Anda di halaman 1dari 14

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BALITA USIA 1-5 TAHUN

Disusun oleh :
Orlando Lorenso Solambela
19142010068
MK :KEPERAWATAN ANAK 1

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA DI MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BALITA USIA 1-5
TAHUN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Semoga makalah ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca.

Manado 2 juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................
B. TUJUAN IMUNISASI DASAR...........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
A. IMUNISASI DASAR.........................................................................................
1. DEFINISI IMUNISASI...................................................................................
2. MANFAAT IMUNISASI................................................................................
3. MACAM-MACAM IMUNISASI.....................................................................
4. IMUNISASI DADAR PADA BAYI..................................................................
5. PENGEMBANGAN PROGRAM IMUNISASI DI INDONESIA.......................
B. FAKTOT- FAKTOR YANG MEMPENGATUHI KELENGKAPAN IMUNISASI....
BAB III PENUTUP....................................................................................................
A. KESIMPULAN.....................................................................................................
B. SARAN................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis, dan polio merupakan penyebab
terbesar mortalitas dan morbiditas pada anak, sehingga sangat penting untuk menggunakan
cara preventif yang tersedia seperti imunisasi. Semua tenaga kesehatan yang menangani
seorang anak harus menekankan perlunya imunisasi pada orang tua dan menjalankan
kebijakan ini. Karena anak memiliki hak untuk terlindung dari penyakit infeksi. Imunisasi
pada masyarakat meningkatkan imunitas kelompok, yang menurunkan kemungkinan
transmisi infeksi diantara anak-anak serta memungkinkan terjadinya eradikasi penyakit.
Hampir 2 juta anak meninggal tiap tahun akibat penyakit yang dapat dicegah dengan
vaksinasi dan lebih dari 90.000 anak menjadi korban polio paralitik (Meadow & Simon,
2005). Salah satu upaya pencegahan penyakit adalah dengan dilakukannya imunisasi.
Imunisasi merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu
penyakit, sehingga kelak jika terpapar penyakit tidak akan menderita penyakit tersebut.
Imunisasi merupakan program upaya pencegahan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Hepatitis B,
Polio, dan Campak. Imunisasi juga merupakan upaya nyata pemerintah untuk mencapai
Millenium Development Goals (MDGs), khususnya untuk menurunkan angka kematian anak.
Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapain Universal Child
Immunization (UCI) yaitu minimal 80% bayi di desa atau kelurahan telah mendapatkan
imunisasi lengkap, yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan Campak.
Kementerian Kesehatan memiliki target bahwa pada tahun 2014, UCI mencapai 100%
(Depkes, 2010). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008). Sesuai dengan program organisasi dunia World
Health Organization (WHO), pemerintah mewajibkan imunisasi yang termasuk dalam
Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Imunisasi tersebut adalah BCG, DPT-HB, Polio,
Campak, dan Hepatitis. Kelima imunisasi tersebut dikenal dengan Lima Imunisasi dasar
Lengkap (LIL) yang merupakan imunisasi wajib bagi anak di bawah 1 tahun. Jumlah dan
interval pemberian setiap imunisasi berbeda-beda, diantaranya satu kali imunisasi BCG
diberikan ketika bayi berumur kurang dari 3 bulan, imunisasi DPT-HB diberikan ketika bayi
berumur 2,3,4 bulan dengan interval minimal 4 minggu, imunisasi polio diberikan pada bayi
baru lahir dan tiga kali berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat 4 minggu. Imunisasi
campak diberikan pada bayi berumur 9 bulan (Depkes, 2010).Upaya imunisasi di Indonesia
mulai diselenggarakan pada tahun 1956, ini merupakan upaya kesehatan yang paling cost
effective, karena dengan imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan
Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Pada tahun 1977 upaya
imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan
penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu :
tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, dan hepatitis B (Depkes, 2006).
Menurut Depkes (2008) kurang dari separuh (46%) anak usia satu tahun mendapat imunisasi
