Anda di halaman 1dari 27

Nilai:

LAPORAN BAHAN PRAKTIKUM


KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh:

Nama : Labita Anna Maura

NPM : 240110200022

Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 26 Oktober 2021

Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB / A

Asisten : 1. Farinissa Deliana Putri

2. Muhammad Nashir Effendy

3. Ruth Anggia Assyera

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Bahan hasil pertanian memiliki sifat yang mudah rusak. Oleh karena itu,
bahan tersebut perlu dilakukan penjagaan dan pengawasan agar kualitasnya tetap
baik. Untuk mencegah kerusakan bahan, diperlukan penanganan yang baik yang
sesuai dengan kebutuhan setiap jenis bahan. Penanganan yang baik adalah
penanganan yang mampu memperpanjang penyimpanan bahan. Untuk
memperpanjang umur simpan suatu bahan pertanian, perlu diperhatikan faktor-
faktor yang memengaruhi umur simpan tersebut.
Salah satu faktor yang memengaruhi umur simpan suatu bahan hasil pertanian
adalah kadar air. kadar air suatu bahan sangat penting untuk diketahui karena air
merupakan komponen terbesar dalam bahan hasil pertanian. Beberapa jenis air
dalam bahan hasil pertanian digunakan untuk pertumbuhan mikroba dan air dapat
memengaruhi tekstur dan respons thermal bahan hasil pertanian. Alasan lain
mengenai pentingnya kadar air suatu bahan adalah jika suatu bahan hasil pertanian
mengandung kadar air yang tidak diinginkan baik kadar yang berlebih atau terlalu
sedikit, maka bahan akan mengalami reaksi kimiawi dan enzimatik yang akan
mempersingkat umur simpan dan memicu kerusakan bahan. Hal ini dapat terjadi
karena kandungan air yang berlebih dapat memicu kebusukan suatu bahan. Oleh
karena itu, pada praktikum kali ini akan dilakukan uji coba retensi air dan
Equilibrium Moisture Content (EMC) bahan hasil pertanian untuk mengamati kadar
air dalam berbagai kondisi.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum kali ini adalah untuk Mengamati perubahan kadar air bahan
hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture
tester.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju
kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana
mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktifitas
serangga. Sedangkan menurut Hall dan Brooker, proses pengeringan adalah proses
pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat
memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia
sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan. Semakin besar perbedaan suhu antara
medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan
pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Pada proses
pengeringan, air dikeluarkan dari bahan pangan dapat berupa uap air. Uap air
tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang
dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi
jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang
memperlambat proses pengeringan.
Pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air (yang lebih penting
adalah aktivitas air, aw) telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Pengeringan
merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua. Pengeringan atau
dehidrasi adalah cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang terkandung
dalam bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Pengeringan merupakan
cara pengawetan yang paling banyak digunakan. Dengan demikian bahan pangan
yang dikeringkan dengan sinar matahari sering diperlukan alat pengering buatan.
Pengeringan dengan alat pengering buatan disebut dehidrasi yaitu suatu
operasi yang melibatkan baik transfer panas atau massa di bawah kondisi
pengeringan yang terkendali dengan menggunakan berbagai metode pengeringan.
Panas akan dihantarkan pada air dalam bahan pangan yang hendak dikeringkan dan
air akan menguap dan dipindahkan keluar dari pengering. Penggunaan sinar
matahari untuk pengeringan sebagian juga berkembang ke arah pengeringan semi
buatan, terutama sejak berkembangnya teknik kolektor tenaga surya (teknik
pengumpulan tenaga surya) untuk pemanasan. Dengan demikian, keunggulan
pengeringan dengan sinar matahari dapat dimanfaatkan secara optimal dan
kelemahannya dapat dikurangi. Walaupun demikian pengeringan dengan sinar
matahari tetap sebagai suatu cara pengolahan yang sangat penting di negara-negara
yang sedang berkembang. Selama kondisi luar pada keadaan tetap, maka laju
pengeringan kuantitatif dan kualitatif banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan
yang akan dikeringkan, meliputi: sifat fisik dan kimia dari bahan yang akan
dikeringkan, ukuran bahan yang akan dikeringkan, bentuk bahan yang dikeringkan,
dan komposisi kadar air bahan yang dikeringkan.

