Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Paradigma klasik perencanaan pembangunan menganggap bahwa,

kegiatan perencanaan pembangunan adalah merupakan suatu proses aktifitas rutin

dari pemerintah di semua level. Namun seiring dengan paradigma Governance

dimana aktivitas pemerintahan tidak hanya melibatkan negara (state) saja

melainkan juga masyarakat (CSO) dan sektor swasta (private sector), maka dalam

bidang perencanaan pembangunan juga mengalami pergeseran paradigma yaitu

paradigma perencanaan partisipatif (participatory planning). Produk-produk

rencana di berbagai daerah mendapat gugatan karena rencana itu dinilai tidak

sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Tetapi ada juga produk-produk

rencana yang dibuat dengan hanya memperhatikan aspirasi masyarakat secara

murni sehingga terkesan meninggalkan kaidah-kaidah akademis.

Keduanya bukan merupakan cerminan dari suatu proses perencanaan yang

benar, dalam pengertian bahwa mungkin paradigma yang dianut perencana dalam

proses perencanaan sudah tidak sesuai lagi dengan perubahan sosio-kultural yang

terjadi di masyarakat. Seiring dengan berkembangnya iklim partisipatif dalam

perencanaan, masyarakat mulai tersadarkan bahwa mereka adalah bagian

terpenting dalam proses itu, dan oleh karenanya pelibatan dan partisipasi aktif

mereka juga menjadi sesuatu yang esensial. Penguatan peran masyarakat,

bukanlah sekedar memberikan kesempatan bagi peran serta masyarakat, akan

1
2

tetapi adalah bagaimana menempatkan masyarakat secara bertahap terlibat pada

proses pengambilan keputusan dalam pembangunan. Sedangkan penguatan

semangat good governance menuntut semua pelaku pembangunan untuk

mengedepankan transparansi, akuntabilitas, meningkatkan profesionalisme,

kepedulian terhadap rakyat, dan komitmen moral yang tinggi dalam segala proses

pembangunan.

“Perencanaan tidak dapat efektif, kecuali bila dilakukan dengan

pengenalan, pemahaman, dan pemanfaatan struktur kekuatan pemerintah dan

non-pemerintah”. Dari pernyataan tersebut, dapat kita tangkap bahwa sebenarnya

hal yang utama dalam memadukan unsur-unsur pemerintah dan non-pemerintah

(termasuk masyarakat) adalah proses pengenalan, pemahaman, dan pemanfaatan

struktur diantara keduanya. Pembangunan komitmen diantara pemerintah dengan

masyarakat, identifikasi pelaku (stakeholders), identifikasi kondisi partisipasi, dan

identifikasi kapasitas pelaku menjadi prasyarat dasar sebelum perencanaan

melangkah lebih jauh.1

Untuk konteks Indonesia secara umum, pembangunan prasyarat-prasyarat

itu menjadi sesuatu yang masih harus dipelajari, dikaji dan terus coba dibangun,

karena pada kenyataannya tingkat ideal dari prasyarat-prasyarat itu masih tidak

jelas. Artinya, paradigma partisipatif yang sedang dicoba untuk diterapkan itu

menemui hambatan justru dalam hal kapan, untuk apa, dan bagaimana seharusnya

masyarakat itu menyalurkan aspirasinya.

1
Branch, Melville. C, 1995, Perencanaan Kota Komprehensif : Pengantar dan Penjelasan. Terj
B.H Wibisono, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
3

Penyebarluasan informasi-informasi dan wacana-wacana perencanaan

untuk dapat diakses oleh masyarakat luas menjadi unsur penting dalam

pembangunan iklim perencanaan yang partisipatif. Fenomena bahwa masyarakat

lebih sering bersikap reaktif terhadap implementasi perencanaan yang cenderung

kontroversial tidak menjadi hal yang aneh, mengingat informasi konsep rencana

pembangunan sejak awalnya pun sangat minim diperoleh masyarakat. Kalaupun

ada, usaha-usaha penyebaran informasi itu hanya dilakukan sesuai standar

prosedur, tanpa memperhatikan apakah memang masyarakat sudah cukup

memiliki kapasitas untuk mengkritisinya.2

Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang

berkesinambungan yang meliputi segenap aspek kehidupan masyarakat. Sistem

perencanaan pembangunan nasional, telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam PP No

