Anda di halaman 1dari 9

ANATOMI PANGGUL Dalam persalinan terdapat 3 faktor yang harus diperhatikan, yaitu:6,12 1. Jalan lahir 2. Janin 3.

Kekuatan yang ada pada ibu

Jalan lahir dibagi atas: a. Bagian tulang, terdiri atas tulang-tulang panggul dengan persendiannya (articulatio). b. Bagian lunak, terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen. Tulang-tulang panggul terdiri atas 3 tulang, yaitu:13 a. Os cocsae (disebut juga tulang inominaata), 2 buah kanan dan kiri b. Os sacrum c. Os coccigis Tulang-tulang ini saling berhubungan satu sama lain dalam suatu persendian panggul. Di bagian depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri yang disebut simfisis.6,12 Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Bagian akhir ini adalah bagian yang mempunyai peranan penting dalam obstetri dan harus dapat dikenal dan dinilai sebaik-baiknya untuk dapat meralamkan dapat atau tidak bayi melewatinya.6,12 Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan titik sejenis di Hodge I, II, III dan IV. Sampai dekat Hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan sacrum, untuk seterusnya melengkung ke depan sesuai dengan lengkungan sacrum. Hal ini penting untuk diketahui bila kelak mengakhiri persalinan dengan cunam agar arah penarikan cunam itu disesuaikan dengan arah sumbu jalan lahir tersebut.6,12

Gambar 1. Sumbu panggul Bagian atas saluran ini berupa suatu bidang datar, normal berbentuk hampir bulat disebut pintu atas panggul (pelvic inlet), sedangkan bagian bawah saluran ini disebut pintu bawah panggul (pelvic outlet), tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas panggul melainkan terdiri atas 2 bidang. Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ukuran ruang panggul dari atas ke bawah tidak sama. Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas di bawah pintu atas panggul, kemudian menyempit di panggul tengah dan selanjutnya menjadi sedikit lebih luas lagi di bagian bawah. Penyempitan di panggul tengah ini setinggi spina ischiadica yang jarak antara kedua spina ischiadica (distansia interspinarum) normal + 10,5 cm.6,12

Gambar 2. Potongan sagital panggul

1. Bidang dan Diameter Panggul Panggul digambarkan mempunyai 4 bidang imajiner antar lain:6,12 a. Bidang pintu atas panggul (pintu superior) b. Bidang pintu bawah panggul (pintu inferior) c. Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil) d. Bidang dengan dimensi panggul terbesar

Gambar 3. Ruang panggul a. Pintu Atas Panggul Pintu atas panggul (pintu superior) dibatasi oleh promontorium dan os sacrum, bagian lateral oleh linea terminalis dan bagian anterior oleh rami horizontal tulang-tulang pubis dan simfisis pubis. Konfigurasi pintu atas panggul wanita biasanya lebih mendekati bulat daripada lonjong. Caldwell dkk (1943), secara radiografis mengidentifikasi pintu atas panggul yang hamper bulat atau ginekoid pada sekitar 50% panggul wanita kulit putih. Empat diameter pintu atas panggul biasanya disebut sebagai anteroposterior, transversal dan dua oblik. Diameter anteroposterior yang penting secara obstetri adalah jarak terpendek antara promontorium sacrum dan simfisis pubis yang disebut sebagai konjugata obstetric. Ukuran normal dari konjugata obstetric adalah 10 cm atau lebih, tetapi diameter ini bisa sangat pendek pada panggul abnormal.

Diameter transversal yang tegak lurus dengan konjugata obstetric dan mencerminkan jarak terbesar antar linea terminalis pada kedua sisi. Biasanya diameter ini memotong konjugata obstetric pada suatu titik sekitar 4 cm di depan promontorium. Segmen konjugata obstetric dan perpotongan kedua garis ini kea rah promontorium disebut sebagai diameter sagital posterior pintu atas panggul. Diameter anteroposterior pintu atas panggul yang dikenal sebagai konjugata vera tidak menggambarkan jarak terpendek antara promontorium sacrum dan simfisis pubis. Jarak terpendeknya adalah konjugata obstetric, yang merupakan diameter anteroposterior terpendek yang harus dilewati oleh kepala untuk turun melalui pintu atas panggul. Konjugata obstetric tidak dapat diukur secara langsung dengan pemeriksaan jari. Untuk tujuan klinis, cukup memperkirakan panjangnya konjugata obstetric tersebut secara tidak langsung dengan mengukur jarak dari tepi bawah simfisis ke promontorium sacrum, yaitu konjugata diagonalis dan mengurangi 1,5 cm sampai 2 cm dari hasil ini sesuai dengan tinggi dan kemiringan simfisis pubis. 6,12