2.2 Kadar Air


Air merupakan salah satu komponen utama dalam bahan dan produk pangan
karena kandungan air dapat memperngaruhi warna, tekstur, serta citarasa (Winarno,
2004). Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik pada
bahan pangan kering maupun pada bahan pangan segar. Pada bahan pangan kering,
kadar air sering dihubungkan dengan indeks kestabilan khususnya saat
penyimpanan. Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Penentuan kadar air yang cepat dan akurat bervariasi tergantung struktur dan
komposisinya. Dari segi analisis pangan, kandungan air dalam pangan dapat dibagi
menjadi tiga macam bentuk. Air bebas adalah air dalam bentuk sebagai air bebas
dalam ruang intergranular dan dalam pori-pori bahan. Air demikian ini berlaku
sebagai agensia pendispersi bahan-bahan koloidal dan sebagai solven senyawa-
senyawa kristalin. Air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid
makromolekular (pati, pektin, cellulosa, protein). Air ini berkaitan erat dengan
makromolekul-makromolekul yang mengadsorpsi dengan gaya absorpsi, yang
diatributkan dengan gaya Van der Waals atau dengan pembentukan ikatan
hidrogen. Air terikat, berkombinasi dengan berbagai substansi, sebagai air hidrat.
Klasifikasi tersebut tidak mutlak. Istilah air bebas, terabsorpsi, dan terikat itu relatif.
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Hal ini salah satu
penyebab dalam pengolahan bahan makanan air sering dikeluarkan atau dikurangi
dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air
bertujuan untuk mengawetkan dan megurangi besar dan berat bahan makanan
sehingga memudahkan dan menghemat perngepakan. Penetapan kandungan air
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu tergantung pada sifat bahannya.
Umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven
pada suhu 105°C -110°C selama 3 jam atau sampai mendapatkan berat konstan.
Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan, namun pada bahan-bahan yang tidak tahan panas seperti bahan berkadar
gula tinggi, minyak pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu lebih
rendah. Selain itu, pengeringan dilakukan tanpa pemanasan yaitu bahan
dimasukkan dalam desikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga
mencapai berat konstan (Winarno, 2004).
Ada dua metode dalam menyatakan kadar air bahan yaitu kadar air basis basah
dan kadar air basis kering. Kadar air basis basah merupakan perbandingan antara
berat air terhadap berat bahan total (berat bahan kering dan berat air). Kadar air
basis kering merupakan perbandingan berat air terhadap berat bahan kering mutlak.
Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan berdasarkan
basis basah. Namun dalam suatu analisis bahan, biasanya kadar air bahan
ditentukan berdasarkan sistem basis kering. Hal ini disebabkan karena perhitungan
berdasarkan basis basah mempunyai kelemahan yakni basis basah bahan selalu
berubah-ubah setiap saat. Berdasarkan basis kering hal ini tidak akan terjadi karena
basis kering bahan selalu tetap (Taib, 1988).

2.3 Aktivitas Air


Water activity (aw) merupakan salah satu faktor penting dalam bahan dan
produk pangan. Berbagai macam proses dilakukan untuk mengatur aw, mulai dari
pengeringan, pembekuan, hingga pada penambahan gula atau garam, yang
kesemuanya bertujuan untuk mengontrol keawetan dan mutu produk pangan. Water
activity menyatakan rasio tekanan uap air pada kondisi kesetimbangan produk
pangan dengan tekanan uap air jenuh pada temperatur yang sama. Nilai aw tersebut
menggambarkan tingkat keterikatan air pada sistem pangan yang dapat digunakan
oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Oleh sebab itulah, aw dapat dijadikan
indikator untuk memprediksi stabilitas dan keamanan produk pangan. Penggunaan
prinsip aw banyak diadaptasi dalam regulasi pangan diantaranya yang menyangkut
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, standar beberapa produk pangan
awetan, dan persyaratan pengemasan.
Aktivitas air adalah sebuah angka yang menghitung intensitas air di dalam
unsur-unsur bukan air atau benda padat. Secara sederhana, itu adalah ukuran dari
status energi air dalam suatu sistem. Hal ini didefinisikan sebagai tekanan uap dari
cairan yang dibagi dengan air murni pada suhu yang sama , karena itu, air suling
murni memiliki aw tepat satu. Aktivitas air merupakan kemampuan air dalam
mendukung proses-proses kerusakan dalam bahan pangan. Istilah ini
menggambarkan derajat aktivitas air dalam bahan pangan, baik kimia dan biologis.
Nilai aw berkisar antara 0 sampai 1 (tanpa satuan). Semakin tinggi suhu biasanya
aw juga akan naik, kecuali untuk benda yang yang mengkristal seperti garam atau
gula. Semakin tinggi aw dalam sebuah benda, akan lebih menopang kehidupan
mikroorganisme. Bakteri biasanya memerlukan aw paling tidak 0.91 dan jamur
paling tidak 0.7. Air akan berpindah dari benda dengan a w tinggi ke benda dengan
aw rendah. Sebagai contoh, jika madu (aw ≈ 0.6) ditempatkan di udara terbuka yang
lembap (aw ≈ 0.7), maka madu akan menyerap air dari udara.

