Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT OBSTETRI DENGAN

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Dosen: Ns.Rivelino Hamel, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 13 :


Kelas B1
Natalia A. Oroh / 2114202144
Ester S. Oping /2114202145
Gitria Sembel / 2114202146

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2022
Tinjauan Teori

A. Definisi

Hiperemesis Gravidarum adalah bentuk yang paling parah dari mual dan muntah yang

terjadi selama masa kehamilan, dan ditandai dengan muntah dan mual yang berat

sehingga menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit dan metabolisme, dan defisiensi

nutrisi yang dapat menyebabkan seseorang memerlukan perawatan rumah sakit.

Muntah yang berlebihan dalam kehamilan yang menyebabkan terjadinya ketonuria dan

penurunan berat badan ≥ 5%.

B. Epidemiologi

Mual dan muntah pada saat hamil adalah pengalaman yang umum dirasakan oleh 50%-

90% wanita hamil. Mual dan muntah umumnya hanya terjadi dalam trimester pertama,

tetapi 20% wanita mengalami gejala tersebut hingga sepanjang masa kehamilan. Derajat

mual dan muntah beragam dari ringan hingga berat sehingga mempengaruhi kelebihan

dan muntah yang menetap.Hiperemesis gravidarum ditemukan hanya pada 1-20 pasien

dalam 1.000 wanita hamil.Walaupun kejadian ini tergolong jarang, tetapi pengaruhnya

dalam klinis dan sosial besar sekali.

C. Etiologi

Penyebab pasti mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum dapat diketahui.

Berdasarkan beberapa teori, faktor biologis yang paling berperan adalah perubahan

kadar hormon selama kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar Human

Chorionic Gonadotropin (HCG) akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen

yang dapat merangsang mual dan muntah. Perempuan dengan mola memiliki kadar HCG

lebih tinggi daripada perempuan hamil lainnya.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adalah:


1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan

kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan di mana hormon khorionik

gonadotropin dibentuk berlebihan.

2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat

hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan

tersebut.

3. Alergi, sebagai salah satu respons darijaringan ibu terhadap anak.

4. Faktor psikologis, seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak,

kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap

tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap menerima kehamilan memegang

peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.

Terjadi perubahan-perubahan yang cukup besar yang mungkin merusak

keseimbangan di dalam badan. Misalnya saja yang dapat menyebabkan mual dan

muntah ialah masuknya bagian-bagian villus ke dalamperedaran darah ibu, perubahan-

perubahan endokrin misalnya hipofungsi kortek g1 suprarenalis, perubahan metabolik,

dan kurangnya pergerakan lambung.

D. Klasifikasi

Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu:

 Tingkat I

Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhdap makanan dan minuman,

berat-badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan,

lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi

meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata

cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tetapi masih

normal.
 Tingkat II

Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,

subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik

kurang dari 80mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kaang ikterus, aseton,

bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.

 Tingkat III

Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalh gangguan

kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat

terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria

dalam urin.

E. Patofisiologi

Patofisiologi mual dan muntah dalam kehamilan belum dipahami dengan jelas.

Hiperemesis melibatkan interaksi kompleks secara biologis, psikologis, dan faktor

sosiokultural.

 Human chorionic gonadotropin

Beberapa penelitian prospektif melaporkan bahwa terdapat hubungan signifikan

antara serum hCG pasien dengan keluhan. hCG menyebabkan hiperemesis

dengan menstimulasi kelenjar sekretori pada traktus gastrointestinal. Struktur

hcG mirip dengan thyroid stimulating hormone (TSH) dan mungkin dapat

menyebabkan hiperemesis

 Estrogen

Terdapat asosiasi positif antara mual dan muntah dengan kadar estradiol. Telah

diduga bahwa peningkatan kadar hormon steroid menyebabkan penurunan

motilitas traktus gastrointestinal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pH dan

perkembangan Helicobacter pylori.


 Hormon tiroid

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar thyroxine pada pasien

hiperemesis lebih tinggi dibandingkan kontrol. Beberapa penelitian juga

menunjukkan peninggian kadar TSH.

F. Diagnosis

Beberapa tanda dan gejala yang dapat ditemukan untuk menegakkan diagnosis antara

lain:

 Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.

 Fungsi vital: nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun pada

keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma).

 Fisik: dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada vaginal

toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi lunak, pada

pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru (lividae).

 Pemeriksaan USG: untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan juga untuk

mengetahui kemungkinan adanya kehamilan kembar ataupun kehamilan

molahidatidosa.

 Laboratorium: kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to the left,

benda keton, dan proteinuria.

 Pada keluhan hiperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan untuk

konsultasi psikologi

G. Gejala Klinis

Mulai terjadi pada trismester pertama. Gejala klinik yang sering dijumpai adalah nausea,

muntah, penurunan berat badan, salivasi yang berlebihan, tandatanda dehidrasi

termasuk hipotensi postural dan takikardi. Pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai

hiponatremi, hipokalemia, dan peningkatan hematokrit. Hipertiroid dan LFT yang

abnormal dapat juga dijumpai.


