DISUSUN OLEH
SURYA INDRA KUSUMA
02070417658
DAFTAR ISI...................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................2
A. Latar Belakang........................................................................................2
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Pengertian jual beli....... ........................................................................3
B. Rukun dalam jual beli............................................................................5
C. Syarat syarat dalam jual beli................................................................ .5
D. Macam macam jual beli....................................................................... .6
E. Manfaat dan hikmah jual beli................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah FIQIH
Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada
penulis dapat diterima dan menjadi amal sholeh dan diterima Allah sebagai
sebuah kebaikan. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
semua pembaca pada umumnya.
1
BAB1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan
ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-
hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan
rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.
Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad ini. Dari akad jual beli ini masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer),
kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan tersier.
B. Rumusan Masalah
1. Membahas tentang konsep jual beli atau perdagangan dalam islam
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahu konsep jual beli dalam islam
2. Untuk mengetahui rukun jual beli dalam islam
3. Untuk mengetahui syarat jual beli dalam islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Abdul Azhim bin Badawi dalam bukunya mengatakan bahwa kata
buyu berarti jual beli. Sering dipakai dalam bentuk jama‟ karena jual beli itu
beraneka ragam bentuknya. Sedangkan bai‟ secara istilah ialah pemindahan hak
milik dari satu orang ke orang lain dengan imbalan harga. Adapun syira‟
(pembelian) adalah penerimaan barang yang dijual (dengan menyerahkan
harganya kepada si penjual). Dan seringkali masing-masing dari dua kata
tersebut (bai‟ dan syira‟) diartikan sebagai jual beli.
3
Secara bahasa, bai‟ adalah al-mubadalah (pertukaran). Kata al-bai‟
mempunyai makna yang sama dengan kata al-syira‟. Dua kata ini termasuk dalam
kategori al-alfadh al-musytarakah baina al-ma‟ani al-mutadlâdah. Sama seperti
Muhammad Taufiq, Hasan Ayyub juga menyebutkan contoh yang sama, yaitu
dengan menyebutkan surah Yusuf dalam hal persamaan makna antara bai‟ dan
syira‟. Secara terminologi beliau berpendapat bahwa bai‟ berarti adanya
pertukaran harta dengan harta dengan adanya keridhaan atau saling suka oleh
kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Disebutkan juga bahwa bai‟ berarti
jual beli atau pertukaran barang dengan harga, contohnya seperti baju dengan
beberapa dinar. Sedangkan untuk transaksi barter atau pertukaran barang dengan
barang biasa disebut bai‟ muqâyadlah.
Jual beli secara etimologi adalah proses tukar menukar barang dengan
barang. Kata bai‟ yang berarti jual beli adalah termasuk dalam kata yang
mempunyai makna ganda yang berseberangan (bai‟ dan syira‟), yang berarti
bahwa makna bai‟ juga memiliki makna syira‟, maka baik kata bai‟ maupun kata
syira‟ sama artinya. Secara terminologi, Imam Nawawi dalam kitab Majmu‟
mengatakan bahwa jual beli merupakan tukar menukar barang dengan barang
dengan maksud memberi kepemilikan. Sedangkan Ibnu Qudamah dalam kitab al-
Mughni mendefinisikan jual beli dengan tukar menukar barang dengan barang
yang bertujuan untuk memberi kepemilikan dan menerima hak milik.
Dari beberapa definisi tentang jual beli yang telah diuraikan, dapat diambil
kesimpulan bahwa jual beli secara etimologi adalah pertukaran. Sedangkan secara
terminologi adanya proses tukar menukar barang yang bernilai dengan
semacamnya, dengan cara yang sah dan khusus, yaitu dengan ijabb qabul, dan
dengan kesepakatan serta adanya saling ridha oleh para pihak, baik dari penjual
maupun dari pembeli.
4
2. RUKUN DALAM JUAL BELI
Agar suatu perjanjian atau akad jual beli yang dilaksanakan oleh para pihak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka transaksi tersebut harus
memenuhi rukun dan syarat jual beli.
1. Berakal, agar dia tidak terkecoh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual
belinya;
2. Dengan kehendaknya sendiri;
4. Baligh. Setidaknya, orang yang melakukan jual beli mengerti tentang hukum
jual beli dan bagaimana tata cara yang benar menurut syar‟i.
