapa kegiatan yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan/penggerakan (actuating) dan pengawasan
(controlling). Sedangkan managemen techniques diartikan sebagai
tata kerja yang teratur dan sistimatis dalam pelaksanaan kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian manajemen yang
dimaksudkan disini adalah proses pengurusan, penataan dan
pengaturan kegiatan secara sistimatis agar berfungsi menurut
fungsinya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan.
Sarana adalah semua benda atau barang yang berfungsi
sebagai pendukung atau penunjang secara langsung pelaksanaan
kegiatan dalam organisasi. Sarana dalam bidang pendidikan dapat
berupa alat atau peralatan kantor, perabot dan media pendidikan.
Alat kantor seperti komputer, mesin hitung, alat-alat tulis dan
sebagainya. Perabot seperti kursi, meja, almari dan sebagainya.
Media pendidikan seperti alat peraga, papan tulis, alat-alat
laboratorium, buku teks dan sumber-sumber belajar lainnya, seperti
bahan habis pakai serta perlengkapan lainnya yang dipergunakan
secara langsung dalam proses pelaksanaan kegiatan pendidikan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan, (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005).
Sedangkan prasarana adalah semua barang atau benda yang
secara tidak langsung mendukung atau menunjang proses
pendidikan, dengan kata lain prasarana secara tidak langsung
digunakan dalam pelaksanaan kegiatan akan tetapi tetap menunjang
kelancaran pelaksanaan kegiatan. Prasarana dalam bidang

8
pendidikan meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan,
ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan, (PP Nomor 19 tahun 2005).
Sedangkan manajemen adalah proses pengaturan, penataan,
dan pengurusan sesuatu agar berfungsi sesuai dengan fungsinya
(yang telah ditetapkan/dibarisan organisasi).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, pengertian
manajemen sarana dan prasarana khususya di bidang pendidikan
yang digunakan dalam buku ini adalah proses pengurusan,
pengaturan dan penataan sarana dan prasarana pendidikan agar
berfungsi sesuai atau menurut fungsinya masing-masing untuk
menunjang pembangunan pendidikan secara menyeluruh dalam
upaya mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

B. Tujuan Manajemen Sarana dan Prasarana


Pendidikan
Tujuan yang ingin dicapai dari manajemen sarana dan
prasarana pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian yang
dikemukakan di atas yaitu untuk menunjang pembangunan
pendidikan secara menyeluruh dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan. Namun kalau dirinci tujuan manajemen sarana dan
prasarana dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Menunjang pembangunan pendidikan secara tepat dan
berdaya guna, sebab manajemen sarana dan prasarana
merupakan salah satu komponen atau bagian dari
manajemen pendidikan yang secara langsung
mempengaruhi efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan
pendidikan itu sendiri.

9
2. Untuk melihat dan mengetahui besarnya kekayaan negara
di bidang pendidikan dalam bentuk material atau sarana
dan prasarana yang dapat dinilai dengan uang.
3. Untuk melihat dan mengetahui bentuk jenis, jumlah,
kualitas maupun keadaan barang inventaris milik negara di
satu unit kerja dalam instansi tertentu, dan seterusnya akan
dapat diketahui barang milik negara baik dalam bentuk
jenis, jumlah, kualitas maupun kondisinya pada suatu
instansi, kecamatan, kabupaten dan provinsi.
4. Untuk mengetahui apakah sarana dan prasarana milik
negara betul-betul sudah dikelola dan dimanfaatkan secara
tepat dan berdaya guna sesuai dengan ketentuan dan aturan
yang berlaku tentang penggunaan/ pemanfaatan barang-
barang milik negarara.
5. Untuk melihat dan mengetahui efisiensi penggunaan dan
pemanfaatan keuangan negara baik yang bersumber dari
anggran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun
yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daeran (APBD) khususnya dalam manajemen sarana dan
prasarana di bidang pendidikan apakah telah digunakan
sebagaimana mestinya.
6. Untuk dijadikan bahan masukan dalam penyusunan
rencana dan kebijakan berikutnya dalam rangka
pembangunan dan pengembangan di bidang pendidikan
khususnya dibidang sarana dan prasarana pada tahun-tahun
yang akan datang.

C. Jenis-jenis sarana dan Prasarana Pendidikan


Sesuai dengan fungsinya sebagai alat pendukung atau
penunjang pelaksanaan kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan
oraganisasi, khusus di bidang pendidikan, maka sarana dan
prasarana yang diperlukan tersebut diklasifikasikan/dikelompokkan

10
kepada empat kelompok besar yaitu barang tidak bergerak, barang
bergerak, hewan dan barang stock atau barang persediaan sesuai
dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
225/MK/V/4/1971. Pengklasifikasian/pengelompokan ini dilakukan
untuk membantu dan memudahkan pengelolaan sarana dan
prasarana.
Uraian berikut akan membahas masing-masing jenis sarana
dan prasarana itu secara agak lebih rinci.
1. Barang tidak bergerak biasanya disebut dengan barang tetap
yaitu semua barang yang menurut sifat, penggunaan dan
kedudukannya tidak dapat dipindah-pindahkan dari satu
tempat/lokasi ke tempat/lokasi lainnya seperti tanah baik
yang digunakan untuk pekarangan, taman, perkebunan,
lapangan olah raga dan tanah lainnya baik yang sudah
maupun yang belum dipergunakan. Bangunan sekolah,
mushalla, kafetaria, perpustakaan, toilet, pekarangan atau
taman sekolah dan sejenisnya. Barang yang menurut
perundang-undangan yang berlaku ditetapkan sebagai
barang tidak bergerak seperti kapal yang beratnya di atas
150 ton (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
072/U/2002). Barang tidak bergerak ini pada umumnya
berfungsi sebagai prasarana yang secara tidak menunjang
dapat menunjang pelaksanaan kegiatan.
2. Barang bergerak yaitu semua barang yang menurut sifat dan
penggunaannya dapat dipindah-pindahnya dari suatu tempat
ke tempat lainnya seperti alat-alat kantor, perabot, alat
peraga, media pendidikan, buku dan alat belajar lainnya.
Untuk memudahkan pengelolaannya barang tidak bergerak
dikelompokkan lagi kepada dua kelompok.
a. Barang habis pakai, yang dimaksudkan dengan barang
habis pakai adalah barang apabila dipergunakan baik
zat/unsur maupun secara nilainya akan susut atau

11
berkurang secara kualitatif, dan dalam jangka waktu
tertentu barang tersebut susut sampai habis atau tidak
berfungsi lagi, dengan kata lain jangka waktu
penggunaan barang tersebut sangat terbatas atau tidak
dapat dipergunakan secara berulang-ulang kali. Seperti
kertas, spidol, bola listrik dan sejenisnya.
b. Barang tidak habis pakai yaitu barang yang apabila
dipergunakan tidak mengalami pengurangan baik zat
maupun komponen lainnya sehingga dapat dipergunakan
secara berulang-ulang kali dan masa/waktu
penggunaannya cukup panjang. Seperti mesin kantor,
perabot kantor dan sekolah, peralatan mobilitas, peralatan
komunikasi dan sebagainya.
3. Hewan, baik yang kecil maupun yang besar yang
dipergunakan dalam/untuk kelancaran pelaksanaan
pendidikan seperti sapi, kerbau, kuda, kucing, anjing dan
sebagainya yang lazim digunakan pada fakultas peternakan.
Kupu-kupu, serangga, tikus dan hewan-hewan kecil lainnya
yang biasanya sering digunakan pada jurusan biologi dan
sebagainya. Berbeda dengan barang bergerak, hewan
termasuk golongan barang yang bisa berpindah-pindah
sendiri bukan dipindahkan.
4. Barang-barang persediaan (stok) yaitu barang yang sengaja
dijadikan sebagai barang persediaan dalam
organisasi/instansi dan barang tersebut disimpan pada
gudang atau tempat penyimpanan tersendiri dan juga
diadministrasikan secara tersendiri. Barang tersebut
akan/data dipergunakan apabila ada kejadian-kejadian
khusus yang di luar dugaan seperti terjadinya bencana alam,
kebakaran dan sebagainya.

12
D. Mekanisme Manajemen Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana sebagai sistem merupakan
suatu siklus yang terdiri atas beberapa langkah kegiatan yaitu
analisis dan penyusunan rencana kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pemeliharaan dan
penghapusan sarana dan prasarana ditambah atau dilengkapi dengan
fungsi pengawasan. Langkah-langkah atau kegiatan tersebut dapat
divisualisasikan pada gambar berikut.

Gambar: Siklus Manajemen Sarana dan Prasarana

Berikut ini akan diberikan penjelasan secara garis besar dari


masing-masing langkah/kegiatan tersebut.
1. Analisis dan penyusunan rencana kebutuhan. Analisis
kebutuhan adalah upaya yang dilakukan untuk mengetahui
dan mengidentifikasi secara tepat terhadap sarana dan
prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan.
Sedangkan perencanaan adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengkongritkan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam bentuk usulan kegiatan. Penyusunan
13
perencanaan sarana dan prasarana didasarkan atas analisis
kebutuhan, data dan informasi mengenai sarana dan
prasarana yang ada dan masih dapat dipergunakan serta
laporan mengenai penghapusan sarana dan prasarana yang
telah dilakukan, standarisasi sarana dan prasarana dan
skala perioritas dalam pengadaan barang.
2. Pengadaan. Pengadaan merupakan upaya yang dilakukan
untuk merealisasikan atau mengujudkan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan sesuai dengan rencana yang
telah disusun, baik melalui pembelian, hibah, hadiah,
menyewa dan sebagainya. Perlu diperhatikan pengadaan
sarana dan prasarana yang dibiayai dengan dana/anggaran
pemerintah baik yang dibiayai melalui Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun yang dibiayai
melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),
pengadaannya harus mempedomani aturan-aturan dan
prinsip-prinsip yang berlaku khususnya aturan mengenai
pengadaan barang dan jasa yang ditetapkan pemerintah
(Presiden).
3. Penyimpanan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
menampung barang milik/kekayaan negara atau unit kerja
berdasarkan hasil dari pengadaan, pada tempat atau wadah
tertentu yang biasanya disebut dengan gudang dengan
mempedomani aturan dan ketentuan yang berlaku.
Penyimpanan dilakukan terhadap semua barang baik masih
berada pada sumber barang atau yang akan didistribusikan
maupun yang telah didistribusikan pada unit-unit kerja
yang akan menggunakan barang.
4. Penyaluran. Penyaluran merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk pemindahan barang dan tanggungjawab
pengelolaan barang dari seseorang kepada orang lain atau
dari suatu unit kerja kepada unit kerja yang lain. Seperti

14
dari unit yang mengadakan barang kepada unit yang akan
menggunakan barang.
5. Inventarisasi. Inventarisasi yaitu kegiatan yang dilakukan
untuk mencatat dan menyusun daftar inventaris semua
barang milik/kekayaan negara (organisasi) secara tertib dan
teratur berdasarkan ketentuan dan aturan yang berlaku.
Inventarisasi dilakukan oleh induk organisasi atau unit
kerja organisasi untuk setiap barang yang diterima atau
diadakan oleh organisasi tersebut.
6. Pemeliharaan. Pemeliharaan adalah upaya yang dilakukan
untuk menjaga kondisi dan memperbaiki barang
milik/kekayaan negara (organisasi) agar barang tersebut
selalu berada dalam keadaan baik dan siap untuk dipakai
atau dipergunakan apabila barang tersebut diperlukan.
Pemeliharaan adalah tanggung jawab dari setiap unit kerja
yang menggunakan barang
7. Penghapusan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
menghapuskan barang milik/kekayaan negara (organisasi)
dari daftar inventaris berdasarkan ketentuan dan aturan
yang berlaku. Daya guna suatu barang kecuali tanah akan
selalu berkurang sedangkan biaya pemeliharaannya akan
selalu meningkat dan pada saatnya daya guna barang
dengan biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaannya
tidak sebanding lagi disaat itu penghapusan barang sudah
harus dilakukan.
Penjelasan dan uraian lebih rinci untuk masing-masing
langkah/kegiatan dalam manajemen sarana dan prasana seperti
dikemukakan di atas akan dibahas pada bab-bab berikut.

E. Sistem Manajemen Sarana dan Prasarana


Pengelolaan terhadap barang-barang milik atau kekayaan
negara (organisasi) dapat dilakukan secara sentralisasi (terpusat) dan

15
secara desentralisi (diserahkan kepada masing-masing unit kerja).
Sentralisasi pengelolaan berarti bahwa pengelolaan terhadap barang-
barang milik negara dilakukan oleh satu unit tersendiri dalam
organisasi. Sebagai contoh semua kegitan dalam pengelolaan sarana
dan prasarana pada suatu daerah atau perguruan tinggi dilakukan
oleh unit kerja tersendiri yaitu bagian perlengkapan. Sebaliknya
desentralisasi pengelolaan berarti bahwa pengelolaan terhadap
barang-barang milik negara pada suatu instansi dilakukan oleh
masing-masing unit kerja yang bersangkutan. Contoh pengelolaan
kegiatan dalam manajemen sarana dan prasarana pada suatu instansi
pemerintahan daerah atau pada suatu perguruan tinggi dilakukan
oleh masing-masing unit kerja yang bersangkutan seperti
fakultas/jurusan, namun laporannya tetap dikirim atau disampaikan
secara berkala kepada sentral. Kedua sistem pengelolaan
(manajemen) sarana dan prasarana tersebut memiliki
kebaikan/kelebihan dan kelemahan masing-masing. Berikut ini akan
dikemukakan contoh-contoh kebaikan dan kelemahan dari masing-
masing sistem pengelolaan tersebut.
1. Kebaikan sistem sentralisasi, yaitu :
a. Pembelian (pengadaan) barang secara sentral dapat
dilakukan dalam jumlah besar, sebab barang yang akan
diadakan tersebut merupakan kumpulan dari kebutuhan
masing-masing unit kerja. Pengadaan barang dalam
jumlah yang besar harga per unit/satuannya akan lebih
murah, bila dibandingkan dengan pengadaan barang
dengan jumlah yang kecil.
b. Keseragaman dan standarisasi terhadap barang-barang
dalam organisasi akan lebih terjamin, sehingga akan
memudahkan dan menghemat biaya untuk
pelemiharaannya.
c. Penatausahaan seluruh barang inventarisasi dari suatu
organisasi/ instansi akan lebih mudah dilakukan, sebab

16
seluruh kegaiatan pengelolaannya hanya dilakukan
oleh satu unit.
d. Pengendaliaan/pengawasan terhadap barang akan dapat
dilakukan dengan efektif, sebab jenis, bentuk ataupun
tipe barang yang dimiliki oleh organisasi/instansi
homogen.
2. Kelemahan sistem sentralisasi, yaitu :
a. Pembelian (pengadaan) barang yang dilakukan secara
sentralisasi akan lebih banyak atau cenderung
menimbulkan/terdapat ketidak sesuaian anatara barang
yang diadakan dengan kebutuhan unit kerja yang
bersangkutan.
b. Lebih banyak memungkinkan terjadinya keterlambatan
sampainya barang pada unit kerja yang
memerlukannya, hal ini akan dapat menimbulkan
inefisiensi dan inefektifitas dalam pelaksanaan kegiatan
organisasi/ instansi.
c. Oleh karena unit kerja pada suatu organisasi/instansi
memiliki kekhasan tersendiri, tentu juga akan ada
membutuhkan sarana yang memiliki kekhasan
tersendiri. Pengadaan yang dilakukan secara sentralisasi
sering tidak mengakamodir perbedaan kebutuhan dari
masing-masing unit kerja tersebut.
3. Kebaikan sistem desentralisasi, yaitu :
a. Perencanaan dan pengadaan barang barang yang
dilakukan secara desentralisasi, akan lebih tepat atau
lebih dapat disesuaikan dengan kebutuhan sebanarnya
dari masing-masing unit kerja/organisasi yang
bersangkutan.
b. Pengelolaan yang dilakukan secara desentralisasi, akan
cepat merealisasikan barang-barang yang dibutuhkan
unit kerja dalam pelaksanaan kegiatan dan barang

17
tersebut juga dapat segera disalurkan/sampai ke unit
kerja yang membutuhkan, karena tidak
tergantung/terkait dengan unit kerja lainnya.
4. Kelemahan sistem desentralisasi, yaitu :
a. Keseragaman dan standarisasi barang kurang terjamin,
sebab masing-masing unit kerja dapat mengadakan
barang yang dibutuhkannya secara sendiri-sendiri. Hal
ini akan berdampak terhadap peningkatan biaya
pemeliharaan dan perawatan.
b. Pembelian/pengadaan barang secara desentralisasi
berarti pengadaan dalam jumlah yang relatif lebih
sedikit atau kecil (hanya barang yang dibutuhkan pada
unit kerjanya) sehingga harga per unitnya akan lebih
tinggi atau mahal.
c. Pengadaan yang dilakukan oleh masing-masing unit
kerja (desentralisasi), kerap kali tidak dilaporkan
kepada sentral sehingga barang tersebut tidak tercatat
pada sentral, hal ini akan dapat mengacaukan
penginventarisasian barang.
d. Pengendalian barang akan menjadi kurang efektif,
sebab barang yang ada pada unit kerja tidak standar
atau akan bermacam-macam baik bentuk, tipe, merek
maupun kualitasnya. Hal ini jelas akan menyebabkan
kesulitan-kesulitan petugas dalam pengendalian/
pengawasan barang.
Untuk menghindari atau memanimalisasi kelemahan-
kelemahan dari pengelolaan seperti yang dikemukakan di atas, maka
dapat diadakan kombinasi pengelolaan dari kedua sistem tersebut,
kombinasi yang dapat dilakukan, antara lain berupa :
a. Pengelolaan tidak sepenuhnya dilakukan secara sentralisasi,
misalnya hanya pengadaan atau pembelian saja yang
dilakukan secara sentralisasi, sedangkan fungsi-fungsi

18
lainnya dilakukan secara desentralisasi, sebaliknya fungsi
pengadaan dan inventarisasi dilakukan secara desentralisasi,
sedangkan fungsi lainnya seperti pemeliharaan dan
penghapusan dilakukan secara sentralisasi.
b. Pembatasan berdasarkan plafon harga/nilai tertentu,
misalnya untuk pengadaan barang yang nilainya di atas 200
juta harus dilakukan melalui lelang/tender yang
dilaksanakan secara sentralisasi, dan untuk pengadaan yang
nilainya diantara 50 juta sampai dengan 200 juta dengan cara
pemilihan langsung (sentralisasi). Sedangkan untuk
pengadaan yang nilainya di bawah itu pengadaannya
dilakukan secara desentralisasi (oleh masing-masing unit
kerja).
c. Berdasarkan jenis barang, yaitu barang yang bersifat
teknis/operasional pengadaannya dilakukan secara
desentralisasi dimasing-masing unit kerja, sedangkan untuk
barang yang secara umum dibutuhkan oleh setiap unit kerja
pengadaannya dilakukan secara sentralisasi.
d. Berdasarkan pertimbangan lokal, yaitu apabila barang yang
dibutuhkan tersebut terdapat di daerah kerjanya,
pengadaannya dilakukan secara desentralisasi, sedangkan
untuk barang yang tidak terdapat di daerah kerjanya
pengadaannya dilakukan secara sentralisasi.
e. Pertimbangan biaya, jika barang yang dibutuhkan unit kerja
lebih murah harganya dengan cara membeli atau
mengadakan sendiri, dari pada membeli atau mengadakan
secara sentralisasi, maka sebaiknya pengadaan barang
tersebut diserahkan ke masing-masing unit kerja atau secara
desentralisasi.
f. Berdasarkan kebijaksanaan administrasi keuangan seperti
pengadaan barang yang dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dilakukan secara

19
sentralisasi dan untuk dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah dan Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) dilakukan secara sentralisasi oleh masing-
masing daerah serta dana yang bersumber masyarakat juga
dilakukan secara desentralisasi atau sebaliknya.
Metode/cara/sistem pengelolaan mana yang tepat untuk
dipergunakan sangat tergantung kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta kebijakan tentang pengelolaan sarana
dan prasarana yang ditetapkan oleh pemerintah (organisasi) sebab
hal ini akan sangat menentukan efektifitas dan efisiensi pengelolaan
keuangan negara atau organisasi yang bersangkutan.

20
BAB III
ANALISIS DAN PENYUSUNAN RENCANA
KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA

Sebagai kegiatan awal dari manajemen sarana dan prasarana,


analisis dan penyusunan rencana kebutuhan merupakan kegiatan
yang sangat menentukan dari keseluruhan sistem manajemen sarana
dan prasarana, sebab apabila terjadi kesalahan-kesalah pada/dalam
pelaksanaan kegiatan ini dapat dipastikan bahwa kegiatan-kegiatan
berikutnya pasti akan mengalami gangguan dan pada akhirnya akan
menyebabkan in-efektifitas dan in-efisiensi dalam pengelolaan
keuangan negara/organisasi. Oleh karena itu kegiatan analisis dan
penyusunan rencana kebutuhan ini harus dilakukan secara baik dan
secara cermat sehingga diperoleh informasi yang akurat dan objektif
tentang sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pelaksanaan analisis
dan penyusunan rencana kebutuhan ini harus dilakukan oleh orang
yang betul-betul memahami hal tersebut serta orang-orang yang
terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan.

A. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan saranja dan prasarana adalah upaya yang
dilakukan untuk mengenal, mengetaui dan mengidentifikasi secara
tepat sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
kegiatan. Analisis kebutuhan sarana dan prasarana bertujuan untuk
mendapatkan data dan informasi yang tepat, akurat, rasional dan
objekti tentang sarana dan prasarana apa yang betul-betul
dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan. Analisis kebutuhan dalam
manajemen sarana dan prasarana dapat dibedakan atas dua hal yaitu
analisis kebutuhan kualitatif dan analisis kebutuhan kuantitatif.