2.4 Equilibrium Moisture Content (EMC)


Kadar air kesetimbangan adalah kadar air suatu bahan setelah berada pada
kondisi lingkungannya dalam periode waktu yang lama. Menurut Fellows (1990),
kadar air kesetimbangan merupakan kadar air bahan pangan ketika tekanan uap air
dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk
sudah tidak mengalami perubahan atau pengurangan bobot produk. Pengertian ini
sejalan dengan definisi yang dikemukakan Heldman dan Singh (1981) bahwa kadar
air kesetimbangan suatu bahan adalah kadar air bahan tersebut saat tekanan uap air
bahan dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban
relatif pada saat terjadinya kadar air kesetimbangan dinyatakan sebagai kelembaban
relatif kesetimbangan (equilibrium relative humidity). Kadar air kesetimbangan
penting untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air bahan pada
kondisi suhu tertentu. Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dibandingkan
kelembaban relatif bahan pangan maka bahan tersebut akan menyerap air
(adsorpsi). Sebaliknya jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari kelembaban
relatif bahan maka bahan akan menguapkan air yang dikandungnya (desorpsi).
Penentuan kadar air kesetimbangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
metode statis dan metode dinamis. Berdasarkan metode statis, kadar air
kesetimbangan bahan diperoleh pada keadaan udara diam dengan cara meletakkan
contoh dalam tempat yang kondisi suhu dan RH-nya terkontrol. Metode statis
biasanya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena pada umumnya udara di
sekitar bahan relatif tidak bergerak (diam). Pada metode statis, tercapainya kadar
air kesetimbangan ditandai dengan konstannya bobot bahan. Bobot bahan dikatakan
konstan bila selisih bobot antara tiga kali penimbangan berturut-turut tidak lebih
dari 2mg/g untuk kondisi RH ≤ 90 % dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk kondisi
RH > 90% (Liovonen dan Ross, 2000 diacu dalam Adawiyah, 2006). Lain halnya
dengan metode dinamis, kadar air kesetimbangan diperoleh ketika bahan diletakkan
pada kondisi udara bergerak. Metode ini biasanya digunakan pada proses
pengeringan. Pergerakan udara dibutuhkan untuk untuk mempercepat pengeringan
dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan (Brooker et al., 1992). Kadar
air kesetimbangan produk pangan sangat penting dalam menggambarkan kurva
sorpsi isothermis produk tersebut yang bergantung pada suhu dan kelembaban
udara lingkungan.