b. Panggul Tengah Panggul tengah setinggi spina ischiadica (bidang tengah atau bidang dimensi panggul terkecil) mempunyai makna khusus setelah engagement kepala janin pada partus macet. Diameter intraspinarum, 10 cm atau lebih sedikit, biasanya merupakan diameter panggul terkecil. Diameter anteroposterior setinggi spina ischiadica normalnya berukuran minimal 11,5 cm. Komponen posterior (diameter sagital posterior), antara sacrum dengan garis yang dibentuk oleh diameter interspinosum normalnya minimal berukuran 4,5 cm.6,12

c. Pintu Bawah Panggul Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang kurang lebih berbentuk segitiga, tidak pada satu bidang namun mempunyai dasar yang sama yaitu garis yang ditarik antar dua tuberositas ischii. Apeks dari segitiga posterior berada di ujung sacrum, batas-batas lateralnya adalah ligamentum sacroischiadica dan tuberositas ischii. Segitiga posterior dibentuk oleh daerah di bawah arkus pubis. Tiga diameter pintu bawah panggul biasanya disebut sebagai anteroposterior, transversal dan sagital posterior. Diameter anteroposterior (9,5 cm sampai 11,5 cm) terbentang dari tepi bawah simfisis pubis sampai ujung sacrum. Diameter transversal (11 cm) adalah jarak antara tepi-tepi tuberositas ischii. Diameter sagital posterior terbentang dari ujung sacrum ke perpotongan tegak lurus dengan suatu garis antar kedua tuberositas ischii. Diameter sagital posterior pintu bawah yang normal biasanya 7,5 cm.

Pada partus macet yang disebabkan oleh sempitnya panggul tengah atau pintu bawahpanggul, prognosis kelahiran pervaginam sering bergantung pada panjang diameter sagital posterior pintu bawah panggul.6,12

Gambar 4. Diameter pintu masuk panggul wanita

2. Bentuk-bentuk Panggul Caldwell dan Moloy (1933, 1934) mengembangkan suatu klasifikasi panggul yang masih digunakan hingga kini. Klasifikasi tersebuut didasarkan pada bentuk dari pemahaman akan klasifikasi ini membantu dokter memahami mekanisme persalinan pada panggul yang berbentuk normal dan abnormal.13

Jenis panggul menurut Caldwell-moloy a. Jenis Ginecoid Ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa b. Jenis Android Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Pria umumnya mempunyai panggul jenis ini. Walaupun diameter anteroposterior hampir sama panjangnya dengan diameter transversa, tetapi diameter transversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal dari pintu atas panggul gepeng, bagian ventral menyempit kemuka. Bentuk ini ditemukan 15% pada wanita.

c. Jenis Antropoid Ditemukan pada 35% wanita. Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. Diameter anteroposterior lebih besar dari diameter transversa d. Jenis Platipelloid Ditemukan pada 5% wanita. Diameter transversa lebih besar daripada diameter anteroposterior.6,12

Gambar 5. Jenis-jenis Panggul Tidak jarang dijumpai jenis kombinasi dari keempat jenis klasik ini. Disinilah letak penggunaan pelvimetri radiologic untuk mengetahui jenis, bentuk dan ukuran-ukuran pelvis yang tepat. Pelvimeri radiologic hanya dilakukan pada inidikasi tertentu, misalnya adanya dugaan ketidak seimbangan antara janin dan panggul (feto-pelvic disproportion), adanya riwayat trauma atau penyakit tuberculosis pada tulang panggul, bekas seksio sesaria yang akan direncanakan partus pervaginam, pada janin letak sungsang, presentasi muka atau kelainan letak lainnya. Pemakaian sinar Rontgen dibatasi berdasarkan pengaruhnya pada selsel kelamin janin yang masih sangat muda dan ovarium ibu. Dewasa ini dapat digunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI).6,12 Seperti telah dikemukakan, ruang panggul dibawah pintu atas panggul mempunyai ukuran yang paling luasdipanggul tengah terdapat penyempitan dalam ukuran melintang setinggi kedua spina iskiadika. Jarak antara kedua spina ini (distansia interspinarum) normal 10 cm atau lebug sedikit. Karena pintu atas panggul ukuran yang lebar adalah ukuran

