Anda di halaman 1dari 7

KASUS POTENSI DI LINGKUNGAN KAMPUS, PELAYANAN

KESEHATAN DAN DI MASYARAKAT BESERTA ANALISISNYA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pendidikan Budaya Anti Korupsi”


yang dibina oleh Ibu Sri Winarni, S.Pd., M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 4/TK 2B
1. Diah May Maulida (P17230203063)
2. Cicilia Helvi Dwi C. (P17230203066)
3. Dio Arnesto Suprapto (P17230203080)
4. Giyok Agus Ardira (P17230203096)
5. Miftah Khusnatun I. (P17230204106)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
DIII KEPERAWATAN BLITAR
TAHUN 2022
Kasus Korupsi Di Lingkungan Kampus
A. Kasus
Seorang dosen menerbitkan buku yag sudah beredar ditoko buku. Pada
saat mengajar sidosen menyampaikan bahwa seluruh mahasiswa diwajibkan
untuk membeli buku yang dikarang oleh dosen yang bersangkutan.
B. Analisa Kasus
1. Jenis korupsi dipandang dari segi tipologi
Korupsi detensif (defensive corruption) adalah perilaku korban
korupsi dengan pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka
mempertahankan diri.
2. Modus korupsi
Dosen menerbitkan buku karyanya dan mewajibkan mahasiswanya
untuk membeli, padahal tidak ada kewajiban, dosen mewajibkan dengan
maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Itu merupakan
penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material.
3. Dibahas dari segi perspektif
Dilihat dari segi prespektif hukum : Tindak pidana korupsi pemerasan
diatur dalam Pasal 12 poin d, e, f Undang-undang No20 Tahun 2001.
Pasal 12 berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjarapaling singkat 4 (tahun) dan paling lama 20 (tahun) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Contoh : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
C. Referensi
https://www.academia.edu/36037493/PBAK_Komprehensif
Kasus Korupsi Di Lingkungan Pelayanan Kesehatan
A. Kasus
“ Terbongkar Dugaan Korupsi Dana Covid-19 di Puskesmas, Tanda
Tangan Nakes Dipalsukan, Cair Rp400.000 ”
Di saat krisis melanda, masih saja ada orang-orang yang tega hati
melakukan tindak kejahatan korupsi. Misal yang terjadi di Puskesmas
Sadabuan, Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Kasus dugaan korupsi dana
Covid-19 untuk tenaga kesehatan (nakes) sudah masuk persidangan dengan
terdakwa Filda Susanti Holilah selaku Kapuskesmas Sadabuan. Sangat miris,
saat tanda tangan dipalsukan ada nakes yang hanya mendapat dana Rp400
ribu. Seorang saksi mantan Kapuskesmas Pembantu (Pustu) Batang Ratu,
Devita Susanti membongkar kejahatan pemalsuan tanda tangan tersebut. Dia
mengatakan, tanda tangan para nakes sempat dipalsukan untuk mendapat
operasional penanganan Covid-19. "Ada dengar-dengar dari Puskesmas lain
Yang Mulia. Ada katanya bantuan operasional penanganan kasus Covid-19,"
jelasnya. Saat tahu ada masalah tersebut, saksi menghubungi terdakwa Filda
Susanti Holilah selaku Kapuskesmas Sadabuan. "Ada katanya," urai Devita
dalam sidang di Pengadilan Tipikor Medan pada Senin, 24 Agustus
2021.Akan tetapi setelah lama dinantikan, ternyata dana operasional menjadi
tidak jelas. Setelah itu, pihaknya bersama beberapa tenaga kesehatan dari
Pustu, sengaja mendatangi Puskesmas Sadabuan. Dari sana baru terbongkar
ada nama-nama yang di dalamnya berisikan tanda tangan nakes yang
belakangan diketahui palsu. Bahkan tanda tangan saksi juga diakui
dipalsukan. "Tanda tangan Saya dipalsukan juga Yang Mulia," ucap saksi
menjawab pertanyaan JPU."Nggak tahu siapa yang memalsukan tanda
tangan," kata Devita. Setelah itu, saksi mengatakan jika terdakwa Sofiah
Mahdalena, meletakkan uang di atas meja. Saksi mengatakan saat itu hanya
mendengar jumlah uang Rp31 juta. "Ini uang kalian. Hitung kalian lah Rp 31
juta," ucap saksi menirukan ucapan terdakwa. Awalnya nakes yang ada tidak
mau menerima uang tersebut. Akan tetapi ada pendapat jika uang operasional
pemantantauan dan penanggulangan Covid-19, dibagikan. Saat itu saksi
hanya mendapat Rp2,5 juta. Ada nakes lainnya, kata saksi yang hanya
mendapat Rp1,5 juta, bahkan ada yang Rp400 ribu.
Pada persidangan tersebut, kedua terdakwa disebut merekayasa data
petugas yang melakukan surveilans. Selain itu ada pemotongan biaya
perjalanan dinas para petugas surveilans Covid-19. Diduga ada yang
merekayasa data penerima sehingga terkesan pelaporan sampai pada yang
berhak.
B. Analisa Kasus
1. Jenis korupsi dipandang dari segi tipologi
a. Korupsi Perkerabatan (nepotistic corruption), yang menyangkut
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk berbagai keuntungan
bagi teman atau sanak saudara dan kroni-kroninya.
b. Korupsi Investif (investive corruption), adalah memberikan suatu atau
jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan di masa
depan.
2. Modus korupsi :
Pemalsuan tanda tangan untuk mendapatkan operasional penanganan
Covid-19 dan pemotongan biaya perjalanan dinas para petugas surveilans
Covid-19.
3. Dibahas dari segi persepektif
Kasus diatas dilihat dari perspektif hukum, tindakan memalsukan
berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”) sebagai berikut: “Barang siapa membuat surat palsu
atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak,perikatan
atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada
sesuatu hal denganmaksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dantidak dipalsu,
diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena
pemalsuan surat,dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
C. Referensi
https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-012459081/terbongkar
Kasus Korupsi Di Lingkungan Masyarakat