5
b. Tentang objeknya
Benda yang dijadikan sebagai objek jual beli haruslah memenuhi syarat- syarat
sebagai berikut :
1. Bersih barangnya
Barang yang di perjual belikan bukanlah benda yang dikualifikasikan sebagai
benda najis atau di golongkan sebagai benda yang di haramkan
2. Dapat dimanfaatkan;
Bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan ketentuan hukum
agama, maksudnya pemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan
dengan syariat agama islam atau norma-norma yang ada.
4. Mampu menyerahkannya;
Bahwa pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa) dapat
menyerahkan barang yang di jadikan sebagai objek jual beli sesuai dengan
bentuk dan jumlah yang telah diperjanjikan pada waktu penyerahan barang
kepada pihak pembeli.
5. Mengetahui;
Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang dan jumlah harganya tidak di
ketahui, maka perjanjian jual beli itu tidak sah. Sebab bisa perjanjian
tersebut mengandung unsur penipuan.
Nilai tukar barang yang dijull (untuk zaman sekarang adalah uang) tukar
ini para ulama fiqh membedakan al-tsaman dengan al- si’r.Menurut mereka, al-
tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara
aktual, sedangkan al-si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima para
pedagang sebelum dijual ke konsumen (pemakai). Dengan demikian, harga
barang itu ada dua, yaitu harga antar pedagang dan harga antar pedagang dan
konsumen (harga dipasar). Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) yaitu :
3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang maka
barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh syara’,
seperti babi, dan khamar, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai menurut
syara’
2)Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual beli ini
harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang ditempat akad
berlangsung.
3) Jual beli benda yang tidak ada, jual beli seperti ini tidak diperbolehkan
dalam agama Islam.
7
b. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:
1) Dengan lisan, akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi orang
bisu dapat diganti dengan isyarat.
2) Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual beli
ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis akad, dan ini
dibolehkan menurut syara’.
2) Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya
Sedangkan fuqaha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli menjadi tiga,
yaitu:
2) Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli, dan
ini tidak diperkenankan oleh syara’.
3) Fasid yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syara’
namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi keabsahannya
8
5. Manfaat dan Hikmah Jual Beli
a. Manfaat jual beli:
Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain:
1) Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang
menghargai hak milik orang lain
2) Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan
atau suka sama suka
3) Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya
dengan ikhls dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang
dan menerima barang dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual
beli juga mampu mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam
kebutuhan sehari-hari
4) Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram
5) Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SW
6) numbuhkan ketentraman dan kebahagiaan
jual beli dalam garis besarnya yaitu Allah SWT mensyariatkan jual beli
sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya,
karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa
sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama
manusia masih hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya
sendiri, karena itu manusia di tuntut berhubungan satu sama lainnya.
9
6. Jual Beli yang diLarang
Sebab-sebab dilarang jual beli bisa kembali kepada akad jual beli dan bisa
kepada hal lain larangan yang kembali kepada akad dasarnya adalah tidak
terpenuhinya persyaratan sahnya jual beli sebagaimana telah disinggung
sebelumnya. Dan dalam kesempatan ini kita ulangi kembali pembahasannya yang
berkaitan dengan objek jual belinya, dan ada juga yang berkaitan dengan
komitmen sebuah perjanjian/akad jual beli yang disepakati.
a. Tidak terpenuhinya syarat adanya perjanjian. Yakni menjual yang tidak ada,
seperti menjual anak binatang yang masih dalam tulang sulbi pejantannya atau
masih tulang dada induknya, menjual janin yang masih dalam perut induknya dan
sejenisnya.
b. Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi yang disyariatkan dari objek yang
diperjual belikan, seperti menjual bangkai, daging babi dan benda-benda haram
lainnya, atau menjual barang-barang najis. Karena semua itu dianggap tidak
bernilai, meskipun sebagian orang menganggapnya bernilai karena tidak
memandangnya dengan hukum syariat.
c. Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual. Seperti
jual beli fudhuliy dengan menjual barang milik orang lain tanpa izinnya dan tanpa
surat kuasa darinya. Sehingga juga tidak sah menjual harta wakaf, masjid, harta
sedekah atau hibah sebelum diserahterimakan kepada penjual, atau menjual
harta rampasan perang sebelum dibagi-bagikan, dan sejenisny
10
KESIMPULAN
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan
ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-
hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan
rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.
Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad ini. Dari akad jual beli ini masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer),
kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan tersier.
11
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf Nizar, “Jual Beli Mendong Secara Tebasan Perspektif Hukum Islam (Studi di
Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya)”, Skripsi, Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.
20
Siti Mujiatun, “Jual Beli dalam Perspektif Islam :
12