39 dan 40 tahun 2006 tentang tata cara penyusunan rencana pembangunan

nasional serta pembiayaan dan pengendaliannya. Sistem perencanaan ini

diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang

dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan, sehingga menghasilkan sinergi

yang optimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. 3 Untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah dituntut untuk aspiratif

terhadap aspirasi-aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat dan sensitif terhadap

2
Amien, Mappadjantji. A, 1997, Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah. Penerbit
Universitas Hasanuddin : Makassar
3
Suzzeta, P. 2007. Perencanaan Pembangunan Indonesia. Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional / Kepala BAPPENAS. www.bappenas.go.id.(pdf)
4

kebutuhan masyarakat, serta pemerintah perlu melibatkan segenap kemauan dan

kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.4

Dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah telah ditetapkan proses pelaksanaan desentralisasi, dimana Pemerintah

Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan

serangkaian proses, mekanisme dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin

keselarasan pembangunan antar daerah tanpa mengurangi kewenangan yang

diberikan. Oleh karena itu, pembangunan di daerah ditangani oleh BAPPEDA

sebagai badan yang merencanakan, mengkoordinasikan, mengatur dan

mengendalikan kegiatan penyelenggaraan perencanaan pembangunan daerah dan

yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui

Sekretaris Daerah, disamping itu juga membantu Bupati dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah dibidang perencanaan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 telah mengukuhkan legitimasi

formal bagi institusi perencanaan di pusat (BAPPENAS) maupun di daerah

(BAPPEDA), yang merupakan salah satu sarana penting untuk mewujudkan

sistem perencanaan yang efektif dan bertanggung jawab. Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2004 juga dapat dipandang sebagai instrumen bagi pelembagaan

perencanaan parisipatif. Musrenbang Kecamatan semestinya dijadikan elevator

permanen untuk memediasi perencanaan dari bawah ditingkat desa dengan

perencanaan sektoral di tingkat Kabupaten, sehingga musrenbang

Kabupaten/Kota

setiap tahunnya lebih bersifat mereview/evaluasi implementasi dari perencanaan


4
Tampobulon, M. 2006. Pendidikan Pola Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sesuai Tuntutan Otoda. Fakultas Ilmu Pendidikan.
Universitas Negeri Medan : Sumatera Utara.
5

tahun sebelumnya, dalam kerangka rencana jangka menengah dan membuat

penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.

Musrenbang merupakan forum multipihak yang terbuka dan secara

bersama mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan

masyarakat yang berfungsi sebagai proses negosiasi, rekonsiliasi dan harmonisasi

perbedaan antara pemerintah dan para stakeholder (non-pemerintah), sekaligus

mencapai konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut

penganggarannya. Dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif,

diperlukan strategi untuk mencapai konsensus bersama antara lain: perencanaan

program harus berdasarkan fakta dan kenyataan di mkasyarakat, program harus

memperhitungkan kemampuan masyarakat, partisipasi masyarakat dalam

pelasanaan program, pelibatan sejauh mungkin organisasi-organisasi yang ada,

dan memberi kemudahan pada masyarakat untuk evaluasi, serta program harus

memperhitungkan KUWAT ( kondisi, uang, waktu, alat, dan tenaga) yang

tersedia.5

Pembangunan membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien

dari segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Pemilihan strategi ini penting

karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran masyarakat,

sehingga kedua belah pihak mampu berperan secara optimal dan sinergis. 6 Seperti

halnya dengan Pemerintah Desa Landungsari, harus mampu menangkap peluang

yang ada secara maksimal sambil memperbaiki kelemahan yang teridentifikasi

seperti kualitas SDM, sarana dan prasarana pembangunan yang masih belum
5
Cahyono, B. Y, 2006, Metode Pendekatan Sosial Dalam Perencanaan Partisipatif.
Ippm.petra.ac.id/ppm/cop/download.
6
Suetomo, 2006, Strategi – Strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
6

