Puncak penyimpangan terhadap Pancasila pada Orde Baru adalah terjadinya krisis moneter 1997
yang diduga disebabkan oleh hot money bubble atau gelembung uang panas.
Uang panas adalah dana yang dikelola secara untung-untungan dan mendapat hasil tinggi dalam
waktu singkat.
Kondisi ini lantas membuat perekonomian Indonesia anjlok dan memicu terjadinya protes besar-
besaran untuk menggulingkan rezim Orde Baru. Protes tersebut berujung pada peristiwa Kerusuhan
Mei 1998.
Pada akhirnya, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998 dan
digantikan oleh wakilnya, BJ Habibie (1998-1999).
Pemberedelan pers
Masa kepemimpinan Presiden Soeharto memang banyak menuai kontroversi dari masyarakat, salah
satunya kebijakan Fusi Parpol (penggabungan partai politik).
Pemerintah Orde Baru yang tidak mau menerima kritikan, pun memilih untuk memberedel banyak
media massa.
Tujuan pemberedelan pers adalah untuk menghalangi adanya berita kritis terhadap pemerintah.
Soeharto melarang penerbitan beberapa media massa dan melarang mereka beroperasi selama dua
pekan.