dasar lengkap, (45%) mendapat imunisasi dasar tidak lengkap, dan (9%) sama sekali tidak
mendapat imunisasi dasar. Menurut data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (2010),
didapatkan hasil dengan persentase imunisasi menurut jenisnya yang tertinggi sampai
terendah adalah untuk BCG (77,9%), campak (74,4%), polio4 (66,7%), dan terendah DPT-
HB3 (61,9%). Bila dilihat masing-masing imunisasi menurut provinsi, Banten menempati
urutan ke 15 dengan hasil BCG (76,3 %), Polio (64,5 %), DPT-HB ( 57,7 %), Campak
( 69,3%). Adapun cakupan imunisasi dasar lengkap yang sudah di dapatkan anak umur 12-23
bulan sebesar 53,8 %, yang tidak lengkap sebesar 33,5 % dan yang tidak imunisasi sebesar
12,7 %. Sedangkan jika dilihat dari segi pendidikan orang tua tamat SD (48,8%), tamat SMP
(57,0 %), SMA (61,1%), Perguruan Tinggi (67,7%). Apabila dilihat dari segi pekerjaan, yang
tidak bekerja (57,7%), pegawai (67,7%), wiraswasta (57,4%), petani/ nelayan/ buruh
(47,2%). Ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan
status ekonomi maka semakin tinggi pula status imunisasi dasar balita. Menurut Yendra
(2009), anak usia satu tahun yang tidak mendapat imunisasi dasar paling banyak di Jawa
Barat (41,2 ribu anak), diikuti dengan Sumatera Utara (40,8 ribu anak), Jawa Timur (36,9ribu
anak), Banten (26,0 ribu anak) dan Sulawesi Selatan (20,1 ribu anak).Menurut data yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang (2008), terdapat 57.733 bayi di
Kabupaten Tangerang yang menjadi sasaran imunisasi. Sebanyak itu, baru 43,1 % (24.860)
saja yang telah mendapatkan vaksin BCG. Masih 56,9% lagi bayi yang belum mendapatkan
vaksin yang berfungsi mencegah penyakit TBC tersebut . Kota Tangerang Selatan terdiri dari
7 kecamatan, 54 kelurahan dengan jumlah penduduk 1.365.385 jiwa dan 149.614 jiwa balita
yang masih memiliki masalah kesehatan, salah satunya adalah angka kematian bayi (AKB)
sebanyak 47 jiwa dan angka kematian balita (AKBal) sebanyak 20 jiwa. Dari kasus tersebut
penyebabnya karena kelainan kongenital 15, asfiksia 13, BBLR 8, ikterus 1 ( Dinkes
Tangerang Selatan, 2011 ). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ladifre (2006) Dari 234
responden ibu yang mempunyai anak berumur 12-59 bulan diperoleh hasil sebesar (28,2%)
yang melakukan imunisasi dasar lengkap. Adapun jika dilihat dari segi jarak ke pelayanan
kesehatan, dari 64 ibu dengan jarak terdekat > 2,5 km diperoleh 15 (23,4%) menunjukkan
status imunisasi dasar anaknya lengkap, dan 51 (30,0%) dari 170 dengan jarak ≤ 2,5 km
menunjukkan status imunisasi dasar anaknya lengkap. Dan menunjukkan masih cukup
rendahnya balita yang melakukan imunisasi dasar lengkap di kabupaten Tangerang.
Berdasarkan hasil penelitian Jannah (2009) di Puskesmas Padarincang Kabupaten
Pandeglang, di dapatkan hasil bahwa dari 282 ibu yang memiliki balita usia 12-23 diperoleh
hasil 28 (9,9 %) yang status imunisasi dasarnya lengkap. Sedangkan dilihat dari segi analisis
data, terdapat hubungan antara pengetahuan ibu, pendidikan ibu, sikap ibu, dan dukungan
keluarga dengan status imunisasi dasar lengkap. Peran seorang ibu pada program imunisasi
sangatlah penting, karena pada umumnya tanggung jawab untuk mengasuh anak diberikan
pada orang tua khususnya ibu. Oleh karena itu, pendidikan seorang ibu sangatlah penting
dalam mendidik seorang anak. Karena tingkat pendidikan ibu sangat menentukan kemudahan
dalam menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi tingkat pendiidkan ibu, maka akan
semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian lebih cepat
menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti perubahan itu (Notoatmodjo, 2003).
Status pekerjaan ibu berkaitan dengan kesempatan dalam mengimunisasai anaknya. Seorang
ibu yang tidak bekerja akan mempunyai kesempatan untuk mengimunisasikan anaknya
dibanding dengan ibu yang bekerja. Pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah sering kali tidak
mempunyai kesempatan untuk datang ke pelayanan imunisasi karena mungkin saat dilakukan
pelayanan imunisasi ibu masih bekerja ditempat kerjanya. Sering juga ibu yang terlalu sibuk
dengan urusan pekerjaannya lupa akan jadwal imunisasi anaknya (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (2011), bahwa dari 25 puskesmas
yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang Selatan, cakupan imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas Situ Gintung tergolong rendah karena presentase cakupan imunisasinya adalah
BCG (84%), Polio (78,16%), DPT+HB 1 (78,2%), DPT+HB3 (74,7%), Campak (71,9%).
Dengan hasil seperti itu, menunjukkan bahwa status imunisasi dasar lengkapnya belum