H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum berupa:

 Atasi dehidrasi dan ketosis

 Berikan infus Dextrose 10% + B kompleks IV

 Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposis kalori dan elektrolit

yang memadai seperti : KaEN Mg 3, Trifuchsin dll

 Atasi defisit asam amino

 Atasi defisit elektrolit

 Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan defisit elektrolit

 Berikan obat anti muntah : metochlorprapamid, largatcil anti HT3

 Berikan suport psikologis: atasi

 Jika kehamilan patologis ( misal : Mola Hidatidosa ), lakukan evakuasi

 Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa yang

dikehendaki pasien dengan porsi seringan mungkin dan baru ditingkatkan bila

pasien lebih segar/ enak.

 Perhatikan pemasangan kateter infus untuk sering diberikan salep heparin

karena cairan infus yag diberikan relatif pekat

 Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan

dengan porsi wajar dan obat peroral telah diberikan beberapa saat sebelum

infus dilepaskan.

I. Komplikasi

Baik komplikasi yang relatif ringan maupun berat bisa disebabkan karena

hiperemesis gravidarum. Kehilangan berat badan, dehidrasi, acidosis akibat dari gizi

buruk, alkalosis akibat dari muntah-muntah, hipokalemia, kelemahan otot, kelainan

elektrokardiografi dan gangguan psikologis dapat terjadi.

Komplikasi yang mengancam nyawa meliputi ruptur esofagus yang disebabkan

muntah-muntah berat, Wernicke's encephalopathy (diplopia, nystagmus, disorientasi,


kejang, coma), perdarahan retina, kerusakan ginjal, pneumomediastinum spontan, IUGR

dan kematian janin.

Pasien dengan hiperemesis gravidarum pernah dilaporkan mengalami epistaxis

pada minggu ke-15 kehamilan karena intake vitamin K yang tidak adekuat yang

disebabkan emesis berat dan ketidakmampuannya mentoleransi makanan padat dan

cairan. Dengan penggantian vitamin K, parameterparameter koagulasi kembali normal

dan penyakit sembuh. Vasospasme arteri cerebral yang terkait dengan hiperemesis

gravidarum juga ada dilaporkan pada beberapa pasien. Vasospasme didiagnosa dengan

angiografi Magnetic Resonance Imaging (MRI).21 Tetapi bila semua bentuk pengobatan

gagal dan kondisi ibu menjadi mengancam nyawa, pengakhiran kehamilan merupakan

pilihan. Verberg melaporkan pilihan pengakhiran kehamilan kira-kira 2 % pada kehamilan

yang terkomplikasi dengan hiperemesis gravidarum.

Namun demikian, Kuscu dan Koyuncu menilai luaran maternal dan neonatal dari

penderita hiperemesis gravidarum yang diteliti pada dua penelitian berbeda yang

melibatkan 193 dan 138 pasien. Dari 193 pasien, 24% membutuhkan perawatan inap dan

satu pasien membutuhkan nutrisi parenteral. Berat lahir, usia kandungan, kelahiran

preterm, skor Apgar, mortalitas perinatal dan kejadian kelainan bawaan janin tidak

berbeda antara pasien hiperemesis dan populasi umum. Dalam studi lainnya, tidak ada

terdeteksi peningkatan risiko keterlambatan pertumbuhan, kelainan bawaan dan

prematuritas. Umumnya hiperemesis gravidarum dapat disembuhkan.

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat

memuaskan. Namun pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu

dan janin.

J. Prognosis

Umumnya baik, namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis

pasien yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.