21
1. Analisis kebutuhan kualitatif
Analisis kebutuhan kualitatif pada dasarnya
merupakan usaha untuk mengidentifikasi, mengenal dan
pengelompokan keterangan-keterangan tentang jenis-jenis
kegiatan yang terdapat dalam suatu unit organisasi tertentu,
serta keterangan-keterangan mengenai perlengkapan yang
diperlukan sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.
Informasi mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam organisasi dapat diketahui melalui bermacam cara
antara lain, berdasarkan rencana kerja/program kerja yang
dirumuskan dalam organisasi tersebut. Penyusunan program
kerja organisasi sebaiknya mengikut sertakan seluruh orang-
orang yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan
kegiatan organisasi sebab mereka mengetahui dengan pasti
sarana apa yang dibutuhkannya untuk membantu kelancaran
kegiatan tersebut.
Dengan mengadakan analisis terhadap jenis kegiatan
yang akan dilakukan pada sesuatu unit kerja/organisasi
tertentu, maka akan dapat diketahui jenis sarana dan
prasarana yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
tersebut, baik menyangkut type, mutu, ukuran maupun harga
sarana dan prasarana tersebut.

2. Analisis Kebutuhan Kuantitatif


Analisis kebutuhan kuantitatif dilakukan dengan cara
mengidentifikasi, mengetahui dan melihat volume atau
ruang lingkup pelaksanaan kekerjaan serta frekwensi
pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan mengetahui volume
dan frekwensi pekerjaan atau kegiatan akan dilaksanakan
akan diketahui berapa jumlah sarana yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Sebagai contoh luas ruang
gerak yang dibutuhkan untuk seorang siswa yang belajar di

22
dalam kelas ditetapkan sebesar dua meter persegi/siswa (2
M2/siswa), kalau dalam suatu kelas ditetapkan jumlah siswa
yang akan belajar pada kelas tersebut adalah 32 orang, maka
luas ruang kelas yang dibutuhkan adalah 64M 2 (8 m x 8 m).
Sedang sarana yang dibutuhkan untuk keperluan belajar
siswa di dalam kelas, seperti kursi, meja dan buku tentu
disesuaikan dengan jumlah siswa yang akan belajar di kelas
tersebut. Begitu juga halnya dengan frekwensi pelaksanaan
pekerjaan, makin sering kegiatan tententu dilaksanakan tentu
juga semakin banyak sarana yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut. Contoh lain untuk kebutuhan
perabot kantor perlu diketahui volume pekerjaan dan jumlah
pegawai yang ada di kantor tersebut. Untuk kebutuhan
peralatan teknis dalam pelaksanaan pekerjaan perlu
diketahui volume dan frekuensi kegiatan serta personel yang
menggunakan peralatan itu, sehingga akan diketahui dengan
pasti berapa jumlah sarana yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Dengan melakukan analisis (kualitatif dan kuantitatif) secara
teliti dan cermat akan dapat diketahui dengan pasti jenis, type, mutu,
ukuran dan jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
menunjang pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Untuk dapat melaksanakan analisis kebutuhan dengan
baik ada beberapa faktor yang harus mendapa pertimbangan yaitu :

1. Faktor fungsional
Secara umum setiap sarana dan prasarana berfungsi
untuk menunjang atau memperlancar pelaksanaan kegiatan
dalam organisasi, kalau ada sarana dan prasarana yang tidak
memperlancar atau bahkan malah menghambat pelaksanaan
pekerjaan, hal ini dapat dikatakan bahwa sarana dan
prasarana itu tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

23
Di samping fungsi umum tersebut, masing-masing sarana
dan prasarana juga mempunyai fungsi masing-masing sesuai
dengan jenis, tipe dan karakhteristik sarana dan prasarana.
Sebagai contoh adalah fungsi dari peralatan meja tulis
kantor. Fungsi umumnya dipergunakan dengan
mempergunakan meja tulis diharapkan tugas atau pekerjaan
tulis-menulis akan menjadi lebih lancar jika dibandingkan
sebelum memakai meja tulis atau tidak memakai meja tulis
sama sekali. Karena meja tulis mempunyai fungsi khusus
untuk menulis, harus diperhatikan posisi menulis dengan
ball point atau pulpen berbeda dengan posisi menulis
mempergunakan komputer. Di samping itu meja tulis juga
dipergunakan untuk menyimpan atau meletakan
perlengkapan yang dibutuhkan oleh penjabat yang
menggunakan meja tulis itu baik di atas meja maupun di
dalam laci, makin tinggi kedudukan penjabat, biasanya
semakin banyak pula peralatan yang dibutuhkan. Oleh
karena itu luas permukaan meja atau tipe meja yang
dibutuhkan juga akan berbeda.

2. Faktor manfaat dan biaya


Dalam melakukan analisis kebutuhan sarana dan
prasarana di samping faktor fungsional, juga diperhatikan
berapa besar manfaat atau kebutuhan terhadap sarana dan
prasarana itu, kemudian diperbandingkan dengan besarnya
uang yang diperlukan untuk mengadakannya, dasar
pertimbangannya adalah biaya yang dikeluarkan harus
seimbang dengan kebutuhannya.
Apabila penggunaan peralatan sifatnya sangan
insidentil, maka tidak perlu membeli peralatan itu sebab
pada saat peralatan itu tidak dipergunakan, tetap
memerlukan pemeliharaan dan biaya pemeliharaannya juga

24
harus disediakan. Contok kebutuhan foto copy yang sangat
jarang, cukup dengan jalan memfoto copynya saja, tidak
perlu membeli mesin foto copy. Contoh lain peralatan yang
dibutuhkan hanya untuk beberapa tahun saja, jika perlu
membeli peralatannya cukup membeli yang mereknya tidak
begitu populer atau harganya yang rendah. Tetapi jika
peralatan itu dibutuhkan untuk masa yang lama, maka
belilah peralatan yang merek dan mutunya terbaik.

3. Faktor standarisasi dan normalisasi


Yang dimaksud dengan standarisasi adalah
pembekuan mengenai jenis, ukuran, mutu dan atau harga
sarana dan prasarana. Sedangkan normalisasi adalah
pembuatan ukuran-ukuran yang normal berdasarkan standar
yang telah ditetapkan, dengan demikian normalisasi erat
kaitannya dengan standarisasi.
Standarisasi sarana dan prasarana sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005.
BAB VII, Pasal 42 menjelaskan bahwa :
a. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai serta perlengkapan lainnya yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
b. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempar berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan

25
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Pasal 43 berisikan :
a. Standar keragaman jenis peralatan laboratorium Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), laboratorium bahasa,
laboratorium kumputer dan peralatan pembelajaran
lainnya pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar
yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia.
b. Standar jumlah peralatan dinyatakan dalam rasio minimal
jumlah peralatan per peserta didik.
c. Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah
judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan.
d. Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan
dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks
pelajaran untuk masing-masing pelajaran diperpustakaan
satuan pendidikan untuk setiap peserta didik.
e. Kelayakan, isi, bahasa, penyajian dan kegrafikaan buku
teks pelajar dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
f. Standar sumber belajar lainnya untuk setiap satuan
pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumber belajar
terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar
dan karakhteristik satuan pendidikan.

Pasal 44 berisikan :
a. Lahan bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan
untuk prasarana penunjang dan lahan pertamanan untuk
menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang
secara ekologis nyaman dan sehat.
b. Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio
luas lahan per peserta didik.

26
c. Standar letak lahan satuan pendidikan
mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di
dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang
serta letak lahan satuan di dalam klaster satuan
pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta
didik.
d. Standar letak lahan satuan pendidikan
mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus
dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan
pendidikan tersebut.
e. Standar letak lahan satuan pendidikan
mempertimbangkan keamanan, kenyamanan dan
kesehatan lingkungan.

Pasal 45 berbunyi :
a. Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik
dirumuskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) dan ditetapkan dengan peraturan menteri.
b. Standar rario luas bangunan per peserta didik dirumuskan
oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan menteri.
c. Standar kualitas bangunan minimal pada satuan
pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B.
d. Standar kualitas bangunan minimal pada satuan
pendidikan tinggi adalah kelas A.
e. Pada daerah rawan gempa bumi atau tanahnya labil,
bangunan satuan pendidikan harus mempunyai ketentuan
standar bangunan tahan gempa.
f. Standar kualitas bangunan satuan pendidikan mengacu
kepada ketetapan menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

27
Pasal 46 berbunyi :
a. Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik
dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan
khusus, wajib menyediakan akses ke sarana dan
prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
b. Kriteria penyediaan akses sarana dan prasarana
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
peraturan menteri.

Pasal 47 berbunyi :
a. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan menjadi
tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan.
b. Pemeliharaan dilakukansecara berkala dan
berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai.
c. Pengaturan tentang masa pakai ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Standar sarana dan prasarana dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri seperti
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun
2007 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana untuk
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan
Sekolah Menegah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) dalam
peraturan ini dikemukakan standar sarana dan prasarana
minimal yang harus dimiliki oleh sekolah yang akan
menyelenggaranan kegiatan pendidikan sesuai dengan
jumlah rombongan belajar di sekolah tersebut. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 tahun 2008 tentang
Standarisasi Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah
Kejuruan dan Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).

28
4. Faktor keamanan dan kewibawaan
Wewenang, tugas dan tanggungjawab dari masing-
masing pejabat akan berbeda-beda satu dengan lainnya.
Semakin tinggi jabatan seseorang maka akan semakin tinggi
pula wewenangnya serta akan semakin berat pula tugas dan
tanggungjawabnya. Oleh karena itu maka sudah
sepantasnyalah apabila setiap pejabat yang eselonnya
berbeda diberi perlengkapan yang berbeda pula dengan
pertimbangan berdasarkan segi keamanan, kenyamanan dan
kewibawaan penjabat yang bersangkutan. Contohnya meja
tulis untuk wali kota harus mencerminkan kewibawaan yang
memakainya dan juga menjamin keamanan terhadap rahasia
jabatan. Kunci lacinya harus tidak mudah dipalsukan atau
dirusak, permukaan mejanya cukup luas, bahannya bermutu
cukup baik dengan pengertian tidak berlebihan.

B. Proses Penyusunan Recana Sarana dan Prasarana


Rencana adalah hasil didapat atau diperoleh dari suatu proses
perencanaan. Sedangkan perencanaan adalah keseluruhan proses
perkiraan dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Winardi,
2005). Sejalan dengan itu Sondang (1999) mengemukakan
perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang akan
dicapai dan menetapkan cara serta sumber-sumber yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut secara efisien dan efektif. Rencana
(usul) kebutuhan adalah upaya yang dilakukan untuk menetapkan
dan merumuskan hal-hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
kegiatan. Untuk dapat menyusun rencana kebutuhan sarana dengan
baik, ada beberapa prosedur atau kegiatan yang harus dilakukan
yaitu :
1. Lakukan analisis kebutuhan sarana dan prasarana dengan
tepat dan melibatkan orang-orang yang akan menggunakan

29
sarana tersebut seperti seperti yang telah dikemukakan pada
uraian sebelumnya.
2. Kumpulkan, identifikasi dan inventarisasi data semua sarana
dan prasarana yang ada dan yang masih dapat dipergunakan.
Kegiatan-kegiatan untuk pengumpulan data ini meliputi :
a. Persiapan semua instrumen atau alat yang diperlukan
untuk pengumpulan data mengenai sarana dan prasarana
yang ada dan yang masih bisa dipergunakan.
b. Tetapkan petugas yang akan melaksanakan
pengumpulan data. Petugas yang akan ditunjuk untuk
mengumpulkan data sebaiknya orang yang terampil,
cermat dan mempunyai kemampuan teknis tentang
sarana dan prasarana yang ada.
c. Melakukan proses pengumpulan data, petugas
pengumpulan data harus mencek dan memeriksa secara
langsung sarana dan prasarana yang
dicatat/diinvetarisirnya sehinga dia mengetahui dengan
tepat, akurat dan pasti kondisi, keadaan dan kualitas
sarana dan prasarana yang dicatatnya.
d. Klasifikasi data yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
mengelompokkan data yang telah dikumpulkan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti
berdasarkan jenis barang, lokasi maupun pertimbangan
lainnya untuk memudahkan pengolahan data sesuai
dengan keperluan.
e. Verifikasi data yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
meneliti dan mencek kelengkapan pengisian identitas
data sesuai dengan yang dibutuhkan.
f. Koreksi data yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
memeriksa kebenaran pengisian data.

30
g. Tabulasi data dimaksudkan untuk memudahkan
membaca data yang dikumpulkan sesuai dengan yang
diinginkan.
h. Penyimpan dan pelaporan data
3. Menyusun usul kebutuhan sarana. Penyusunan usul
kebutuhan sarana dilakukan dengan mempertimbangkan
hasil analisis kebutuhan (baik analisis kualitatif maupun
analisis kuantitatif) dan hasil pengumpulan/ pengolahan data
sarana yang ada dan masih bisa dipergunakan. Di samping
itu usul kebutuhan juga harus mempertimbangkan faktor
kondisi kantor, keuangan, jumlah personil dan lingkungan
organisasi serta disusun berdasarkan skala prioritas.
Contoh: Rencana Pembangunan Unit Sekolah Baru
Usul kebutuhan sarana dan prasarana harus
disesuaikan dengan Permendiknas Nomor 24 tahun 2007.
Khusus untuk penyusunan rencana atau usul kebutuhan
prasarana (lahan dan bangunan) hendaknya
mempertimbangkan :
a. Lokasi hendaknya terhindar dari potensi bahaya
yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa
serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam
keadaan darurat.
b. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15% tidak
berada dalam garis sempadai sungan dan jalur
kereta api.
c. Luas lahan memenuhi persyaratan sesuai dengan
jumlah rombel
d. Lahan terhindar dari gangguan-gangguan berikut.
1) Pencemaran air sesuai dengan Peraturan Pemerintah
RI Nomor 20 tahun 1990 tentang pengendalian
pencemaran air.

31
2) Kebisingan sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara KLH Nomor 94/MENKLH/1992 tentang
buku mutu kebisingan
3) Pencemaran udara sesuai dengan Kepmen Negara
KLH Nomor 02/MENKLH/1988 tentang pedoman
penetapan buku mutu lingkungan
e. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur
dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang lebih
rinci dan mengikat serta mendapat izin pemanfaantan
tanah dari pemerintah daerah setempat.
f. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki
izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk
jangka waktu minimal 20 tahun.

Sedangkan untuk penyusunan rencana atau usul


kebutuhan bangunan harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. Harus memenuhi ketentuan rasio luas lantai minimum
terhadap peserta didik, seperi yang diatur dalam
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun
2007.
b. Bangunan memenuhi ketentuan tata bangunan yang
terdiri dari :
1) Koefisien dasar bangunan maksimum 30%
2) Koefisien lantai bangunan dan ketinggian
maksimum bangunan yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah.
3) Jarak bebas bangunan yang meliputi garis sempadan
bangunan dengan as jalan, tepi sungan, tepi pantai,
jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi,
jarak antara bangunan dengan batas-batas persil dan

32
jarak antara as jalan dan pagar halaman yang dalam
Peraturan Daerah.
c. Bangunan harus memenuhi persyaratan keselamatan
barikut :
1) Memiliki konstruksi yang stabil dan kukuh sampai
dengan kondisi pembebanan maksimum dalam
mendukung beban muatan hidup dan beban muatan
mati serta untuk daerah/zone tertentu kemampuan
untuk menahan gempa dan kekuatan alam lainnya
2) Dilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi
aktif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran dan petir.
d. Bangunan harus memenuhi persyaratan kesehatan
berikut :
1) Mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi
udara dan pencahayaan yang memadai
2) Memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan
meliputi saluran air bersih, saluran air kotor dan/atau
air limbah, tempat sampah dan saluran air hujan.
3) Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan
pengguna bangunan dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan.
e. Bangunan menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang
mudah, aman dan nyaman termasuk bagi penyandang
cacat.
f. Bangunan harus memenuhi persyaratan kenyamanan
berikut :
1) Bangunan mampu meredam getaran dan kebisingan
yang mengganggu kegiatan
2) Setiap ruangan memiliki pengaturan penghawaan
atau suhu yang baik

33
3) Setiap bangunan dilengkapi dengan lampu
penerangan.
g. Bangunan dilengkapi sistem keamanan seperti
peringatan bahaya bagi pengguna, pintu ke luar darurat,
jalur evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau
bencana lainnya serta akses evakuasi yang dapat dicapai
dengan mudah dan dilengkapi penunjuk arah yang jelas.
h. Bangunan dilengkapi instilasi listrik dengan daya
minimal 900 waat
i. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang,
dilaksanakan dan diawasi secara profesional.
j. Kualitas bangunan minimal permanen kelas B sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
pasal 45 dan mengacu pada standar pekerjaan umum.
k. Bangunan dapat bertahan dan digunakan minimal
selama 20 tahun
l. Bangunan dilengkapi dengan izin mendirikan bangunan
dan izin penggunaannya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Sejalan dengan uraian di atas Arum (2007)


mengemukakan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan
dalam penyusunan usul (perencanaan kebutuhan) sarana dan
prasarana yaitu :
1. Perencanaan sarana dan prasarana harus dipandang sebagai
bagian yang terintegral dari usaha peningkatan kualitas
pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
2. Perencanaan harus dirumuskan secara jelas, kejelasan suatu
rencana dapat dilihat dari aspek:
a. Tujuan dan sasaran atau target yang harus dicapai dalam
pelaksanan kegiatan serta biaya yang diperlukan untuk
melaksaanakan kegiatan tersebut

34
b. Jenis dan bentuk aktifitas dan kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam organisasi
c. Siapa atau orang/unit yang akan menggunakan sarana
dan prasarana dalam melaksanakan kegiatan.
d. Barang atau bahan-bahan apa saja yang dibutuhkan
perlu dijelaskan secara detail.
e. Kapan dan dimana kegiatan dilakukan serta barang atau
sarana dan prasarana apa saja yang akan dipergunakan
untuk pelaksanaan kegiatan itu.
f. Realistis, mudah dipahami, terprogram dengan baik dan
dapat dilaksanakan secara sistimatis.
3. Rencana harus sistimatis dan terpadu dengan keseluruhan
aktifitas-aktifitas yang akan dilaksanakan
4. Rencana harus menunjukkan unsur-unsur insani yang baik
ataupun non insani sebagai komponen yang berhubungan
satu dengan lainnya dan bekerjasama menuju ketercapaian
tujuan atau target sesuai dengan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
5. Memiliki struktur yang jelas berdasarkan analisis kebutuhan
yang dilakukan secara matang
6. Berdasarkan kesepakatan dan keputusan bersama antara
pihak yang melakukan perencanaan dan individu yang akan
terlibat atau dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan
7. Fleksibel dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan,
perubahan situasi dan kondisi organisasi.
8. Dapat dilaksanakan dan berkelanjutan
9. Memperhatikan atau dirumuskan berdasarkan skala
perioritas dari unit kerja dengan mengutakankan sarana yang
rutin dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
10. Mengacu dan berpedoman kepada kebutuhan dan tujuan
yang logis dan objektif

35
11. Disusun berdasarkan jangka waktu tertentu (jangka pendek,
menengah dan jangka panjang panjang)

36
BAB IV
PENGADAAN

Sebagai salah satu fungsi dari manajemen sarana dan


prasarana pengadaan merupakan fungsi yang banyak mendapat
sorotan dari masyarakat, sebab pengadaan menyangkut dengan
penggunaan keuangan negara. Untuk itu proses pengadaan harus
dilakukan secara efektif, efisien, bersaing, adil, terbuka, akuntabel
dan selektif sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

A. Pengertian Pengadaan
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan adalah
keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk menghadirkan atau
menyediakan (dari tidak ada menjadi ada) semua sarana dan
prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan rencana atau usul kebutuhan yang telah ditetapkan.
Pengadaan hendaknya dilakukan berdasarkan rencana kebutuhan
sarana dan prasarana yang telah disusun serta mempedomani aturan-
aturan dan perudangan yang berlaku dalam pengadaan.

B. Prinsip-prinsip Pengadaan
Untuk mengadakan sarana dan prasarana khususnya sarana
dan prasarana yang digunakan untuk kepentingan pemerintahan, dan
yang diadakan dengan menggunakan keuangan negara harus benar-
benar memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, dilakukan baik
masyarakat yang terkait dengan pengadaan seperti suplayer dan
kontraktor maupun masyarakat yang terkait dengan pengguan
ataupun pemanfaatran sarana dan prasarana yang diadakan.
Pengadaan sarana dan prasarana juga dilakukan secara transparan
(tidak ada yang ditutup-tutupi baik proses atau prosedur pengadaan,
sarana dan prasarana yang akan diadakan maupun hasil dari

37
pengadaan). Objektif tidak memihak kepada siapapun hanya semata-
mata mempertimbangkan keuntungan dan kepentingan organisasi
atau negara. Terbuka dalam mempedomani prosedur dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Mempertimbangkan tingkat efektifitas dan
efisiensi dalam proses pengadaan serta dapat
dipertanggungjawabkan baik secara administratif, hukum maupun
secara moral.

C. Pengadaan Berdasarkan Jenis Barang yang


Diadakan
Masing-masing sarana dan prasarana mempunyai
karakhteristik tertentu oleh karena itu cara pengadaannya juga
disesuaikan dengan karakhteristik sarana yang akan diadakan
tersebut, walaupun ada yang berlaku secara umum. Berikut ini akan
dikemukakan secara ringkas jenis-jenis pengadaan berdasarkan
barang yang diadakan.
1. Pengadaan tanah, pengadaan tanah sebagai sarana dan
prasarana yang diperlukan pemerintah dapat dilakukan
dengan cara memebeli, menerima hibah, menerima hak
memakai dan menukar.
b. Membeli adalah kegiatan yang dilakukan untuk
pengalihan kepemilikan tanah dari seseorang kepada
orang lain atau dari suatu pihak kepada pihak lainnya
dengan cara menukar barang dengan uang. Tanah yang
akan dibeli harus memenuhi berbagai persyaratan sesuai
dengan peruntukan dan tujuan pembelian seperti bebas
dari banjir, mudah dijangkan, tidak dalam sengketa dan
sebagainya. Prosedur yang lazim dilakukan dalam
pembelian tanah adalah pembentukan panitia
pengadaan, pembebasan hak atas tanah, pengurusan akte
jual beli, pembayaran dan pengurusan sertifikat.