mencapai standar Universal Child Immunization (UCI), padahal standar UCI sebesar 80%.
Sedangkan data yang diperoleh dari Puskesmas Situ Gintung (2013), dari 643 bayi hanya 629
bayi yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap. Adapun cakupan imunisasi yang diperoleh
sampai dengan bulan februari 2013 adalah BCG (17,3%), Polio (17,0%), DPT+HB 1
(17,0%), DPT+HB 2 (16,6%), DPT+HB 3 (16,6%), Campak (16,5%). Dari hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Situ Gintung pada hari kamis, 21 Maret 2013 dari
10 ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun, dengan 9 ibu berpendidikan menengah dan 1
berpendidikan tinggi. Serta 5 ibu pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, 4 ibu pekerjaannya
sebagai karyawan swasta, dan 1 ibu sebagai PNS. Adapun jarak rumah ke tempat
imunisasinya 6 ibu dengan jarak rumah dekat <500 meter dan 4 ibu dengan jarak rumah ≥
500 meter diperoleh hasil bahwa 3 balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap
dan 7 lainnya mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Adapun alasan dari 3 balita yang tidak
mendapatkan imunisasi dasar lengkap itu karena jarak rumah ke pelayanan kesehatannya jauh
(> 500 meter) dan anak sering sakit-sakitan sehingga malas untuk dilakukan imunisasi karena
sudah melewati jadwal imunisasi.
B. TUJUAN IMUNISASI DASAR
a. Diketahuinya gambaran status imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita usia
1-5 tahun
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan tentang imunisasi dasar lengkap pada ibu yang
memiliki balita usia 1-5 tahun
c. Diketahuinya gambaran pendidikan tentang imunisasi dasar lengkap pada ibu yang
memilki balita usia 1-5 tahun
d. Diketahuinya gambaran status pekerjaan pada ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun
e. Diketahuinya gambaran pendapatan keluarga yang memiliki balita usia 1-5 tahun
f. Diketahuinya gambaran jarak rumah ke tempat imunisasi yang memiliki balita usia 1-5
tahun
g. Diketahuinya gambaran sikap tentang imunisasi dasar lengkap pada ibu yang memiliki
balita usia 1-5 tahun
h. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan pada ibu yang memiliki balita usia 1-5
tahun
i. Diketahuinya hubungan antara tingkat pendidikan pada ibu yang memiliki balita usia 1-5
tahun
j. Diketahuinya hubungan antara status pekerjaan pada ibu yang memiliki balita usia 1-5
tahun
k. Diketahuinya hubungan antara pendapatan keluarga yang memiliki balita usia 1-5 tahun
l. Diketahuinya hubungan antara jarak rumah ke tempat imunisasi yang memiliki balita usia
1-5 tahun
m. Diketahuinya hubungan antara sikap pada ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi
1. Definisi imunisasi
Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody, yang dalam bidang ilmu imunologi
merupakan kuman atau racun (toxin disebut antigen). Secara khusus antigen merupakan
bagian dari protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk
ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap
racun kuman yang disebut dengan antibodi (Riyadi & Sukarmin, 2009). Imunisasi merupakan
usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam
tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat,
2009). Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan
cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang dilemahkan, dibunuh, atau bagian-
bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi (Williams, 2003). Vaksin adalah suatu
bahan yang berasal dari kuman atau virus yang menjadi penyebab penyakit yang
bersangkutan, yang telah di lemahkan
atau dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit,
yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau kelompok orang, yang
bertujuan merangsang timbulnya zat anti penyakit tertentu pada orang-orang tersebut.
Sebagai akibatnya, maka orang yang diberi vaksin akan memiliki kekebalan terhadap
penyakit yang bersangkutan. (Achmadi, 2006) Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG,
DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio (Hidayat,2008).
2. Manfaat imunisasi
Imunisasi sangat penting untuk melindungi bayi terhadap penyakit-penyakit menular, yang
bahkan bisa membahayakan jiwa (Williams, 2003). Imunisasi juga merupakan upaya untuk
pemusanahan penyakit secara sistematis (Achmadi dkk, 2006). Sedangkan menurut Yusrianto
(2010), imunisasi bertujuan agar zat kekebalan tubuh balita terbentuk sehingga resiko untuk
mengalami penyakit yang bersangkutan lebih kecil. Tujuan diberikan imunisasi adalah
diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu

(Hidayat, 2008).

3. Macam-macam imunisasi
Macam – macam imunisasi itu ada dua macam, diantanya adalah :
a. Imunusisasi aktif :
Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikan antigen ke dalam tubuh
sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibodi yang akan bertahan bertahun-
tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif (Riyadi
& Sukarmin, 2009). Menurut Yusrianto (2010), imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau
racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk meragsang tubuh
memproduksi antiibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Imunisasi
aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan
respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar
terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon (Hidayat, 2008). Dalam imunisasi
aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain:
1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna
terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan
atau bakteri dimatikan.
2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan
3. Preservative, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tubuhnya
mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
4. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunisasi
antigen.
b. Imunisasi pasif :
Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya
dari luar dengan cara penyuntikan bahan atau serum yang telah mengandung zat anti. Atau
anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan (Riyadi & Sukarmin,
2009). Sedangkan menurut Yusrianto (2010), imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah
antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan
ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah
yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis
antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kehamilan, misalnya antibodi
terhadap campak. Menurut Hidayat (2008), imunisasi pasif merupakan pemberian zat
(imunoglobin) yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal
dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
4. Imunisasi dasar pada bayi
Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan
kematian pada bayi. Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melalui vaksinasi
yang bisa berupa suntikan atu melalui mulut. Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, aiantaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat
dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi,
dan status nutrisi terutama kecukupan protein karena protein diperlukan untuk menyintesis
antibodi (Hidayat, 2009). Berikut beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh
pemerintah :
a. Imunisasi BCG
Vaksin BCG ( Bacillus Calmette Guerin ) dapat diberikan sejak lahir. Imunisasi ini bertujuan
untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap tuberculosis (TBC). Apabila BCG akan
diberikan di atas usia 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. BCG
diberikan apabila hasil uji tuberculin negatif (Williams, 2003). Menurut Hidayat (2008),
imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang
berat seperti TBC pada selaput otak, TBC Milier (pada seluruh lapang paru) atau TBC tulang.
Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan,
limfadenitis regionalis, dan reaksi panas (Hidayat, 2009). Efek samping lainnya adalah
setelah 3-6 minggu akan terdapat eritema, indurasi, dan kadang ulserasi. Kelenjar getah
bening aksilaris mungkin membesar dan terasa nyeri. Tanda-tanda lokal menghilang dalam 2-
6 bulan (Meadow & Siwon, 2005).
b. Imunisasi Hepatitis B
Vaksin hepatitis B diberikan untuk melindungi bayi dengan memberi kekebalan terhadap
penyakit hepatitis B. yaitu penyakit infesi lever yang dapat menyebabkan sirosis hati, kanker,
dan kematian (Suririnah, 2009). Sedangkan Hidayat (2008), imunisasi hepatitis B merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis yang kandungannya
adalah HbsAg dalam bentuk cair.

Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali dan

penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun.

c. Imunisasi polio
Imunisasi polio diberikan untuk mencegah penyakit poliomyelitis. Polio adalah penyakit
yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Vaksin polio tidak menimbulkan efek samping
(Williams, 2003). Sedangkan menurut Hidayat (2008), imunisasi polio merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada anak. Hipersensitivitas berat terhadap antibiotika merupakan kontraindikasi
terhadap polio berupa penisilin, streptomisin, neomisin, atau polimiksin (Meadow & Simon,
2005).
d. Imunisasi DPT ( difteri, pertusis, tetanus)
Difteri adalah penyakit infeksi tenggorokan berat yang dapat menyebar ke jantung dan
system syaraf sehingga menimbulkan kematian. Pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari )
adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis yang
menyebabkan batuk berat dan lama, dengan komplikasi yang berbahaya bila tidak di tangani
dengan baik. Sedangkan tetanus adalah penyakit bakteri berbahaya yang dapat menyebabkan
kejang otot dan sakit yang luar biasa (Williams, 2003). Pemberian imunisasi DPT untuk
melindungi tubuh terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus yang berakibat fatal pada
bayi dan anak. Adapun efek samping vaksin DPT ini adalah demam tubuh dalam 24-48 jam
setelah vaksinasi, yang biasanya dapat diatasi dengan obat penurun panas. Bila setelah
imunisasi DPT terjadi demam 40°C, demam lebih dari tiga hari, atau reaksi kejang, segera
beritahukan dokter anda (Williams, 2003). Menurut Hidayat (2009), imunisasi DPT
merupakan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertussis, dan tetanus.
Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi
pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek samping berat misalnya
terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
ensefalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertussis, dan tetanus perlu
dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat
meningkatkan kematian bayi dan balita. Reaksi minor akibat komponen pertusis dari
imunisasi Hib/DPT umum terjadi seperti gelisah, demam, dan menangis selama beberapa jam
setelah penyuntikan dengan lokasi penyuntikan terasa sakit (Meadow & Simon, 2005).
e. Imunisasi campak
Imunisasi campak diberikan agar dapat melindungi anak terhadap penyakit campak secara
efektif. Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak, yang dapat
menyebabkan komplikasi yang berbahaya seperti infeksi paru, kejang, dan kerusakan otak.
Ulangan imunisasi campak saat ini otomatis dilakukan saat imunisasi MMR (measles=
campak, mumps = gondongan, rubella = campak jerman) (Williams (2003). Dan menurut
Hidayat (2008), imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Imunisasi campak
diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam
pada tempat suntikan dan panas. Hipersensitivitas berat terhadap antibiotika merupakan
kontraindikasi terhadap campak (neomisin atau kanamisin). Anafilaksis sebelumnya terhadap
telur merupakan kontraindikasi terhadap MMR (Meadow & Simon, 2005).
5. Pengembangan program imunisasi di Indonesia
Di Indonesia terdapat program imunisasi yang disusun oleh pemerintah melalui Departemen
Kesehatan Program Pengembangan Imunisai (PPI-Depkes) dan Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) yang menyusun satgas Imunisasi PP IDAI. Adapun Kelompok vaksin yang
diwajibkan ini disubsidi oleh pemerintah. Oleh karena itu, baik dari segi harga maupun
ketersediaanya, vaksin-vaksin tersebut mudah dijangkau oleh masyarakat luas melalui
puskesmas dan posyandu. Sedangkan, kelompok yang kedua adalah vaksin-vaksin yang
dianjurkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jenis vaksin dalam kelompok
ini,meskipun penting, belum diwajibkan karena biayanya masih cukup mahal (Suririnah,
2009)