memadai karena masih baru berdiri. Dengan kontelasi seperti itu, pelaksanaan

musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang melibatkan seluruh

pemangku kepentingan menjadi sangat penting dan diperlukan, untuk

menyeimbangkan dan menyebarluaskan informasi tentang isu strategis bersama,

ketersediaan sumberdaya, serta alternatif tindakan kolektif yang harus dibangun

melalui kerjasama pembangunan. Kegiatan ini telah diterapkan di Desa

Landungsari dan telah memiliki basis legal untuk dilaksanakan secara nasional

sehingga memiliki nilai yang sangat strategis, karena jika berjalan dengan baik

akan sangat signifikan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan memperbaiki

mata rantai proses perencanaan pembangunan nasional.

Musrenbang merupakan forum bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi

dalam perumusan perencanaan pembangunan. Mekanisme musrenbang yang

dimulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, dan provinsi

memungkinkan masyarakat untuk ikut terlibat. Penggalangan partisipasi itu

dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah

karena diantara orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya.

Menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan terciptanya suasana yang

bebas atau demokratis dan terbinanya kebersamaan.7 Namun, kenyataan di

lapangan khususnya di Desa Landungsari tidak menunjukkan hal tersebut.

Kesempatan masyarakat untuk menyampaikan usulan, mengkritisi usulan,

mengklarifikasi usulan sangat terbatas. Keterbatasan tersebut antara lain

7
Asngari, P. S, 2001. Peran Agen Pembaharuan / Penyuluh Dalam Usaha Pemjberdayaan SDM
Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian: Bogor.
7

disebabkan waktu pelaksanaan yang relatif singkat. Untuk musrenbang tingkat

kelurahan yang merupakan ruang terbesar bagi masyarakat untuk terlibat

dibandingkan dengan musrenbang di tingkat-tingkat selanjutnya, pelaksanaan

musrenbang hanya ½ (setengah) hari sehingga hampir tidak mungkin masyarakat

dapat menyampaikan aspirasinya.

Dinas/SKPD juga sudah mulai dominan dengan segala kelebihan sumber

daya mampu memberikan argumentasi baik secara substansi maupun secara teknis

atas program yang diusulkan. Sementara bagi masyarakat selain kurang

memahami proses musrenbang juga kurang menguasai substansi dari program-

program yang diusulkan oleh dinas tersebut. Pemahaman partisipasi yang muncul

dalam musrenbang adalah menempatkan masyarakat sebagai pihak yang harus

mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah mulai dari tingkat

kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, dan provinsi. Dengan demikian,

keterlibatan masyarakat dalam musrenbang ini masih pada tingkat penghargaan

saja, dimana partisipasi masyarakat tersebut terhenti hanya sampai pada sebuah

usulan, sementara keputusan tetap pada tangan pemegang kekuasaan (baik

eksekutif maupun legislatif). Hal lain yang menyebabkan tidak pernah sinkronnya

antara program dinas dan masyarakat adalah tidak adanya kriteria yang digunakan

untuk menentukan prioritas program. Walaupun ada, kriteria yang digunakan oleh

dinas dan masyarakat berbeda.