38
c. Menerima hibah adalah pengalihan kepemilikan tanah
dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu pihak
kepada pihak lainnya tanpa memberikan penggantian.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
dikemudian hari dan supaya ada dasar hukumnya, maka
penerimaan hibah hendaknya dilakukan dengan suatu
berita acara penyerahan atau akte serah terima hibah
yang dibuat oleh notaris penjabat pembuat akte tanah
(PPAT) dan dilanjutkan dengan pengurusan sertifikat.
d. Menerima hak memakai yaitu pengalihan pengunaan
tanah dari seseorang kepada orang lain atau suatu pihak
kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu tanpa
memberikan imbalan tertentu. Supaya tidak terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan dikemudian hari, maka
menerima hak memakai harus disertai berita acara dan
perjanjian-perjanjian yang disepakati bersama dan
sisyahkan oleh penjabat yang berwenang.
e. Penukaran tanah yaitu pengalihan kepemilikan tanah
dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu pihak
kepada pihak lain dengan memberikan penggantian yang
seimbang, berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang
dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang
berlaku.
2. Pengadaan bangunan
Pengadaan bangunan untuk pelaksanaan kegiatan
dapat dilaksanakan melalui berbagai macam cara yaitu :
a. Membangun baru meliputi memperbaharui, memperluas
dan mengubah dengan cara membongkar seluruh
bangunan atau sebagian termasuk menyiapkan tanah dan
prasarana penunjang lainnya.
b. Membeli bangunan yang sudah jadi pada dasarnya tidak
diperbolehkan, tetapi dalam hal-hal yang luar biasa

39
dapat saja dilakukan dengan syarat telah ada persetujuan
dari mentri dan dananya sudah tersedia.
c. Menyewa bangunan seperti untuk keperluan sekolah,
kantor dan sebagainya diperbolehkan asal telah
mendapat persetujuan dari penjabat yang berwenang dan
bangunan tersebut memenuhi persyaratan sesuai dengan
peruntukannya. Bangunan sekolah milik swasta yang
dulunya pernah mendapat subsidi bangunan dari
pemerintah, apabila dipakai oleh sekolah negeri tidak
perlu dibayar sewanya, tetapi pemakai wajib memelihara
bangunan itu sebagai mana mestinya.
d. Menerima hibah bangunan dapat saja diterima baik dari
pemerintah maupun dari pihak swasta asalkan itu
dianggap lebih menguntungkan, serah terima dilakukan
dengan akte notaris.
e. Menukar bangunan dapat saja dilakukan seperti
bangunan yang tidak dapat memenuhi fungsinya lagi
karena lokasinya terlalu ramai, jauh dan tanahnya terlalu
sempit sehingga tidak dapat dikembangkan sesuai
dengan keperluan, dapat saja ditukar asalkan dianggap
lebih menguntungkan.
3. Pengadaan perabot
Perabot adalah barang yang berfungsi sebagai
tempat duduk, tempat menulis, tempat istirahat, tempat
menyimpan alat-alat dan atau bahan, seperti meja, kursi,
almari, rak, filling cabinet dan sebagainya, dapat dilakukan
dengan cara membeli, membuat sendiri dan menerima
bantuan. Pengadan perabot dengan cara membeli dapat
dialukan terhadap perabot yang sudah jadi maupun yang
belum dan pembelian dapat dilakukan melalui lelang,
pemilihan maupun penunjukan langsung sesuai dengan
aturan yang berlaku. Pengadaan dengan cara membuat

40
sendiri hanya berlaku bagi lembaga pendidikan dalam
rangka praktek dan dapat dilaksanakan sesuai dengan biaya
yang tersedia, tenaga yang diperlukan dan peralatan yang
dibutuhkan. Pengadaan dengan cara menerima bantuan
(hibah) baik dari lembaga pemerintahan, swasta, masyarakat
maupun perorangan dan pemberian hibah harus dilengkapi
dengan surat perjanjian dan persetujuan kedua belah pihak.
Untuk pengadaan perabot harus mempertimbangkan
aspek antropometri, ergonomi, estetika dan ekonomis, hal
ini disebabkan karena akan sangat berpengaruh dalam
pemanfaatan perabot dalam organisasi. Antropometri yaitu
pengadaan perabot dengan mempertimbangkan keadaan
tubuh (badan) pemakainya seperti tinggi badan, ukuran fisik
pemakai, hal ini ditujukan supaya pengguna perabot dapat
tumbuh dengan sempurna dan dapat memakai atau
menggunakan perabot tersebut dengan nyaman. Ergonomis
yaitu pengadaan dengan memperhatikan atau
mempertimbangkan segi kenyamanan, keamanan dan
kesehatan orang yang akan menggunakan perabot tersebut
dalam atau selama melakukan aktifitas-aktifitas dalam
organisasi. Estetika yaitu pengadaan perabot dengan
memperhatikan aspek kemenarikan perabot yang akan
digunakan seperti bentuk, ukuran, tipe dan warna sebaiknya
menarik dan indah di pandang. Ekonomis yaitu dalam
pengadaan perabot bukan hanya mempertimbangkan hal-hal
yang berkaitan dengan harganya tetapi juga
mempertimbangkan transformasi sebagai wujud dari
efisiensi dan efektifitas dalam pengadaan dan
pendayagunaannya.
4. Pengadaan alat kantor dan alat pendidikan
Alat kantor yaitu alat-alat yang biasanya digunakan di kantor
seperti komputer, mesin hitung, mesin foto copy, alat

41
pembersih dan sebagainya yang menunjang kegiatan
perkantoran. Sedangkan alat pendidikan adalah alat-alat
yang secara fungsional digunakan dalam proses
pembelajaran seperti alat praga, alat praktek, alat
laboratorium, alat olah raga dan sebagainya. Pengadaannya
dapat dilakukan dengan cara membeli, menerima bantuan
atau hibah dan dengan cara membuat sendiri. Pengadaan
dengan cara membeli dapat dilaksanakan melalui lelang,
pemilihan dan penunjukan langsung serta membeli sendiri.
Pengadaan melalui hibah dapat dilakukan berdasarkan
perjanjian dan kesepakatan kedua belah pihak. Pengadaan
dengan cara membuat sendiri dapat dilakukan apabila sarana
(bahan baku) untuk membuat alat kantor dan alat pendidikan
yang dibutuhkan tersebut tersedia begitu juga tenaga yang
akan mengerjakannya juga ada. Biasanya pengadaan dengan
cara membuat sendiri ini dilakukan dalam rangka praktek
dan dilakukan sesuai dengan kemampuan (biaya dan
tenaga).
5. Pengadaan buku, yang dimaksud dengan buku disini adalah
buku pelajaran, buku bacaan dan buku perpustakaan lainnya.
Buku yang dapat dipakai oleh sekolah meliputi buku teks
utama, buku teks pelengkap, buku bacaan baik fiksi maupun
non fiksi, buku sumber dan sebagainya.
Buku teks utama adalah bulu pokok yang menjadi pegangan
guru dan murid yang substansi pembahasannya mengacu
pada kurikulum yang berlaku. Buku teks pelengkap adalah
buku yang sifatnya membantu atau merupakan tambahan
buku teks utama yang digunakan oleh murid dan guru yang
isinya menunjang kurikulum. Buku bacaan non fiksi adalah
buku bacaan yang ditulis berdasarkan fakta atau kenyataan,
pada umumnya buku bacaan non fiksi menunjang salah satu
bidang studi yang diajarkan di sekolah, sistimatika

42
penulisannya tidak seperti buku teks dan buku teks
pelengkap tetapi disajikan secara populer. Sedangkan buku
bacaan fiksi adalah buku bacaan yang ditulis tidak
berdasarkan fakta atau kenyataan, melainkan berdasarkan
khayalan penulis. Isi buku bacaan fiksi biasanya berbentuk
cerita atau khayalan (tidak benar-benar terjadi).
Pengadaan buku ini dapat dilakukan dengan cara
membeli, meneritkan sendiri, menerima bantuan atau hibah
dan menukar yang pelaksanaannya disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.

D. Tata cara Pengadaan


Secara umum seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan cara :
1. Pembelian (membeli)
Pembelian (membeli) adalah kegiatan yang
dilakukan untuk pengalihan kepemilikan barang dari
seseorang kepada orang lain atau dari suatu pihak kepada
pihak lainnya dengan cara menukar barang dengan uang.
Apabila dana (uang) yang dipergunakan untuk pembelian
tersebut berasal dari pemerintah baik yang bersumber dari
APBN maupun yang bersumber dari APBD, maka aturan-
aturan dalam pengadaan dengan cara pembelian harus
mempedomani aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah
dalam pengadaan barang dan jasa, seperti Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang terus disempurnakan
dari tahun ke tahun, terakhir disempurnakan dengan
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2012. Dalam kepres
tersebut dikemukakan tata cara yang dapat dilakukan untuk
pengadaan melalui pembelian yaitu pembelian melalui
lelang (tender) baik lelang umum maupun lelang terbatas,
pembelian melalui pemilihan langsung, penunjukan

43
langsung dan pengadaan secara langsung sesuai dengan
tatacara dan aturan yang berlaku .
Pembelian melalui lelang (umum dan terbatas)
dilakukan untuk pengadaan barang yang nilainya di atas 200
juta, lelang umum yaitu metode pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan
pengumuman secara luas sekurang-kurangnya di satu surat
kabar nasional dan/atau satu surat kabar provinsi, sedangkan
lelang terbatas adalah metode pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilakukan secara terbatas (karena jumlah
penyedia barang/jasa yang diyakini mampu terbatas dan
untuk pekerjaan yang komplek) dengan pengumuman secara
luas sekurang-kurangnya di satu surat kabar nasional
dan/atau satu surat kabar provinsi dengan mencantumkan
penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna
memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya
yang memenuhi kualifikasi.
Pembelian melalui pemilihan langsung dilakukan
bila pengadaan melalui lelang dianggap tidak efisien dari
segi pembiayaan dan dilakukan untuk pengadaan yang
nilainya antara 75 sampai dengan 200 juta. Pembelian
melalui penunjukan langsung dilakukan untuk pengadaan
yang nilainya antara 15 sampai dengan 75 juta dan dalam
keadaan tertentu seperti dalam keadaan darurat untuk
pertahanan, keamanan dan keselamatan masyarakat yang
pelaksanaannya tidak dapat ditunda-tunda atau bencana
alam, pengadaan barang yang bersifat rahasia dan pekerjaan
lanjutan serta pengadaan barang yang sudah jelas
spesifikasinya dapat dilakukan melalui penunjukkan
langsung walaupun nilai barang yang diadakan melebihi
ketentuan di atas.

44
Pembelian langsung, dilakukan secara langsung oleh
instansi yang membutuhkan barang dan nilai pengadaannya
sangat kecil yaitu di bawah 15 juta. Proses dan prosedur
pengadaan dengan cara pembelian harus sesuai dengan
ketentuan dan prosedur yang ditetapkan pemerintah. Khusus
untuk pengadaan dengan cara membeli melalui lelang harus
mengikuti prosedur berikut seperti yang diatur dalam Kepres
80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa yaitu :
a. Pembentukan panitia lelang yang dilakukan oleh instansi
yang akan mengadakan barang. Panitia lelang haruslah
orang yang betul-betul memahami tata cara dan prosedur
pengadaan, substansi pekerjaan dan hukum
perjanjian/kontrak. Masa kerja panitia dimulai dari masa
persiapan sampai dengan dokumen kontrak siap
ditandatangani atau ditetapkannya pemenang yang akan
melaksanakan pengadaan (secara formal), bahkan
adakalanya sampai dengan pelaksanaan audit oleh unit
pemeriksa baik internal maupun eksternal (informal).
Tugas panitia antara lain, menyusun jadual pengadaan,
menetapkan tata cara pelaksanaan pengadaan yang akan
dilakukan dan menentukan lokasi atau tempat
pelaksanaan pengadaan, menyusun dan menyiapkan
harga perkiraan sendiri (HPS), menyiapkan dokumen
lelang, mengumumkan pada papan pengumuman resmi
tentang pengadaan yang akan dilakukan, mengadakan
penjelasan lelang (Aanwijzing) mengenai sesuatu yang
terkait dengan barang yang akan diadakan, melakukan
evaluasi terhadap dokumen penawaran, menetapkan dan
mengusulkan calon pemenang lelang, membuat laporan
proses dan hasil pelelangan dan sebagainya..
b. Penyusunan dokumen lelang oleh panitia yang bersirikan
antara lain, syarat umum (keterangan mengenai pemberi

45
tugas, keterangan mengenai perencana, keterangan
mengenai direksi, syarat-syarat peserta lelang, bentuk
surat penawaran dan cara penyampaiannya), syarat
administratif (jangka waktu pelaksanaan pekerjaan,
tanggal penyerahan pekerjaan, syarat pembayaran, denda
keterlambatan, besar jaminan pelelangan dan pelaksanaan
pekerjaan), syarat teknis (jenis dan uraian pekerjaan yang
harus dilaksanakan, jenis dan mutu bahan), spesifikasi
teknis dan gambar (detail dan konstruksi).
c. Pengumuman pengambilan dokumen lelang yang
dilakukan melalui media resmi, surat kabar
kabupaten/kota untuk paket kecil atau papan
pengumuman resmi dan surat kabat propinsi atau
nasional untuk pekerjaan paket besar.
d. Undangan pemberian penjelasan (Aanwijzing) kepada
peserta lelang yang telah mengambil dokumen lelang
yang dilakukan oleh panitia lelang pada tempat dan
waktu yang telah ditetapkan.
e. Penyusunan kriteria penilaian untuk menentukan atau
menetapkan calon pemenang lelang.
f. Pelaksanaan kegiatan lelang dengan cara memasukan
penawaran pada waktu, tempat dan prosedur yang
ditetapkan (metode satu sampul, metode dua sampul dan
metode dua tahap).
g. Pelaksanaan penilaian terhadap dokumen penawaran
yang dimasukan oleh peserta lelang.
h. Penentuan calon pemenang lelang oleh panitia lelang dan
penunjukan pemenang lelang oleh penjabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
i. Pengumuman dan penetapan pemenang lelang oleh
panitia lelang.

46
j. Penetapan surat pesanan/surat perintah kerja (SPK).
k. Pembuatan dan penandatanganan surat perjanjian atau
kontrak kerja antara pihak yang mengadakan/
membutuhkan barang dengan pihak pemenang lelang.
l. Penyiapan berita acara pemeriksaan dan penerimaan
barang (serah terima barang).
2. Menerima hibah
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari
seseorang kepada orang lain atau dari suatu pihak kepada
pihak lainnya tanpa memberikan penggantian. Hibah dapat
berasal dari dalam negeri seperti dari lembaga pemerintahan,
swasta, masyarakat dan perorangan, dan dari luar negeri
seperti dari badan-badan internasional (seperti WHO,
UNICEF, UNESCO dan lainnya), pemerintahan negara
asing, badan swasta asing (seperi ford foundation, toyota
dan lainnya), masyarakat dan perseorangan dari negara
asing. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerima
hibah antara lain :
a. Status barang yang dihibahkan, barang yang dihibahkan
jelas asalnya, tidak dalam sengketa.
b. Wewenang orang atau instansi yang menghibahkan
barang tersebut hendaknya jelas
c. Serah terima barang yang dihibahkan harus dilampiri
dengan berita acara serah terima barang dan kalau
memungkinkan dibuatkan akte notaris serah terima hibah.
3. Menerima hak memakai
Menerima hak memakai yaitu pengalihan pengunaan
barang dari seseorang kepada orang lain atau suatu pihak
kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu tanpa
memberikan imbalan. Menerima hak memakai harus disertai
dengan dokumen serah terima dari pihak yang memberikan
hak memakai.

47
4. Menukar yaitu pengalihan kepemilikan barang dari satu
pihak kepada pihak lain dengan memberikan penggantian
yang seimbang.
5. Hadiah yaitu pengalihan kepemilikan barang dari satu pihak
kepada pihak lain yang merupakan penghargaan atas
tindakan yang dilakukannya.
6. Menyewa yaitu pemanfaatan barang milik orang atau
instansi lain selama jangka waktu tertentu dengan
memberikan imbalan tertentu.

48
BAB V
PENYIMPANAN

Sebagai lajutan dari kegiatan pengadaan, penyimpanan


merupakan upaya yang dilakukan untuk menampung barang hasil
pengadaan baik barang yang belum atau akan didistribusikan
maupun terhadap barang yang akan dijadikan sebagai barang stock
atau barang persediaan.

A. Pengertian Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan
kerja untuk menampung barang hasil pengadaan (baik melalui
pembelian, hibah maupun hadiah) dan barang tersebut belum atau
yang akan didistribusikan ke unit-unit yang akan menggunakan,
pada suatu wadah atau ruangan tertentu yang telah memenuhi
persyaratan untuk penyimpanan barang. Wadah atau ruangan yang
digunakan untuk penyimpan biasanya disebut dengan gudang.

B. Kegiatan-kegiatan dalam penyimpanan barang


1. Mempersiapkan tempat penyimpanan. Ruangan yang
digunakan untuk penyimpan dapat berbentuk ruangan
terbuka dan ruangan tertutup yang difungsikan sebagai
tempat penyimpan atau gudang.
a. Jenis-jenis Gudang
1) Menurut bentuknya gudang dapat diuraikan sebagai
berikut.
a) Gudang terbuka yaitu ruangan yang digunakan
untuk menyimpan barang atau disebut juga
dengan lapangan penimbunan. Syaratnya
mempunyai dasar permukaan yang cukup padat,
terdapat pengaliran air yang sempurna untuk

49
meletakan barang-barang yang tahan terhadap
gangguan cuaca (hujan dan panas) dengan kata
lain barang yang disimpan pada gudang ini
adalah barang yang tidak lapuak di paneh dan
tidak lakang dek hujan, mudah dicapai atau
dilalui kenderaan.
b) Gudang setengah terbuka atau setengah tertutup
yaitu ruangan yang beratap tetapi tidak
mempunyai dinding. Gudang ini biasanya
digunakan untuk menyimpan barang yang tidak
tahan terhadap cuaca panas atau hujan seperti
kayu, mobiler dan sebagainya.
c) Gudang tertutup yaitu ruangan yang mempunyai
atap dan dinding serta dikunci dengan rapat.
Gudang ini biasanya digunakan untuk
menyimpan barang-barang yang tidak tahan
terhadap gangguan cuaca serta mudah tercecer,
seperti :
(1) Penyimpanan barang-barang perlengkapan
terlepas, untuk jenis barang seperti semen
dan barang-barang besar dalam karton yang
dapat ditimbun dalam tumpukan bebas.
(2) Penyimpanan barang-barang setengah lepas
yaitu barang-barang yang berukuran sedang
berkemas karton yang jumlahnya tidak
sesuai untuk penyimpanan secara terlepas
semata-mata, namun yang ukuran dan sifat
kemasannya tidak memungkinkan disimpan
pada rak-rak konvensional.
(3) Penyimpanan barang-barang ukuran besar
pada rak-rak yaitu jenis barang seperti
kertas yang memerlukan penyimpanan pada

50
rak dan tidak boleh disimpan di tempat
terbuka.
(4) Penyimpanan dalam rak gudang yaitu untuk
barang-barang berukuran kecil termasuk
alat-alat olah raga, alat tulis kantor dan
lainnya yang memerlukan penyimpanan
dalam laci kecil, kotak-kotak almari atau rak
gudang konvensional.
2) Menurut kegunaan atau penggunaannya gudang
dapat dibedakan kepada :
a) Gudang pusat/induk yaitu gudang yang
digunakan untuk menyimpan alat atau barang
yang diterima secara besar-besaran sebagai hasil
dari pembelian atau bantuan yang akan
disalurkan ke gudang-gudang lainnya seperti
gudang penyalur, gudang khusus dan unit-unit
kerja, disamping itu gudang pusat juga
digunakan untuk menyimpan barang-barang
yang akan dijadikan sebagai barang stock atau
persediaan.
b) Gudang persediaan/penyalur yaitu untuk
menyimpan barang-barang yang diterima dari
gudang pusat/induk atau barang hasil pembelian
satuan kerja setempat untuk dibagi-bagikan
kepada unit-unit kerja di bawahnya atau gudang
pemakai.
c) Gudang penyalur/transit yaitu gudang yang
digunakan untuk menyimpan sementara barang
yang diterima dari gudang pusat atau persediaan
dan akan disalurkan ke unit-unit kerja yang
membutuhkan atau gudang pemakai.

51
d) Gudang pemakai yaitu gudang yang digunakan
untuk menyimpan barang dalam keadaan siap
untuk pakai atau dipergunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Barang-
barang tidak habis dipakai sebelum dan setelah
digunakan juga di simpan dalam gudang ini,
dengan demikian gudang ini berada/dimiliki
oleh setiap unit kerja.
b. Lokasi gudang. Lokasi gudang hendaklah memenuhi
beberapa persyaratan pokok anatara lain :
1) Mudah dicapai oleh alat pengangkut atau
transportasi
2) Babas Banjir dan tidak mudah terjadi kebakaran
3) Tersedia fasilitas-fasilitas yang diperlukan seperti
listrik dan air.
4) Jauh dari perumahan yang padat penduduk
5) Lokasi gudang hendaknya lebih tinggi dari
sekelilingnya
6) Memiliki halaman yang cukup luas untuk memuat
dan membongkar barang
7) Memiliki jalan ke luar masuk kenderaan
c. Konstruksi gudang. Konstruksi gudang hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut :
1) Di dalam ruangan gudang jangan sampai terdapat
tiang yang akan menggangu ke luar masuknya
barang.
2) Pondasi dan lantai ruangan hendaknya dibuat
sedemikian rupa sehingga kuat untuk memikul
beban berat barang di atasnya.
3) Ukuran pintu sebaiknya disesuaikan dengan jenis
barang dan kemungkinan alat angkutan yang akan

52
dipergunanan untuk membawa barang serta
jumlahnya tidak banyak.
4) Ukuran (lebar, panjang dan tinggi) gudang
hendaknya disesuaikan dengan penggunaannya.
Ruang kantor hendaknya terpisah dari ruagan
penyimpan barang sehingga pegawai tidak leluasa
ke luar masuk gudang.
5) Ventilasi yang mencukupi untuk sirkulasi udara
sehingga tidak terjadi kelembabam.
6) Kunci gudang hendaknya mempunyai kualitas yang
baik dan kuat untuk menjaga keamanan barang dari
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
7) Konstruksi gudang hendaknya mempertimbangkan
pula pengaturan tata ruang serta faktor-faktor lain
yang berkenaan dengan usaha pengamanannya.
d. Tata ruang gudang, pengaturan ruang gudang hendaknya
memperhatikan sifat-sifat barang yang akan disimpan
dalam ruangan tersebut, antara lain :
1) Ruangan untuk menyimpan barang-barang yang
berat
2) Ruangan untuk menyimpan nbarang-barang mewah
3) Ruangan untuk menyimpan barang-barang yang
akan dikonsumsi
4) Ruangan untuk menyimpan barang-barang alat tulis
kantor
5) Ruangan untuk menyimpan barabg-barang seperti
pakaian
6) Ruangan untuk menyimpan bahan-bahan kimia,
barang yang mudah pecah, meledak dan sebagainya.
7) Penempatan barang dalam gudang hendaknya
terpisah, sehingga tidak menimbulkan

53
kerusakan/kebakaran yang disebabkan oleh barang-
barang lainnya.

