Oleh:
NPM : 240110200022
1.1 Pendahuluan
Bahan hasil pertanian memiliki sifat yang mudah rusak. Oleh karena itu,
bahan tersebut perlu dilakukan penjagaan dan pengawasan agar kualitasnya tetap
baik. Untuk mencegah kerusakan bahan, diperlukan penanganan yang baik yang
sesuai dengan kebutuhan setiap jenis bahan. Penanganan yang baik adalah
penanganan yang mampu memperpanjang penyimpanan bahan. Untuk
memperpanjang umur simpan suatu bahan pertanian, perlu diperhatikan faktor-
faktor yang memengaruhi umur simpan tersebut.
Salah satu faktor yang memengaruhi umur simpan suatu bahan hasil pertanian
adalah kadar air. kadar air suatu bahan sangat penting untuk diketahui karena air
merupakan komponen terbesar dalam bahan hasil pertanian. Beberapa jenis air
dalam bahan hasil pertanian digunakan untuk pertumbuhan mikroba dan air dapat
memengaruhi tekstur dan respons thermal bahan hasil pertanian. Alasan lain
mengenai pentingnya kadar air suatu bahan adalah jika suatu bahan hasil pertanian
mengandung kadar air yang tidak diinginkan baik kadar yang berlebih atau terlalu
sedikit, maka bahan akan mengalami reaksi kimiawi dan enzimatik yang akan
mempersingkat umur simpan dan memicu kerusakan bahan. Hal ini dapat terjadi
karena kandungan air yang berlebih dapat memicu kebusukan suatu bahan. Oleh
karena itu, pada praktikum kali ini akan dilakukan uji coba retensi air dan
Equilibrium Moisture Content (EMC) bahan hasil pertanian untuk mengamati kadar
air dalam berbagai kondisi.
2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju
kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana
mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktifitas
serangga. Sedangkan menurut Hall dan Brooker, proses pengeringan adalah proses
pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat
memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia
sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan. Semakin besar perbedaan suhu antara
medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan
pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Pada proses
pengeringan, air dikeluarkan dari bahan pangan dapat berupa uap air. Uap air
tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang
dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi
jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang
memperlambat proses pengeringan.
Pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air (yang lebih penting
adalah aktivitas air, aw) telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Pengeringan
merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua. Pengeringan atau
dehidrasi adalah cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang terkandung
dalam bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Pengeringan merupakan
cara pengawetan yang paling banyak digunakan. Dengan demikian bahan pangan
yang dikeringkan dengan sinar matahari sering diperlukan alat pengering buatan.
Pengeringan dengan alat pengering buatan disebut dehidrasi yaitu suatu
operasi yang melibatkan baik transfer panas atau massa di bawah kondisi
pengeringan yang terkendali dengan menggunakan berbagai metode pengeringan.
Panas akan dihantarkan pada air dalam bahan pangan yang hendak dikeringkan dan
air akan menguap dan dipindahkan keluar dari pengering. Penggunaan sinar
matahari untuk pengeringan sebagian juga berkembang ke arah pengeringan semi
buatan, terutama sejak berkembangnya teknik kolektor tenaga surya (teknik
pengumpulan tenaga surya) untuk pemanasan. Dengan demikian, keunggulan
pengeringan dengan sinar matahari dapat dimanfaatkan secara optimal dan
kelemahannya dapat dikurangi. Walaupun demikian pengeringan dengan sinar
matahari tetap sebagai suatu cara pengolahan yang sangat penting di negara-negara
yang sedang berkembang. Selama kondisi luar pada keadaan tetap, maka laju
pengeringan kuantitatif dan kualitatif banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan
yang akan dikeringkan, meliputi: sifat fisik dan kimia dari bahan yang akan
dikeringkan, ukuran bahan yang akan dikeringkan, bentuk bahan yang dikeringkan,
dan komposisi kadar air bahan yang dikeringkan.
