Anda di halaman 1dari 12

Case Report Session

KOLESISTITIS AKUT

Oleh :

dr. Hajar Nurfa Jirin

Pembimbing :

dr. Skandinoviar, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SEI DAREH


KABUPATEN DHARMASRAYA
SUMATERA BARAT
2021

1
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Tn. M
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kubang Pulau Punjung

ANAMNESIS
Pasien masuk ke RSUD Sei Dareh pada tanggal 8 November 2021 melalui
IGD RSUD Sei Dareh dengan:
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Nyeri perut kanan atas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri sudah dirasakan 5 hari sebelumnya. Awalnya nyeri dirasakan hilang
timbul seperti rasa melilit, makin lama makin sakit dan dirasakan terus
menerus. Nyeri dirasakan di perut kanan atas dan menjalar ke punggung.
- Sebelumnya pasien juga merasakan nyeri yang sama pada 4 bulan yang lalu.
Namun hilang timbul, pasien hanya berobat ke bidan untuk keluhan nyeri
perutnya.
- Perut terasa kembung sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Mual ada. Muntah ada, frekuensi 3x dalam 5 hari berisi makanan yang
dimakan.
- Badan dan mata tampak kuning sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Buang air kecil seperti teh pekat dengan frekuensi biasa.
- Demam tidak ada.
- Batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada.
- Buang air besar ada, warna dan konsistensi normal.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat hepatitis (-)
- Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Pekerjaan , Sosial , Ekonomi, dan Kebiasaan


Pasien bekerja sebagai petani. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol.
Pasien suka makan makanan berlemak.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 131/77 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Skala nyeri :6

Status Internus
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Kulit : Turgor kulit baik, ikterik didapatkan di seluruh
tubuh
Mata : Konjungtiva kiri dan kanan tidak anemis,sklera
kiri dankanan ikterik.
Telinga : Tidak ditemukan kelainan

3
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : T1-T1, Tidak hiperemis
Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Dinding dada : Bentuk dinding dada normal
Paru
Inspeksi : Dada simetris kiri dan kanan (statis),
Pergerakan dinding dada kiri dan kanan sama
(dinamis)
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama.
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V


Perkusi : Batas atas RIC II, Batas kanan linea sternalis
dekstra, Batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik, edem -/-

Status lokalis

Regio Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit
Palpasi : Nyeri tekan (+) nyeri lepas(-) Murphy sign (+),
hepar teraba tiga jari di bawah arkus kosta dekstra,
dua jari bawah prosesus xypoideus pinggir tajam,
permukaan rata, lien tidak teraba, shifting dullness (-)
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) Nornal

4
RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan USG abdomen

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (08-11-2021)

Hb : 14,3 gr/dL
Ht : 42,4%
Leukosit : 17.040 mm3
Trombosit : 302.000 mm3
Bilirubin Total : 1,1 mg/dl
Bilirubin Direk : 0,81 mg/dl
Bilirubin Indirek : 0,29 mg/dl
SGOT : 11,9 U/L
SGPT : 13,6 U/L
Gula Darah Sewaktu : 102 mg/dl
Kesan : le uko s it os i s , bilirubin total dan direk meningkat.

USG

Kesan: Kolelitiasis

5
DIAGNOSIS
Kolesistitis akut ec kolelitiasis

Rencana Terapi
- IVFD Ringer Lactat 12 jam/kolf
- Scopamin inj
- Ursodeoxycholic acid
- Ketorolac inj
- Cefixime
- Sucralfat
- Omeprazole inj

Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

6
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 48 tahun masuk melalui IGD RSUD Sei Dareh
dengan keluhan utama nyeri pada perut kanan atas yang meningkat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sudah dirasakan 5 hari sebelumnya. Awalnya
nyeri dirasakan hilang timbul seperti rasa melilit, makin lama makin sakit dan
dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan adanya mual, muntah dan
perut kembung. Nyeri yang dirasakan pada pasien ini disebut dengan nyeri kolik.
Nyeri kolik terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan disertai dengan mual
muntah. Nyeri kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos pada organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut, seperti
obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, dan peningkatan tekanan intralumen.
Nyeri terjadi akibat hipoksia jaringan dinding saluran, dan bersifat hilang timbul
karena kontraksi yang terjadi memiliki jeda.1
Nyeri yang terletak pada abdomen kanan atas dapat menunjukkan
gangguan pada organ dibagian ini, seperti kandung empedu, hati, duodenum,
pankreas, kolon, dan paru. Kandung empedu merupakan organ yang paling sering
menimbulkan nyeri abdomen kanan atas.1 Pada pasien ini nyeri perut kanan atas
dirasakan hilang timbul dan menjalar ke punggung atas, ini menunjukkan nyeri
yang khas untuk kolik bilier.
Penjalaran nyeri ke punggung atas pada pasien ini disebabkan oleh
rangsangan pada saraf yang mempersarafi vesica felea yaitu plexus seliakus.
Plexus ini memiliki hubungan dengan n. suprascapularis yang mempersarafi otot
pada belikat, sehingga rangsangan nyeri pada plexus seliakus di vesica felea dapat
menimbulkan nyeri alih pada otot belikat atau punggung atas. Nyeri alih ini juga
dapat timbul akibat iritasi peritoneum parietal akibat radang yang dipersarafi oleh
nervus frenikus (C3-C5) yang akan menyebabkan nyeri didaerah bahu dan ujung
belikat sebab kulit didaerah ini mendapat persarafan dari n. supraclavicularis (C3-
C4).1 Jadi, nyeri yang dirasakan pada pasien ini, mulanya merupakan nyeri
visceral yang berupa nyeri kolik lalu berlanjut menjadi nyeri somatik berupa nyeri
yang terus-menerus dan menjalar akibat rangasangan pada peritoneum parietal.