2.5 Mouisture Tester


Moisture tester menurut Viera (2001), adalah alat untuk mengukur kadar air
biji yang sejenis biji-bijian. Kadar air benih yang diuji dengan menggunakan seed
moisture tester lebih akurat dibanding menggunakan alat lain. Prinsip kerja yaitu
mengukur kadar air dengan memanfaatkan gaya tolak elektris yang dipadukan
dengan metode penggerusan untuk meningkatkan tingkat akurasi pada setiap
pengukuran kadar air dimana pengukuran didasarkan pada konduktivitas atau
hantaran listrik. Kadar air akan berbanding linier terhadap kapasitas listrik yang
diukur, hantar listrik tersebut akan ditangkap oleh alat yang dinamakan detektor.
Alat ini dapat digunakan untuk mengukur kadar air pada padi, beras, gandum,
barley dan mustard, juga tidak menutup kemungkinan untuk digunakan pada biji-
bijian serta bahan lainnya. Alat tersebut juga bisa digunakan untuk mengukur
tingkat kelembaban suatu zat. Alat ini dibagi menjadi dua yaitu desruktif (resistan)
dan non destruktif (kapasitan). Alat ini sudah menerapkan teknologi mikroprosesor
sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mengetahui kadar air
atau tingkat kekeringan pada biji-bijian dengan menggunakan alat ini. Bagian-
bagian moisture tester meliputi layar, pemutar untuk menekan benih, lubang
penampung benih dan tombol pengontrol.
Hamann (2001), moisture tester merupakan suatu alat yang dipakai untuk
mengukur jumlah kandungan air yang terdapat pada suatu bahan seperti gabah, biji-
bijian, sorgum, gandum, dan lain-lain. Fungsi dari moisture tester adalah untuk
menguji kadar air benih. Prinsip kerja dari alat ini yaitu beberapa benih diletakkan
di tempat penampung benih, kemudian alat penekan diputar sampai benih hancur.
Tombol power ditekan kemudian memilih jenis benih dengan memilih select,
kemudian tombol measurement ditekan 3 kali untuk mengambil rerata yang akurat,
dan terakhir tombol average ditekan untuk mengetahui reratanya. Bagian-bagian
dari alat moisture tester menurut Hamann (2001) adalah sebagai berikut:
1. Alat penampung benih, terletak di bawah alat penekan dan digunakan untuk
tempat peletakkan benih;
2. Layar, layar ini akan menampilkan angka hasil pengukuran kadar air;
3. Pemutar benih, bagian ini digunakan untuk menekan benih dengan cara diputar;
dan
4. Tombol pengontrol, berguna untuk mengontrol alat dan berisi beberapa pilihan
mengenai jenis benih yang akan diuji.
Moisture tester sangat banyak jenisnya. Macam-macam moisture tester
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. General purpose moisture meter TK 100 berfungsi untuk mengukur kadar air dari
berbagai jenis bahan, seperti biji-bijian, bahan mentah kimiawi, biji plastik, bubuk
sabun, tanah, obat tradisional cina (TCM), dan bahan-bahan serat lainnya;
2. Grain moisture tester berfungsi untuk menentukan kadar air pada bijian mulai
dari range yang terendah sampai dengan range tertinggi yang bisa diukur
maksimum pada bijian yaitu dari 0-40%;
3. Moisture meter for hay and straw berfungsi untuk mengukur kadar air pada
rumput kering dan jerami sebagai sarana untuk memastikan penyimpanan yang
lebih aman dan untuk pencegahan kerusakan atau pembusukan pada jerami atau
rumput yang telah dipanen/dipotong, seperti pengolahan daun the dan pada pabrik
kertas yang pengolahanya dari bahan serat tumbuh-tumbuhan; dan
4. Wood dust moisture meter berfungsi untuk mengukur kadar air dari bahan kayu
(seperti serbuk gergaji, bantal jerami (paillasse), bubuk bambu), digunakan dalam
pembuatan kertas, papan partikel, furnitur, dan industri pembuatan arang.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Cawan, untuk wadah yang digunakan bahan;
2. Desikator, untuk melindungi bahan dari lingkungan;
3. Moisture tester, untuk menghitung kadar air bahan;
4. Oven, untuk mengeringkan bahan;
5. Refrigerator, untuk mendinginkan bahan;
6. Thermohygrometer, untuk mengukur suhu lingkungan; dan
7. Timbangan analitik, untuk mengukur massa bahan.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Jagung;
2. Kacang hijau;
3. Kacang kedelai; dan
4. Kacang tanah.
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Pengamatan Pada Bahan Awal
1. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan
seberat 5 gram;
2. Mengukur kadar air bahan dengan menggunakan moisture tester;
dan
3. Mengukur suhu dan RH udara dengan RH meter di 3 titik berbeda
ruangan praktikum.
3.2.2 Penurunan Kadar Air
1. Mengukur suhu dan RH pada oven;
2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan
seberat 5 gram;
3. Menyimpan 3 cawan yang berisi bahan seberat 5 gram ke dalam
oven selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit;
4. Mengeluarkan cawan yang berisi bahan seberat 5 gram; dan
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.
3.2.3 Peningkatan Kadar Air
1. Mengukur suhu dan RH refrigerator;
2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan
seberat 5 gram;
3. Menyimpan cawan tersebut ke dalam refrigerator selama 5 menit,
10 menit dan 15 menit;
4. Mengeluarkan cawan tersebut dari refrigerator; dan
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.
3.2.4 Pembacaan Pada Moisture Tester
1. Membersihkan tempat sampel pada moisture tester;
2. Memasukkan bahan ke dalam tempat sampel moisture tester;
3. Memasukkan bahan kedalam tempat pada moisture tester;
4. Memutar grinding handle ke kiri (stop line) dan memasukkan
wadah kedalam instrument;
5. Menekan select button untuk merubah sampel;
6. Hasil pengukuran akan ditampilkan pada layar LCD;
7. Mematikan alat dengan menekan average button dua kali; dan
8. Membuat grafik hubungan antara peningkatan kadar air terhadap
waktu dan grafik hubungan antara penurunan kadar air terhadap
waktu.
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Suhu dan RH
Ruangan Refrigirator Oven
Pengukuran
Ke- RH (%) T (C) RH (%) T (C) RH (%) T (C)