Pada saat ini, proses penyusunan perencanaan di daerah tidaklah didasari

kepada faktor kebutuhan, namun lebih didominasi dan dilatarbelakangi kepada

faktor keinginan dan kepentingan perorangan maupun kelompok tertentu. Selain


8

itu juga kepentingan politis terkadang bermain dibalik penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, sehingga kepentingan umum yang sangat

prioritas dan mendesak menjadi dikesampingkan. Belum adanya pemahaman

masyarakat dan aparatur pemerintahan, mengenai penyusunan perencanaan yang

baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah serta ketentuan yang berlaku. Hal ini

diindikasikan dengan banyaknya keluhan, yang disampaikan berkaitan dengan

masih sedikitnya produk perencanaan yang disusun melalui forum musrenbang di

tingkat desa/kelurahan yang ditampung dalam anggaran pembangunan daerah.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka Desa Landungsari dituntut untuk

melakukan terobosan-terobosan baru dalam membuka peluang bagi

pengembangan daerah. Salah satunya melalui pemanfaatan dan pengelolaan

potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di Desa

Landungsari. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang baik dari semua

kalangan, baik dari Bappeda dan masyarakat Desa Landungsari agar tercipta

perencanaan pembangunan yang selaras, serasi dan seimbang.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan dasar dari sebuah penelitian. Perumusan

masalah ini merupakan salah satu tahap dari sejumlah tahap penelitian yang

memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Berdasarkan

uraian permasalahan dalam latar belakang di atas, peneliti memberikan batasan

permasalahan agar penelitian terarah secara sistematis dan memperoleh gambaran

yang jelas. Dari berbagai permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang
9

dispesifikan dalam rumusan masalah : “Bagaimana Partisipasi Masayrakat

dalam Kegiatan Musyawara Rencana Pembangunan Desa (Masrenbangdes) di

Desa Landungsari Kecamatan Dau Kabupaten Malang?“

1.3 Tujuan penelitian

1. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah.

2. Mengetahui bentuk dan level pelibatan masyarakat dalam perencanaan

partisipatif pembangunan daerah di Desa Landungsari.

1.4 Manfaat penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah

diuraikan di atas, tentunya peneliti mengharapkan manfaat dari hasil penelitian

yang telah dilakukan baik secara akademis maupun praktis, diantaranya:

1.4.1 Kegunaan Akademik

Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam menyusun

karya ilmiah, serta sekaligus sebagai sumbangan pemikiran di bidang perencanaan

partisipatif pembangunan daerah bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Disamping itu, sebagai bahan masukan bagi mahasiswa jurusan ilmu

pemerintahan khususnya dan Universitas Muhammadiyah Malang pada

umumnya, yang tertarik pada permasalahan perencanaan partisipatif

pembangunan daerah.
10

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis, dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan

informasi serta sebagai bahan rekomendasi bagi masyarakat umum, birokrat,

instansi baik yang berada di dalam pemerintah dan di luar pemerintah, terlebih

bagi Bappeda Desa Landungsari terutama tentang implementasi perencanaan

partisipatif pembangunan daerah.

1.5 Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah unsur atau bagian penting dalam penelitian dan

merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti, untuk menggambarkan secara

abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena yang dialami.8

Definisi konseptual ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan,

tentang makna arti dari kalimat yang ada dalam permasalahan yang disajikan.

Sehingga dengan adanya penegasan arti tersebut, akan mempermudah dalam

memahami maksud kalimat yang tercantum dalam penelitian.

Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan,

atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik

berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap.9

Perencanaan merupakan suatu proses penyiapan seperangkat keputusan,

untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang, yang diarahkan pada

pencapaian sasaran tertentu. Unsur-unsur perencanaan menurut pengertian

8
Singaribuan, Masri 1982, Metode Penelitian Survey, Jakarta LP3ES Halaman 20
9
Mulyasa. E, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Sebuah Panduan Praktis, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
11

tersebut adalah: (1) berhubungan dengan masa depan; (2) menyusun seperangkat

kegiatan secara sistematis; (3) dan dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.10

Partisipatif adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan,

ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan.11

Pembangunan daerah adalah suatu proses multidimensi yang melibatkan

perubahan-perubahan dalam struktur, sikap dan faktor kelembagaan, juga

percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakadilan dan penghapusan

absolute.12

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan,

bahwa Implementasi Perencanaan Partisipatif Pembangunan Daerah adalah suatu

proses penerapan kebijkan yang berhubungan dengan masa depan, dengan

menyusun seperangkat kegiatan secara sistematis dan dirancang untuk mencapai

tujuan tertentu, dengan melibatkan masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan-

kegiatan pembangunan guna mencapai perubahan yang lebih baik.