2. Menerima barang yang akan disimpan dari unit/bahagian


pengadaan barang. Hal-hal pokok yang perlu dilakukan
dalam penerimaan barang yang akan disimpan adalah :
a. Menerima surat pemberitahuan dari sumber/pengirim
barang baik menyangkut jumlah, jenis, kualitas, maupun
spesifikasi barang yang dikirim serta alat yang
dipergunakan dalam proses pengiriman barang dan
rencana sampainya barang tersebut kepada penerima
barang.
b. Penerima barang mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan dalam proses penerimaan dan pemeriksaan
barang seperti tempat penampungan barang, personel
yang akan menerima/memeriksa barang, berita acara
pemeriksaan dan serah terima barang dari pihak
penyalur barang kepada pihak penerima barang.
c. Memeriksa/mencek kesesuaian barang yang diterima
dengan surat/faktur pengiriman barang. Baik
menyangkut fisik barang yang diterima seperti jumlah,
kualitas, tipe maupun kelengkapan administratif seperti
kelengkapan surat kepemilikan barang, faktur/kuitansi
pembelian barang dan sebagainya.
d. Membuat berita acara penerimaan dan hasil pemeriksaan
barang.Bila terjadi ketidak cocokan antara surat/faktur
pengiriman barang fisik barang baik menyangkut
jumlah, kualitas, tipe maupun spesifikasi lainnya, maka
segera dilaporkan kepada pihak sumber/pengirim barang
untuk diadakan penyesuaian atau tuntutan ganti rugi.
e. Mencatat semua barang yang diterima ke dalam buku
penerimaan barang dengan melampirkan faktur

54
pembelian/pengiriman barang dan membuat laporan
penerimaan barang sesuai fakta yang sebenarnya serta
diberikan kepada pihak yang membutuhkan/
memerlukannya.

3. Menempatkan barang pada tempat penyimpanan, barang


yang akan disimpan tersebut dapat dikelompokkan
berdasarkan barang yang disimpan untuk persediaan (stok),
disimpan dalam proses pemakaian, disimpan kemudian
disalurkan lagi ke unit-unit kerja atau disimpan sementara
sebelum disalurkan. Kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan dalam hal ini adalah :
a. Memeriksa dan meneliti barang yang akan disimpan
dalam gudang sesuai dengan ketentuan dan prosedur
yang berlaku.
b. Menempatkan barang yang disimpan sesuai dengan tata
letak barang menurut kelompok, jenis, tipe, spesifikasi
barang dan hal lain yang perlu dipertimbangkan seperti
untuk barang yang akan disalurkan segera pada unit
kerja atau bagian-bagian lain yang membutuhkan
barang tersebut sesuai dengan alokasi yang ditentukan.
Barang yang akan dijadikan barang persediaan atau
barang stok juga dijadikan pertimbangan tersendiri
dalam proses penyimpanan barang di gudang.
c. Mencatat data barang yang akan disimpan ke dalam
kartu barang yang disediakan untuk penyimpanan
barang dan kartu stok barang untuk barang yang akan
dijadikan barang persediaan atau barang stok.
d. Membuat dan menyusun kartu barang yang menyangkut
identitas barang, hal ini ditujukan untuk memudahkan
pengelolaan dan pemeliharaan barang yang akan
disimpan.

55
e. Menyediakan kelengkapan peralatan pemeliharaan dan
pengamanan barang yang disimpan di gudang seperti
racun rayap/hama, racun api dan alat-alat pemeliharaan
lainnya.
f. Melakukan pemeliharaan & pengamanan barang yang
disimpan dalam gudang sesuai dengan ketentuan
&petunjuk pemeliharaan barang.
g. Membuat laporan secara insidentil dan berkala tentang
kondisi barang, mutasi barang dan stok barang yang ada
di gudang kepada atasan (kepala gudang/bendahawan).

4. Mengambil/mengeluarkan barang yang disimpan dari


gudang berdasarkan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Pengeluaran barang dari gudang harus berdasarkan surat
perintah mengeluarkan barang (SPMB) yang dibuat oleh
atasan atau kepala gudang berdasarkan ketentuan dan
prosedur yang berlaku. Barang yang dikeluarkan dari
gudang ditujukan untuk bagian-bagian atau unit/unit kerja
yang membutuhkannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam/untuk pengeluaran barang dari gudang, antara lain :
a. Meneliti dan memeriksa barang yang ada dalam tempat
penyimpanan untuk dikeluarkan sesuai dengan
permintaan pengeluaran barang.
b. Meneliti dan memeriksa kualitas, kuantitas dan
spesifikasi barang yang akan di keluarkan sesuai dengan
surat perintah mengeluarkan barang.
c. Mempersiapkan pengemasan barang yang akan
dikeluarkan dari gudang sesuai dengan kondisi dan
spesifikasi barang.
d. Membubuhi alamat, kode, satuan berat dan jumlah
barang pada kemasan.

56
e. Menyerahkan barang kepada penerima yang disertai
dengan berita acara serah terima barang.
f. Melaporkan kegiatan kegiatan pengeluaran barang
kepada atasan baik secara insidentil maupun secara
berkala sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.

57
BAB VI
PENYALURAN SARANA

Penyaluran sebagai mata rantai dari kegiatan manajemen


sarana dan prasarana bertujuan agar barang yang telah diadakan
benar-benar dapat bermanfaat dan dimanfaatkan oleh unit kerja yang
membutuhkan dengan sebaik-baiknya, untuk itu kegiatan-kegiatan
yang harus dilakukan dalam penyaluran akan dikemukakan pada
uraian berikut.

A. Pengertian Penyaluran
Penyaluran merupakan kegiatan yang menyangkut
pemindahan barang dan tanggung jawab pengurusan barang dari
seseorang kepada orang lain atau dari suatu unit kerja/instansi
kepada unit kerja/instansi lain. Proses pemindahan barang dan
tanggung jawab dari seseorang/instansi yang berperan sebagai pihak
pertama (sumber) kepada orang lain atau instansi lain yang berperan
sebagai pihak kedua (penerima) dapat dilakukan secara langsung
antara pihak pertama kepada pihak kedua, dan dalam hal tertentu
dapat pula dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga/perentara yang
berperan sebagai penyalur (ekspeditur). Proses penyaluran tiga pihak
sebagaimana yang dikemukakan di atas dapat divisualisasikakan
sebagai berikut :

Gambar: Proses Penyaluran Barang

Pada gambar di atas, bahwa dalam proses penyaluran dengan


melibatkan pihak ke tiga, sebenarnya sudah terjadi dua kali
pemindahan tanggungjawab yaitu dari pihak pertama (sumber)

58
kepada pihak penyalur (eskpeditur) dan dari pihak penyalur baru
kepada pihak penerima.

B. Kegiatan-kegiatan dalam Penyaluran


Agar barang yang akan disalurkan betul-betul sampai kepada
pihak/unit-unit yang membutuhkan (sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya), maka untuk/dalam penyaluran sarana
tiga kegiatan pokok berikut harus dilakukan secara cermat, yaitu
penyusunan alokasi, pengiriman dan penyerahan barang. Uraian
berikut akan membahas masing-masing kegiatan tersebut secara
rinci.
1. Penyusunan alokasi
Penyusunan alokasi sangat berguna untuk menghindari
pemborosan yang tidak perlu, dengan kata lain mutu, jumlah
dan frekwensi pengiriman barang diataur sesuai dengan
kebutuhan sehingga tidak menimbulkan kerugian yang tidak
diinginkan. Sekurang-kurangnya ada empat aspek pokok yang
harus diperhatikan dalam penyusunan alokasi yaitu :
a. Siapa penerima (konsini) barang
Nama dan alamat penerima (konsini) barang harus
dinyatakan dan ditulis dengan lengkap dan jelas dalam
penyusunan alokasi. Ini dilakukan untuk menghindari
keraguan, kelupaan dan kerangkapan dalam penyaluran
barang. Kalau hal ini terjadi sudah jelas akan merugikan
keuangan negara dan barang yang dikirim tersebut tidak
akan bermanfaat sebagaimana mestinya.
b. Waktu
Waktu maksudnya disini menyangkut dua hal yaitu
waktu pengiriman barang dan waktu perkiraan sampainya
barang yang dikirim kepada penerima. Hal ini harus
dinyatakan secara jelas dan tegas agar pihak penerima dapat
mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan

59
penerimaan barang. Khusus untuk barang habis pakai juga
harus dicantumkan masa penggunaan barang tersebut seperti
barang ini akan digunakan untuk keperluan kuartal pertama
dan seterusnya, ini dilakukan supaya jangan terjadi
pemborosan-pomborosan dalam penggunaan barang.
c. Jenis barang
Untuk kepentingan penyaluran/pengiriman barang
dalam penyusunan alokasi, maka nama, jenis, merek, ukuran
dan tipe barang yang akan disalurkan harus dinyatakan
dengan jelas. Nama dan jenis dirumuskan sesuai dengan
kegunaan barang, merek dan tipe disesuaikan dengan yang
dikeluarkan pabrik/produsen.
d. Jumlah barang, dalam penyusunan alokasi dalam rangka
penyaluran/ pengiriman barang, harus ditulis dengan jelas
satuan barang misalnya Kg dan Ton untuk saruan berat, L
(liter), Gl (galon) dan M3 untuk satuan Isi), Buah, Batang,
Botol, Doos, Zak, Ekor, Stel, Rim, Unit, Pucuk, Set,
Lembar, Box, Pasang, Roll, Box, Lusin/Gross dan
Eksemplar untuk satuan jumlah.

2. Pengiriman
Dalam pengiriman barang banyak faktor yang harus
diperhatikan, antara lain :
a. Cara pengiriman barang dapat dilakukan dengan cara
diantar/dijemput sendiri oleh pihak sumber/penerima barang,
dan dapat pula dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga
sebagai perentara (ekspedisi), seperti kalau pengiriman
barang melalui laut dapat digunakan ekspedisi muatan kapal
laut (EMKL), dan kalau pengiriman barang melalui udara
dapat digunakan ekspedisi muatan kapal udara (EMKU),
dan perusahaan ekspedisi lainnya seperti pos, titipan kilat,
elteha dan sebagainya. Perlu diperhatikan kalau penyaluran/

60
pengiriman barang melalui perusahaan ekspedisi harus
mempedomani ketentuan dan perundangan yang berlaku
dalam penggunaan keuangan negara seperti Kepres tentang
pengadaan barang dan jasa. Di samping itu juga harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam pengiriman
barang seperti efisien, efektif, cepat, tepat dan aman. Efisien
dalam pengiriman barang maksudnya yang barang yang
dikirim dapat sampai kepada penerima dalam waktu tidak
begitu lama dan menggunakan biaya dan tenaga yang
sehemat mungkin. Efektif maksudnya proses pengiriman
barang betul-betul sesuai dengan rencana dan mencapai
sasaran sebagaimana yang diharapkan. Cepat yaitu barang
yang dikirim cepat sampai kesasaran, sehingga juga cepat
dapat digunakan dalam rangka menunjang kelancaran
pelaksanaan pekerjaan. Tepat pengiriman barang harus
dilakukan dengan cara/alat yang tepat. Aman, proses
pengiriman barang juga harus memperhatikan prinsip
keamanan artinya barang-barang yang dikirim betul-betul
dijamin keselamatannya sampai ke sasaran yang titetapkan.
Kelima prinsip pengiriman tersebut merupakan satu
kesatuan dan harus betul-betul diperhatikan dalam proses
pengiriman barang.
b. Pengemasan
Barang yang akan dikirim perlu dipersiapkan
pengemasannya sedemikian rupa untuk menghindari akibat
yang tidak diinginkan dalam pengangkutan. Dalam
pengemasan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Pengemasan harus dipersiapkan untuk menghindari dari
keterceceran. Keterceceran dapat terjadi karena
kerusakan pada pembungkus, penempatan dalam alat
angkut yang kurang baik dan pemberian tanda pengenal
yang tidak/kurang jelas. Untuk itu pengemasan harus

61
kuat dan rapat, disertakan daftar barang dan juga harus
diperhatikan penempatan barang dalam alat angkutan,
sehingga akan dapat menjaga keselamatan barang dan
akan dapat pula mempermudah pembongkaran barang
sesuai dengan alamat penerrima barang.
2) Pengemasan harus mencantumkan tanda pengenal yang
jelas tentang jenis dan jumlah barang yang ada dalam
kemasan, penerima barang, sumber (pengrim barang),
perusahaan yang bertanggungjawab dalam pengiriman,
nomor coli, perlakuan yang harus diberikan terhadap
barang yang akan dikirim, biasanya diberikan dengan
tanda gambar.
3) Pengemasan harus dapat menjamin agar barang yang
disalurkan betul-betul terhindar dari akibat bahaya
goncangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada
barang-barang tertentu seperti pecah, meledak, menguap
dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan tersebut
kemasan harus benar-benar baik sesuai dengan standar
pengemasan yang ditetapkan dan pada bungkus diberi
tanda gelas berdiri tegak lurus.
4) Pengemasan harus terhindar dari bahaya air, sebab air
akan dapat merusak keadaan dan keutuhan barang, untuk
itu dalam pengemasan perlu digunakan bahan-bahan
yang tahan air seperti kertas aspal, plastik dan lain-lain
serta pada pengemasan diberi tanda gambar payung
terbuka.
5) Pengemasan harus dapat melindungi barang dari bahaya
kebakaran, hal ini disebabkan karena banyak jenis barang
yang peka terhadap api dan udara panas seperti bahan
kimia, kertas, plastik dan sebagaianya. Untuk itu
pengemasan harus disesuaikan dengan sifat dan
karakhteristik barang tersebut. Di samping itu alat

62
pengangkutan juga harus dilengkapi dengan alat
pemadam kebakaran yang siap pakai dan diberi tanda api.
6) Pengemasan harus dapat melindungi barang dari bahaya
kecurian seperti kemasan barang tidak mudah diangkat
oleh satu orang untuk itu kemasan yang kecil harus
disatukan dengan kemasan yang agak besar.
7) Pengemasan harus dapat menghindari kerusakan barang
dan/atau barang tersebut yang menimbulkan kerusakan
terhadap barang lain. Untuk itu pengemasan harus
dilaksanakan sebagai berikut.
a) Bahan pembungkus tidak mudah rusak, agar tidak
tercampur dengan barang lainnya.
b) Penggunaan botol diusahakan dengan mulit kecil.
c) Pemberian tanda posisi (tanda anak panah ke atas).
d) Pembungsus yang berbentuk bulatan hendaknya
dibungkus kembali menjadi bungkusan segi empat.
c. Pemuatan
Pemuatan barang yang akan dikirim dari tempat
penyimpanan ke atas kenderaan diharapkan dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh pihak sumber/pihak pengirim, antara lain :
1) Memeriksa dengan teliti barang yang akan dikirim baik
keadaan barang, jumlah, kualitas, alamat penerima
barang dan sebagainya.
2) Memindahkan barang dari gudang ke alat
pengangkut/kenderaan dengan baik sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan.
3) Menyusun barang di kenderaan sesuai dengan aturan
tertentu seperti barang yang berat diletakkan paling
bawah dan barang yang ringan di atas, di samping itu
juga harus diperhatikan bahwa barang yang dimuat

63
pertama adalah barang yang akan diturunkan paling
terakhir.
4) Pengamanannya agar dalam perjalanan barang yang
dimuat/dibawa itu tidak mengalami kerusakan dan
kecurian dalam perjalanan.
d. Pengangkutan
Dalam pengangkutan pihak sumber/pengirim pada
umumnya mengharapkan barang kirimannya sampai ke
penerima dengan cepat dan selamat, untuk itu perlu
dipilih/ditetapkan alat pengangkut barang dengan tepat.
Untuk pengangkutan barang/peralatan terlebih dahulu pihak
sumber/pengirim harus mengetahui berapa besar dana yang
tersedia untuk angkutan. Di samping itu pihak
sumber/pengirim diharapkan juga dapat menyiapkan surat-
surat yang diperlukan dalam pengangkutan seperti surat
pengantar, surat jalan, DO dan faktur barang yang dikirim.
e. Pembongkaran
Pembongkaran adalah kegiatan pemindahan barang
dari kenderaan (alat pengangkut) ke gudang penerima atau
tempat penyimpanan. Pembongkaran dilakukan oleh pihak
ekspeditur setelah barang yang dibawa tiba di tempat tujuan,
sebelum pembongkaran dilakukan pihak penerima telah
menerima surat pemberitahuan dari pihak sumber/pengirim
yang berisikan antara lain, jenis dan jumlah barang yang
akan ditrerimanya, alat angkut yang membawa dan
sebagainya.

3. Penyerahan barang
Setelah barang kiriman atau yang disalurkan sampai
kepada pihak penerina, maka pihak penerima harus memeriksa
barang yang akan diterima tersebut dengan teliti dan
mencocokkan barang yang diterima tersebut dengan surat

64
pengantar pengiriman barang, surat jalan, DO dan faktur
pengiriman barang. Di samping itu penerima juga harus
memeriksa dan mencocokkan barang yang diterima dengan
pemberitahuan seperti alamat, jenis dan jumlah dan kualitas
barang yang diterima. Kesalahan dalam penerimaan barang
akan berpengaruh terhadap kegiatan- kegiatan berikutnya.
Pihak penerima setelah selesai memeriksa dan mencocokan
barang harus membuat berita acara penerimaan barang dan
membuat laporan kepada pihak sumber/pengirim barang. Bila
ada kelainan dalam penerimaan barang pihak penerima harus
mengajukan klaim kepada pihak sumber/pengirim seperti klaim
tentang waktu penerimaan, jumlah, kualitas dan sebagainya.
Barang yang telah diterima harus diinventarisasikan dan
disimpan dengan baik, untuk dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya.

65
BAB VII
INVENTARISASI
Inventarisasi barang-barang milik/kekayaan negara
merupakan suatu kegiatan yang banyak mengandung aturan dan
liku-liku administratif serta berkaitan dengan aspek-aspek yuridis.
Hal ini sering diabaikan oleh para pengelola sarana dan prasarana
dilembaga pemerintahan.
Kenyataan selama ini laporan data inventaris barang-barang
milik negara dilingkungan pemerintahan daerah dan perguruan
tinggi negeri dan swasta oleh bagian perlengkapannya, belum
semuanya dapat melaksanakan fungsi inventarisasi barang milik
negara sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Berkaitan
dengan ini dirasa perlu adanya ketegasan akan pentingnya pendataan
dan pendaftaran barang milik negara secara sistimatis dan
berkelanjutan. Untuk keperluan itu perlu dibuat daftar inventaris
dengan baik dan benar.
Sesuai dengan Instruksi Presiden RI nomor 3 tahun 1971
bahwa dalam rangka penyempurnaan pengurusan dan pengawasan,
tata usaha keuangan negara serta untuk mencapai pengawasan yang
efektif terhadap keuangan/kekayaan negara, dipandang perlu untuk
mengadakan inventarisasi serta penyusunan daftar inventaris dari
barang-barang milik negara yang terdapat pada semua
organisasi/instansi pemerintahan. Selanjutnya agar pelaksanaan
inventarisasi dapat berjalan dengan baik, dipandang perlu untuk
meletakan tanggungjawab pelaksanaannya kepada masing-masing
pimpinan lembaga pemerintahan.
Instruksi Presiden RI nomor 3 tahun 1971 menegaskan bahwa:
Penyusunan daftar inventaris barang-barang milik/kekayaan negara,
untuk pertama kalinya dibuat menurut keadaan per 1 April 1969 dan
1 April 1970 yang pelaksanaannya harus sudah selesai selambat-
lambatnya 4 (empat) bulan terhitung semenjak tanggal berakhirnya

66
tahun anggaran yang bersangkutan. Untuk penyusunan daftar
inventaris dilakukan tiap-tiap tahun anggaran yang pelaksanaannya
harus sudah selesai selambat-lambatnya 4 (empat) bulan terhitung
semenjak tanggal berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Daftar inventaris yang dimaksud disampaikan dalam 4 (empat)
rangkap kepada mentri keuangan negara.

A. Pengertian Inventarisasi
Kata inventarisasi berasal kata inventaris yang bahasa latinnya
adalah inventarium yang berarti daftar barang, bahan, benda dan
sebagainya. Inventarisasi sarana dan parasarana adalah proses
pencatatan dan penyusunan daftar barang inventaris (dalam hal ini
adalah barang yang kepemilikannya dikuasai oleh negara) secara
tertib, teratur berdasarkan ketentuan, tatacara dan aturan-aturan yang
berlaku. Setiap satuan organisasi harus menyelenggarakan
inventarisasi terhadap semua barang milik/kekayaan negara yang
dikuasainya baik barang tidak bergerak, barang bergerak, hewan
maupun terhadap barang yang dijadikan persediaan (stok)
diorganisasinya.