melintang dan di ruang panggul melintang yang sempit (atau ukuran depan-belakang yang lebar), maka janin saat lewat diruang panggul harus menyesuaikan diri dengan melakukan putaran paksi dalam. Yang penting spina iskiadika (distansia interspinarum) dan apakah spina itu runcing atau tupul. Walaupun spina sikiadika menonjol, kalau distansia interspinarum kurang dari 9 cm berarti jarak antar spina sempit. Spina iskiadika yang runcing lebih baik daripada yang tumpul, karena pada spina iskiadika yang tumpul bidang geseran yang harus dilewati kepala janin lebih luas daripada spina iskiadika yang runcing, sehingga perlu tenaga yang lebih besar dan waktu yang lebih lama.6,12 Ketika mengadakan penilaian ruang panggul hendaknya diperhatikan penilaian ruang panggul hendaknua diperhatikan bentuk os sacrum, apakah normal melengkung dengan baikdaeri atas kebawah dan cekungan belakang. Os sacrum yang kurang melen gkung dan kurang cekung akan menpersempit raung panggul dan mempersulit putaran paksi dalam, sehingga dapat terjadi malposisi janin. Selanjutnya dinding samping ruang panggul dinilai dari atas kebawah, misalnya pada panggul Ginekoid, dinding samping panggul umumnya lurus dari atas ke bawah. Yang kurang baik adalah dinding samping yang diatas lebar dan kearah bawah menyempit.6,12

C. POSISI OKSIPUT POSTERIOR PERSISTEN 6,13,14 Posisi oksiput posterior persisten paling sering mengalami rotasi anterior spontan yang diikuti persalinan tanpa komplikasi. Meski sebab utama kegagalan rotasi spontan tidak diketahui, penyempitan transversal pintu tengah panggul jelas memegang peraan. Galdberg dan rekan (1998) menggunakan ultrasonografi untuk merekam posisi kepala janin pada 408 kehamilan aterm saat memasuki persalinan. Pada awal persalinan, sekitar 15% janin berada posisi oksiput posterior dan 5% tetap pada posisi ini saat pelahiran. Yang penting dua pertiga persalinan oksiput posterior adalah kasuss pada posisi awal pe rsalinannya adalah oksiput anterior. Dengan demikian, sebagian besar presentasi oksiput posterior saat pelahiran merupakan akibat malrotasi posisi oksiput anterior saat persalinan dan sebagian besar (87%) kasus dengan presentasi oksiput posterior diawal persalinan melakukan rotasi ke anterior secara spontan. Induksi persalinan dan analgesia epidural bujan merupakan faktor yang dikaitkan dengan presentasi oksiput posterior. Persalinan dan pelahiran tidak terlalu berbeda dengan presentasi oksiput anterior. Kemajuan persalinan harus diperhatikan dengan memeriksa dilatasi serviks serta penurunan kepala. Pada kebanyakan kasus, persalinan biasanya dapat diselesaikan tanpa kesulitan berarti bila kepala sudah mencapai perineum.

Kemungkinan untuk persalinan pervaginam adalah: 1. Menunggu persalinan spontan. 2. Pelahiran dengan forceps dengan oksiput tepat di posterior. 3. Rotasi oksiput dengan forceps keposisi anterior dan pelahiran. 4. Rotasi manual ke posisi anterior diikuti oleh pelahiran spontan atau dengan forceps.

1. Persalinan spontan Jika pintu bawah panggul luas dan muara vagina serta perineum cukup longgar akibat persalinan pervaginam sebelumnya, persalinan spontan yang cepat kerap kali terjadi. Bila muara vagina sulit meregang dan perineumnya kaku, akhir persalinan kala satu atau kala dua atau kedua-duanya dapat memanjang cukup lama. Pada setiap upaya ekspulsi, kepala bayi dengan oksiput posterior akan lebih terdorong ke perineum dibandingkan pada oksiput anterior. Oleh karena itu, persalinan dengan forceps seringkali diperlukan. Biasanya dibutuhkan episiotomy luas.

