Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS GADAR

LAPORAN PENDAHULUAN
VULNUS

OLEH:

Nur Ulyah, S.Kep


NPM : 1490102135

SEKOLH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
VULNUS
1. DEFINISI

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat


substansi jaringan yang rusak atau hilang. Vulnus dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya antara lain: disebabkan oleh trauma benda tajam (paku, sisa pohon, kawat
pagar dan sebagainya) atau benda tumpul (batu, batang pohon, tali pelana dan
sebagainya). Vulnus saddle druck (luka dipunggung akibat pemasangan pelana yang tidak
sempurna), vulnus strackle (luka di bagian medial kaki), vulnus punctio (luka akibat tusukan
benda tajam), vulnus serrativa (luka akibat goresan kawat), vulnus incisiva (luka akibat
tusukan benda tajam), vulnus traumatica (luka akibat hantaman benda tajam) (Suriadi,
2007).

Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan Menurut InETNA, luka adalah
sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga
dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang
biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan (Mansjoer, 2001)

2. ETIOLOGI
a. Mekanik
 Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau runcing.
Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
 Benda tumpul
 Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
 Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
 Trauma fisika
 Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat exhaustion
sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
 Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya hyperemia,
edema dan vesikel,
 Luka akibat trauma listrik
 Luka akibat petir
 Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
 Radiasi

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
 Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka
sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak
ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius.
Dengan demikian kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.
 Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses
penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
 Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini
dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi),
fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
 Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat
pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera,
abses dan trauma lama.

b. Berdasarkan penyebab
1) Luka akibat kekerasan benda tumpul
 Vulnus kontusio/ hematom
Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit akibat
pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul
 Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda
berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian
traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam
ataupun tumpul. Walaupun kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat
memberikan petunjuk kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat
dalam tubuh. Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
 Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit
 Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan permukaan badan
yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/ miring terhadap kulit
 Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak lurus
terhadap permukaan kulit.
 Vulnus laseratum (luka robek)
luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena
tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian
kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman
luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
2) Luka akibat kekerasan setengah tajam
 Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan
luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga
menyesuaikan gigitan hewan tersebut
3) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
 Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan
beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti
terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka
teratur
 Vulnus punctum (luka tusuk)
Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka
lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot,
tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek
tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
4) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api
5) Luka akibat trauma fisika dan kimia
 Vulnus combutio
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus
listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan
permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga
disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa

Sumber lain menyatakan pembagian umum luka :


a. Simple, bila hanya melibatkan kulit.
b. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.

Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 % ) misalnya
karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas,
trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera :
a. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
b. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan biasanya
menimbulkan pendarahan yang hebat.
c. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan
pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi
sehingga masuk ke jaringan karen elastisitasnya.

4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
 Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan
tulang, penekanan tulang.
 Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
 Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
 Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
 Tenderness/keempukan
 Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
 Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
 Pergerakan abnormal
 Krepitasi
(Black, 1993).

a. Vulnus kontusio

 Luka Memar
 Pendarahan tepi : pendarahan tidak diumpai pada lokasi yang bertekanan, tetapi
pendarahan akan menepi sehingga bentuk pendarahan akan menepi sesuai dengan
bentuk celah antara kedua kembang yang berdekatan
 Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan, setelah sekitar
dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi warna kuning.
b. Vulnus eksoriasi
 Luka lecet
 Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini menyebabkan luka tampak
kuning, putih, merah muda atau berdarah tergantung pada jaringan yang terekspos /
rusak
c. Vulnus laseratum

 Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga


terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan
yang hebat sehingga memutuskan jaringan.
 Bentuk luka tidak beraturan
 Tepi tidak rata
 Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang
berambut
 Sering tampak luka lecet
 Memar disekitar luka

d. Vulnus morsum

 Luka mempunyai tepi rata


 Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-putus ,hematoma atau
luka robek dengan tepi rata
 Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma, setelah itu dapat
berubah bentuk akibat elastisitas kulit
 Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar
yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia

e. Vulnus scisum

 Luka sayat lebar tapi dangkal


 Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur yang lebih dalam
(Kartikawati, 2011)

f. Vulnus punctum

 Kedalaman luka melebihi panjang luka


 Kerusakan pembuluh darah tepi
g. Vulnus sclerotum

 Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang berada


dibawahnya
 Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih lanjut
 Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar
h. Vulnus combutio
 Luka bakar derajat 1
Kerusakan pada epidermis, kulit kering, kemerahan, nyeri sekali, sembuh, dalam 3-7
dan tidak ada jaringan parut
 Luka bakar derajat 2
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema, subkutan, luka
merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam, 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
 Luka bakar derajat 3
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputih-putihan,
dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri
maka perlu Skin graff.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar
mengalami kehilangan volume
 Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai
hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia
 Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan
volume cairan dan gangguan Na-K pump
 Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan
kehilanga protein
 Faal hati dan ginjal
 CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan
RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
 Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate
 Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
 Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan
menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya
terdapat emboli paru/edema paru
 ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

6. PATOFISIOLOGI
Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara alamiah bila
terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi
pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan prosig lalim,
trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi
pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap
leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar
dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel
mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler,
terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit,
limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
2) Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh
proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel masenkim. Serat-
serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian
luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat
kolagen, kapiler-kapiler baru: membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak
rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan
pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang
rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah
seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan
luka.
3) Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berakhir bila
tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas,
tidak ada rasa sakit maupun gatal
Web of caution
Etiologi vulnus

Mekanik : benda tajam,


benda tumpul, Non mekanik:
tembakan/ledakan, gigitan bahan kimia, suhu tinggi, radiasi
binatang

Kerusakan integritas
jaringan
Rusaknya barrier pertahanan Traumatic jaringan
primer
Kerusakan pembuluh darah
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Terpapar lingkungan

Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer
Resiko tinggi infeksi
Keluarnya cairan tubuh
Stimulasi neurotransmitter
Kerusakan intergritas (histamine, prostaglandin, Hipotensi, hipovolemi, hipoksia,
kulit bradikinin, prostagladin) hiposemi

Resiko syok :hipovolomik


Nyeri akut
ansietas

Pergerakan terbaras Gangguan pola tidur

Gangguan mobilitas fisik


7. KOMPLIKASI
 Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
 Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah
 Infeksi
 Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
 Kontraktur
 Hipertropi jaringan parut

8. PENYEMBUHAN LUKA
a. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan
dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang
terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak
mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang
luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih
kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan
terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih,
tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang
terakhir (Mansjoer,2001).

b. Fase Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan
maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu kesinambungan
yang tidak dapat dipisahkan.
- Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Inflamasi
berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri, menghilangkan
debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
- Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan
penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi.
- Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-
bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling
luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang
berlebih dan regresi vaskularitas luka (Mansjoer,2001).
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena
merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses
regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik
- Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses
penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi
jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,
Arthereosclerosis).
- Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres
psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan

d. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda.
Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan
pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi
post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan
lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka
e. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
 Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
 Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik
borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
 Oksidansia
- Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari
dalam luka dan membunuh kuman anaerob
 Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur.
- Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
 Derivat fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
 Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan
aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer,
2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain
larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang
saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga
NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g
dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na + 154 mEq/l dan Cl - 154
mEq/l (ISO Indonesia,2000).

3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
iii. Berikan antiseptik
iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi
lokal
v. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga
proses penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,
infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,
sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah
yang menyebabkan hematom.