1.6 Definisi Oprasional

Definisi Oprasional merupakan salah satu petunjuk yang sangat penting

dalam penelitian, karena sangat membantu dalam komunikasi peneliti, bagaimana

suatu variabel diobservasi dan diukur. Dengan begitu definisi operasional

merupakan penetapan dari indikator-indikator yang akan dipelajari dan dianalisis,

10
Kunarjo, 1996. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. UI Press : Jakarta
11
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia dalam Pembangunan. IPB Press, Bogor
12
Michael, P. Todoro & Stephan, C. Smith, 2003, Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Edisi
Kedelapan, Erlangga : Jakarta
12

sehingga nantinya dapat diperoleh gambaran yang jelas variable-variabel

gejalanya. Oleh karena itu, berdasarkan judul penelitian Implementasi

Perencanaan Partisipatif Pembangunan Daerah disusun ke dalam beberapa

indikator-indikator. Adapun indikator-indikator operasioanal dalam penelitian ini

meliputi:

 Partisipsi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah.

 Bentuk partisipasi masyarakat dalam Musrenbang.

 Level partisipasi masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah serangkaian prosedur berupa cara yang

digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini. Sehingga dalam

keberlanjutannya menjadi satu kesatuan yang utuh dan konsisten antara metode

yang digunakan dengan teknik-teknik operasional dalam pengumpulan data,

instrument penelitian, dan dalam hal analisis data. Oleh karena itu, perlu

ditentukan langkah-langkah yang diambil melalui metode penelitian. Dari latar

belakang dan rumusan masalah di atas, maka metode yang dipakai peneliti ini

adalah metode penelitian kualitatif. Metodologi kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 13 Adapun metode penelitian yang

digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

13
Moeloeng, J, Lexy. 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdaya karya, Bandung
13

1.7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara analisa, yang mengambarkan keadaan

obyek berdasarkan data yang dikumpulkan dari lapangan penelitian dengan tidak

menggunakan data statistic.14 Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif, dengan alasan agar dapat menggali informasi yang mendalam mengenai

objek yang diteliti. Metode deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang

diteliti berdasarkan fakta-fakta yang ada, sehingga tujuan dari metode penelitian

deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang suatu masyarakat atau kelompok

tertentu atau gambaran tentang gejala sosial.15

1.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan, untuk

mendapatkan sumber informasi serta data-data yang diperlukan oleh peneliti guna

menunjang penelitian yang dilakukan. Lokasi penelitian dalam hal ini dispesifikan

pada Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Desa Landungsari. Hal

tersebut dengan pertimbangan untuk mendapatkan data dan informasi yang valid

dan akurat berkaitan dengan objek penelitian.

1.7.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitan adalah aktor pembantu peneliti untuk memperoleh data

dalam suatu penelitian. Khusus dalam penelitian yang bersifat kualitatif ini, untuk

menetukan subyek penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data, peneliti

menggunakan metode purposive sampling yaitu peneliti memilih informan yang

14
Ibid hlm 35
15
Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial. Bandung, hlm 35
14

dianggap mengetahui dan memahami permasalahan yang akan diteliti secara

mendalam dan dapat dipercaya menjadi sumber data yang tepat. 16 Adapun alasan

peneliti memilih subyek penelitian ini yaitu karena masing-masing memiliki

jabatan, peran, fungsi yang berbeda. Sehingga subyek penelitian ini cukup untuk

mewakili, dalam memberikan informasi serta data yang akurat tentang

implementasi perencanaan partisipatif pembangunan daerah di Desa Landungsari.

Oleh Karena itu, subyek yang dijadikan penelitian oleh peneliti adalah:

a). Kepala Desa Landungsari.

b). Ketua dan Sekertaris LPMD Desa Landungsari.

c). Tokoh masyarakat sebanyak 3 orang (Ketua RT, Guru, Ustad).

d).Masyarakat Desa Landungsari sebanyak 5 orang (Mahasiswa, Pembantu RT,

Sopir, Pegawai Salon, Pedagang).