7
Pasien juga mengeluhkan kembung, mual, dan muntah. Serangan kolik
biasanya disertai perasaan mual bahkan sampai muntah. Perasaan mual dan
muntah timbul akibat rangsangan pada peritoneum visceral yang menyelimuti
organ berongga. Peritoneum visceral dipersarafi oleh saraf otonom sehingga
rangsangan pada peritoneum ini akan merangsang n. vagal dan menurunkan
rangsangan parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik usus dan
lambung.1 Selain itu rangsangan nervus vagal akan meningkatkan sekresi asam
dan pepsin melalui pelepasan asetilkolin oleh serat-serat vagus yang bekerja
langsung pada sel-sel kelenjer di korpus dan fundus gaster.2
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan kulit dan sklera
ikterik pada pasien serta buang air kecil berwarna seperti teh pekat. Ikterus
merupakan pertanda patognomonik kelainan hepatobilier.3 Ikterus terjadi akibat
peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
produksi bilirubin dan eksresinya. Terjadinya ikterus dapat disebabkan oleh 3
mekanisme yaitu (1) peningkatan produksi bilirubin (prehepatik), (2) Gangguan
uptake dan konjugasi bilirubin di hati (hepatik), (3) terganggunya ekskresi
bilirubin ekstra hepatik (post hepatik).4
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan bilirubin total
dan bilirubin direk, serta peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Peningkatan
bilirubin direk menunjukkan adanya obstruksi ekstrahepatal (sistem bilier)
sehingga bilirubin yang telah terkonjugasi di hepar akan masuk lagi ke sirkulasi
sistemik dan mengalami filtrasi di ginjal dan membuat urin berwarna kecoklatan.
Apabila obstruksi total maka, semua bilirubin terkonjungasi tidak dapat masuk
kedalam duodenum dan menyebabkan buang air besar seperti dempul. Obstruksi
ektrahepatal pada sistem bilier sering disebabkan oleh batu empedu.4 Batu
empedu ini dapat bermigrasi ke duktus sistikus dan saluran empedu sehingga
menghambat pengeluran cairan empedu (bilirubin, garam empedu dan kolesterol)
ke duodenum.
Pada pemeriksaan fisik abdomen ditemukan nyeri tekan perut kanan
atas disertai tanda-tada peritonitis lokal (Murphy Sign). Batu saluran empedu
menyebabkan obstruksi aliran cairan empedu ke duodenum sehingga terjadi
hidrops dari kandung empedu. Penambahan volume kandung empedu dan edema

8
kandung empedu menyebabkan iskemi dinding empedu yang dapat menyebabkan
iritasi dan peradangan kandung empedu yang pada mulanya steril menjadi
superinfeksi bakteri. Peradangan kandung empedu ini dapat mengiritasi
peritoneum parietal sehingga ditemukan tanda-tanda peritonitis lokal (Murphy
Sign).5
Ultrasonografi abdomen mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90-95% dan merupakan pilihan pencitraan pertama untuk mendiagnosis
batu kandung empedu.1,5 Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain.1 Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dalam
kebanyakan kasus, USG akan menunjukkan saluran empedu umum yang melebar
(lebih dari 6 mm) dan batu dalam CBD.
Diagnosis pasien adalah kolesistitis akut ec kolitiasis. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
Mengacu pada Tokyo Guideline 2012, kombinasi data klinis, laboratoris, dan
pencitraan dapat menegakkan diagnosis kerja dan diagnosis definitif kolesistitis
akut.6

Kriteria diagnosis kolesistitis akut:


A. Tanda inflamasi lokal
1. Murphy sign
2. Nyeri/massa pada kuadran kanan atas
B. Tanda inflamasi sistemik
1. Demam
2. Peningkatan C-reactive protein
3. Leukositosis
C. Radiologis
Temuan radiologis menunjukkan kolesistitis akut
Diagnosis kerja: 1 item pada A + 1 item pada B.
Definite diagnosis: 1 item pada A + 1 item pada B + C.
Hepatitis akut, penyakit akut abdomen lain, dan kolesistitis kronis harus
disingkirkan.

Gambar 1. Kriteria diagnosis kolesistitis akut.6

9
Pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan nyeri
pada kuadran kanan atas dan murphy sign yang positif. Tanda murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas dalam karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan
pasien berhenti menarik nafas.1 Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan
adanya tanda inflamasi sistemik dengan ditemukannya leukositosis. Peningkatan
bilirubin total dan direk menunjukkan adanya ikterus obstruksi akibat
terganggunya ekskresi bilirubin ekstrahepatik oleh adanya batu kandung empedu.4
Pemeriksaan USG ditemukan acoustic shadow yang menunjukkan batu kandung
empedu. Jadi, berdasarkan kriteria Tokyo Guideline 2012, diagnosis defenitif
kolesistitis akut pada pasien ini dapat ditegakkan dengan ditemukannya tanda
inflamasi lokal, inflamasi sistemik dan bukti radiologis berupa USG.
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
yang disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Faktor yang
mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah batu kandung empedu
(90%). Batu kandung empedu ini terjebak pada kantong Hartmann duktus sistikus
yang menyebabkan stasis cairan empedu. Stasis ini menyebabkan bertambahnya
volume kandung empedu yang dapat menekan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi dari dinding kandung empedu yang memicu peradangan pada kandung
empedu. Pada peradangan ini terjadi pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin
didalam kandung empedu menjadi lisolesitin yaitu senyawa toksik yang
memperberat peradangan. Kepekatan cairan empedu, kolesterol dan prostaglandin
juga berperan merusak mukosa kandung empedu. Peradangan yang mulanya steril
dapat berlanjut menjadi superinfeksi bakteri.1,5
Pasien diberikan IVFD Ringer Lactat 12 jam/kolf, scopamin inj,
ursodeoxycholic acid, ketorolac inj, cefixime, sucralfat dan omeprazole.
Scopamin sebagai spasmolitik pada otot polos gastrointestinal dan biliaris.
Ketorolac diberikan sebagai anti inflamasi dan antinyeri pada pasien. Pemberian
antibiotik penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan
septisemia. Golongan Ampisilin, sefalosporin, dan metronidazol cukup memadai
untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut

10
seperti E-coli, Streptococcus Faecalis, dan Klebsiella.3 Pada pasien ini diberikan
cefixime sebagai antibiotik. Cefixime termasuk golongan antibiotik betalaktam
yaitu sefalosporin generasi ketiga yang merupakan antibiotik sprektrum luas dan
obat pilihan tama pada infeksi Klebsiella, Enterobacter.7 Pengobatan medical
lainnya pada kasus ini yaitu pelarut batu empedu yaitu Chenodeoxycolic Acid
(CDCA) atau Ursodeoxycholic Acid (UDCA).3 UDCA dapat digunakan sebagai
disolusi batu empedu terutama pada batu kolesterol.1 UDCA yang diberikan
peroral dengan dosis 8 mg-10 mg/kgBB per hari selama 6 bulan dikatakan
berhasil melarutkan batu pada 70% kasus batu berdiameter 5mm.3 Sukralfat
diberikan sebagai mukoprotektor mukosa lambung dari faktor agresif yang
merusak mukosa seperti peningkatan asam di lambung. Omeprazole merupakan
obat golongan penghambat pompa proton yang menurunkan sekresi asam
lambung.
Pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) merupakan terapi
pilihan untuk pengobatan definitif batu kandung empedu. Dapat dilakukan dengan
laparatomi kolesistektomi atau laparoskopi kolesistektomi. Waktu yang tepat
untuk menjalankan kolesistektomi pada kasus batu kandung empedu dengan
kolesistitis akut adalah segera setelah pasien stabil dan dipastikan tidak ada
sumbatan pada duktus koledukus.3 Namun, sebanyak 50% kasus akan membaik
tanpa tindakan bedah.5
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus sekalipun kandung
empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak
jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kolesistitis akut dapat berkembang menjadi
gangren, empiema,dan perforasi kandung empedu, fistel,abses hati atau peritonitis
umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik adekuat diawal
serangan.5

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo S, Kanadiharja W, Sjamsuhidajat R, Syukur A. Saluran empedu dan


hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III. Jakarta:Buku Kedokteran EGC.
2010. pp:663-705.
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XX. Jakarta: EGC.2002.
pp: 461-93.
3. Sudarto W. Batu Empedu. Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi. Edisi I.
Jakarta Interna Publishing. 2011.pp: 591-600.
4. Purbayu H. Ikterus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II.
Surabaya: Airlangga University Press. 2015.pp: 266-70
5. Pridadi FX. Kolesistitis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI,
Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. 2014.pp: 2019-21.
6. Kimura Y, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Hirata K, Sekimoto M.
Definitions, pathophysiology, and epidemiology of acute cholangitis and
cholecycystitis: Tokyo guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg.
2007;14:15-26.
7. Gan VHS, Istiantoro YH. Penisilin, Sefalosporin, dan antibiotik Beta Laktam
lainnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: FK UI.
2007.pp:664-93.

12

Anda mungkin juga menyukai