4.2 Perhitungan
4.2.1 Pengukuran Kadar Air Bahan Menggunakan Metode ISTA
Perhitungan Data Kelompok 10 (Beras)
a. Kadar Air (Wb)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
𝑥 100%
𝑀𝑏−𝑀𝑎
13,53 − 13,35
= 𝑥 100%
13,53 − 8,53
= 3,6%
b. Kadar Air (Db)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
𝑥 100%
𝑀𝑐−𝑀𝑎
13,53 − 13,35
= 𝑥 100%
13,35 − 8,53
= 3,7%
= 1,8%
b. Kadar Air (Db)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
= 𝑀𝑐−𝑀𝑎 𝑥 100%
13,67 − 13,58
= 𝑥 100%
13,58 − 8,67
= 1,83%
= 6,1%
b. Kadar Air (Db)
𝑀𝑏−𝑀𝑐
= 𝑀𝑐−𝑀𝑎 𝑥 100%
13,58 − 13,27
= 𝑥 100%
13,27 − 8,53
= 6,5%
= 10,2%
b. Kadar Air (Db)
B1−C1
= C1−A1 𝑥 100%
8,01 − 7,49
= 7,49 − 2,95 𝑥 100%
= 11,4%
Percobaan 2
a. Kadar Air (Wb)
B2−C2
= B2−A2 𝑥 100%
8,01 − 7,46
= 8,01 − 2,94 𝑥 100%
= 10,8%
b. Kadar Air (Db)
B2−C2
= C2−A2 𝑥 100%
8,01 − 7,46
= 7,46 − 2,94 𝑥 100%
= 12,1%
= 8,9%
b. Kadar Air (Db)
B1−C1
= C1−A1 𝑥 100%
7,99 − 7,54
= 7,54 − 2,96 𝑥 100%
= 9,8%
Percobaan 2
a. Kadar Air (Wb)
B2−C2
= B2−A2 𝑥 100%
7,97 − 6,35
= 7,97 − 2,97 𝑥 100%
= 32,4%
b. Kadar Air (Db)
B2−C2
= C2−A2 𝑥 100%
7,97 − 6,35
= 6,35 − 2,97 𝑥 100%
= 47,9%
= 18,4%
b. Kadar Air (Db)
B1−C1
= C1−A1 𝑥 100%
8,00 − 7,07
= 𝑥 100%
7,07 − 2,96
= 22,6%
Percobaan 2
a. Kadar Air (Wb)
B2−C2
= B2−A2 𝑥 100%
8,07 − 7,61
= 8,07 − 2,99 𝑥 100%
= 9,05%
b. Kadar Air (Db)
B2−C2
= C2−A2 𝑥 100%
8,07 − 7,61
= 7,61 − 2,99 𝑥 100%
= 9,9%
4.3 Grafik
4.3.1 Grafik Kadar Air Beras
12 11.9 12.26
11.5 11.7
10.9
10 10.2
Kadar Air (%)
6 Penurunan (oven)
Peningkatan (refrigerator)
4
0
5 10 15
Waktu (Menit)
Gambar 2. Grafik Hubungan Waktu terhadap
Pengeringan dan Pendinginan Jagung
11 11
10.9
10.8 10.8
10.6
Kadar Air (%)
10.4
Penurunan (oven)
10.2 10.23 Peningkatan (refrigerator)
10.16 10.13
10
9.8
9.6
5 10 15
Waktu (Menit)
5
Kadar AIr(%)
4
3.7
3.6 Wb
3 Db
2 1.83
1.8
1
0
Beras Jagung Kedelai
Gambar 4. Grafik Kadar Air dengan Metode ISTA
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang retensi air dan Equilibrium
Moisture Content (EMC). Nilai yang dicari pada praktikum ini adalah nilai kadar
air. Untuk mendapatkan nilai yang dimaksud, terlebih dahulu dicari pengukuran
suhu dan RH ruangan, kulkas, dan oven. Setelah itu bahan diperlakukan berbeda-
beda dengan memasukan bahan ke dalam kulkas dan oven untuk setiap bahan lalu
dihitung kadar air awal dan akhirnya. Pentingnya mengetahui kadar air karena
kadar air merupakan salah satu faktor untuk menjaga kualitas bahan hasil pertanian.