B. Tujuan Inventarisasi
Tujuan dari pelaksanaan inventarisasi barang milik/kekayaan
negara pada suatu organisasi/instansi adalah untuk :
1. Menunjang pelaksanaan kegiatan yang dilakukan agar tujuan
organisasi atau lembaga dapat dicapai dengan baik.
2. Untuk mengetahui kekayaan organisasi/lembaga dalam
bentuk materil yang/dan dapat dihitung nilainya dalam
bentuk uang.
3. Untuk mengetahui kondisi atau keadaan barang inventaris
milik suatu organisasi atau lembaga (kondisinya dalam
keadaan baik, rusak ringan maupun rusak berat)

67
4. Untuk mengetahui apakah barang milik negara dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya, hal ini akan dapat diketahui
berdasarkan keadaan dan kondisi barang.
5. Untuk mengetahui apakah penggunaan dana dalam suatu
organisasi atau instansi dipergunakan secara efesien atau
tidak.
6. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana
pengadaan sarana dan prasarana berikutnya.
7. Untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi barang
milik/kekayaan negara
8. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan barang
karena semua barang telah tercatat dalam daftar inventaris.

C. Manfaat/kegunaan daftar Inventarisasi


Adapun manfaat/kegunaan dari daftar inventarisasi barang-
barang milik/kekayaan negara adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan data dan informasi untuk melakukan
penyusunan perencanaan dan menentukan kebutuhan sarana
dan prasarana pada tahun berikutnya.
2. Menyediakan data dan informasi untuk dijadikan bahan
pertimbangan dan pengarahan dalam pengadaan sarana dan
prasrana
3. Memberikan data dan informasi untuk dijadikan
pertimbangan dalam penyaluran barang
4. Memberikan data dan informasi dalam rangka pemeliharaan
dan perawatan sarana dan prasarana.
5. Memberikan data dan informasi dalam menentukan barang
yang rusak/ tua/berlebih serta penetapan penghapusannya.
6. Memberikan data dan informasi dalam untuk mempermudah
pengawasan barang

68
D. Proses inventarisasi sarana dan prasarana
1. Kegiatan inventarisasi sarana dan prasarana dimulai dengan
pengelompokan sarana dan prasana, berdasarakan Kepmen
Keuangan nomor 225/MK/V/4 tahun 1971, penggolongan
sarana dan prasarana, pemberian kodefikasi terhadap sarana
dan prasarana, pemberian kodefikasi kepemilikan sarana dan
prasarana, kemudian pencatatan kedalam buku induk, buku
golongan dan penyusunan kartu/daftar inventaris ruang.
a. Penggolongan dan Kodefikasi Sarana dan Prasarana
Penggolongan barang adalah kegiatan untuk
menetapkan secara sistematik mengenai barang milik
negara (BMN) ke dalam golongan, bidang, kelompok,
sub-kelompok dan sub-sub kelompok barang sesuai
dengan Kepmen Keuangan Nomor 225/MK/V/4 tahun
1971. Sedangkan kodefikasi adalah pemberian kode
terhadap barang milik negara (BMN) sesuai dengan
penggolongan masing-masing barang dengan tujuan
untuk mempermudah pelaksanaan pengelolaan dan
penatausahaan BMN.
1) Kodefikasi Barang
Kode barang terdiri 10 (sepuluh) angka/digit yang
terbagi dalam lima kelompok kode dengan susunan
sebagai berikut:
X.XX.XX.XX.XXX
Satu angka/digit pertama : menunjukkan kode golongan
barang
Dua angka/digit kedua : menunjukkan kode bidang
barang
Dua angka/digit ketiga : menunjukkan kode kelompok
barang
Dua angka/digit keempat : menunjukkan kode sub
kelompok barang

69
Tiga angka/digit kelima : menunjukkan kode Sub-Sub
klpk barang

Penulisan kode barang (sarana dan prasarana) mengikuti


ketentuan sebagai berikut :
a) Kode 1 untuk golongan barang tidak bergerak
b) Kode 2 untuk golongan barang bergerak
c) Kode 3 untuk golongan hewan, ikan dan tanaman
d) Kode 4 untuk golongan persediaan
e) Kode 5 sampai 9 disediakan untuk penambahan
golonganbarang baru

Kodefikasi untuk golongan barang tidak bergerak dirinci


lagi menjadi beberapa bidang barang yaitu :
a) Kode 01 untuk bidang tanah
b) Kode 02 untuk bidang jalan dan jembatan
c) Kode 03 untuk bidang bangunan air
d) Kode 04 untuk bidang instalasi
e) Kode 05 untuk bidang jaringan
f) Kode 06 untuk bidang bangunan gedung
g) Kode 07 untuk bidang monumen
h) Kode 08 untuk bidang bangunan menara
i) Kode 09 untuk bidang rambu-rambu
j) Kode 10 untuk bidang tugu titik kontrol/pasti
k) Kode 11 sampai 99 disediakan untuk penambahan
bidang baru.

Kodefikasi untuk golongan barang bergerak dirinci ke


dalam bidang barang yaitu :
a) Kode 01 untuk bidang alat besar
b) Kode 02 untuk bidang alat angkutan
c) Kode 03 untuk bidang alat bengkel dan alat ukur

70
d) Kode 04 untuk bidang alat pertanian
e) Kode 05 untuk bidang alat kantor dan rumah tangga
f) Kode 06 untuk bidang alat studio, komunikasi, dan
pemancar
g) Kode 07 untuk bidang alat kedokteran dan kesehatan
h) Kode 08 untuk bidang alat laboratorium
i) Kode 09 untuk bidang koleksi perpustakaan/buku
j) Kode 10 untuk bidang barang bercorak
kesenian/kebudayaan/OR
k) Kode 11 untuk bidang alat persenjataan
l) Kode 12 untuk bidang komputer
m) Kode 13 untuk bidang alat eksplorasi
n) Kode 14 untuk bidang alat pemboran
o) Kode 15 untuk bidang alat produksi, pengolahan,
dan pemurnian
p) Kode 16 untuk bidang alat bantu eksplorasi
q) Kode 17 untuk bidang alat keselamatan kerja
r) Kode 18 untuk bidang alat peraga
s) Kode 19 untuk bidang peralatan proses/produksi
t) Kode 20 sampai 99 disediakan untuk penambahan
bidang baru.

Kodefikasi untuk golongan hewan, ikan, dan tanaman


dirinci kedalam bidang barang yang terdiri dari:
a) Kode 01 untuk bidang hewan
b) Kode 02 untuk bidang ikan
c) Kode 03 untuk bidang tanaman
d) Kode 04 sampai 99 disediakan untuk penambahan
bidang baru

71
Kodefikasi untuk golongan barang persediaan dirinci ke
dalam bidang barang yaitu :
a) Kode 01 untuk bidang barang pakai habis
b) Kode 02 untuk bidang barang tak habis pakai
c) Kode 03 untuk bidang barang bekas dipakai
d) Kode 04 sampai 99 disediakan untuk penambahan
bidang baru

Kodefikasi untuk bidang barang dirinci ke dalam


kelompok barang.
Contoh : Bidang tanah 1.01 dirinci menjadi beberapa
kelompok yaitu:
a) Kode 01 untuk kelompok tanah persil
b) Kode 02 untuk kelompok tanah non persil
c) Kode 03 untuk kelompok lapangan
d) Kode 04 sampai 99 disediakan untuk penambahan
kelompok baru.

Perincian bidang barang lainnya ke dalam kelompok


barang dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan
tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik
Negara.
Kodefikasi untuk kelompok barang dirinci ke dalam sub
kelompok barang.
Contoh : Kelompok barang tanah tersil 1.01.01 dirinci ke
dalam sub kelompok barang sebagai berikut :
1) Kode 01 untuk tanah bangunan perumahan/gedung
tempat tinggal
2) Kode 02 untuk tanah bangunan gedung
perdagangan/perusahaan
3) Kode 03 untuk tanah untuk bangunan industri
4) Kode 04 untuk tanah untuk bangunan tempat kerja

72
5) Kode 05 untuk tanah untuk bangunan gedung sarana
olah raga
6) Kode 06 untuk tanah untuk bangunan tempat ibadah
7) Kode 07 sampai dengan 99 disediakan untuk
penambahan sub kelompok baru.

Perincian kelompok barang lainnya ke dalam sub


kelompok barang dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Keuangan tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang
Milik Negara.
Sub Kelompok Barang dirinci ke dalam Sub-Sub
Kelompok Barang.
Contoh : Sub kelompok barang tanah tangunan
perumahan/gedung tempat tinggal 1.01.01.01 ke dalam
sub-sub kelompok barang yaitu :
1) Kode 001 Tanah bangunan rumah negara golongan I
2) Kode 002 Tanah bangunan rumah negara golongan
II
3) Kode 003 Tanah bangunan rumah negara golongan
III
4) Kode 004 Tanah bangunan rumah negara tanpa
golongan
5) Kode 005 Tanah bangunan mess/wisma/asrama
6) Kode 006 Tanah bangunan peristirahatan/
bungalow/cottage
7) Kode 007 Tanah bangunan rumah penjaga
8) Kode 008 Tanah bangunan rumah lembaga
permasyarakatan
9) Kode 009 Tanah bangunan rumah tahanan/rutan
10) Kode 010 Tanah bangunan flat/rumah susun
11) Kode 011 Tanah bangunan fasilitas tempat tinggal
lainnya

73
12) Kode 012 sampai dengan 999 disediakan untuk
penambahan Sub-Sub kelompok baru

Perincian sub kelompok barang lainnya ke dalam sub-sub


kelompok barang dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Keuangan tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang
Milik Negara.

b. Kodefikasi Kepemilikan Sarana dan Prasarana


Kode Lokasi terdiri 16 (enam belas) angka/digit
dengan susunan sebagai berikut :

XXX.XX.XX.XXXXXX.XXX
Tiga angka/digit pertama : menunjukkan kode pengguna
barang
Dua angka/digit kedua : menunjukkan kode eselon I
Dua angka/digit ketiga : menunjukkan kode wilayah
Enam angka/digit keempat : menunjukkan kode kuasa
pengguna barang
Tiga angka/digit kelima : menunjukkan kode pembantu
kuasa pengguna barang

Penjelasan:
1) Kode pengguna barang, mengacu kepada kode bagian
anggaran kementerian negara/lembaga negara yang
bersangkutan.
2) Kode eselon I, mengacu kepada kode unit eselon I bagian
anggaran pada kementerian negara/lembaga yang
bersangkutan.
3) Kode wilayah, mengacu kepada kode propinsi. Unit kerja
pada kantor

74
4) pusat kementerian negara & eselon 1, kode wilayah diisi
dengan 00.
5) Kode kuasa pengguna barang, mengacu kepada kode
satuan kerja pada kode bagian anggaran.

Contoh :
Satuan kerja pada kantor pusat direktorat Jenderal Kekayaan
Negara, Departemen Keuangan Republik Indonesia
menggunakan kode lokasi sebagai berikut:

Unit Kerja Kode Lokasi


Departemen Keuangan RI 015.00.00.000000.000
Ditjen Kekayaan Negara 015.10.00.000000.000
Sekditjen Kekayaan Negara 015.10.00.000000.000
Bagian Umum 015.10.00. 411792.000
(sesuai DIPA)

c. Kode Registrasi
Kode registrasi merupakan identitas barang yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal yang dilekatkan pada
barang yang bersangkutan. kode registrasi terdiri dari 16
(enam belas) angka/digit kode lokasi ditambah 4 (empat)
angka/digit tahun perolehan dan 10 (sepuluh) angka/digit
Kode barang ditambah 6 (enam) angka/digit nomor urut
pendaftaran barang, dengan susunan :

75
Kode PB

Kode PPBEI

Kode PPBW
Kode KPB

Kode PKPB

Tahun Perolehan

XXX XX XX XXXXXX XXX XXXX

X XX XX XX XXX XXXXXX

No Urut Pendaftaran
Sub-sub Kelompok
Sub Kelompok
Kelompok

Bidang

Golongan

Penjelasan :
a. Cara penulisan Kode Registrasi adalah untuk kode lokasi
dan tahun perolehan pada bagian atas, sedangkan untuk kode
barang dan nomor urut pendaftaran barang pada bagian
bawah.
b. Nomor urut pendaftaran adalah nomor urut yang diberikan
pada setiap jenis atau golongan barang (sub-sub
kelompok/golongan barang) yang dimulai dari 000001 dan
seterusnya.
Contoh : Penulisan nomor kode registrasi barang

76
Pada tahun 2007 Departemen Keuangan RI, Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara, Setditjen Kekayaan Negara
melakukan pembelian sebuah Komputer Note Book. Pada
saat perolehan barang tersebut nomor pencatatan terakhir
untuk Notebook yang dikuasai oleh unit kerja tersebut
adalah 000040. Selanjutnya, KPB dapat memberikan label
pada Notebook tersebut sebagai berikut :

Kode PB

Kode PPBEI

Kode PPBW
Kode KPB

Kode PKPB

Tahun Perolehan

015 10 00 411792 000 2007

2 12 01 02 003 000041

No Urut Pendaftaran
Sub-sub Kelompok
Sub Kelompok
Kelompok

Bidang

Golongan

77
Catatan :
Nomor Kode Registrasi barang ditulis pada Barang
Milik Negara (BMN) dengan menggunakan stiker, cat, dan
lain-lain sesuai dengan teknologi yang ada. Barang yang
diberi nomor registrasi adalah semua BMN yang dimiliki.
2) Satuan Barang
a) Semua barang harus dinyatakan dalam bentuk satuan
untuk menyatakan kuantitasnya.
b) Satuan yang dipergunakan adalah satuan-satuan
nasional dan internasional yang lazim dipergunakan di
Indonesia.
1) Satuan Berat : Kg dan Ton
2) Satuan Isi : L (liter), GI (galon) dan M3
3) Satuan Panjan : M (meter) dan Km (kilometer)
4) Satuan Luas : Ha (hektar) dan M2 (meter-persegi)
5) Satuan Jumlah : Buah, Batang, Botol, Doos, Zak,
Ekor, Stel, Rim, Unit, Pucuk, Set, Lembar, Box,
Pasang, Roll, Box, Lusin/Gross, Eksemplar.
c) Satuan barang ini dipergunakan dalam rangka
pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN.

2. Pencatatan Barang ke dalam Buku Induk Inventaris


Buku induk inventaris adalah buku yang dipergunakan
untuk mencatat semua barang milik/kekayaan negara yang
berada pada suatu organisasi/instansi secara tertib (menurut
urutan penerimaan barang). Barang habis dipakai tidak
dicatat ke dalam buku induk, tapi dicatat tersendiri ke dalam
buku Daftar Non Inventaris. Data barang yang dicatat ke
dalam buku induk inventaris meliputi: tanggal pembukuan,
kode barang, nama barang, keterangan (merek, nomor,
ukuran dsb), kuantitas, nama satuan, tahun pembuatan, asal
barang, kelengkapan dokumen (nomor dan tanggal

78
penyerahan/perolehan barang), keadaan barang, harga dan
keterangan.

Contoh : Format buku induk inventaris.


PBI/PPBI : ..........................................
Buku Induk Inventaris : .........................................
Keleng-
Merek,
Tanggal Tahun kapan
Kode Nama Nomor, Nama Asal
No. Pembu- Kuantitas Pembu- dokumen Harga Keterangan
Barang Barang Ukuran, Satuan Barang
kuan atan Tanggal
Dsb. perolehan
1

10

Penanggung Jawab Inventaris

............................................

3. Mencatat barang ke dalam buku golongan inventaris


Apabila barang inventaris yang dikelola atau dikuasai
oleh suatu organisasi/instansi cukup banyak, maka
diperlukanlah pencatatan ke dalam buku golongan inventaris
sebagai pembantu buku induk. Buku golongan ini dapat
disusun berdasarkan golongan barang, bidang, kelompok
dan sub kelompok barang. Data barang yang dicantumkan
(dicatatkan) ke dalam buku golongan inventaris semuanya
diambilkan dari buku induk inventaris, seperti tanggal

79
pembukuan, buku inventaris PBI/PPBI, kode barang
(kelompok dan kode kelompok), penambahan/pengurangan
(T/K dan uraian), jumlah barang, harga (satuan dan jumlah)
dan keterangan.
Contoh: Format buku golongan inventaris
UPB : .....................................
Daftar Inventaris Bidang : .....................................
Kode bidang : .....................................
Penambahan/
Tanggal Buku Kode Barang Harga (Rp)
Pengurangan Jumlah
No. Pembu- Inventaris Ket
Kode barang
kuan PPBI/PBI Kelompok T/K Uraian Satuan Jumlah
klp
1

10

Penanggung jawab Inventaris

............................................

4. Kartu Inventaris ruang/daftar inventaris ruang (KIR/DIR)


Kartu/daftar inventaris ruang (KIR/DIR) disusun
untuk setiap ruangan yang berisikan, data semua barang
inventaris yang ada diruangan tersebut. Data yang diisikan
(dicatatkan) ke dalam KIR/DIR ini meliputi, nama barang,
tanda pengenal barang (merk/tipe, nomor kode, tahun
pembukuan/pembelian), jumlah barang, keterangan
(berisikan keterangan mengenai kondisi barang, baik, rusak

80
dapat dipakai/diperbaiki, rusak sama sekali, pinjaman dan
titipan).
Contoh: Format untuk Kartu/Daftar Inventaris Ruang
(KIR/DIR).
Daftar Inventaris Ruang (DIR)
Kode ruangan : .....................................
Ruangan : .....................................
Kode UPB : ......................................
No. Nama Barang Tanda Pengenal Barang Jumlah Ket
Merk/Tipe Nomor Tahun Barang
Kode Pembuatan/Pembelian
1

10

Penanggung Jawab Ruang

........................................

81
5. Buku daftar non inventaris
Buku daftar non inventaris dipergunakan untuk mencatat
semua barang habis pakai yang diperoleh dengan
menggunakan uang negara, data yang dicatatkan ke dalam
buku catatan barang non inventaris, meliputi nama barang,
nomor kartu stok, merk dan ukuran, jumlah, satuan, tahun
pembuatan, asal barang, kelengkapan dokumen, kondisi
barang, harga (satuan dan jumlah), dan keterangan.

Contoh: Format catatan barang non inventaris


Buku Catatan Barang Non Inventaris
UPB : ................................
Catatan barang non inventaris : ................................

Harga
No. Nama No Merek Jumlah Satuan Tahun Asal Kelengkapan Kondisi Ket
Barang Kartu Ukuran pembuatan barang dokumen Satuan Jumlah
Stok dsb
1

10

Penanggungjawab barang

..........................................

82
BAB VIII
PEMELIHARAAN

Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pendidikan


berbagai upaya telah dilakukan untuk menyediakan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan. Namun pemeliharaan terhadap sarana
dan prasarana yang dimiliki tersebut kurang mendapat perhatian
sebagaimana mestinya, sehingga sarana dan prasarana yang ada
tidak pada organisasi atau sekolah tidak berfungsi dengan baik.
Adakalanya sarana dan prasarana tersebut cepat rusak, sulit
ditemukan apabila diperlukan, tidak siap untuk digunakan apabila
dibutuhkan, hal-hal tersebut mengindikasikan sarana dan prasarana
yang ada tidak dipelihara dengan baik dan akhirnya akan dapat
menyebabkan pemborosan-pemborosan dan in-efisiensi dalam suatu
organisasi/sekolah.

A. Pengertian Pemeliharaan
Setiap sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pekerjaan memerlukan pemeliharaan untuk menjaga
agar sarana dan prasarana tersebut selalu berada dalam keadaan siap
untuk digunakan. Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menjaga kondisi barang (sarana dan prasarana) yang ada, agar
selalu berada dalam keadaan baik dan siap untuk dipergunakan
secara berdaya guna dan berhasil guna.

B. Tujuan dan Fungsi Pemeliharaan


Memahami fungsi barang atau sarana dan prasaran yang
dimiliki berarti mengajak pemilik atau pemakai barang tersebut
untuk memikirkan pemeliharaan. Tanpa mengenai fungsi barang
pemeliharaan yang dilakukan tidak akan sebaik atau sesempurna bila
telah mengena atau mengetahui fungsi atau kegunaan dari barang

83
tersebut. Faktor lupa, malas dan lain sebagainya sering menjadi
penghambat pelaksanaan pemeliharaan dan pada akhirnya akan
mengalami kesulitan dalam pemakaian.
Pemeliharaan pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang
umur atau usia barang baik usia secara fisik maupun usia secara
administratif atau masa pemakaian barang. Usia fisik barang
bergerak dari 100% baru ke 0%. Sedangkan usia secara administratif
adalah masa pemakaian barang biasanya ditetapkan berdasarkan
pertimbangan dan perhitungan tertentu, pada usia administratif
tertentu barang tersebut telah boleh untuk dihapuskan. Untuk
menjamin kesiapan operasional dari barang apabila diperlukan
Fungsi pemeliharaan adalah menjaga agar barang atau sarana
dan prasarana yang dimiliki tetap dalam keadaan baik, supaya setiap
saat diperlukan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Fungsi
pemeliharaan merupakan komplemen terhadap penggunaan dengan
kata lain setiap barang memerlukan pemeliharaan. Ini berarti bahwa
penggunaan yang benar oleh sipemakai sudah merupakan bagian
dari pemeliharaan.
Setiap pemakai barang inventaris bertanggungjawab atas
pemeliharaan dan keselamatan barang yang digunakannya.
Pemeliharaan yang baik akan memberikan manfaat yang baik untuk
negara dan untuk orang yang menangani barang tersebut.
1. Manfaat untuk negera
a. Jika barang terpelihara dengan baik, keadaannya akan
awet yang berarti tidak perlu mengadakan penggantian
dalam waktu yang pendek yang berdampak pada
efisiensi.
b. Pemeliharaan yang baik mengakibatkan jarang terjadi
kerusakan yang berarti sehingga biaya perbaikan dapat
ditekan seminim mungkin.
c. Dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka akan lebih
terkontrol sehingga menghindari kehilangan,

84
d. Dengan adanya pemeliharaan yang baik barang akan
enak dilihat dan dipandang.
e. Pemeliharaan yang baik akan memberikan hasil pekejaan
yang baik pula.
2. Manfaat untuk pegawai yaitu akan memudahkan pegawai
yang bersangkutan dalam menggunakan peralatan dan pada
akhirnya akan dapat meningkatan kenyamanannya dalam
melaksanakan pekerjaan.