1 71 25,1 77 20,9 75 39,5


2 71 25,1 77 18,9 74 47,5
3 71 25,1 76 15,7 74 52,5

Tabel 2. Penurunan dan Peningkatan Kadar Air


Kadar Rata- Kadar Air Akhir (%)
Nama Perlakukan
air rata
Bahan waktu Penurunan Peningkatan
awal kadar
(5gr) (menit) (oven) (refrigerator)
(%) air awal
5 13,8 13,20 13,73
Beras 10 13,8 13,83 12,20 14,17
15 13,8 10,63 14,10
5 11,9 11,5 11,9
Jagung 10 11,9 11,9 10,9 11,7
15 11,9 10,2 12,26
5 10,9 10,23 11
Kacang
10 10,9 10,9 10,16 10,8
Kedelai
15 10,9 10,13 10,9

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Air bahan Metode ISTA


Massa Ma + massa Ma + Massa Kadar Air
Bahan cawan Ma bahan awal Mb Bahan Akhir Mc %
(gr) (gr) (gr) Wb Db
Beras 8,53 13,53 13,35 3,6 3,7
Jagung 8,67 13,67 13,58 1,8 1,83
Kedelai 8,53 13,58 13,27 6,1 6,5

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar Air Bahan Menggunakan Metode SNI


Massa Ma + Massa Ma + Massa Kadar Air (%)
Bahan Cawan Bahan Awal Bahan Akhir
Wb Db
A (gr) B (gr) C (gr)
Wb1 = Db1 =
A1 = 2,95 B1 = 8,01 C1 = 7,49
10,2 11,4
Beras
Wb2 = Db2 =
A2 = 2,94 B2 = 8,01 C2 = 7,46
10,8 12,1
Wb1 = Db1 =
A1 = 2,96 B1 = 7,99 C1 = 7,54
8,9 9,8
Jagung
Wb2 = Db2 =
A2 = 2,97 B2 = 7,97 C2 = 6,35
32,4 47,9
Wb1 = Db1 =
A1 = 2,96 B1 = 8,00 C1 = 7,07
Kacang 18,4 22,6
Kedelai Wb2 = Db2 =
A2 = 2,99 B2 = 8,07 C2 = 7,61
9,05 9,9

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pengukuran Kadar Air Bahan Menggunakan Metode ISTA
Perhitungan Data Kelompok 10 (Beras)
a. Kadar Air (Wb)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
𝑥 100%
𝑀𝑏−𝑀𝑎
13,53 − 13,35
= 𝑥 100%
13,53 − 8,53

= 3,6%
b. Kadar Air (Db)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
𝑥 100%
𝑀𝑐−𝑀𝑎
13,53 − 13,35
= 𝑥 100%
13,35 − 8,53

= 3,7%

Perhitungan Data Kelompok 11 (Jagung)


a. Kadar Air (Wb)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
= 𝑀𝑏−𝑀𝑎 𝑥 100%
13,67 − 13,58
= 𝑥 100%
13,67 − 8,67

= 1,8%
b. Kadar Air (Db)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
= 𝑀𝑐−𝑀𝑎 𝑥 100%
13,67 − 13,58
= 𝑥 100%
13,58 − 8,67

= 1,83%

Perhitungan Data Kelompok 12 (Kacang Kedelai)


a. Kadar Air (Wb)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
= 𝑀𝑏−𝑀𝑎 𝑥 100%
13,58 − 13,27
= 𝑥 100%
13,58 − 8,53

= 6,1%
b. Kadar Air (Db)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
= 𝑀𝑐−𝑀𝑎 𝑥 100%
13,58 − 13,27
= 𝑥 100%
13,27 − 8,53

= 6,5%

4.2.1 Pengukuran Kadar Air Bahan Menggunakan Metode SNI


Perhitungan Data Kelompok 10 (Beras)
Percobaan 1
a. Kadar Air (Wb)
B1−C1
= B1−A1 𝑥 100%
8,01 − 7,49
= 8,01 − 2,95 𝑥 100%