Konsep Asuhan Keperawatan Hiperemesis Gravidarum

1. Pengkajian
a. Pengkajian Data Subyektif
1) Biodata : mengkaji identitas klien penanggung jawab yang
meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, lamanya perkawinan dan
alamat.
2) Keluhan utama : mual dan muntah pada pagi hari atau setelah
makan, nyeri epigastrik, tidak nafsu makan, merasa haus.
3) Riwayat kehamilan saat ini : meliputi ada tidaknya gemeli,
riwayat pemeriksaan antenatal dan komplikasi.
4) Riwayat kesehatan sekarang : meliputi awal kejadian dan
lamanya mual dan muntah, kaji warna volume, frekuensi dan
kualitasnya. Kali juga faktor yang memperberat dan
memperingan keadaan, serta pengobatan apa yang pernah
dilakukan.
5) Riwayat medis sebelumnya : seperti riwayat penyakit obstetric
dan ginekologi, kolelithiasis, gangguan tiroid dan gangguan
abdomen lainnya.
6) Riwayat sosial : seperti terpapar penyakit yang mengganggu
komunikasi, terpapar dengan lingkungan, tercapainya
pelayanan antenatal, peran, tanggung jawab, pekerjaan dll.
7) Riwayat diet : khususnya intake cairan.
8) Pola aktivitas sehari-hari : kaji mengenai nutrisi, cairan dan
elektrolit, eliminasi, istirahat tidur.
b. Pengkajian data obyektif
1) TTV : ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi
nafas meningkat, adanya nafas bau beton.
2) Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dari kepala sampai
dengan kaki ada tidaknya kelainan, mengukur berat badan,
tinggi badan dan pengukuran lila.
3) Status gizi : berat badan meningkat atau menurun
4) Status kardio vaskuler : kualitas nadi, takikardi, hipotensi.
5) Status hidrasi : Turgor kulit, keadaan membran mukosa,
oliguria.
6) Keadaan abdomen : suara abdomen, adanya nyeri lepas atau
tekan, adanya distensi.
7) Geniurinaria : nyeri kostovertebal dan suprapubik.
8) Staus eliminasi : perubahan konstipasi feses dan perubahan
frekuensi berkemih.
9) Keadaan janin : pemeriksaan DJJ, TFU dan pekembangan janin.
2. Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
3. Intervensi / Perencanaan
Diagnosa keperawatan : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
a. Definisi : intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
tubuh.
b. Batasan karakteristik
Berat badan 20% atau lebih dibawah ideal, membran mukosa dan
konjungtiva pucat, kelemahan otot yang digunakan untuk
mengunyah, luka atau inflamasi pada rongga mulut, mudah
merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan, kehilangan
berat
badan, nafsu makan menurun, kram pada abdomen, tonus otot
jelek, nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi.(Herdman,
2010)
c. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi pasien
tercukupi dengan kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi nutrisi
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
d. NIC
1) Nutrision management : kaji adanya alergi makanan, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dan kalori, tidak ada tanda-
tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti, anjurkan makan dalam keadaan hangat dan porsi kecil
tapi sering, anjurkan untuk makan biskuit dan minum teh
hangat setiap pagi sebelum beranjak dari tempat tidur,
anjurkan minum jahe 2x 1 gelas/ hari, anjurkan makan dalam
porsi kecil tapi sering, anjurkan untuk meningkatkan protein
dan vitamin D, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.
2) Nutrision Monitoring
Berat badan pasien dalam batas normal, monitor adanya
penurunan berat badan, monitor tipe aktivitas yang dilakukan,
monitor adanya mual dan muntah, monitor turgor kulit,
monitor intake nutrisi dan kalori.
4. Pelaksanaan atau Implementasi
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan
tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada
klien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda
dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan.Aplikasi yang
dilaksanakan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondis
5. Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan dengan cara evaluasi, perawat dapat memberikan
pendapat pada kuantitas dan kualitas asuhan yang diberikan. Tujuan umum dari evaluasi adalah mencari
cara untuk meningkatkan asuhan keperawatan, Evaluasi dilakukan dengan mengunakan SOAP
( Subyektif, Obyektif, Analisa,
Daftar Pustaka

Kuscu NK, Koyuncu F. Hyperemesis gravidarum: current concepts and management. Postgrad Med J.

2002;78:76-79.

Lee NM, Saha S. Nausea and Vomiting of Pregnancy. 2011. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3676933/

McCarthy FP, Lutomski JE, Greene RA. Hyperemesis Gravidarum: Currennt Perspectives. 2014. Available

from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4130712/

Eliakin R, Abulafia O, Sherer DM. Hyperemesis Gravidarum: A Current Review. 2000. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11041443

Wegryniak LJ, Repke JT, Ural SH. Treatment of Hyperemesis Gravidarum. 2012. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3410506/

Philip B. Hyperemesis Gravidarum: Literature Review. Wisconsin Medical Journal 2003. Volume 102 No.

3. Available in: http://www.wisconsinmedicalsociety.org/_WMS/publications/wmj/pdf/102 /3/46.pdf

Broussard C, Richter J. Nausea and vomitting of pregnancy. Gastroenterol Clin North Am. 1998;27(l):123-

151.

Van de Ven C. Nasogastric enteral feeding in hyperemesis gravidarum. Lancet. 1997;349(9050):445-446.

Nageotte M, Briggs G, Tower C, Asrat T. Droperidol and diphenhydramine in the menagement of

hyperemesis gravidarum. Am J Obstet Gynecol. 1996;174(6):1801-1805.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Standar Pelayanan Obstetri dan Ginekologi

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta 2006.

Hallak M, Tsalarnandris K, Dombrowski K Isada N, Pryde P, come. J Repord Med. 1996;41(11):871-874.

Safari H, Alsulyman O, Gherman R, Goodwin T. Experience with oral methylprednisolone in the

treatment of refractory hyperemesis gravidarum. Am J Obstet Gynecol. 1998;178(5):1054-1058.


Setiawati SE, Ramadhian R. Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum. J Medula

Unila. 2016. Volume 5 No.1 hal 131-134.

Widayana A, Megadhana IW, Kemara KP. Diagnosis and management of hyperemesis gravidarum.

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2013; 2(4):658-73.

Ismail SKenny L. Review on hyperemesis gravidarum. Best Practice & Research Clinical Gastroenterology.

2007;21(5):755-769.

Anda mungkin juga menyukai