A. Kasus

“Bendahara Koruptor Dana Desa di Blitar yang Buron 2 Tahun


Tertangkap ”

Blitar -Setelah dua tahun menjadi buron kasus korupsi, seorang bendahara
desa di Blitar ditangkap polisi di Malang. Tersangka diamankan petugas saat
hendak memalsukan identitas. Polresta Blitar menangkap Yesi Ertawati (41),
bendahara Desa Tuliskriyo Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar di
Malang. Tersangka diamankan petugas ketika mencoba mengubah
penampilan dan membuat identititas palsu di Dukcapil Malang. "Tersangka
berusaha memalsukan identitas dan menggunakan cadar. Namun bisa kami
deteksi dari biometrik mata saat membuat KTP baru di Dukcapil Malang
sehingga bisa kami amankan di Kota Malang," jelas Kapolresta Blitar AKBP
Argowiyono saat rilis di Mapolresta Blitar, Senin (21/3/2022).

Ibu tiga anak ini dulunya menjabat sebagai bendahara desa. Dengan
kewenangan yang dimiliki, ia sengaja melakukan penyimpangan pengelolaan
Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) TA 2018. Tersangka
merealisasikan atau menggunakan anggaran tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tersangka juga tidak dapat mempertanggungjawabkan
penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) TA 2018
sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah.