= 10,2%
b. Kadar Air (Db)
B1−C1
= C1−A1 𝑥 100%
8,01 − 7,49
= 7,49 − 2,95 𝑥 100%

= 11,4%

Percobaan 2
a. Kadar Air (Wb)
B2−C2
= B2−A2 𝑥 100%
8,01 − 7,46
= 8,01 − 2,94 𝑥 100%

= 10,8%
b. Kadar Air (Db)
B2−C2
= C2−A2 𝑥 100%
8,01 − 7,46
= 7,46 − 2,94 𝑥 100%

= 12,1%

Perhitungan Data Kelompok 11 (Jagung)


Percobaan 1
a. Kadar Air (Wb)
B1−C1
= B1−A1 𝑥 100%
7,99 − 7,54
= 7,99 − 2,96 𝑥 100%

= 8,9%
b. Kadar Air (Db)
B1−C1
= C1−A1 𝑥 100%
7,99 − 7,54
= 7,54 − 2,96 𝑥 100%

= 9,8%
Percobaan 2
a. Kadar Air (Wb)
B2−C2
= B2−A2 𝑥 100%
7,97 − 6,35
= 7,97 − 2,97 𝑥 100%

= 32,4%
b. Kadar Air (Db)
B2−C2
= C2−A2 𝑥 100%
7,97 − 6,35
= 6,35 − 2,97 𝑥 100%

= 47,9%

Perhitungan Data Kelompok 12 (Kacang Kedelai)


Percobaan 1
a. Kadar Air (Wb)
B1−C1
= B1−A1 𝑥 100%
8,00 − 7,07
= 8,00 − 2,96 𝑥 100%

= 18,4%
b. Kadar Air (Db)
B1−C1
= C1−A1 𝑥 100%
8,00 − 7,07
= 𝑥 100%
7,07 − 2,96

= 22,6%
Percobaan 2
a. Kadar Air (Wb)
B2−C2
= B2−A2 𝑥 100%
8,07 − 7,61
= 8,07 − 2,99 𝑥 100%

= 9,05%
b. Kadar Air (Db)
B2−C2
= C2−A2 𝑥 100%
8,07 − 7,61
= 7,61 − 2,99 𝑥 100%
= 9,9%

4.3 Grafik
4.3.1 Grafik Kadar Air Beras

Gambar 1. Grafik Hubungan Waktu terhadap


Pengeringan dan Pendinginan Beras

4.3.2 Grafik Kadar Air Jagung

Kadar Air Jagung


14

12 11.9 12.26
11.5 11.7
10.9
10 10.2
Kadar Air (%)

6 Penurunan (oven)
Peningkatan (refrigerator)
4

0
5 10 15
Waktu (Menit)
Gambar 2. Grafik Hubungan Waktu terhadap
Pengeringan dan Pendinginan Jagung

4.3.3 Grafik Kadar Air Kacang Kedelai

Kadar Air Kacang Kedelai


11.2

11 11
10.9
10.8 10.8

10.6
Kadar Air (%)

10.4
Penurunan (oven)
10.2 10.23 Peningkatan (refrigerator)
10.16 10.13
10

9.8

9.6
5 10 15
Waktu (Menit)

Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu terhadap


Pengeringan dan Pendinginan Kacang Kedelai

4.3.4 Grafik Kadar Air dengan Metode ISTA

Kadar Air Metode ISTA


7
6.5
6 6.1

5
Kadar AIr(%)

4
3.7
3.6 Wb
3 Db
2 1.83
1.8
1

0
Beras Jagung Kedelai
Gambar 4. Grafik Kadar Air dengan Metode ISTA
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas tentang retensi air dan Equilibrium
Moisture Content (EMC). Nilai yang dicari pada praktikum ini adalah nilai kadar
air. Untuk mendapatkan nilai yang dimaksud, terlebih dahulu dicari pengukuran
suhu dan RH ruangan, kulkas, dan oven. Setelah itu bahan diperlakukan berbeda-
beda dengan memasukan bahan ke dalam kulkas dan oven untuk setiap bahan lalu
dihitung kadar air awal dan akhirnya. Pentingnya mengetahui kadar air karena
kadar air merupakan salah satu faktor untuk menjaga kualitas bahan hasil pertanian.
Untuk mencapai kadar air yang seimbang, bahan hasil pertanian melepaskan dan
menyerap air sampai kadar air yang terkandung dalam keadaan seimbang. Perlu
diperhatikan kadar air dalam suatu bahan pertanian dan perlu dilakukan proses
penanganan yang tepat agar kadar air suatu bahan dapat seimbang sehingga dapat
menjaga mutu bahan, daya simpan, dan kualitas bahan.
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati perubahan kadar air bahan
hasil pertanian ketika bahan tersebut diletakan pada berbagai kondisi penyimpanan.
Suhu yang diteliti merupakan suhu ruangan, suhu kulkas yang lebih rendah dan
suhu oven yang lebih tinggi. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
moisture tester. Bahan yang dijadikan penelitian adalah beras, jagung, dan kacang
kedelai. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, suhu ruangan, kulkas, dan oven
diukur terlebih dahulu dengan mengukur pada tiga titik yang berbeda untuk
mengetahui perbedaan suhu pada ketiga titik. Kemudian suhu pada tiga titik yang
berbeda tersebut diambil nilai rata-ratanya, pada suhu ruangan sebesar 25,1℃
dengan rata-rata RH 71%, pada refrigerator/kulkas didapatkan suhu rata-rata
sebesar 18,5℃ dengan rata-rata RH 76%, lalu pada oven didapatkan suhu rata-rata
sebesar 46,5℃ dengan rata-rata RH sebesar 74%. Proses pendinginan pada bahan
hasil pertanian dilakukan dengan menggunakan refrigerator sedangkan proses
pengeringan menggunakan oven. Bahan dimasukan pada kulkas dan oven untuk
mengukur nilai penurunan dan peningkatan kadar air dengan lama waktu yang
berbeda yaitu 5, 10, dan 15 menit. Setelah dilakukan proses pengkondisian, bahan
dimasukan ke dalam desikator selama 5 menit untuk menstabilkan suhu bahan.
Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan penelitian pada ketiga
bahan, hasil yang didapatkan dengan proses pengeringan yang digunakan dengan
oven menunjukan nilai yang berbeda-beda untuk setiap bahan dan waktu yang
berbeda. Nilai kadar air pada beras setelah dikeringkan dengan oven selama 5, 10,
dan 15 menit secara berturut-turut adalah sebesar 13,20; 12,20; dan 10,63.
Sedangkann pada pengeringan Jagung diperoleh nilai kadar air secara beruntun
sebesar 11,5; 10,9; dan 10,2. Kemudian pada kacang kedelai diperoleh nilai kadar
air secara beruntun sebesar 10,23; 10,16; dan 10,13. Dapat dilihat bahwa hasil
antara ketiga bahan tidak jauh berbeda. Kadar air dengan nilai tertinggi dihasilkan
oleh beras dengan rataan sebesar 12,01 disusul oleh jagung dengan rataan sebesar
10,86 dan yang terakhir adalah kacang kedelai dengan nilai rataan 10,17. Nilai yang
didapatkan dari proses pengeringan sesuai dengan literatur karena kadar air pada
bahan yang diuji mengalami pengurangan akibat proses pemenasan serta
pengeringan yang disebabkan oleh suhu pada oven. Perbedaan lamanya waktu yang
diperlakukan pada bahan juga memengaruhi kadar air yang terkandung. Semakin
lama bahan dimasukan ke dalam oven maka semakin rendah kadar airnya. Begitu
pula sebaliknya, semakin cepat bahan dikeluarkan dari oven maka kadar air
semakin tidak menurunnya kadar air bahan.
Hasil pengukuran kadar air yang dilakukan dengan proses pendinginan
memperoleh nilai yang berbeda beda pada setiap bahan dan setiap perlakuan yang
diberikan. Proses pendinginan dilakukan sama dengan proses pengeringan oleh
oven yaitu dengan waktu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Proses pendinginan pada
beras yang dilakukan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit berturut-turut
memperoleh nilai kadar air sebesar 13,73; 14,17; dan 14,10. Lalu pada jagung
diperoleh nilai kadar air sebesar 11,9; 11,7; dan 12,26. Sedangkan pada kacang