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi


Seorang bayi dikatakan telah memperoleh imunisasi lengkap apabila sebelum berumur 1
tahun bayi sudah mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap seperti satu kali imunisasi BCG
diberikan ketika bayi berumur kurang dari 3 bulan, imunisasi DPT-HB diberikan ketika bayi
berumur 2,3,4 bulan dengan interval minimal 4 minggu, imunisasi polio diberikan pada bayi
baru lahir dan tiga kali berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat 4 minggu. Dan untuk
imunisasi campak diberikan pada bayi berumur 9 bulan. Idealnya seorang anak mendapatkan
seluruh imunisasi dasar sesuai umurnya sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat optimal (Depkes 2010). Faktor penentu
yang mempengaruhi pemberian imunisasi pada masyarakat adalah perilaku masyarakat
tersebut. Dengan demikian, faktor perilaku hanyalah sebagian dari masalah yang harus di
upayakan untuk menjadi individu dan masyarakat menjadi sehat. Faktor yang mempengaruhi
perilaku adalah pengetahuan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan keluarga,
keterjangkauan jarak pelayanan, kedisiplinan petugas kesehatan, motivasi petugas, serta
kelengkapan alat dan kecukupan vaksin (mahfoedz, 2006). Akan tetapi, dalam penelitian ini
yang akan di ambil hanya faktor internalnya saja, yaitu tingkat pendidikan, status pekerjaan,
pendapatan keluarga, keterjangkauan jarak pelayanan, dan sikap ibu.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan seseorang
adalah bagian dari perilaku seseorang, awal dari seseorang melakukan suatu tindakan
biasanya disebabkan karena pengetahuan seseorang tentang yang akan dilakukan tersebut.
Semakin luas pengetahuan seseorang semakin mudah orang melakukan perubahan dalam
tindakannya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Rogers dalam Notoatmojo (2003), perilaku yang
di dasarkan oleh pengetahuan akan lebih lama daripada perilaku yang tidak di dasarkan
pengetahuan, dan urutan proses dalam diri seseorang sebelum mengadopsi perilaku baru
adalah sebagai berikut:
a) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus
(objek) terlebih dahulu. Contohnya apabila seseorang yang tadinya tidak mengetahui
pentingnya imunisasi dasar balita, menjadi tahu pentingnya imunisasi setelah di beritahu oleh
orang lain.
b) Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus. Contohnya setelah orang itu tahu akan
pentingnya imunisasi dasar balita, orang tersebut mulai tertarik dan ingin memberikan
imunisasi kepada anaknya.
c) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya).
Contohnya setelah orang itu tertarik dan ingin memberikan imunisasi kepada anaknya, orang
tersebut menimbang keuntungan dan kerugian jika anaknya tidak di beri imunisasi.
d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku tersebut. Contohnya setelah orang itu
menimbang dari keuntungan dan kerugian tidak memberikan imunisasi, orang tersebut mulai
memberikan imunisasi dasar kepada anaknya.
e) Adoption, subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus. Contohnya dari seseorang itu mulai mengetahui tentang
imunisasi dasar balita hingga dia benar-benar menerapkan cara pemberian imunisasi kepada
anaknya hingga lengkap usia 9 bulan. Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a) Tahu Diartikan sebagai mengingat suatu sebelumnya (recall/mengingat kembali), sesuatu
yang spesifik materi yang telah dipelajari dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan
yang telah di terima. Contohnya seseorang yang tahu berapa lama imunisasi dasar lengkap itu
diberikan.
b) Memahami (comprehension) Diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrerprestasikan materi tersebut
secara benar. Contohnya setelah orang itu tahu berapa lama pemberian imunisasi dasar
lengkap, orang tersebut menyimpulkan dan memikirkan dampak selanjutnya jika tidak di
berikan imunisasi dasar.
c) Aplikasi (aplication) Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Contohnya setelah orang itu
mengetahui, dan memikirkan ke dalam jangka panjang, orang tersebut mulai melakukan
untuk pemberian imunisasi dasar dengan menggunakan buku-buku panduan atau materi
mengenai imunisasi dasar lengkap.
d) Analis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu strukturorganisasi, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Contohnya setelah orang tersebut melakukan aplikasi dari apa yang dia
ketahui, dia bisa mengelompokkan manfaat-manfaat yang bisa di peroleh oleh bayi, dan
dirinya sendiri.
e) Sintesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contohnya
apabila seseorang yang sudah mengetahui manfaat dari imunisasi dasar yang di peroleh
bayinya, dia akan mulai merencakanan untuk pemberian imunisasi hingga 9 bulan sesuai
dengan teori dan pengetahuan yang dia dapat.
f) Evaluasi (evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu
kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Contohnya
jika seseorang sudah bisa menerapkan pemberian imunisasi dasar berdasarkan materi yang
dia pelajari, dia akan bisa membedakan antara pertumbuhan bayi yang di beri imunisasi dasar
lengkap dan bayi yang tidak diberi imunisasi dasar lengkap.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Sebagian kecil ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun tidak memberikan imunisasi,
memiliki tingkat pendidikan tinggi, memiliki tingkat pengetahuan baik tentang imunisasi,
tidak bekerja, memiliki pendapatan/ penghasilan cukup, jarak rumah dekat ke tempat
imunisasi dan memiliki sikap negatif terhadap kelengkapan imunisasi.
2. Terdapat hubungan yang sangat bermakna antara faktor pengetahuan, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan keluarga, jarak rumah ke tempat imunisasi dan sikap ibu terhadap
kelengkapan imunisasi
SARAN
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar menjadi salah satu institusi kesehatan mampu membantu dalam upaya
penyediaan informasi tentang Imunisasi dan memberdayakan atau melibatkan mahasiswa/i
dalam upaya tersebut sebagai bagian proses belajar mahasiswa.
3. Bagi petugas kesehatan
Perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut tentang motivasi petugas pelayanan kesehatan dan
motivasi keluarga terhadap sikap ibu dalam kelengkapan imunisasi dasar.