Untuk mencapai kadar air yang seimbang, bahan hasil pertanian melepaskan dan
menyerap air sampai kadar air yang terkandung dalam keadaan seimbang. Perlu
diperhatikan kadar air dalam suatu bahan pertanian dan perlu dilakukan proses
penanganan yang tepat agar kadar air suatu bahan dapat seimbang sehingga dapat
menjaga mutu bahan, daya simpan, dan kualitas bahan.
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati perubahan kadar air bahan
hasil pertanian ketika bahan tersebut diletakan pada berbagai kondisi penyimpanan.
Suhu yang diteliti merupakan suhu ruangan, suhu kulkas yang lebih rendah dan
suhu oven yang lebih tinggi. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
moisture tester. Bahan yang dijadikan penelitian adalah beras, jagung, dan kacang
kedelai. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, suhu ruangan, kulkas, dan oven
diukur terlebih dahulu dengan mengukur pada tiga titik yang berbeda untuk
mengetahui perbedaan suhu pada ketiga titik. Kemudian suhu pada tiga titik yang
berbeda tersebut diambil nilai rata-ratanya, pada suhu ruangan sebesar 25,1℃
dengan rata-rata RH 71%, pada refrigerator/kulkas didapatkan suhu rata-rata
sebesar 18,5℃ dengan rata-rata RH 76%, lalu pada oven didapatkan suhu rata-rata
sebesar 46,5℃ dengan rata-rata RH sebesar 74%. Proses pendinginan pada bahan
hasil pertanian dilakukan dengan menggunakan refrigerator sedangkan proses
pengeringan menggunakan oven. Bahan dimasukan pada kulkas dan oven untuk
mengukur nilai penurunan dan peningkatan kadar air dengan lama waktu yang
berbeda yaitu 5, 10, dan 15 menit. Setelah dilakukan proses pengkondisian, bahan
dimasukan ke dalam desikator selama 5 menit untuk menstabilkan suhu bahan.
Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan penelitian pada ketiga
bahan, hasil yang didapatkan dengan proses pengeringan yang digunakan dengan
oven menunjukan nilai yang berbeda-beda untuk setiap bahan dan waktu yang
berbeda. Nilai kadar air pada beras setelah dikeringkan dengan oven selama 5, 10,
dan 15 menit secara berturut-turut adalah sebesar 13,20; 12,20; dan 10,63.
Sedangkann pada pengeringan Jagung diperoleh nilai kadar air secara beruntun
sebesar 11,5; 10,9; dan 10,2. Kemudian pada kacang kedelai diperoleh nilai kadar
air secara beruntun sebesar 10,23; 10,16; dan 10,13. Dapat dilihat bahwa hasil
antara ketiga bahan tidak jauh berbeda. Kadar air dengan nilai tertinggi dihasilkan
oleh beras dengan rataan sebesar 12,01 disusul oleh jagung dengan rataan sebesar
10,86 dan yang terakhir adalah kacang kedelai dengan nilai rataan 10,17. Nilai yang
didapatkan dari proses pengeringan sesuai dengan literatur karena kadar air pada
bahan yang diuji mengalami pengurangan akibat proses pemenasan serta
pengeringan yang disebabkan oleh suhu pada oven. Perbedaan lamanya waktu yang
diperlakukan pada bahan juga memengaruhi kadar air yang terkandung. Semakin
lama bahan dimasukan ke dalam oven maka semakin rendah kadar airnya. Begitu
pula sebaliknya, semakin cepat bahan dikeluarkan dari oven maka kadar air
semakin tidak menurunnya kadar air bahan.