kedelai diperoleh nilai kadar air sebesar 11; 10,8; dan 10,9. Menurut literatur, hasil
dari kadar air yang diperlakukan dengan dimasukan ke dalam pendingin akan
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya lama waktu dalam kulkas.
Sampel beras dan jagung menunjukan hasil yang sesuai dengan literatur, sementara
sampel kacang kedelai tidak sesuai dengan literatur karena berdasarkan penelitian
yang dilakukan, semakin lama penyimpanan kedelai dalam kulkas maka semakin
turun pula kadar airnya. Ketidaksesuaian pengukuran bisa terjadi karena beberapa
faktor, salah satunya karena sudah terpengaruh oleh suhu lingkungan, waktu
menstabilkan suhu bahan di dalam desikator yang tidak sesuai, dan lokasi
penempatan bahan pada refrigerator. Ketika memasukan bahan ke dalam kulkas,
lokasi yang ditempatkan untuk menaruh bahan tidak sama. Sedangkan suhu di
setiap lokasi di kulkas berbeda-beda.
Pengukuran kadar air basis basah dan basis kering dilakukan dengan
menggunakan metode ISTA (International Seed Testing Assosiation). Tujuan dari
pengukuran ini adalah untuk menghitung kadar air benih. Alat yang digunakan
untuk mengukur kadar air basis basah dan basis kering ini adalah oven, bahan akan
dimasukan ke dalam oven selama 15 menit. Setelah dimasukan ke dalam oven,
didapatkan hasil pengukuran basis basah dan basis kering pada beras sebesar 3,6%
dan 3,7%. Kemudian pada jagung didapatkan nilai basis basah sebesar 1,8% dan
1,83% pada basis kering. Sedangkan kacang kedelai mendapatkan nilai basis basah
dan basis kering sebesar 6,1% dan 6,5%. Metode ini sesuai dengan literatur karena
terjadi penurunan. Hal ini membuktikan bahwa pengeringan mengurangi kadar air.
Perhitungan pada setiap bahan memiliki hasil yang berbeda-berbeda dikarenakan
massa cawan (ma) yang diukur pada setiap bahan memiliki nilai yang berbeda tetapi
nilai yang didapatkan tidak terlalu jauh berbeda. Perbedaan massa bahan awal (mb)
dan massa bahan akhir (mc) juga menjadi salah satu faktor hal tersebut.
Kemudian dilakukan metode SNI pada bahan dengan cara mengeringkan
bahan selama 3 jam dengan menggunakan oven. Metode SNI lebih disarankan
karena metode ini dapat mengurangi kesalahan penggunaan karena sudah
dikalibrasi sesuai dengan standar yang ada. Aplikasi pengukuran kadar air dalam
bidang pertanian dilakukan untuk mengawetkan bahan hasil pertanian dan untuk
mengurangi kadar air bahan hasil pertanian sampai pada batas dimana
mikroorganisme akan berkembang dan kegiatan enzim akan menyebabkan
pembusukan.
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Kadar air penting untuk diketahui agar dapat menjaga kualitas bahan;
2. Suhu tinggi dapat membuat kadar air bahan semakin menurun;
3. Semakin lama berada di suhu rendah maka kadar air pada bahan akan
semakin bertambah;
4. Penempatan bahan dapat memengaruhi kadar air bahan;
5. Kadar air yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan
pembusukan pada bahan hasil pertanian.
6.2. Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah perlu disiapkan ruang kosong untuk
penelitian sampel pada kulkas karena perbedaan penempatan yang cukup jauh pada
setiap sampel dapat membuat hasil menjadi bertentangan dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA

Aventi. (2015). Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah. Seminar Nasional


Cendekiawan.

Feringo, T. (2019). Analisis Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Tak Larut Asam
dan Kadar Lemak Pada Makanan Ringan di Balai Riset dan Standarisasi
Industri Medan.

Fitria, M. (2007). Pendugaan Umur Simpan Produk Biskuit dengan Metode


Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar Air Kritis.

Hariyadi, T. (2018). Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik


Pengeringan Busa Sari Buah Tomat Menggunakan Tray Dryer. Jurnal
Rekayasa Proses, Vol. 12, No. 2.

Saifudin, A. N. (2017). Teknologi dan Produksi Benih.

Sary, R. (2016). Kaji Eksperimental Pengeringan Biji Kopi dengan Menggunakan


Sistem Konveksi Paksa. Jurnal Polimesin Vol. 14, No. 2.

Sophyan, N. F. (2016). Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Tipe Rak


Menggunakan Kolektor Surya.
LAMPIRAN

Gambar 1. Bukti Kehadiran Praktikum


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Gambar 2. Foto Materi


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)
Gambar 3. Bahan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Gambar 4. Bahan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)
Gambar 5. Prosedur Praktikum
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Anda mungkin juga menyukai