REFERENSI :Yanti mulyati 2013


Jurnal uin syarif hidaystulah
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. Imunisasi Mengapa Perlu?. Jakarta Penerbit Buku Kompas. 2006 Aliya, L.S.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Peberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Dan Balita
Di RW 09 Kelurahan Cirendeu Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2011. Fakultas Kedokteran.
Jurusan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2011 Arikunto, S. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. 2010 Astrianzah,
D. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu, Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Status
Imunisasi Dasar Lengkap Pada Balita. Jurusan Program Pendidikan Sarjana Kedokteran
Universitas Diponegoro.2011 Azwar, S. Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya).
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2005 Budiarto, E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta :
EGC. 2003 Budiman, A.R. Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika. 2013Dahlan, M. S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto. 2010 . Langkah-Langkah
Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Sagung Seto. 2008
Departemen Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010: Jakarta. 2010 . Laporan
Riset Kesehatan Dasar 2007: Jakarta. 2008 Depkes 2010. Kemenkes Targetkan Tahun 2014
Seluruh Desa/ Kelurahan 100% UCI.
http://depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1106-kemkes-
tergetkan-tahun-2014-seluruh-desakelurahan-100-uci.html. Diakses pada hari selasa, 2 April
2013 jam 09.15 WIB Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Dinas Kesehatan Kab. Kebumen 2012. Sekilas Tentang Penyakit Yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I) Yang Menjadi Program Pemerintah.
http://dinkeskebumen.wordpress.com/2012/11/09/sekilas-tentang-penyakit-yang-dapat-
dicegah-dengan-imunisasi-pd3i-yang-menjadi-program-pemerintah/. Diakses pada hari
minggu , 17 Maret 2013, 19.26 WIB

Anda mungkin juga menyukai