Hasil pengukuran kadar air yang dilakukan dengan proses pendinginan
memperoleh nilai yang berbeda beda pada setiap bahan dan setiap perlakuan yang
diberikan. Proses pendinginan dilakukan sama dengan proses pengeringan oleh
oven yaitu dengan waktu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Proses pendinginan pada
beras yang dilakukan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit berturut-turut
memperoleh nilai kadar air sebesar 13,73; 14,17; dan 14,10. Lalu pada jagung
diperoleh nilai kadar air sebesar 11,9; 11,7; dan 12,26. Sedangkan pada kacang
kedelai diperoleh nilai kadar air sebesar 11; 10,8; dan 10,9. Menurut literatur, hasil
dari kadar air yang diperlakukan dengan dimasukan ke dalam pendingin akan
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya lama waktu dalam kulkas.
Sampel beras dan jagung menunjukan hasil yang sesuai dengan literatur, sementara
sampel kacang kedelai tidak sesuai dengan literatur karena berdasarkan penelitian
yang dilakukan, semakin lama penyimpanan kedelai dalam kulkas maka semakin
turun pula kadar airnya. Ketidaksesuaian pengukuran bisa terjadi karena beberapa
faktor, salah satunya karena sudah terpengaruh oleh suhu lingkungan, waktu
menstabilkan suhu bahan di dalam desikator yang tidak sesuai, dan lokasi
penempatan bahan pada refrigerator. Ketika memasukan bahan ke dalam kulkas,
lokasi yang ditempatkan untuk menaruh bahan tidak sama. Sedangkan suhu di
setiap lokasi di kulkas berbeda-beda.
Pengukuran kadar air basis basah dan basis kering dilakukan dengan
menggunakan metode ISTA (International Seed Testing Assosiation). Tujuan dari
pengukuran ini adalah untuk menghitung kadar air benih. Alat yang digunakan
untuk mengukur kadar air basis basah dan basis kering ini adalah oven, bahan akan
dimasukan ke dalam oven selama 15 menit. Setelah dimasukan ke dalam oven,
didapatkan hasil pengukuran basis basah dan basis kering pada beras sebesar 3,6%
dan 3,7%. Kemudian pada jagung didapatkan nilai basis basah sebesar 1,8% dan
1,83% pada basis kering. Sedangkan kacang kedelai mendapatkan nilai basis basah
dan basis kering sebesar 6,1% dan 6,5%. Metode ini sesuai dengan literatur karena
terjadi penurunan. Hal ini membuktikan bahwa pengeringan mengurangi kadar air.
Perhitungan pada setiap bahan memiliki hasil yang berbeda-berbeda dikarenakan
massa cawan (ma) yang diukur pada setiap bahan memiliki nilai yang berbeda tetapi
nilai yang didapatkan tidak terlalu jauh berbeda. Perbedaan massa bahan awal (mb)
dan massa bahan akhir (mc) juga menjadi salah satu faktor hal tersebut.
Kemudian dilakukan metode SNI pada bahan dengan cara mengeringkan
bahan selama 3 jam dengan menggunakan oven. Metode SNI lebih disarankan
karena metode ini dapat mengurangi kesalahan penggunaan karena sudah
dikalibrasi sesuai dengan standar yang ada. Aplikasi pengukuran kadar air dalam
bidang pertanian dilakukan untuk mengawetkan bahan hasil pertanian dan untuk
mengurangi kadar air bahan hasil pertanian sampai pada batas dimana
mikroorganisme akan berkembang dan kegiatan enzim akan menyebabkan
pembusukan.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Kadar air penting untuk diketahui agar dapat menjaga kualitas bahan;
2. Suhu tinggi dapat membuat kadar air bahan semakin menurun;
3. Semakin lama berada di suhu rendah maka kadar air pada bahan akan
semakin bertambah;
4. Penempatan bahan dapat memengaruhi kadar air bahan;
5. Kadar air yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan
pembusukan pada bahan hasil pertanian.
6.2. Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah perlu disiapkan ruang kosong untuk
penelitian sampel pada kulkas karena perbedaan penempatan yang cukup jauh pada
setiap sampel dapat membuat hasil menjadi bertentangan dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA
Feringo, T. (2019). Analisis Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Tak Larut Asam
dan Kadar Lemak Pada Makanan Ringan di Balai Riset dan Standarisasi
Industri Medan.
Gambar 4. Bahan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)
Gambar 5. Prosedur Praktikum
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)