C. Jenis-jenis Kegiatan Pemeliharaan


Seperti Ada barang yang memerlukan pemeliharaan yang
cermat dan teliti, ada pula barang yang hampir-hampir tidak
memerlukan pemeliharaan. Pemeliharaan sifat barang pemeliharan
juga berbagai macam atau jenis ragamnya. mencakup aspek yang
sangat luas meliputi pemeliharaan aspek legalitas sampai pada
pembongkaran dan rehabilitasinya, sebagai contoh kenderaan
bermotor legalitasnya adalah STNK harus diselesaikan milai dari
balik nama sampai pada pembaharuannya setiap tahun, kelalaian
dalam pengurusan STNK dapat menimbulkan kasus hukum yang
tidak diinginkan. Selanjutnya pemeliharaan kenderaan bermotor
secara fisik dimulai dari pembelian minyak pelumas, bahan bakar,
pemeriksaan accu, pemberian air untuk pendingin dan seterusnya,
cara mengendarainyapun termasuk pada lingkup pemeliharaan.
Pemeliharaan ini merupakan terjemahan dari kata “care and
maintenance”, care artinya perlakukan atau cara memperlaukan
suatu barang, sedangkan maintenance adalah menjaga agar barang
tetap dapat berfungsi sebagaimana sebagaimana seharusnya.
Macam-macam pemeliharaan yang perlu mendapat perhatian
dari pengelola sarana dan prasarana dalam suatu organisasi adalah :
a. Pemeliharaan terhadap aspek hukum, yang dimaksud dengan
pemeliharaan dari aspek hukum adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menjaga dan menyimpan bukti kepemilikan

85
sarana dan prasarana yang dimiliki, seperti pengurusan
STNK dan BPKB pada kenderaan bermotor (STNK boleh
diserahkan kepada orang yang mempergunakan kenderaan,
sedangkan BPKB tetap disimpan di organisasi), pengurusan
sertifikat pada tanah dan izin mendirikan bangunan pada
bangunan.
b. Pemeliharaan dari segi penggunaan, pemeliharaan dari segi
penggunaan dapat dibedakan kepada dua hal yaitu,
memperlakukan dan menjalankan. Memperlakukan adalah
penggunaan atau penerapan suatu metode untuk
menggunakan perlengkapan, yang secara langsung atau tidak
langsung dipengaruhi oleh selera pribadi pemakainya.
Sedangkan menjalankan diberlakukan untuk barang yang
secara struktur fisiknya ada yang bergerak atau barang itu
seluruhnya bergerak atau digerakkan dari tempatnya.
c. Pemeliharaan terhadap bahan dan suku cadang, bahan dan
suku cadang hanya menyangkut pada alat dan mesin yang
memerlukan suku cadang. Bahan adalah sesuatu yang
diperlukan secara mutlak untuk menjalankan mesin, bahan
dibedakan kepada yang secara langsung susut volumenya
secara kuantitatif dan yang tidak bisa langsung susut
volumenya, contoh pada kenderaan bermotor bahan bakar
yang merupakan bahan yang langsung susut volumenya dan
minyak pelumas adalah bahan yang tidak langsung susut
volumenya. sedangkan suku cadang adalah bagian yang
ausnya lebih cepat dari pada barang yang bersangkutan
secara keseluruhannya, seperti ban, busi, piston, generpot
merupakan suku cadang pada kenderaan bermotor.
d. Pemeliharaan terhadap keamanan fisik barang yaitu kegiatan
yang dilakukan untuk menghindarkan barang dari gangguan-
gangguan yang mungkin menghambat penggunaan barang.
Gangguan adalah unsur penyebab yang dapat menimbulkan

86
kemacetan atau penyimpangan sehingga barang tidak dapat
dipergunakan secara normal, sebagai contoh gangguan air
untuk barang elektronik, kertas, gangguan api untuk semua
jenis barang, gangguan dari aus untuk barang atau bagian
barang yang bergerak, gangguan dari cuaca dan goncangan
untuk barang-barang tertententu. Secara umum gangguan
tersebut dapat dikelompokkan kepada gangguan yang fatal
dan yang tidak. Gangguan yang berakibat fatal adalah
keadaan yang mengakibatkan barang tidak dapat digunakan
lagi. Sedangkan gangguan yang tidak fatal seperti yang
disebabkan aus pada bagian tertentu saja keadaan normal
apabila aus itu menimpa suatu suku cadang, alat mesin yang
bersangkutan akan berjalan normal lagi apabila suku cadang
itu diganti.
Namun demikian aus ini akan dapat menimbulkan
kerusakan yang lebih besar apabila terlambat diketahui dan
dapat merembet kebagian lain yang lebih mahal harganya
dan lebih penting fungsinya. Menghadapi gangguan yang
mungkin timbul ada dua pendekatan pemeliharaan yaitu
yang bersifat prepentif dan yang bersifak korektif.
Pendekatan prepentif digunakan untuk menghindari
gangguan, sedangkan pendekatan korektif ditujukan untuk
memperbaiki bagian yang rusak, dalam pengelolaan
pemeliharaan hendaknya yang lebih diutamakan adalah
pendekatan prepentif dan dalam keadaan tertentu atau
terpaksa pendekatan korektif perlu dilakukan.
e. Pemeliharaan dari aspek waktu, pemeliharaan dari aspek
waktu dapat dilakukan sehari-hari, berkala dan insidentil.
Pemeliharaan sehari-hari dilakukan sebelum, selama dan
setelah barang terebut dipergunakan, pemeliharaan sehari-
hari biasanya dilakukan oleh orang yang memakai atau
menggunakan barang tersebut seperti pemeliharaan dari

87
debu, kebersihan, kerusakan ringan, menyimpan dengan baik
apabila tidak dipergunakan. Pemeliharaan berkala dilakukan
pada waktu-waktu tertentu atau wakt unyaditetapkan seperti
satu kali sebulan, satu kali tiga bulan dan sebagainya.
Pemeliharaan berkala biasanya dilakukan oleh orang yang
benar-benar mengetahui dan memahami barang tersebut,
seperti menukar air accu dan service pada kenderaan
bermotor dan mengecat pada bangunan. Sedangkan
pemeliharaan insidentil adalah pemeliharaan yang dilakukan
apabila ada kerusakan, gangguan atau kelainan pada barang
yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak terduga dan
pemeliharaan insidentil ini biasanya dilakukan oleh orang
yang dianggap mengetahui ataumemahami barang tersebut.

88
BAB IX
PENGHAPUSAN
Penghapusan barang inventaris merupakan kegiatan akhir dari
siklus manajemen sarana dan prasarana yang dilakukan dengan
menggunakan mekanisme tertentu, berdasarkan peraturan dan
ketentuan yang berlaku.

A. Pengertian Penghapusan
Penghapusan adalah proses kegiatan menghapuskan barang
milik negara dari daftar inventarisasi (bukan menghapuskan
barang secara fisik) ketentuan dan peraturan perudang-undangan,
penghapusan dari daftar inventaris dilakukan berdasarkan
keputusan dari penjabat yang berwenang.
Tujuan penghapusan adalah untuk membebaskan
bendaharawan barang dan atau PPBI dari pertanggungjawaban
administrasi dan fisik atas barang milik negara yang berada di
bawah atau pengurusannya sesuai dengan ketentuan
perundangan-perundangan yang berlaku.

B. Manfaat Penghapusan
Sebagai salah satu dari fungsi manajemen sarana dan
prasarana penghapusan bermanfaat untuk :
1. Mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi
kerugian/pemborosan biaya untuk pemeliharaan/perbaikan,
pengamanan barang yang semakin jelek kondisinya, barang
yang berlebih dan atau barang lainnya yang tidak dapat
dipergunakan lagi.
2. Meringankan kerja pelaksana inventaris dari pengurusan
barang dalam organisasi/lembaganya.
3. Membebaskan ruangan atau perkarangan kantor dari
penumpukan barang-barang yang tidak dipergunakan lagi.
89
4. Membebaskan satuan organisasi dari pengurusan dan
pertanggungjawaban barang.

C. Persyaratan barang yang dapat dihapuskan


Secara umum sarana dan prasarana baru bisa
diusulkan/dipertimbangkan untuk proses penghapusan apabila
meliki/telah memenuhi salah persyaratan berikut:
1. Dalam keadaan rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki
atau dipergunakan lagi.
2. Perbaikan akan menelan biaya yang besar sehingga akan dapat
memboroskan penggunaan keuangan negara.
3. Secara teknis dan ekonomis kegunaan barang tidak seimbang
dengan besarnya biaya pemeliharaan.
4. Hilang akibat susut di luar kekuasaan pengurus barang,
misalnya bahan kimia dan sebagainya.
5. Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini (sekarang) atau
sudah ketinggalan zaman.
6. Kelebihan persediaan, jika disimpan lebih lama akan
bertambah rusak dan akhirnya tidak dapat dipergunakan lagi.
7. Musnah akibat bencana alam, seperti gempa bumi, banjir,
tanah longsor, angin topan dan sebagainya.
8. Hilang karena dicuri, diselewengkan, dirampok dan
sebagainya.
9. Hewan dan tanaman yang mati atau cacat
10. Karena peraturan pemerintah seperti adanya penggabungan
organisasi, kenderaan dinas dan rumah dinas.

D. Proses Penghapusan
1. Pembentukan Panitia Penghapusan
Panitia penghapusan adalah panitia yang dibentuk
oleh pejabat yang berwewenang, panitia penghapusan
sekaligus termasuk panitia pelelangan dan panitia peneliti
90
atau panitia pemeriksa barang. Penghapusan terdiri dari:
unsur satuan kerja yang membidangi perlengkapan, umum,
dan keuangan pada organisasi satuan kerja yang
bersangkutan dan dapat mengikutsertakan unsur teknis
lainnya.
Tugas panitia penghapusan:
a. Meneliti ataumemeriksa barang yang akan dihapus
meliputi:
1) menginventarisir/meneliti barang yang akan dihapus.
2) menilai kondisi fisik barang yang akan dihapus.
3) menetapkan perkiraan nilai barang yang akan
dihapus.
4) membuat berita acara penilaian/pemeriksaan.
b. Menyusun rencana penghapusan sebanyak-banyaknya 2
(dua) kali setahun.
c. Menyelesaikan kelengkapan administratif usul
penghapusan.
d. Mengajukan usulan penghapusan kepada unit pengguna
barang (UPB) untuk selanjutnya disampaikan secara
hirarkhi kepada pejabat yang berwewenang.
e. Mengkoordinasikan dengan Kantor Lelang Negara
setempat, dalam hal penghapusan tersebut ditindak
lanjuti dengan penjualan lelang.
f. Menyusun laporan termasuk membuat berita acara hasil
pelaksanaan tindak lanjut penghapusan.
g. Laporan hasil tindak lanjut penghapusan harus
disampaikan oleh Panitia Penghapusan kepada Pejabat
yang menertibkan Surat Keputusan Penghapusan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
pelaksanaan/serah terima dilakukan.
2. Pertimbangan penghapusan untuk barang bergerak
a. Pertimbangan Teknis, antara lain:

91
1) secara fisik barang tidak dapat digunakan karena
rusak dan tidak ekonomis bila diperbaiki.
2) secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat
modernisasi.
3) telah melampai batas waktu
kegunaannya/kadaluarsa.
4) karena penghapusan biasa mengalami perubahan
dalam spesi-fikasi seperti terkikis, aus, dan lain-lain.
5) selisih kurang dalam timbangan/ukuran disebabkan
penggunaan/ susut dalam
penyimpanan/pengangkutan.
b. Pertimbangan Ekonomis, antara lain:
1) karena berlebih (surplus atau akses)
2) secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara
apa bila dihapus, karena biaya operasional dan
pemeliharaannya lebih besar dari manfaat yang
diperoleh.
c. Karena hilang/kerusakan perbendaharaan atau kerugian
yang disebabkkan oleh:
1) kesalahan atau kelalaian bendaharawan
barang/pengurus barang.
2) di luar kesalahan/kelalaian bendaharawan barang,
misalnya karena kecelakaan atau alasan tak terduga
(force majeure).
3) mati, bagi tanaman atau hewan/ternak.
3. Dasar pertimbangan penghapusan untuk barang tidak
bergerak
a. Rusak berat, terkena bencana alam/force majeure, tidak
dapat dimanfaatkan secara optimal.
b. Terkena planologi kota.
c. Kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas.

92
d. Penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan
memudahkan koordinasi.
e. Pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana
strategis pertahanan dan keamanan (Hankam).

4. Tata cara penghapusan yang sifatnya khusus


a. Penghapusan karena bencana alam/force majeure,
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1) wewenang menyetujui/menolak permohonan
penghapusan, dilimpahkan kepada menteri/ketua
lembaga dengan terlebih dahulu mendapat
persetujuan atau rekomendasi dari Kantor
Wilayah Direktorat Anggaran setempat.
2) permohonan penghapusan antara lain dilengkapi
dengan;
a) keterangan dari pejabat tentang terjadinya
bencana alam.
b) berita acara kerusakan barang dari pihak yang
berwewenang karena bencana alam.
(1) daftar barang yang hilang atau rusak.
(2). bukti foto kerusakan barang karena
bencana alam.
(3) peta situasi tanah dan bangunan yang
terkena bencana alam.
3) rekomendasi dari Departemen Pekerjaan Umum
mengenai kondisi bangunan dan dari Badan
Pertahanan Nasional mengenai kondisi tanah.
b. Penghapusan barang bergerak yang tidak laku dijual
lelang.
Apabila terdapat terdapat barang yang telah ditetapkan
penghapusannya dan tidak laku dijual melalui Kantor

93
Lelang Negara, maka barang tersebut dapat
dimusnahkan/dihibahkan.
Pelaksanaan pemusnahan/penghibahan tersebut
dilaporkan kepada pembina barang inventari
(PEBIN)/Kuasa PEBIN, dengan dilampiri berita acara
yang ditanda tangani oleh pejabat Kantor Lelang
Negara bahwa barang tersebut tidak laku dijual lelang.
c. Penghapusan barang bergerak karena alasan hilang.
Penghapusan barang hilang diluar kesalahan/kelalaian
bendaharawanpengurus Barang:
1) unit pemakai barang/bendaharawan barang
setelah mengetahui terjadinya kekurangan
perbendaharaan/kerugian negara segera
melaporkan kekurangan tersebut kepada
penguasa barang inventaris (PBI) atau PPBI.
Tembusan laporan tersebut disampaikan kepada
Kuasa PEBIN.
2) atas dasar laporan kehilangan/kekurangan
tersebut, diadakan pemeriksaan/penelitian segi
administratif dan fisik oleh suatu panitia
pemeriksa/peneliti yang dibentuk. Berita acara
pemeriksaan memuat rincian tentang jumlah dan
jenis barang, dan dengan sebab-sebab
kehilangan/kekurangan barang, serta penjelasan
lain yang diperlukan.
3) untuk mendukung kebenaran/kepastian hasil
penelitian/ pemeriksaan tersebut, perlu diminta
surat keterangan dari kepolisian setempat tentang
penyidikan di tempat kejadian perkara (TKP).
4) apabila kehilangan/kekurangan barang dimaksud
dapat dibuktikan bukan karena
kelalaian/kesalahan bendaharawan/ pengurus

94
barang, maka penanggung jawabnya dapat
mengajukan permohonan untuk menghapuskan
barang tersebut kepada Menteri Keuangan c.q.
Kepala Kantor Anggaran setempat untuk
mendapat keputusan. Penghapusan barang
tersebut tidak menutup kemungkinan adanya
pelaksanaan tuntutan ganti rugi (TGR) apabila di
kemudian hari dapat dibuktikan adanya unsur
kesengajaan/kesalahan/ kelalaian dari
bendaharawan/pengurus barang pada suatu
organisasi.
Penghapusan barang hilang dikarenakan
kesalahan/kelalaian dapat dilakulan apabila:
1) apabila barang bergerak yang hilang karena
dicuri/dirampok, kecelakaan/terbakar, tercecer,
mati bagi tanaman/hewan/ternak karena
kelalaian/digelapkan serta karena perbuatan
melawan hukum atau perbuatan melalaikan
kewajiban yang ditetapkan selaku pegawai negeri.
Sehingga baik secara langsung maupun tidak
langsung telah merugikan negara, maka akibat
kejadian tersebut keputusan penghapusannya
diproses bersamaan dengan proses Tuntutan Ganti
Rugi (TGR) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) surat keputusan penghapusan barang dapat
ditetapkan oleh Pembina Barang Inventaris
(PEBIN) atau Kuasa PEBIN atau Penguasa Barang
Inventaris (PBI) atau Pembantu PBI sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tanpa terlebih dahulu menunggu
ditetapkannya Tuntutan Ganti Rugi (TGR).

95
d. Penghapusan tanaman/hewan/milik negara
dilaksanakan dengan tatacara sebagai berikut:
1) persetujuan atau penolakan penghapusan terhadap
tanaman/hewan yang akan dihapuskan ditetapkan
oleh PEBIN/Kuasa PEBIN atas nama PEBIN.
2) penghapusan tanaman, hewan/ternak yang mati
atau cacat berat dilakukan oleh Kepala
Kantor/satuan Unit Kerja/Proyek selaku Unit
Pengguna Barang (UPB), dengan tembusan kepada
kuasa PEBIN.
e. Penghapusan barang yang sudah kadaluarsa.
Penghapusan barang yang sudah kadaluarsa
atau sudah ketinggalan zaman seperti obat-obatan,
obat anti hama, bahan peledak, mesiu, alat-alat
kantor dan lain sebagainya ditetapkan oleh
Menteri/Ketua Lembaga setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal Anggaran
atas nama Menteri Keuangan.

96
BAB X
PENGAWASAN MANAJEMEN SARANA DAN
PRASARANA

Dilihat dari proses dan kedudukannya dalam manajemen


sarana dan prasarana, maka pengawasan merupakan fungsi sentral
dari kegiatan manajemen sarana dan prasarana, dengan kata lain
seluruh kegiatan yang dilakukan dalam manajemen sarana dan
prasarana, mulai dari analisis dan penyusunan rencana kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pemeliharaan
dan penghapusan perlu diawasi. Pada pembahan berikut akan
dikemukakan beberapa hal yang terkait dengan pengawasan
manajemen sarana dan prasarana antara lain, pengertian
pengawasan,faktor yang mendasari perlunya pengawasan dilakukan,
tujuan, proses dan prinsip pengawasan serta aspek-aspek yang perlu
diawasi dalam kegiatan manajemen sarana dan prasarana.

A. Pengertian Pengawasan Manajemen sarana dan


Prasarana
Pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok yang tidak
dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi lainnya dalam manajemen.
Fungsi-fungsi lainnya dalam manajemen tidak akan banyak
membawa arti tanpa diikuti dengan pengawasan. Para ahli
manajemen banyak mengemukakan tentang pengertian pengawasan,
Winardi (2000) mengemukakan pengawasan adalah semua aktivitas
yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan
bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan. Pada
bagian lain Winardi mengemukakan pengawasan tidak hanya
sekedar menentukan apakah hasil yang dicapai sesuai dengan
rencana, tetapi memperbaiki dan meluruskan pelaksanaan kegiatan

97
agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan sehingga dapat
mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Siagian (1990)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah
proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi
untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang
dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. Kalau pengertian di atas diperhatikan dengan cermat
akan terlihat dua hal penting yang terkandung pada pengertian
terkandung yaitu konsep dan tujuan dari pengawasan. Mokler yang
dikutip oleh Siswanto (2005) melihat pengawasan dari aspek yang
berbeda yaitu dari proses pelaksanaan pengawasan, Mokler
mengemukakan pengawasan adalah suatu usaha sistimatik untuk
menetapkan standar kinerja dengan sasaran perencanaan, mendesain
sistem umpan balik informasi, membandingkan kinerja aktual
dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan apakan terdapat
penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut
dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin bahwa
semua sumber daya yang sedang digunakan sedapat mungkin secara
lebih efektif dan efisien guna mencapai sasaran organisasi. Sujamto
(1983) mengutip beberapa pendapat ahli manajemen tentang
pengawasan yaitu Terry, Newman dan Fayol. Terry mengemukakan
pengawasan adalah usaha untuk menentukan apa yang telah dicapai,
mengadakan evaluasi atasnya dan mengambil tindakan-tindakan
korektif bila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai
dengan rencana. Newman mengemukakan pengawasan adalah suatu
usaha untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan Fayol
mengemukakan pengawasan merupakan pegujian apakah segala
sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan,
dengan instruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip
yang telah digariskan. Ia bertujuan untuk menunjukkan
(menemukan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan

98
dengan maksud untuk memperbaikinya dan mencegah terulangnya
kembali.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengawasan adalah proses penentuan atau
penetapan pekerjaan yang akan dilaksanakan, mengamati, menilai
serta mengoreksi bila perlu dengan masud agar pelaksanaan kegiatan
dalam organisasi dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang
ditetapkan sebelumnya

B. Faktor yang Mendasari Perlunya Pengawasan


Suatu prganisasi akan berjalan secara terus-menerus dan
semakin komplek dari waktu ke waktu, banyaknya orang yang
berbuat kesalahan dalam organisasi dan guna mengevaluasi atas
hasil kegiatan yang telah dilakukan, inilah yang membuat fungsi
pengawasan semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya
pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang
kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi
para pekerjanya. Ada beberapa alasan yang menyebabkan
pengawasan itu penting dilaksanakan, diantaranya :

1. Perubahan lingkungan organisasi


Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi
terus-menerus dan tak dapat dihindari, seperti munculnya
inovasi produk dan pesaing baru, diketemukannya bahan
baku baru dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasannya
pimpinan dapat mendeteksi perubahan-perubahan
lingkungan yang berpengaruh pada organisasi sehingga
organisasi mampu menghadapi tantangan-tantangan atau
memanfaatkan kesempatan untuk menciptakan perubahan
dan inovasi yang efektif untuk perbaikan organisasi.