Pada tahun 2018, Desa Tuliskriyo menerima pagu anggaran DD dan ADD
TA 2018. Tahap I diterima di rekening kas desa bulan April 2018. Kemudian
DD dan ADD Tahap II diterima di rekening kas desa bulan Juli 2018 dengan
total anggaran Rp 797.107.400. Anggaran tersebut seharusnya direalisasikan
sesuai dengan pagu anggaran di Peraturan Desa Tuliskriyo Nomor 1 tahun
2018 tentang APBDesa TA 2018. "Namun oleh tersangka yang direalisasikan
sesuai APBDes hanya beberapa kegiatan tahap I saja yaitu sekitar Rp
307.507.250. Sedangkan untuk sisa anggaran sebesar Rp 489.600.150, oleh
tersangka tidak direalisasikan sesuai APBDes," beber Argo. Namun di depan
petugas, tersangka menyangkal semua sangkaan tersebut. Dia berdalih, semua
yang disangkakan sebagai tindakan korupsi itu, uangnya tidak digunakan
untuk keperluan pribadinya. Melainkan atas perintah kades, yang diperiksa
Kejari Blitar atas sangkaan korupsi DD pada tahun 2017. "Saya tidak
memakai uang itu. Semua yang saya lakukan, atas perintah dan tanda tangan
kades untuk menutup kebocoran ADD tahun 2017. Saat itu pak kades
dipanggil kejaksaan, sehingga saya ambilkan dari ADD 2018. Biar nanti fakta
di persidangan yang membuktikannya," kata Yesi dengan tegas.

Yesi juga membantah jika dikatakan melarikan diri. Pengakuannya, dia


diajak suaminya menjual tanah suaminya di Berau, Kaltim. Namun seperti
pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Yesi malah ditelantarkan suaminya saat
baru melahirkan anak ketiga mereka. Lalu sang suami menikah dengan
wanita lainnnya tahun 2019 lalu. "Dengan membawa tiga anak kami, saya
balik ke Jawa dan mencari kontrakan di Malang. Saya tidak bermaksud
melarikan diri," ujarnya. Polisi masih mengembangkan penyidikan kasus ini.
Kades Tuliskriyo juga telah dimintai keterangan dengan status sebagai saksi.

Sementara Yesi akan dijerat dengan Pasal 8 Undang-Undang No 31 Tahun


1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Ancaman pidananya paling singkat 3 tahun dan paling lama 15
tahun penjara.

B. Analisa Kasus
1. Jenis korupsi dipandang dari segi tipologi
Kasus korupsi diatas dipandang dari segi tipologi termasuk kedalam
jenis korupsi otogenik. Korupsi otogenik adalah korupsi yang
dilaksanakan seseorang seorang diri. Hal ini terlihat pada saat tersangka
telah menjadi buron selama 2 tahun dan hendak memalsukan identitas
dirinya sendiri.
Ketika mencoba mengubah penampilan dan membuat identititas palsu
di Dukcapil Malang. "Tersangka berusaha memalsukan identitas dan
menggunakan cadar. Namun bisa kami deteksi dari biometrik mata saat
membuat KTP baru di Dukcapil Malang sehingga bisa kami amankan di
Kota Malang," jelas Kapolresta Blitar AKBP Argowiyono saat rilis di
Mapolresta Blita
2. Modus korupsi
Modus korupsi yang dilakukan tersangka adalah menyalahgunakan
kewenangan yang diberikan dengan cara melakukan penyimpangkan
pengelolaan dan desa dan dana alokasi dana desa.
Tersangka dulunya menjabat sebagai bendahara desa. Dengan
kewenangan yang dimiliki, ia sengaja melakukan penyimpangan
pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) TA 2018.
Ia merealisasikan atau menggunakan anggaran tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan juga tidak dapat
mempertanggungjawabkan penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi
Dana Desa (ADD) TA 2018 sehingga mengakibatkan kerugian keuangan
negara atau daerah.
3. Dibahas dari segi perspektif
Berdasarkan kasus diatas dilihat dari segi hukum tersangka dijerat
dengan Pasal 8 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam
Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Ancaman pidananya paling singkat 3 tahun dan paling lama 15
tahun penjara.
C. Referensi
https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-5993558/bendahara-
koruptor-dana-desa-di-blitar-yang-buron-2-tahun-tertangkap

Anda mungkin juga menyukai