1.7.4 Sumber Data

a) Data Primer

Data primer adalah salah satu sumber data yang diperoleh secara langsung

dari narasumber yang dapat dipercaya dan memberikan informasi yang berkaitan

dengan judul peneliti. Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh unsur yang

berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, seperti orang yang

terlibat langsung di dalamnya yang dapat dipertanggungjawabkan kapabilitasnya

sebagai narasumber untuk mendapatkan data yang akurat.

16
Hasan, M Tholchah, dkk. Metode Penelitian Kualitatif, Malang : Lembaga Penelitian Unisma,
2003.
15

Sumber data primer berupa data, kata-kata dan tindakan orang-orang yang

diamati atau diwawancarai meliputi:

 Mengumpulkan informasi melalui wawancara dengan Kepala/Staf Bappeda

Desa Landungsari mengenai partisipsi masyarakat dalam perencanaan

pembangunan daerah.

 Observasi tentang bentuk dan level partisipasi masyarakat dalam implementasi

perencanaan partisipatif pembangunan daerah.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan dalam mendukung data primer.

Data sekunder tersebut berupa buku-buku ilmiah, dokumen-dokumen resmi,

koran-koran maupun dari internet atau televisi, perundang-undangan yang

berhubungan dan berkaitan dengan penelitian ini, serta masyarakat umum yang

juga menjadi bagian terpenting dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini dicari

data-data tertulis beberapa dokumen yang diperoleh dari Bappeda Desa

Landungsari, dan data berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan

penelitian ini, serta buku-buku ilmiah untuk menjabarkan definisi konsep dalam

penelitian ini.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan proses untuk menghimpun data

yang diperhatikan serta dapat memberikan gambaran aspek yang akan diteliti.

Pada dasarnya pengumpulan data empirik diawali dengan memahami setting.

Dalam hal ini, peneliti masuk sebagai bagian dari subyak penelitian. Sehubungan
16

dengan penelitian ini, maka digunakan teknik pengumpulan data berupa

pengamatan, wawancara (interview), dan teknik dokumentasi.

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian.17 Teknik pengumpulan data

yang dipilih tergantung pada faktor utama dan jenis data. Dalam penelitian ini

metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

a) Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

menggunakan dokumen-dokumen. Dokumentasi sebagai data untuk kepentingan

penelitian adalah dokumen resmi suatu lembaga pemasyarakatan tertentu yang

digunakan sendiri.18 Peneliti melakukan penelusuran dokumen-dokumen resmi

dalam menjajaki sumber-sumber tertulis, dengan mencari data sekunder berupa

dokumen catatan program-program strategi perencanaan partisipatif yang disusun

oleh Bappeda Desa Landungsari selaku badan perencanaan pembangunan daerah.

Data yang didapat dari hasil penelitian melalui dokumentasi ini adalah data

pelengkap dari bahan penelitian yaitu dengan cara pencatatan atau pengutipan dari

dokumen-dokumen, arsip-arsip, dan sumber lainnya, untuk melengkapi data

primer yang diperoleh langsung dari responden. Adapun alasan peneliti

menggunakan teknik ini, karena dokumen-dokumen resmi ini ada di Bappeda

Desa Landungsari dan dokumen-dokumen ini merupakan sumber informasi yang

akurat.