99
2. Peningkatan kompleksitas organisasi
Semakin besar dan komplek atau semakin banyak orang
yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan organisasi, maka
akan semakin diperlukan pengawasan pada setiap kegiatan
dalam organisasi tersebut. Berbagai jenis produk dan bentuk
prilaku harus diawasi untuk menjamin kualitas dan
profitabilitas tetap terjaga. Semuanya memerlukan
pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan
efektif.
3. Meminimalisasikan tingginya kesalahan-kesalahan
Bila para bawahan tidak membuat kesalahan,
pimpinan dapat secara sederhana melakukan fungsi
pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering
membuat kesalahan. Sistem pengawasan memungkinkan
pimpinan untuk mendeteksi kesalahan tersebut sebelum
menjadi kritis atau berakibat fatal terhadap pelaksanaan
kegiatan dalam organisasi.
4. Kebutuhan pimpinan untuk mendelegasikan wewenang
Bila pimpinan mendelegasikan wewenang kepada
bawahannya, tanggung jawab atasan itu sendiri tidak
berkurang. Satu-satunya cara pimpinan dapat menentukan
apakah bawahan telah melakukan tugasnya sebagaimana
yang digariskan adalah dengan mengimplementasikan
sistem pengawasan.
5. Adanya perbedaan tujuan
Kalau ditelusuri lebih mendalam bahwa setiap orang
(individu) yang melakukan suatu aktifitas atau pekerjaan dan
aktifitas itu dilakukannya dalam organisasi, maka pada
orang (individu) itu sebenarnya ada dua tujuan yang akan
dicapainya dalam beraktifitas yaitu tujuan individu dan
tujuan organisasi. Tujuan individu adalah untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan individu baik kebutuhan fisik,

10
keamanan, sosial maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya,
sedangkan tujuan organisasi adalah sesuatu yang ingin
dicapai dalam organisasi yang dirumuskan berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan organisasi. Ada kalanya kedua tujuan
tersebut tidak sejalan bahkan ada yang bertentangan,
orientasi seseorang dalam mencapai tujuan tersebut akan
menentukan kecenderungannya dalam beraktifitas.
Untuk menjaga dan menjamin agar aktifitas orang
(individu) yang berada dalam organisasi berjalan sesuai
dengan tujuan organisasi, disinilah letaknya fungsi
pengawasan.
6. Adanya rentangan waktu
Rentangan waktu yang dimaksud disini adalah
perbedaan waktu atau saat ditetapkannya tujuan dengan
waktu atau saat pencapaian tujuan tersebut. Penetapan tujuan
yang akan dicapai sejalan dengan perumusan/ penyusunan
rencana kegiatan organisasi, sedangkan pencapaian tujuan
tersebut berada dalam rentangan waktu yang telah ditetapkan
dalam rencana kegiatan. Selama dalam rentangan waktu
tersebut hal-hal yang tidak diinginkan atau diharapkan
mungkin saja dapat terjadi, maka untuk mondorong dan
menjamin agar orang (individu) yang berada dalam
organisasi selalu beraktifitas sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan disinilah letak pentingnya pengawasan
dilaksanakan. Tanpa kegiatan pengawasan orang cenderung
lupa terhadap rencana yang telah ditetapkannya.

C. Tujuan Pengawasan
Suatu kegiatan dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai
tujuan tertentu, pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen
dilaksanakan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Winardi (2000) mengemukakan bahwa tujuan utama

10
diadakan pengawasan adalah untuk menjaga dan mendorong agar
pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan efektif dan efisien
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, instruksi yang
diberikan dan kebijakan yang digariskan. Selajan dengan itu
Handayaningrat (1997) mengemukakan pengawasan bertujuan agar
hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efektif)
dan berhasil guna (efisien) sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Kartowardojo (1985) mengemukakan secara
rinci beberapa tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan
pengawasan yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah sesuatu kegiatan berjalan sesuai
dengan rencana yang digariskan.
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan
dengan instruksi serta asas-asas yang telah ditentukan.
3. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-
kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang timbul dalam
pelaksanaan kegiatan pada suatu organisasi.
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu kegiatan dalam
organiasi berjalan secara efisien.
5. Untuk mencari jalan keluar, apabila ternyata dijumpai
kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dan kegagalan
dalam pelaksanaan kegiatan ke arah perbaikan.
Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Ukas (2004)
mengemukakan:
1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-
informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang
akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan
rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas
kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang
tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-
gangguan yang terjadi.

10
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para
pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam
mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan
pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang
diharapkan.

Sedangkan Situmorang dan Juhir (1994) mengatakan bahwa


tujuan pengawasan adalah :
1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang
didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang
berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh
partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam
wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang
obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan
aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi
atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?
masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih
mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap
masyarakat dan ajaran agama.

Dari tujuan-tujuan pengawasan yang dikemukakan di atas,


dapat dilihat betapa pentingnya pengawasan dalam pelaksanaan
suatu kegiatan, dengan adanya pengawasan hambatan-hambatan,
penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan suatu kegiatan dengan
segera dapat diatasi dengan cara mengambil tindakan-tindakan
korektif yang positif, baik berupa teguran, bimbingan maupun
berupa arahan-arahan dengan demikian akan dapat dipastikan bahwa
pelaksanaan kegiatan dalam organisasi akan berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.

10
D. Prinsip-prinsip pengawasan
Agar pelaksanaan pengawasan dapat berjalan secara benar
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka dalam
pelaksanaan pengawasan ada beberapa prinsip yang harus
dipedomani, sebagai contoh berikut ini akan dikemukakan beberapa
prinsip pengawasan yang dikemukakan oleh ahli manajemen,antara
lain: Handoko (1999) mengemukakan prinsip-prinsip pengawasan
tersebut adalah:
1. Tertuju kepada strategis kegiatan sebagai kunci yang
menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan dalam
dalam pencapaian tujuan organisasi.
2. Hasil dari pengawasan harus dapat dijadikan dasar untuk
melakukan umpanbalik demi perbaikan program yang akan
dilaksanakan pada masa yang akan datang.
3. Pengawasan harus fleksibel dan responsif terhadap
perubahan-perubahan kondisi lingkungan organisasi, sebab
pelaksanaan kegiatan pada organisasi harus menyesuaikan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan
organisasi.
4. Pengawasan harus cocok dengan karakhteristik organisasi,
misalnya organisasi yang bersifat tertutup dan terbuka, maka
pengawasan juga harus menyesuaikan dengan karakhteristik
tersebut.
5. Pengawasan juga merupakan control terhadap diri sendiri.
6. Pengawasan harus bersifat langsung yaitu pelaksanaan
pengawasan hendaknya dilakukan di tempat kerja,
7. Pelaksanan pengawasan hendaknya memperhatikan hakikat
manusia dalam mengontrol para personil.

Handayaningrat (1997) menemukakan beberapa prinsip yang


harus diperhatikan dalam pelaksanaan pengawasan yaitu:

10
1. Pengawasan berorientasi kepada tujuan yang akan dicapai
dalam organisasi
2. Pengawasan harus objektif, jujur dan mendahulukan
kepentingan umum dari kepentingan pribadi.
3. Pengawasan harus berorientasi terhadap kebenaran menurut
peraturan-peraturan yang berlaku, berorientasi terhadap
kebenaran atas prosedur yang telah ditetapkan dan
berorientasi terhadap kebenaran tujuan dalam pelaksanaan
pekerjaan
4. Pengawasan harus menjamin sumber daya dan hasil guna
pekerjaan yang sedang dilaksanakan
5. Pengawasan harus berdasarkan atas standar atau ukuran
yang objektif, teliti, akurat dan tepat
6. Pengawasan harus dilaksanakan secara menyeluruh,
sistimatis, berkesinambungan dan terus-menerus
7. Hasil pengawasan, harus dapat memberikan umpan balik
terhadap perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan,
perencanaan serta kebijaksanaan waktu yang akan datang

Sedangkan menurut Abdulrachman (1995) mengemukakan


bahwa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
pengawasan adalah:
1. Prinsip menjamin sasaran
Pengawasan pekerja ditunjukkan untuk menjamin
tercapainya tujuan yaitu apabila menemukan perubahan-
perubahan dari rencana, maka tindakan perbaikan harus
dilakukan. Hal ini untuk menghindari penyimpangan dan
mencegah terulangnya kembali kesalahan yang dibuat dalam
pelaksanaan suatu tugas.
2. Prinsip efisiensi
Pengawasan pekerja harus dapat dilakukan dengan baik oleh
manajer yang bertanggung jawab atas pelaksanaan rencana,

10
dalam hal ini ditunjukkan agar semua sumber daya yang ada
baik sumber daya manusia ataupun modal yang dapat
dipergunakan sesuai dengan yang dibutuhkan atau sesuai
dengan rencana. Dengan kata lain pengawasan pekerja ini
ditunjukkan untuk mencegah terjadinya pemborosan atau
ketidaksesuaian daripada penggunaan sumber daya yang ada
dengan rencana atau kebutuhan yang harus dipenuhi.

3. Prinsip penglihatan ke muka


Pengawasan pekerja harus bersifat preventif yang berarti
proses pengawasan itu dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dari rencana yang telah ditentukan baik pada
saat sekarang maupun dimasa yang akan datang.
Pengawasan pekerja ini dilakukan untuk memperkecil
penyimpangan dari rencana serta dapat mencegah
penyimpangan pelaksanaan suatu kegiatan.
4. Prinsip pengawasan secara langsung
Pengawasan pekerja dilakukan oleh manajer secara langsung
ke tempat pelaksanaan pekerjaan baik dengan sistem
inspektif, verifikatif, maupun dengan sistem investiatif.
Metode ini dimaksudkan agar segera dapat dilakukan
tindakkan perbaikkan dan penyempurnaan dalam
pelaksanaan pekerjaan
5. Prinsip standar
Pengawasan pekerja yang dilakukan harus didasarkan
kepada suatu pedoman atau standar serta peraturan dan
ketentuan yang ada sebelumnya. Maka dalam pengawasan
pekerja perlu adanya alat pengukur untuk menilai
pelaksanaan pekerjaan. Standar tersebut harus objektif, teliti
serta tepat. Hal ini dimaksudkan agar dalam menemukan
suatu penyimpangan dapat diketahui bagaimana yang
seharusnya dipedomani.

10
6. Prinsip titik strategis
Pengawasan pekerja harus dilakukan terutama untuk faktor-
faktor dan kegiatan yang paling utama, vital serta strategis
yang tidak lain menjadi bagian tujuan dari organisasi itu
sendiri. Bagian-bagian yang dikontrol jadi dilakukan pada
saat-saat yang strategis saja.
7. Prinsip teliti ulang
Cara pengontrolan haruslah diteliti ulang dan diperiksa
secara periodik. Pengawasan dapat dilakukan dengan cara
sebelumnya atau periode yang lalu sehingga untuk periode
yang sekarang pengawasan pekerja yang dilakukan ini hasil
dari penelitian cara pengawasan periode lalu.

E. Aspek-aspek yang Diawasi dalam Manajemen


Sarana dan Prasarana
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai bahwa pengawasan
ditujukan untuk menjaga dan mendorong agar pelaksanaan kegiatan
dapat berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Tujuan ini
mengisyaratkan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan harus
diawasi, hal ini disebabkan karena yang melakukan kegiatan adalah
orang dan kegiatan itu dilakukan dalam organisasi. Maka dari itu
pada diri orang yang melakukan kegiatan tersebut melekat dua
tujuan yang akan dicapainya (tujuan individu dan tujuan organisasi).
Bertolak dari penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa kegiatan-
kegiatan yang perlu diawasi dalam manajemen sarana dan prasarana
adalah, analisis dan penyusunan rencana kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pemeliharaan dan
penghapusan sarana dan prasarana. Berikut ini akan dikemukakan
secara ringkas tentang pengawasan terhadap aspek-aspek tersebutut.

10
1. Pengawasan terhadap analisis dan penyusunan rencana
kebutuhan
Pengawasan terhadap kegiatan analisis dan
penyusunan rencana kebutuhan bertujuan untuk menjamin
agar kegiatan analisis ini, benar-benar dilakukan sebagai
dasar dalam menyusun rencana kebutuhan, sebab apabila
penyusunan rencana kebutuhan sarana dan prasarana tidak
didasarkan kepada analisis kebutuhan yang benar dan data
yang aktual, maka bisa dipastikan akan terjadi inefektifitas
dan inefesiensi dalam pengelolaan sarana dan prasarana.
Sebagai contoh dalam penyusunan rencana kebutuhan sarana
pada suatu instansi orang cenderung merumuskannya
berdasarkan keinginan bukan pada kebutuhan, sehingga
banyak barang atau sarana yang telah diadakan atau dibeli
tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Sehingga barang
atau sarana tersebut mubazir diadakan, hal inilah yang
menyebabkan tidak efesien dan efektifnya pengelolaan dana
dalam organisasi dan akhirnya menyebabkan pemborosan-
pemborosan. Maka dengan adanya pengawasan terhadap
analisi dan penyusunan rencana kebutuhan ini, akan dapat
mendorong dan menjamin agar pelaksanaan analisis dan
penyusunan rencana kebutuhan berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, dan akan menghindari pemborosan atau
inefisiensi dalam pengelolaan keuangan negara.
2. Pengawasan terhadap pengadaan sarana
Untuk pengadaan sarana yang telah direncanakan
sudah pasti membutuhkan dana, dana tersebut dapat saja
berasal dari pamerintah, masyarakat maupun sumber-sumber
lainnya, di samping itu penggunaan dana merupakan suatu
hal yang sangat sensitif sekali dalam organisasi. Di pihak
lain untuk pengadaan sarana dan prasarana harus benar-
benar mempertimbangkan dan berlandaskan pada prinsip

10
ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel serta
menpmpedomani aturan-aturan dan prosedur yang telah
ditetapkan. Untuk menjamin semua ini agar dapat berjalan
sesuai dengan rencana, prinsip, prosedur dan aturan yang
telah ditetapkan dalam pengadaan, maka pengawasan
terhadap proses pengadaan tersebut mutlak dilakukan.
3. Pengawasan terhadap penyimpanan sarana
Penyimpanan sebagai salah satu fungsi manajemen
sarana dan prasarana adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menampung barang atau sarana hasil pengadaan, yang
bertujuan untuk menjaga dan menjamin agar barang yang
diadakan tersebut tetap berada dalam kondisi baik. Untuk itu
pengawasan terhadap proses penyimpanan sarana sangat
diperlukan.
4. Pengawasan terhadap penyaluran barang
Dalam proses pemindahan barang dan
tanggungjawab dari seseorang kepada orang lain atau dari
suatu instansi ke instansi lainnya, sesuai dengan alokasi yang
telah disusun, diperlukan kehati-hatian. Pengawasan dalam
hal ini berfungsi untuk menjamin dan mendorong agar
proses penyaluran barang baik penyusunan alokasi,
pengiriman dan penyerahan barang betul-betul sesuai
dengan kebutuhan, tepat sasaran dan kondisi riil di lapangan.
5. Pengawasan terhadap pelaksanaan inventarisasi
Inventarisasi merupakan fungsi yang sangat urgen
dalam manajemen sarana dan prasarana, dengan tidak
dilaksanakannya inventarisasi sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan, maka dapat dipastikan bahwa
pengelolaan sarana dan prasarana tidak akan efektif, malah
akan menimbulkan pemborosan-pemborosan terhadap
penggunaan keuangan negara karena fungsi ini akan sangat
terkait dengan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi analisis

10
dan penyusunan rencana kebutuhan, fungsi pengadaan,
penyaluran, pemeliharaan, dan fungsi penghapusan. Untuk
menjaga agar fungsi ini betul-betul terlaksana sebagaimana
yang diharapkan, maka pengawasan terhadap pelaksanaan
inventarisasi sangat perlu dilakukan.
6. Pengawasan terhadap pemeliharaan sarana dan prasarana
Fungsi pemeliharaan bertujuan agar sarana dan
prasarana berada dalam keadaan baik dan siap untuk
dipergunakan apabila diperlukan, dalam hal-hal tertentu
pemeliharaan juga berfungsi untuk memperpanjang usia
(masa pemakaian) barang baik usia fisik maupun usia
administratif. Untuk itu diharapkan pemeliharaan ini
memang benar-benar dapat dilaksanakan dengan baik,
pengawasan berguna untuk mendorong dan menjagar agar
pemeliharaan ini betul-betul dilaksanakan dengan baik.
7. Pengawasan terhadap penghapusan sarana dan prasarana
Penghapusan salah satu fungsi yang cukup orgen
dalam manajemen sarana dan prasarana, apabila fungsi ini
tidak berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ditetapkan akan menimbulkan inefektifitas dan inefisiensi
dalam pengelolaan keuangan negara, untuk menjaga agar
fungsi ini benar-benar terlaksana sesuai dengan aturan yang
ditetapkan, pengawasan sangat memegang peranan dalam
hal itu.

11
BAB XI
STANDARISASI SARANA DAN PRASARANA
Agar pemerataan mutu dan kelengkapan sarana dan prasarana
pendidikan di Indonesia terjamin baik antar daerah
Kabupaten/Kodya, Kota/Desa maupun antar jenjang pendidikan,
maka pemerintah telah menetapkan standarisasi darana dan
prasarana pendidikan di Indonesia.

A. Kelengkapan dan Standarisasi Sarana Prasarana


Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI).
Sebuah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sekurang-
kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut :
1. Ruang Kelas
2. Ruang Perpustakaan
3. Laboratorium IPA
4. Ruang Pimpinan
5. Ruang Guru
6. Ruang Tempat Ibadah
7. Ruang UKS
8. Jamban
9. Gudang
10. Ruang Siskulasi
11. Tempat Bermain/berolahraga
Ketentuan mengenai prasarana tersebut beserta sarana yang
ada di dalamnya diatur dalam standar sebagai berikut.
1. Ruang Kelas
a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan
pembelajaran teori dan praktek yang tidak
memerlukan peralatan khusus.
b. Jumlah minimum ruang kelas sama banyak dengan
jumlah rombel

11
c. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 28 orang
peserta didik
d. Rasio minimum ruang kelas adalah 2 m2 per peserta
didik.
e. Ruang kelas memiliki jendela untuk pencahayaan
yang memadai.
f. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar
peserta didik dan guru dapat segera ke luar masuk.
g. Ruang keles dilengkapi sarana seperti: kursi peserta
didik, meja peserta didik, kursi guru, meja guru,
lemari, rak, papan panjang, peralatan pendidikan,
media pendidikan dan peralatan lainnya.
2. Ruang Perpustakaan
a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat
kegiatan peserta didik dan guru memperoleh
informasi dari berbagai jenis bahan pustaka seperti
buku dan peralatan pendidikan lainnya.
b. Luas minimum ruang perpustakaan sama dengan satu
ruang kelas.
c. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk
memberi pencahayaan yang memadai.
d. Ruang perpustakaan terletak pada bagian sekolah
yang mudah dicapai.
e. Ruang perpustakaan dilengkapi dengan sarana
sebagai berikut: buku, perabot, media pendidikan dan
perlengkapan lainnya.
3. Laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
a. Laboratorium IPA dapat memanfaatkan ruang kelas
asalkan ruang kelas masih sesuai dengan rombel.
b. Sarana laboratorium IPA berfungsi sebagai alat bantu
untuk melakukan percobaan.

11
c. Setiap SD/MI dilengkapi sarana laboratorium IPA
seperti perabot, perlalatan pendidikan (model kerangka
dan tubuh manusia, globe, model tata surya, kaca
pembesar dsb)
4. Ruang Pimpinan
a. Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan
kegiatan pengelolaan.
b. Luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar
minimum 3 m.
c. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu.
d. Ruang pimpinan dilengkapi sarana seperti kursi dan
meja kerja, kursi dan meja tamu, lemari, simbol
kenegaraan, temapat sampah dsb.
5. Ruang Guru
a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja,
istirahat dan menerima tamu baik peserta didik, orang
tua siswa maupun tamu-tamu lainnya.
b. Rasio minimum luas ruang guru 4 m2/pendidik dan
luas minimum 32 m2.
c. Ruang guru mudah dicapai dan dekat dengan ruang
pimpinan.
d. Ruang guru dilengkapi sarana seperti kursi dan meja
kerja, lemari, papan pengumuman, tempat sampah, jam
dinding, tempat mencuci tangan dsb.
6. Ruang Tempat Ibadah
a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga
sekolah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama
yang dianutnya.
b. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan,
dengan luas minimum 12 m2.
c. Tempat beribadah dilengkapi sarana seperti lemari, rak,
perlengkapan ibadah, jam dinding dsb.

11
7. Ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
a. Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk
penanganan dini peserta didik yang mengalami
gangguan kesehatan di sekolah.
b. Ruang UKS sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai
ruang untuk melaksanakan konseling bagi siswa.
c. Luas minimum ruang UKS 12 m2.
d. Ruang UKS dilengkapi sarana seperti tempat tidur,
lemari, meja, kursi, catatan kesehatan, alat pengukur
tinggi, selimut, tandu, perlengkapan P3K, timbangan,
termometer, tensimeter dsb.
8. Jamban
a. Jamban berfungsi sebagai tempat membuang hajat atau
buang air (besar dan/atau kecil).
b. Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 60
peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 50
peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru.
c. Jumlah minimum jamban setiap sekolah 3 unit.
d. Luas minimum 1 unit jamban 2 m2.
e. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci dan
mudah dibersihkan.
f. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.
g. Jamban dilengkapi sarana seperti kloset, tempat air,
gayung, gantungan pakaian, tempat sampah dsb.
9. Gudang
a. Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan
peralatan pembelajaran.
b. Luas minimum gudang 18 m2.
c. Gudang dapat dikunci.
d. Gudang dilengkapi sarana seperti, lemari dan rak.

11
10. Ruang Sirkulasi
a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat
penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah,
sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan
interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran.
b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang
menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan
sekolah dengan luas minimum 30% dari luas total
seluruh ruang pada bangunan.
c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan
ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan
bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi
90-110 cm.
e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan
bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi
minimum dua buah tangga.
f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada
bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.
g. Lebar minimum tangga 1,5 m, tinggi maksimum anak
tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan
dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi
85-90 cm.
h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus
dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan
lebar tangga.
i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan
penghawaan yang cukup.