7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Identifikasi meliputi :

1. Tanggal masuk rumah sakit


2. Jam masuk rumah sakit
3. Nomer refistrasi
4. Jenis kasus (bedah non bedah)
5. Diagnose medis (diagnose medic saat klien masuk dan saat pengkajian)
6. Biodata
a) Identitas pasien
b) Identitas kelurga/pengantar
7. Riwayat kesehatan
a) Keluhan masuk
b) Keluhan masuk adalah keluhan yang mengirim klien dirawat di RS
c) Riwayat keluhan masuk
8. Primery survey
a) Airway :
(1) Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas
(2) Apakah terdengar bunyi stridor
(3) Apakah ada tanda-tanda keberadaan benda asing, darah, muntah dalam mulut
(4) Apakah jalan napas paten
b) Breathing
(1) Apakah ada hembusan udara dari hidung (fell)
(2) Pengembangan dada (look)
(3) Apakah terdengar suara nafas (listen)
(4) Frekuensi nafas
(5) Retraksi intercostals
(6) Bunyi nafas (ngorek, bersiul, megap, dll)
(7) Penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan
(8) Suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, rales, dll)
c) Circulation
(1)Apakah ada poendarahan/tidak
(2)Apakah ada pulsa karotis, nadi radial
(3)Apakah nadi teraba atau tidak
(4)Kualitas nadi (luat, lemah, kecil)
(5)Akral (hangat/dimgin)
(6)Pengisian kapiler ( < 3 detik / > 3 detik )
(7)Apakah ada tanda-tanda syok (nadi lemah dan cepat, nadi lebih dari 100x/menit
pada dewasa)
(8)Apakah kulit teraba dingin atau tidak
(9)Apakh kulit tanpak pucat atau kebiru-biruan
(10) Apakah pasien tidak sadar atau tampak mengantuk
d) Disability : gunakan AVPU
(1) A – Alert (jaga) : apakah klien memengerti apoa yang anda sampaikan
(2) V – Voice (suara) : apakah klien bias berbicara kepada anda
(3) P – Pain (nyeri) : apakah klien berespon terhadap nyeri
(4) U – Unresponsive (tidak berespon) : apakah klien tidak sadar atau berespon
(5) Cek ukuran , apakah ikuran sama atau tidak, apakah bereaksi terhadap
cahaya (mengecil)
(6) GCS (Glasgow Coma Scale)

9. Survey sekunder
a) AMPLE
(1) Alergi
(2) Medication
(3) Past history (riwayat singkat penyakit, kecelakaan, tindakan pembedahan, dan
perawatan selama sakit)
(4) Last time ate or drank (waktu terakhir makan dan minum)
(5) Event (apa yang menyebabkan terjadinya kecelakaan ? kecelakaan
kendaraan, luka bakar, dll)
b) Pemeriksaan fisik (ekposure)
(1) Keadaan umum:

Inspeksi saat kontak pertama dengan klien (tampak keadaan umum tidak sakit,
keadaan sakit ringan, sakit sedang, atau lemah)

(2) TTV
(3) Berat badan
(4) Tinggi badan
(5) Kepala
(a) Reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran
(b) Apakah ada luka, deformitas/cacat, memar, pembengkakan, tulang yang
penyek kedalam
(c) Apakah ada cairan yang keluar dari telinga dan hidung
(d) Periksa adanya nyeri tekan
(e) Ukur GCS
(6) Leher
(a)Tanda-tanda injury spinal
(b)Apakah ada luka, deformitas/cacat, memar, pembengkakan
(c) Apakah ada distensi/penggembungan dari vena leher
(d)Perhatikan posisi trakhea-apakah ditengah-tengah atau terdorong kesalah
satu sisi
(e)Rasakan apakah ada udara di bawah kulit (empisema subkutan)
(7) Dada
(a) Hasil pemeriksaan EKG
(b) Kecepatan nafas, upaya nafas
(c) Pengembangan data (simetris/tidak)
(d) Apakah ada luka, deformitas, memar, bengkak, atau depresi tulang (tulang
masuk ke dalam)
(e) Bunyi nafas
(8) Perut
(a) Apakah ada luka, memar, bengkak pada kulit atau pembesaran pada
seluruh perut (distensi)
(b) Apakah ada skar (bekas luka) yang lama, bising usus, peristaltik usus.
(c) Nyeri pada kuadran abdomen, kekakuan atau tampak sikap pada area
perut yang mengindikasi pendarahan pada perut
(9) Pelvis, rektum dan genital
(a)Apakah ada luka, deformitas, memar
(b)Apakah ada perdarahan uretra
(c) Apakah ada perdarahan sekitar rectum, scrotum dan vagina
(d)Apakah ada fraktur atau dislokasi
(10) Lengan dan tungkai
(a) Apakah ada luka, deformitas, memar atau pembengkakan
(b) Apakah ada nyeri tekan ? apakah pasien dapat merasakan sensasi
sentuhan yang anda lakukan ? pergerakan sendi
(c) Nadi perifer ada/ tidak
(d) Suhu anggota gerak, tangan dan kaki ? panas atau dingin
(11) Punggung
(a) Apakah ada luka, deformitas, memar atau pembengkakan, depresi tulang
(b) Apakah ada pendarahan yang berasal dari anus
(c) Apakah ada nyeri tekan
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka
bakar mengalami kehilangan volume
2. Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai
hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia
3. Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami
kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
4. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme
dan kehilangan protein
5. Faal hati dan ginjal
6. Elektrolit terjadi penurunan calcium dan serum, peningkatan alkali phosphate
7. Serum albumin: total protein menurun, hiponatremia
8. Rediologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan
menunjukan factor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya
terdapat emboli paru/edama paru
9. ECG : untuk mengatahui adanya aritmia
9. MASALAH KEPERAWATAN
Data Etiologi Masalah
DS: Benda tajam, tumpul, suhu tinggi,Nyeri akut
Kien mengatakan bahan kimia
nyeri ↓
Perlukaan pada kulit
DO: ↓
 Terdapat luka Proses inflamasi
pada bagian ↓
tubuh Pelepasan substansi kimia
 Grimace (histamine, bradikinin)
 Peningkatan ↓