17
Gulo, 2002, Metode Penelitian. PT Gramedia Widiasarana : Jakarta
18
Moeloeng, Op.Cit, Hal.84
17

b) Wawancara

Teknik pengumpulan data berikutnya yang digunakan adalah teknik

wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

yang diwawancarai atau informan.19 Dalam penelitian ini sengaja menggunakan

teknik wawancara semi terstruktur, di mana teknik wawancara ini lebih bebas

dalam mengungkap pertanyaan kepada informan. Tujuan dari wawancara ini

adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang

diwawancarai atau narasumber bisa diminta pendapat dan ide-idenya. 20 Dalam

penelitian ini diperlukan informan yang dianggap memahami masalah yang

diteliti.

c) Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati obyek penelitian

secara langsung meninjau lokasi-lokasi yang menjadi obyek penelitian, serta

mencatat hal-hal yang ada hubungannya dengan bahan penelitian. Dalam

penelitian ini mengunakan Observasi tidak berstruktur yaitu observasi yang

dilakukan tanpa menggunakan guide observasi, pada observasi ini peneliti atau

pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati

suatu objek.21 Dari metode observasi ini, data yang diperoleh adalah keadaan

daerah, lingkungan kerja, dan pelaksanaan riil kebijakan yang ada di lapangan.

Teknik observasi digunakan karena peneliti juga membutuhkan data-data yang

lebih obyektif berdasarkan fakta di lapangan dan bersifat umum. Dalam hal ini,
19
Moeloeng, J, Lexy. 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdaya karya, Bandung
20
Sugiono,2005, Memahami penelitian kualitatif, Bandung, Alfabeta, hal 73.
21
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Grup : Jakarta
18

peneliti mengamati secara langsung Desa Landungsari sebagai tempat penelitian,

sehingga dari hasil pengamatan dapat diketahui bentuk dan level partisipasi

masyarakat dalam Musrenbang.

1.7.6 Teknik Analisis Data

Analisa Data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.22 Proses

analisa data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber,

baik sumber primer maupun sumber sekunder. Pada dasarnya tujuan dari analisa

data dalam suatu penelitian ialah untuk mengambarkan fakta hasil dari penelitian,

sehingga menjadi data yang mempunyai makna serta mudah dipahami dan

diinterpretasikan.

Untuk menganalisa data yang didapat oleh peneliti, penelitian ini

mengunakan metode analisis kualitatif dengan teknik deskriptif artinya peneliti

berusaha untuk menggambarkan atau melukiskan sedemikian rupa, secara

sistematis faktual serta akurat data yang didapat di lapangan dengan analisa

kualitatif. Dalam menganalisa data, peneliti melakukuan tiga tahap analisa data

yaitu:

a) Data yang telah terkumpul dari berbagai sumber melalui observasi,

wawancara, studi dokumen dan sebaginya, dibaca dan ditelaah dengan

22
Moeloeng, J, Lexy. 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdaya karya, Bandung
19

seksama untuk dijadikan acuan berfikir serta mencari solusi yang tepat, dan

penelitian lebih lanjut diharapkan menghasilkan data yang valid.

b) Data yang telah terkumpul, direduksi sehingga tersusun secara sistematis dan

akan lebih nampak pokok-pokok terpenting yang menjadi fokus penelitian,

guna memberikan gambaran yang lebih tajam terhadap fenomena yang diteliti.

c) Data yang direduksi, disusun dalam satuan-satuan yang berfungsi untuk

menentukan atau mendefinisikan kategori dari satuan yang telah

dikategorikan, dengan diberikan kode-kode tertentu untuk memudahkan

pengendalian data dan penggunaannya setiap saat, sehingga pengendalian data

dapat dijadikan pijakan untuk mempermudah penelitian.

1.7.7 Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data yang dikumpulkan, peneliti akan

mengunakan teknik Trigulasi yaitu teknik trigulasi dengan sumber. Trigulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu sumber data

yang lain di luar data itu, untuk keperluan pembanding atau pengecekan derajat

kepercayaan hasil penelitian. Teknik trigulasi yang paling banyak digunakan ialah

pemeriksaan melalui sumber lainnya.

Dimana dalam metode pemeriksaan keabsahan data ini, dapat melalui

perbandingan antara data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,

membandingkan data hasil wawancara dengan data dokumentasi, membandingkan

data hasil penelitian dengan hasil penelitian lain, dan membandingkan data hasil

penelitian dengan teori.

Anda mungkin juga menyukai