11
11. Tempat Bermain/Berolahraga
a. Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area
bermain, berolahraga, penjas, upacara, dan kegiatan
ekstrakurikuler.
b. Rasio minimum luas tempat bermain/berolahraga 3
m2/peserta didik.
c. Tempat bermain/berolahraga yang berupa ruang terbuka
sebagian ditanami pohon penghijauan.
d. Tempat bermain/berolahraga diletakkan di tempat yang
tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas.
e. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk
tempat parkir.
f. Ruang bebas yang dimaksud di atas memiliki
permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat
pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang
mengganggu kegiatan olahraga.
g. Tempat bermain/berolahraga dilengkapi sarana
peralatan pendidikan, bendera, peralatan bola voli,
sepak bola, senam, keterampilan, pengeras suara dsb.

B. Kelengkapan dan Standarisasi Sarana Prasarana


Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs)
Sebuah Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah (SMP/ MTs) sekurang-kurangnya memiliki
prasarana sebagai berikut:
1. Ruang kelas,
2. Ruang perpustakaan,
3. Ruang laboratorium IPA,
4. Ruang pimpinan,
5. Ruang guru,
6. Ruang tata usaha,

11
7. Tempat beribadah,
8. Ruang konseling,
9. Ruang UKS,
10.Ruang organisasi kesiswaan,
11.Jamban,
12.Gudang,
13.Ruang sirkulasi,
14.Tempat bermain/berolahraga.
Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut beserta sarana
yang ada di setiap ruang diatur dalam standar tiap ruang
sebagai berikut.
1. Ruang Kelas
a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan
pembelajaran teori dan praktek yang tidak memerlukan
peralatan khusus.
b. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak
rombongan belajar.
c. Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik.
d. Rasio minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik.
e. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan
pencahayaan yang memadai.
f. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta
didik dan guru dapat segera keluar masuk.
g. Ruang kelas dilengkapi sarana seperti, kursi dan meja
peserta didik, kursi dan meja guru, lemari, papan
panjang, papan tulis, tempat sampah, jam dinding,
tempat cuci tangan dsb.
2. Ruang Perpustakaan
a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan
peserta didik dan guru memperoleh informasi dari
berbagai jenis bahan pustaka.

11
b. Luas minimum ruang perpustakaan sama dengan satu
setengah kali luas ruang kelas.
c. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi
pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.
d. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang
mudah dicapai.
e. Ruang perpustakaan dilengkapi sarana seperti, buku
teks pelajaran, buku panduan guru, buku pengayaan,
buku referensi, sumber belajar lainnya, rak buku, rak
majalah/koran, meja dan kursi membaca, lemari dan
lemari katalog, meja multi media, peralatan multi
media, tempat sampah, buku inventaris dsb.
3. Ruang Laboratorium IPA
a. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara
praktek.
b. Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum
satu rombol.
c. Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4
m2/peserta didik.
d. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas
untuk memberi pencahayaan yang memadai.
e. Tersedia air bersih.
f. Ruang laboratorium IPA dilengkapi sarana seperti kursi
dan meja peserta didik, meja demonstrasi, lemari zat,
lemari bahan, bak cuci, mistar, jangka sorong,
timbangan, stopwacth, rol meter, termo meter, gelas
ukur, masa logam, multi meter, batang magnet, globe,
model tata surya garpu tala, bidang miring, katrol, balok
kayu dsb.

11
4. Ruang Pimpinan
a. Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan
kegiatan pengelolaan dan pertemuan dengan sejumlah
kecil orang.
b. Luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar
minimum 3 m.
c. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu
serta dapat dikunci.
d. Ruang pimpinan dilengkapi sarana seperti kursi dan
meja kerja, kursi dan meja tamu, lemari, papan statistik,
tempat sampat, simbol kenegaraan, jam dinding dsb.
5. Ruang Guru
a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan
istirahat serta menerima tamu.
b. Rasio minimum luas ruang guru 4 m 2 per pendidik dan
luas minimum 40 m2.
c. Ruang guru mudah dicapai dan dekat dengan ruang
pimpinan.
d. Ruang guru dilengkapi sarana seperti kursi dan meja
kerja, kursi dan meja tamu, lemari, papan pengumuman,
papan statistik, tempat cuci tangan, tempat sampah dan
jam dinding.
6. Ruang Tata Usaha
a. Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja
petugas untuk mengerjakan administrasi.
b. Rasio minimum luas ruang tata usaha 4 m2 per petugas
dan luas minimum 16 m2.
c. Ruang tata usaha mudah dicapai dan dekat dengan
ruang pimpinan.
d. Ruang tata usaha dilengkapi sarana seperti meja dan
kursi kerja, lemari, papan pengumuman, papan

11
statistik, filling kabinet, komputer, brangkas, telepon,
jam dinding, tempat sambah dsb.
7. Tempat Beribadah
a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga
sekolah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama
pada waktu sekolah.
b. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap
SMP/MTs, dengan luas minimum 12 m2.
c. Tempat beribadah dilengkapi sarana seperti meja dan
rak, tempat sampah, perlengkapan ibadah, jam dinding
dsb.
8. Ruang Konseling
a. Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta
didik mendapatkan layanan konseling dari guru
pembimbing.
b. Luas minimum ruang konseling 9 m2.
c. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan
suasana dan menjamin privasi peserta didik.
d. Ruang konseling dilengkapi sarana seperti meja dan
kursi kerja, kursi tamu, lemari, papan kegiatan,
intrumen konseling, media pengembangan kepribadian,
jam dinding dan peralatan konseling lainnya.
9. Ruang UKS
a. Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk
penanganan dini peserta didik yang mengalami
gangguan kesehatan di sekolah.
b. Luas minimum ruang UKS 12 m2.
c. Ruang UKS dilengkapi sarana seperti tempat tidur,
lemari, meja, kursi, cacatan kesehatan, tandu, selimut,
peralatan P3K, tensimeter, termometer, timbangan,
pengukur tinggi, tempat sampah, tempat cuci tangan,
jam dinding dsb.

12
10. Ruang Organisasi Kesiswaan
a. Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat
melakukan kegiatan kesekretariatan dan pengelolaan
organisasi kesiswaan.
b. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan 9 m2.
c. Ruang organisasi kesiswaan dilengkapi sarana seperti
kursi, meja dan papan tulis, lemari, jam dinding dan
perlengkapan lainnya.
11. Jamban
a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar
dan/atau kecil.
b. Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40
peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 30
peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru.
Jumlah minimum jamban setiap sekolah atau
madrasah 3 unit.
c. Luas minimum 1 unit jamban 2 m2.
d. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan
mudah dibersihkan.
e. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.
f. Jamban dilengkapi sarana seperti kloset jongkok,
tempat air, gantungan kain, gayung dan tempat
sampah.
12. Gudang
a. Gudang berfungsi untuk tempat menyimpan peralatan
pembelajaran.
b. Luas minimum gudang 21 m2 dan dapat dikunci.
c. Gudang dilengkapi sarana seperti lemari, rak dan
peralatan lainnya.

12
13. Ruang Sirkulasi
a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat
penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah.
b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang
menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan
sekolah dengan luas minimum 30% dari luas total
seluruh ruang pada bangunan.
c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan
ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan
bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi
90-110 cm.
e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan
bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi
minimum dua buah tangga.
f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada
bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.
g. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak
tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan
dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi
85-90 cm.
h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus
dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama
dengan lebar tangga.
i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan
penghawaan yang cukup.
14. Tempat Bermain/Berolahraga
a. Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area
bermain, berolahraga, penjas, upacara, dan kegiatan
ekstrakurikuler.

12
b. Tempat bermain/berolahraga memiliki rasio luas
minimum 3 m2/peserta didik.
c. Di dalam luas tersebut terdapat tempat berolahraga
berukuran minimum 30 m x 20 m yang memiliki
permukaan datar, drainase baik, saluran air, dan
benda-benda lain yang mengganggu.
d. Tempat bermain sebagian ditanami pohon
penghijauan.
e. Tempat bermain/berolahraga diletakkan di tempat
yang paling sedikit mengganggu proses pembelajaran
di kelas.
f. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk
tempat parkir.
g. Tempat bermain/berolahraga dilengkapi dengan
sarana seperti tiang bendera, bendera, peralatan bola
voli, peralatan bola kaki, peralatan senam, peralatan
atletik, peralatan seni budaya, peralatan keterampilan,
pengras suara, tipe recorder dsb.

C. Kelengkapan dan Standarisasi Sarana Prasarana


Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliah (SMA/MA)
Sebuah Sekolah Menangah Atas/Madrasah Aliah (SMA/MA)
sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. Ruang kelas,
2. Ruang perpustakaan,
3. Ruang laboratorium biologi,
4. Ruang laboratorium fisika,
5. Ruang laboratorium kimia,
6. Ruang laboratorium komputer,
7. Ruang laboratorium bahasa,
8. Ruang pimpinan,
9. Ruang guru,

12
10. Ruang tata usaha,
11. Tempat beribadah,
12. Ruang konseling,
13. Ruang UKS,
14. Ruang organisasi kesiswaan,
15. Jamban,
16. Gudang,
17. Ruang sirkulasi,
18. Tempat bermain/berolahraga.

Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut beserta sarana yang


ada di setiap ruang diatur dalam standar tiap ruang sebagai berikut.
1. Ruang Kelas
a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan
pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan
peralatan khusus.
b. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak
rombel.
c. Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik.
d. Rasio minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik.
e. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan
pencahayaan yang memadai.
f. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta
didik dan guru dapat segera keluar masuk ruangan.
g. Ruang kelas dilengkapi sarana seperti, , kursi dan meja
peserta didik, kursi dan meja guru, lemari, papan
panjang, papan tulis, tempat sampah, jam dinding,
tempat cuci tangan dsb
2. Ruang Perpustakaan
a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan
peserta didik dan guru memperoleh informasi dari
berbagai jenis bahan pustaka.

12
b. Luas minimum ruang perpustakaan sama dengan satu
setengah kali luas ruang kelas. Lebar minimum ruang
perpustakaan 5 m.
c. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi
pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.
d. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang
mudah dicapai.
e. Ruang perpustakaan dilengkapi sarana seperti buku teks
pelajaran, buku panduan guru, buku pengayaan, buku
referensi, sumber belajar lainnya, rak buku, rak
majalah/koran, meja dan kursi membaca, lemari dan
lemari katalog, meja multi media, peralatan multi
media, tempat sampah, buku inventaris dsb.
3. Ruang Laboratorium Biologi
a. Ruang laboratorium biologi berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan pembelajaran biologi secara
praktek yang memerlukan peralatan khusus.
b. Ruang laboratorium biologi dapat menampung
minimum satu rombongan belajar.
c. Rasio minimum ruang laboratorium biologi 2,4
m2/peserta didik.
d. Ruang laboratorium biologi memiliki fasilitas yang
memungkinkan pencahayaan memadai.
e. Ruang laboratorium biologi dilengkapi sarana seperti
kursi, meja peserta didik, meja demonstrasi, meja
persiapan, lemari alat, lemari bahan, bak cuci, alat
praga dalam proses pembelajaran, alat dan bahan
percobaan, media pendidikan, bahan habis pakai yang
dipergunakan dalam percobaan.

12
4. Ruang Laratorium Fisika
a. Ruang laboratorium fisika berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan pembelajaran fisika secara
praktek yang memerlukan peralatan khusus.
b. Ruang laboratorium fisika dapat menampung minimum
satu rombel.
c. Rasio minimum ruang laboratorium fisika 2,4
m2/peserta didik.
d. Ruang laboratorium fisika memiliki fasilitas yang
memungkinkan pencahayaan memadai.
e. Ruang laboratorium fisika dilengkapi sarana seperti
kursi, meja peserta didik, meja demonstrasi, meja
persiapan, lemari alat, lemari bahan, bak cuci, bahan
dan alat ukur dasar, mistar, rolmeter, jangka sorong,
kubus, mikrometer, slinder, plat, neraca, pegas,
dinamometer, gelas ukur, gelasbeakar, garpu tala,
stopwacth, termometer, pengeras suara, peralatan
percobaan dalam proses pembelajaran, media
pendidikan dan peralatan lainnya.
5. Ruang Laboratorium Kimia
a. Ruang laboratorium kimia berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan pembelajaran kimia secara
praktek yang memerlukan peralatan khusus.
b. Ruang laboratorium kimia dapat menampung
minimum satu rombel.
c. Rasio minimum ruang laboratorium kimia adalah 2,4
m2 per peserta didik.
d. Ruang laboratorium kimia memiliki fasilitas yang
memungkinkan pencahayaan memadai.
e. Ruang laboratorium kimia dilengkapi sarana seperti
kursi, meja peserta didik, meja demonstrasi, meja
persiapan, lemari alat, lemari bahan, bak cuci, peralatan

12
pendidikan, botol zat, pipet testes, batang pengaduk,
gelas kimia, labu erlenmeyer, labu takar, pipet volume,
corong, mortal, botol semprot, gelas ukur, buret + klem,
Statif + klem, kaca arloji, corong pisah, alat destilasi,
neraca, pHmeter, barometer, termometer, pembakar
spritus, tabung reaksi, peralatan pendidikan lainnya,
tabung reaksi, papan tulis, rak tabung reaksi, sikat
tabung reaksi, bahan habis pakai dsb.
6. Ruang Laboratorium Komputer
a. Ruang laboratorium komputer berfungsi sebagai tempat
mengem-bangkan keterampilan dalam bidang TIK.
b. Ruang laboratorium komputer dapat menampung
minimum satu rombongan belajar yang bekerja dalam
kelompok @ 2 orang.
c. Rasio minimum luas ruang laboratorium komputer 2
m2/peserta didik.
d. Ruang laboratorium komputer dilengkapi sarana seperti
kursi dan meja peserta didik, kursi dan meja guru,
lemari alat, komputer, printer, skener, internet, LAN,
stabilizer, modul praktek, papan tulis, tempat sampah,
jam dinding dan perlengpan lainnya.
7. Ruang Labaratotium Bahasa
a. Ruang laboratorium bahasa berfungsi sebagai tempat
mengembangkan keterampilan berbahasa, khusus untuk
sekolah yang mempunyai Jurusan Bahasa.
b. Ruang laboratorium bahasa dapat menampung
minimum satu rombongan belajar.
c. Rasio minimum ruang laboratorium bahasa 2 m2/peserta
didik.
d. Ruang laboratorium bahasa dilengkapi sarana seperti
seperti kursi dan meja peserta didik, kursi dan meja

12
guru, lemari, perangkat multi media, papan tulis, tempat
sampah, jam dinding dan perlengkapan lainnya.
8. Ruang Pimpinan
a. Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan
kegiatan pengelolaan sekolah, pertemuan dengan
sejumlah kecil orang.
b. Luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar
minimum 3 m.
c. Ruang pimpinan mudah diakses dan dapat dikunci
dengan baik.
e. Ruang pimpinan dilengkapi sarana seperti kursi dan
meja kerja, kursi dan meja tamu, lemari, papan statistik,
tempat sampat, simbol kenegaraan, jam dinding dsb.
9. Ruang Guru
a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan
istirahat.
b. Rasio minimum luas ruang guru 4 m2/pendidik, luas
minimum 56 m2.
c. Ruang guru mudah dicapai dan dekat dengan ruang
pimpinan.
d. Ruang guru dilengkapi sarana seperti kursi kerja, meja
kerja, lemari, kursi tamu, papan pengumuman, papan
statistik, tempat cuci tangan, tempat sampah, jam
dinding dsb.
10. Ruang Tata Usaha
a. Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja
petugas untuk mengerjakan administrasi sekolah.
b. Rasio min. luas ruang tata usaha 4 m 2/petugas dan luas
min.16 m2.
c. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman sekolah
ataupun dari luar lingkungan sekolah, serta dekat
dengan ruang pimpinan.

12
d. Ruang tata usaha dilengkapi sarana seperti kursi kerja,
meja kerja, lemari, papan statistik, komputer, filling
kabinet, brangkas, telpon, jam dinding, tempat sampah,
penanda waktu.
11. Tempat Beribadah
a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga
sekolah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama
pada waktu sekolah.
b. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan,
dengan luas minimum 12 m2.
c. Tempat beribadah dilengkapi sarana seperti lemari, rak,
perlengkapan beribadah, jam dinding dsb.
12.Ruang Konseling
a. Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta didik
mendapatkan layanan konseling dari guru pembimbing.
b. Luas minimum ruang konseling 9 m2.
c. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan
suasana dan menjamin privasi peserta didik.
d. Ruang konseling dilengkapi sarana seperti kursi dan
meja kerja, kursi tamu, lemari, papan kegiatan,
peralatan konseling, intrumen konseling, buku sumber,
media pengembangan kepribadian, jam dinding dan
sebagainya.
13. Ruang UKS
a. Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk
penanganan dini peserta didik yang mengalami
gangguan kesehatan di sekolah.
b. Luas minimum ruang UKS 12 m2.
c. Ruang UKS dilengkapi sarana seperti tempat tidur,
lemari, meja, kursi, catatan kesehatan peserta didik,
perlengkapan P3K, tandu, selimut, tensimeter,
termometer, timbangan, pengukur tinggi, tempat

12
sampah, jam dinding, tempat cuci tangan dan
perlengkapan lainnya.
14. Ruang Organisasi Kesiswaan
a. Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat
melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan
organisasi kesiswaan.
b. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan 9 m2.
c. Ruang organisasi kesiswaan dilengkapi sarana seperti
meja, kursi, papan tulis, lemari, jam dinding dan
sebagainya.
15. Jamban
a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar
dan/atau kecil.
b. Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40
peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 30 peserta
didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru.
c. Luas minimum 1 unit jamban 2 m2.
d. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan
mudah dibersihkan.
e. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.
f. Jamban dilengkapi sarana seperti kloset, tempat air,
gayung, gantungan pakaian dan tempat sampah.
16. Gudang
a. Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan
pembelajaran di luar kelas.
b. Luas minimum gudang 21 m2.
c. Untuk menjaga keamanan dan keselamatan barang
gudang dapat dikunci.
d. Gudang dilengkapi sarana seperti lemari dan rak.
17. Ruang Sirkulasi
a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat
penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah.

13
b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang
menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan
sekolah dengan luas minimum 30% dari luas total
seluruh ruang pada bangunan.
c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan
ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan
bertingkat dilengkapi dengan pagar pengaman dengan
tinggi 90 sampai dengan110 cm.
e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan
bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi
minimum dua buah tangga.
f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada
bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.
g. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak
tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan
dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi
85-90 cm.
h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus
dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan
lebar tangga.
i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan
penghawaan yang cukup.
18. Tempat Bermain dan Berolahraga
a. Tempat bermain dan berolahraga berfungsi sebagai area
bermain, berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan
kegiatan ekstra kurikuler.
b. Tempat bermain dan berolahraga memiliki rasio luas
minimum 3 m2/peserta didik.
c. Tempat bermain dan berolahraga yang berupa ruang
terbuka sebagian ditanami pohon penghijauan.

13
d. Tempat bermain dan berolahraga diletakkan di tempat
yang tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas.
e. Tempat bermain dan berolahraga tidak digunakan untuk
tempat parkir.
f. Ruang bebas yang dimaksud di atas memiliki
permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat
pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang
mengganggu kegiatan olahraga.
g. Tempat bermain dan berolahraga dilengkapi dengan
sarana seperti tiang bendera, bendera, peralatan bola
voli, peralatan bola kaki, peralatan senam, peralatan
atletik, peralatan seni budaya, peralatan keterampilan,
pengeras suara, tipe recorder dsb.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arum, Wahyu Sri Ambar. (2009). Manajemen Sarana dan Prasarana


Pendidikan. Jakarta. Multi Karya Mulia.

Atmosudirjo, Prajudi. (2004). Dasar-dasar Manajemen Umum.


Jakarta: Ghalia.

Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori


dan Aplikasinya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Damiri, J. (2005). Manajemen Pembelian, Penerimaan &


Penyimpanan. Yogyakarta: Graha ilmu.

Diknas. (2005). Pembekuan Bangunan dan Perabot Sekolah.


Depdiknas: Jakarta.

Handayaningrat (2003). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Gunung


Agung.

Handoko, T. Hani. (1999). Pengantar Manajemen. Jakarta: Erlangga.

Indrawan, Irjus. (2015). Pengantar Manajemen Sarana dan Prasarana


Sekolah. Yogyakarta: Depublish.

Kepmen Diknas Nomor 072/U/2002 tentang Tatacara Inventarisasi


Barang Milik/Kekayaan Negara Dilingkungan Diknas.

Kepmen Diknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana


Dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.

13
Kepmen Keuangan Nomor 470/2004. tentang Tata Cara
Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik/Kekayaan
Negara.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


225/MK/V/4/1971 tentang Klasifikasi Sarana dan
Prasarana.

Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pengadaan


Barang dan Jasa.

Martin dan Nurhattati Fuad. (2016). Manajemen Sarana dan


Prasarana; Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada

Mulyandari, Hestin dan Rully Adi Saputra. (2011). Pemeliharaan


Bangunan : Basic Skill Facility Manajement. Yogyakarta:
Andi.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standarisasi


Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah RI. Nomor 27 Tahun 2014 Tentang


Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 Penyempurnaan dari


Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003.

Purnomo, Hari. (2004). Perencanaan dan Perancangan Fasilitas.


Jakarta: Ghara Ilmu.

Ramli, Samsul. (2013). Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan


Barang/Jasa Pemerintah: Jakarta. Visi Media.

13
Rangkuty, Freddy, (1995). Manajemen Persediaan; Aplikasi di
Bidang Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siagian, Sondang P. (1999). Fungsi-fungsi Manajemen. Jakarta:


Gunung Agung.

Syahril. (2004). Manajemen Sarana Dan Prasarana. Padang. Jurusan


Administrasi Pendidikan FIP UNP.

Syamsi, Ibnu. (1983). Administrasi Perlengkapan Materil


Pemerintah Daerah. Jakarta: Bina Aksara

Terry, GR. (2003). Azas-azas Manajemen. Jakarta. Alumni

Warman, John. (2006). Manajemen Pergudangan. Jakarta: PT.


Pustaka Sinar Harapan.

Winardi (2005). Azas-azas Manajemen. Jakarta: Alumni.

13

Anda mungkin juga menyukai