RR & HR Stimulasi ujung saraf



nyeri
DS: Benda tajam, tumpul, suhu tinggi,Kerusakan integritas jaringan
Klie n melaporkan bahan kimia
nyeri pada daerah ↓
perlukaan Traumatic jaringan

DO: Kerusakan integritas jaringan
Kerusakan lapisan
dermis
Benda tajam, tumpul, suhu tinggi,Resiko syok
bahan kimia

Traumatic jaringan

Kerusakan pembuluh darah

Perdarahan berlebih

Keluarnya cairan tubuh

Resiko syok : hypovolemik
DS:- Perlukaan pada jaringan kulit Resiko infeksi

DO: Kerusakan epidermis, dermis
Tampak adanya luka ↓
pada kulit Fungsi kulit sebagain pertahanan
primer hilang

Terpapar lingkungan

Resiko infeksi

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Nyeri akut berhubungan
b. Kerusakan integritas jaringan
c. Resiko syok
d. Resiko infeksi

11. TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa 1 nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam nyeri terkontrol
KH: Melaporkan nyeri terkontrol/ berkurang, ekspresi wajah rileks, mampu menggunakan tehnik
relaksasi
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda vital (TD,suhu, Nadi,RR)Nyeri cenderung membuat TD,
suhu,nadi, dan RR meningkat
Kaji keluhan nyeri termasuk lokasi, Pengkajian berkelanjutan membatu
meyakinkan bahwa penanganan dalam
karateristik, durasi, frekuensi, dan
memenuhi kebutuhan pasien dalam
identifikasi faktor yang memperberat mengurangi nyeri
dan menurunkan nyeri
Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis
Menurunkan ketegangan otot
pijatan pada erea yang tidak sakit)
Ajarkan tehnik relaksasi (mis nafas dalam)Memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan rasa control yang dapat
menurunkan ketergantungan
farmakologis
Berikan obat analgesik sesuai indikasi.
Membantu menurunkan intensitas nyeri.
Pantau adanya reaksi yang tidk Untuk menentukan keefektifan obat
diinginkan terhadap obat

Diagnos 2 : kerusakan integritas jaringan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kerusakan integritas jaringan
pasien teratasi
 KH:
 Perfusi jaringan normal
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Ketebalan dan tekstur jaringan normal
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cidera berulang
 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