2. Persalinan Dengan Forsep Pada Oksiput Posterior. Kebutuhan melakukan traksi yang lebih kuat dibandingkan pada pelahiran dengan forsep pada posisi oksiput anterior dapat dikurangi dengan memperlebar episiotomy. Penggunaan forceps dan episiotomy yang lebatr memerlukan analgesia yang lebih sempurna daripada blok pudendal dan infiltrasi local perineum saja. Forsep dipasang bilateral sepanjang diameter oksipitomentalis. Kita perlu mengenali kasus dengan penonjolan (protusio) kulit kepala bayi melalui introitus vagina yang jarang dijumpai dan merupakan konsekuensi pemanjangan kepala bayi akibat molase dan ditambah lagi dengan pembentukan kaput yang besar. Dalam keadaan ini, kepala bahkan tidak mengalami engagement yaitu, diameter biparietal tidak dapat melewati pintu atas panggul. Secara khas, persalinan menjadi lebih lama dan penurunan kepala menjadi lambat. Palpasi yang teliti diatas sifisis dapat mendeteksi kepala janin yang berada di atas panggul. Seksio sesaria segera merupakan cara persalinan yang tepat pada kasus-kasus seperti ini.

3. Rotasi Manual Persyaratan rotasi forsep harus dipenahi sebelum melakukan rotasi manual. Apabila tangan dapat dissipkan untuk menentukan rotasi telinga belakang dan dengan demikian memastikan posisi posterior, oksiput sering berputar ke posisi anterior. Kepala dapat

dipegang oleh jari-jari tangan operator yang diletakkan di atas telinga belakang dengan ibu jari pada telinga depan, kemudian upaya memutar oksiput ke posisi anterior.

4. Rotasi Forsep Bila kepala sudah cakap (engaged), serviks sudah mengadakan dilatasi maksimal dan panggul adekuat, maka rotasi forceps dapat dilakukan. Dengan catatan operator mepunyai keterampilan yang memadai. Tondakan ini besar kemungkinan diperlukan jika daya dorongan ibu pada kala dua tidak efektif lagi, seperti tindakan analgesia regional terus menerus. Rotasi dengan forceps. Menticoglou dan rekan (1995) megulas riwaya t obstetric 15 bayi dengan cidera medulla spinalis servikal tinggi akibat proses kelahiran pada 13 rumah sakit di Kanada antara tahun 1982 sampai 1994. Semua bayi ini memiliki persamaan yaitu persalinan kepala dengan rotasi forceps dari posisi oksipito posterior ke oksipitotransversal sebesar 90 derajat atau lebih. Mereka belum dapat memastiksan apakah videra janin yang meski sebagai resiko instrinsik rotasi forsep yang dilakukan dengan benar. Mereka mepeerkirakan komplikasi ini terjadi pada kurang dari 1 per 1000 tindakan rotasi forsep.6

KESIMPULAN Terdapat perbedaan yang diketahui ketika posisi oksiput posterior persisten dibandingkan dengan oksiput anterior. Philips dan freean (1974) melaporkan bahwa persalinan rata-rata memanjang 1 jam pada wanita para dan 2 jam pada wanita nullipara. Tindakan perluasan episiotomi meningkat dengan pesat. Gardberg dan Tuppurainen (1994) lebih lanjut meneliti bahwa baik persalinan kala satu maupun kala dua berlangsung lebih lama pada posisi oksiput posterior persisten dan bahwa 65%-nya memerlukan intervensi bedah. Johansen dan rekan (1993) menemukan bahwa pelahiran pada oksiput posterior, baik yang dibanatu dengan forsep maupun vakum, lebih sering gagal dibandingkan presentasi oksiput anterior (24 % versus 7%). Pada persalinan pervaginam, terutama yang menggunakan alat, laserasiperineum yang menyertainya dihubungkan dengan morbiditas jangka panjang atau kelahiran dengan forsep dari posisi oksiput posterior, dapat digunakan untuk melahirkan bayi. Apabila keduanya sulit dikerjakan, dilakukan seksio sesaria.6,14

Anda mungkin juga menyukai