1. Pemilihan lokasi
Lokasi ditentukan mengacu kepada SNI No 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi TPA. Bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir
sampah adalah :
a. Jarak dari perumahan terdekat 500 m
b. Jarak dari badan air 100 m
c. Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
d. Muka air tanah > 3 m
e. Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10-6 cm/det
f. Merupakan tanah tidak produktif
g. Bebas banjir minimal periode 25 tahun
3. Pengurusan perizinan
Pemrakarsa mengurus izin dengan cara mengisi formulir Checklist Persyaratan Izin Usaha
Pengelolaan Sampah dan mengikuti persyaratan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
maupun Pemerintah Pusat. Izin diberikan apabila lokasi TPA telah mengikuti berbagai
konsekuensi seperti dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada
radius < 500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang
mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA.
4. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat mengantisipasi
terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian maka perencanaan TPA tersebut
harus meliputi :
a. Desain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
b. Desain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi, saluran
drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan dasar
kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah penutup,
sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan fasilitas pendukung (air bersih, bengkel,
jembatan timbang dan lain-lain)
c. Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk
membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut
dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.
d. Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender,
spesifikasi teknis, desain note dan lain-lain Perpindahan atau pergeseran lokasi TPA
harus diikuti oleh pembuatan DED pada lokasi baru (redesign).
5. Sosialisasi masyarakat
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu diadakan
sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan suatu
TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi namun disertai dengan rencana
atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan
tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara
bertahap dan jauh sebelum dilakukan perencanaan.
6. Pembebasan lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul seperti
kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Luas lahan
yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung sampah selama 5 tahun.
Konstruksi :
1. Penerimaan tenaga kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan pekerjaan
konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan
mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi, sedangkan untuk tenaga
buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen
tenaga setempat adalah untuk menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.
3. Pembukaan lahan
Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan debu
sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat green barrier
yang memadai.
6. Pengurungan Tanah
Kegiatan penggalian tanah dengan menggunakan alat berat. Penyiapan lapisan dasar
merupakan faktor yang sangat penting dalam penyiapan TPA. Lapisan ini harus mampu
menahan pencemaran agar tidak keluar dari lokasi landfilling. Pencegahan ini terutama
untuk menghindari kontaminasi terhadap air tanah yang digunakan oleh penduduk sebagai
salah satu sumber air bersih. Dasar sebuah lahan urug akan terdiri dari :
1. Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran keluar lahan-urug.
2. Sistem pengumpul lindi.
Operasi :
1. Tenaga kerja operasional
Tenaga kerja yang dibutuhkan terbagi atas dua klasifikasi yaitu tenaga kerja lokal dan
tenaga kerja pendatang. Perkiraan jumlah tenaga kerja adalah sebanyak 1500 orang
untuk berbagai devisi. Kebutuhan tenaga kerja dibagi menjadi beberapa divisi, yaitu:
a. Petugas kebersihan : 1000 orang
b. Maintenance : 50 orang
c. Services : 10 orang
d. Material Handling : 33 orang
e. Administration : 96 orang
Proses produksi akan berlangsung selama 24 jam per hari dan 7 hari selama satu
minggu.
2. Pengangkutan sampah
Pengangkutan dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik
pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA. Pada
pengumpulan dengan pola individual langsung atau dari tempat pemindahan
(Transfer Depo, transfer station), penampungan sementara (TPS, LPS, TPS 3R) atau
tempat penampungan komunal sampai ke tempat pemproses akhir (TPA)
Kegiatan pengangkutan sampah yang dilakukan meliputi kegiatan pengambilan
sampah dari Depo transfer (TPS) yang ada kemudian dilakukan pengangkutan
menuju ke TPA. Kegiatan pengangkutan sampah dilakukan oleh Pihak Dinas
Kebersihan dan Pertamanan bekerja sama dengan beberapa pihak ketiga. armada yang
dimiliki sebanayak sebanyak 200 armada, yang rata rata menggunakan Dump Truck,
gambar armada pengangkutan.
Dump Truck merupakan kendaraan angkut yang dilengkapi sistem hidrolis untuk
mengangkat bak dan membongkar muatannya. Pengisian muatan masih tetap secara
manual dengan tenaga kerja. Agar tidak mengganggu lingkungan selama perjalanan
ke TPA, Dump truck dilengkapi dengan jaring penutup.
Kegiatan pengangkutan sampah masih menggunakan pola pengangkutan manual
dimana Proses pengangkutan dengan manual adalah sebagai berikut:
a. Kendaraan dari menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam truk truk biasa.
b. Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian menuju
TPA.
c. Demikian seterusnya sampai rit terakhir. Untuk sistem pengangkutan dibagi
menjadi dua yaitu pengangkutan sampah domestik dan non domestik.
Pengangkutan sampah domestik dilakukan menggunakan mini truck untuk dibawa ke
TPS/transfer depo untuk kemudian diangkut ke TPA dengan menggunakan dump
truck. Sedangkan untuk pengangkutan sampah non domestik dan komersial seperti
hotel, apartment, mall, industri, pasar modern dan pasar tradisional langsung diangkut
dari sumber dengan menggunakan dump truck menuju ke lokasi TPA
3. Penimbangan
4. Pemilahan sampah
5. Composting
6. Workshop
7. B3(insenerator)
8. Penimbunan dan pemadatan sampah
9. Pengolahan lindi
Leachate (air lindi) atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan sampah hasil
ekstraksi maupun hasil fermentasi. Air lindi diproduksi ketika cairan melakukan
kontak dengan sampah yang terutama berasal dari buangan sampah domestik, dimana
hal tersebut tidak dapat dihindari pada lahan pemprosesan akhir. Leachate dihasilkan
dari infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah di TPA dan dari cairan yang
terdapat di dalam sampah itu sendiri. Apabila tidak terkontrol, landfill yang dipenuhi
air leachate dapat mencemari air bawah tanah, air permukaan dan air sungai.
timbulnya berbagai macam serangga dan vektor penyakit yang dapat mengganggu
kehidupan masyarakat sekitar.
Pada umumnya air lindi terdiri dari cairan yang merupakan hasil dekomposisi
buangan dan cairan yang masuk ke landfill dari luar, misalnya air permukaan, air
tanah, air hujan, dll. Masuknya cairan tersebut dapat menambah volume leachate yang
kemudian disimpan dalam rongga antar komponen sampah dan akan mengalir jika
memungkinkan. Sumber utama leachate berasal sumber eksternal, seperti permukaan
drainase, air hujan, air tanah, dan air dari bawah tanah, sedangkan sumber internal
adalah cairan yang diproduksi dari dekomposisi sampah. Kualitas dan kuantitas air
lindi yang dihasilkan dari penimbunan sampah dapat dipengaruhi beberapa faktor
yaitu: karakteristik dan komposisi sampah, jenis tanah penutup, musim/ iklim, kondisi
kelembaban dalam timbulan sampah serta umur timbunan sampah.
10. Ventilasi gas
Ventilasi gas yang berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi akumulasi tekanan
gas mempunyai kriteria teknis :
a. Pipa ventilasi dipasang dari dasar TPA secara bertahap pada setiap lapisan
sampah dan dapat dihubungkan dengan pipa pengumpul lindi.
b. Pipa ventilasi gas berupa pipa HDPE diameter 150 mm (diameter lubang
perforasi maksimum 1,5 cm) yang dikelilingi oleh saluran bronjong berdiameter
400 mm dan diisi batu pecah diameter 50 – 100 mm
c. Ketinggian pipa ventilasi tergantung pada rencana tinggi timbunan (setiap lapisan
sampah ditambah 50 cm)
d. Pipa ventilasi pada akhir timbunan harus ditambah dengan pipa besi diameter 150
mm
e. Gas yang keluar dari ujung pipa besi harus dibakar atau dimanfaatkan sebagai
energi alternatif
f. Jarak antara pipa ventilasi gas 50 – 70 m
g. Pada sistem lahan urug sanitari, gas bio harus dialirkan ke udara terbuka melalui
ventilasi sistem penangkap gas, lalu dibakar pada gas flare. Sangat dianjurkan
menangkap gasbio tersebut untuk dimanfaatkan.
h. Metode untuk membatasi dan menangkap pergerakan gas adalah :
1) Menempatkan materi impermeabel pada atau di luar perbatasan lahan urug
untuk menghalangi aliran gas
2) Menempatkan materi granular pada atau di luar perbatasan lahan urug
(perimeter) untuk penyaluran dan atau pengumpulan gas
3) Pembuatan sistem ventilasi penagkap gas di dalam lokasi ex-TPA.
i. Sistem penangkap gas dapat berupa :
1) Ventilasi horizontal: yang bertujuan untuk menangkap aliran gas dalam dari
satu sel atau lapisan sampah
2) Vantilasi vertikal: merupakan ventilasi yang mengarahkan dan mengalirkan
gas yang terbentuk ke atas
Ventilasi akhir: merupakan ventilasi yang dibangun pada saat timbunan akhir sudah
terbentuk, yang dapat dihubungkan pada pembakar gas (gas flare) atau dihubungkan
dengan sarana pengumpul gas untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
11. Penyaluran biogas
12. Penutupan tanah