Intervensi Rasional
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan Memeriksa adanya kemungkinan infeksi
berlanjut
Monitor aktivitas dan mobilitas klien Mobilitas yang terlalu berlebihan akan
menghambat penyembuhan luka
Observasi luka : lokasi, dimensi, Menunjukkan perkembangan luka dan
kedalaman luka, karakteristik,warna
keefektifan terapi serta kemungkinan
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi infeksi berlanjut
traktus
Periksa luka secara teratur, catat Pengenalan akan adanya proses
karateristiknya kegagalan penyembhan luka/
perkembangannya
Berikan penguatan pada balutan awal/
Melindungi luka dari perlukaan mekanis
penggantian sesuai indikasi dan kontaminasi
Pastikan daerah luka kering dan bersih
Merangsang proses penyembuhan luka
dan berikan rangsangan peningkatan secara alami
sirkulsi ke daerah sekitar luka
Tingkatkan hidrasi adekuat Untuk mencegah kehilangan cariran via
transepidermal
Monitor status nutrisi pasien Nutrisi juga menentukan tingkat masa
penyembuhan luka
kolaborasi : diet TKTP dan pemberian vitamin Mempercepat tingkat penyembuhan luka
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
Memandirikan keluarga pasien dalam
perawatan luka
intervensi keperawatan pasien jika
nanti sudah pulang
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada
Menghindari komplikasi lebih lanjut
luka

Diagnos 3 : resiko syok


Tujuan: dalam 2x60 menit resiko syok tidak terjadi
KH: suhu normal 36,5-37,5c, tidak terjadi hipotensi akut (TD normal), perdarahan berhasil di atasi,
pasien mulai tenang
Intervensi Rasional
Monitor keadaan umum pasien. Untuk memantau kondisi pasien
selama masa perawatan teruta-ma
saat terjadi perdarahan.
Dengan memonitor keadaan umum
pasien, perawat dapat segera me-
ngetahui jika terjadi tanda-tanda pre
syok/syok sehingga dapat se-gera di
tangani.

Observasi tanda-tanda vital tiap      2-3


Tanda vital dalam batas normal
jam. menandakan keadaan umum pasien
baik, perawat perlu terus mengob-
servasi tanda-tanda vital selama
pasien mengalami perdarahan un-tuk
memastikan tidak terjadi pre syok/syok.
Monitor tanda-tanda perdarahan Perdarahan yang cepat diketahui dapat
segera diatasi, sehingga pasi-en tidak
sampai ke tahap syok hi-povolemik
akibat perdarahan he-bat.
Jelaskan pada pasien/keluarga tentang Dengan memberi penjelasan & me-
tanda-tanda perdarahan yang mungkin libatkan keluarga diharapkan tan-da-
dialami pasien tanda perdarahan dapat diketa-hui
lebih cepat & pasien/ keluarga menjadi
kooperatif se-lama pasien di rawat.
Anjurkan pasien/keluarga untuk se- Keterlibatan keluarga untuk segera
gera melapor jika ada tanda-tanda melaporkan jika terjadi perdarahan
perdarahan. terhadap pasien sangat membantu tim
perawatan untuk segera mela-kukan
tindakan yang tepat.
Pasang infus, beri terapi cairan in- Pemberian cairan intravena sangat
travena jika terjadi perdarahan diperlukan untuk mengatasi kehi-
(kolaborasi dengan dokter). langan cairan tubuh yang hebat yai-tu
untuk mengatasi syok hipovo-lemik. 
Pemberian infus dilakukan dengan
kolaborasi dokter.
Cek Hb, Ht, trombosit (sito). Untuk mengetahui tingkat kebo-coran
pembuluh darah yang di alami pasien
& untuk acuan me-lakukan tindakan
lebih lanjut terhadap perdarahan
tersebut.
Perhatikan keluhan pasien seperti Untuk mengetahui seberapa jauh
mata berkunang-kunang, pusing, pengaruh perdarahan tersebut pada
lemah, ekstremitas dingin, sesak nafas. pasien sehingga tim kesehatan le-bih
waspada.
Berikan tranfusi sesuai dengan Untuk menggantikan volume darah
program dokter. serta komponen darah yang hilang.
Monitor masukan & keluaran, catat & Pengukuran & pencatatan sangat
ukur perdarahan yang terjadi, produksi penting untuk mengetahui jumlah
urin. perdarahan yang dialami pasien. 
Untuk mengetahui keseimbangan
cairan tubuh.  Produksi urin yang lebih
pekat & lebih sedikit dari normal
(sangat sedikit) menunjukkan pasien
kekurangan cairan & mengalami syok. 
Hati-hati terha-dap perdarahan di
dalam.
Berikan obat-obatan untuk me-ngatasimemandirikan keluarga pasien dalam
perdarahan sesuai dengan program
intervensi keperawatan pasien jika
dokter.
nanti sudah pulang
Berikan terapi oksigen sesuai dengan Pemberian O2  akan membantu ok-
kebutuhan. sigenasi jaringan, karena dengan
terjadinya perdarahan hebat maka
suplai oksigen ke jaringan terganggu.

Segera lapor dokter jika tam-pak Untuk mendapatkan penanganan lebih


tanda-tanda syok hipovolemik &
lanjut sesegera mungkin.
observasi ketat pasien serta perce-pat
tetesan infus sambil menunggu
program dokter selanjutnya
4. resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Suhu dalam rentang 36,5-37,5 °C
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Keadaan luka bersih
Intervensi Rasional

1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Untuk menentukan intervensi yang


sistemik dan lokal akan dilakukan
2. Kaji suhu badan pada pasien 2. Mengetahui kenaikan suhu dan
neutropenia setiap 4 jam dan mencegah keadaan penyakit yang
laporkan jika di atas 38,5 C 0
lebih serius
3. Pertahankan teknik aseptif 3. Memperkecil resiko komplikasi lebih
4. Batasi pengunjung bila perlu lanjut
5. Cuci tangan setiap sebelum dan 4. Pengunjung yang keluar masuk
sesudah tindakan keperawatan, mempertinggi transmisi bakteri
ajarkan dan anjurkan pasien untuk Mencegah pemasukan bakteri dan
melakukan hal yang sama. infeksi/sepsis lebih lanjut
6. Gunakan baju, sarung tangan 5. Mempertahankan prinsip steril
sebagai alat pelindung Menghilangkan kontak dengan
7. Ganti letak IV perifer dan dressing kuman penyakit, dan memandirikan
sesuai dengan petunjuk umum klien dalam perawatan diri
8. Gunakan kateter intermiten dan 6. Untuk upaya meproteksi diri tenaga
teknik steril pemasangannya kesehatan
selama perawatan di RS 7. Untuk mengurangi resiko infeksi
9. Kolaborasi terapi antibiotik lebih lanjut
10. Pantau dan laporkan tanda dan 8. untuk menurunkan infeksi kandung
gejala ISK (Infeksi Saluran Kemih), kencing, Mencegah pemasukan
lakukan tindakan untuk mencegah bakteri dan infeksi/sepsis lebih
ISK. lanjut
11. Inspeksi kulit dan membran 9. untuk mengurangi infeksi yang
mukosa terhadap kemerahan, terjadi
panas, drainase 10. ISK
12. Monitor adanya luka adalah salah satu komplikasi BPH
13. Dorong istirahat yang perlu ditangani lebih lanjut
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda 11. Kemerah
dan gejala infeksi an, panas, kondisi drainase adalah
indicator perkembangan kondisi
infeksi
12. Bagi
pasien BPH, luka baik dari
pemasangan kateter, tirah baring,
pemasanagan IV perlu diperhatikan
untuk mengantisipasi komplikasi
infeksi lebih lanjut
13. Istirahat
yang cukup akan mempercepat
penyembuhan
14. Memandi
rikan klien dan keluarga dalam
perawatan diri klien

12. REFERENSI

Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010. Nursing Diagnosis
Manual : Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia : F.A Davis
Company
Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius
NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and Classification. West Ssussex-
United Kingdom : Wiley-Blackwell
David S Perdanakusuma, 2007, Anatomi fisiologi dan Penyembuhan Luka, Short Course wound
care update., JW Marriot Surabaya.
Idral Darwis dan Widasari Sri Gitarja. 2008. Indonesia Enterostomal Therapy Education
Programme, Bogor, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai