Disusun oleh :
Kelompok 4/TK 2B
1. Diah May Maulida (P17230203063)
2. Cicilia Helvi Dwi C. (P17230203066)
3. Dio Arnesto Suprapto (P17230203080)
4. Giyok Agus Ardira (P17230203096)
5. Miftah Khusnatun I. (P17230204106)
A. Kasus
Blitar -Setelah dua tahun menjadi buron kasus korupsi, seorang bendahara
desa di Blitar ditangkap polisi di Malang. Tersangka diamankan petugas saat
hendak memalsukan identitas. Polresta Blitar menangkap Yesi Ertawati (41),
bendahara Desa Tuliskriyo Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar di
Malang. Tersangka diamankan petugas ketika mencoba mengubah
penampilan dan membuat identititas palsu di Dukcapil Malang. "Tersangka
berusaha memalsukan identitas dan menggunakan cadar. Namun bisa kami
deteksi dari biometrik mata saat membuat KTP baru di Dukcapil Malang
sehingga bisa kami amankan di Kota Malang," jelas Kapolresta Blitar AKBP
Argowiyono saat rilis di Mapolresta Blitar, Senin (21/3/2022).
Ibu tiga anak ini dulunya menjabat sebagai bendahara desa. Dengan
kewenangan yang dimiliki, ia sengaja melakukan penyimpangan pengelolaan
Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) TA 2018. Tersangka
merealisasikan atau menggunakan anggaran tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tersangka juga tidak dapat mempertanggungjawabkan
penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) TA 2018
sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah.
Pada tahun 2018, Desa Tuliskriyo menerima pagu anggaran DD dan ADD
TA 2018. Tahap I diterima di rekening kas desa bulan April 2018. Kemudian
DD dan ADD Tahap II diterima di rekening kas desa bulan Juli 2018 dengan
total anggaran Rp 797.107.400. Anggaran tersebut seharusnya direalisasikan
sesuai dengan pagu anggaran di Peraturan Desa Tuliskriyo Nomor 1 tahun
2018 tentang APBDesa TA 2018. "Namun oleh tersangka yang direalisasikan
sesuai APBDes hanya beberapa kegiatan tahap I saja yaitu sekitar Rp
307.507.250. Sedangkan untuk sisa anggaran sebesar Rp 489.600.150, oleh
tersangka tidak direalisasikan sesuai APBDes," beber Argo. Namun di depan
petugas, tersangka menyangkal semua sangkaan tersebut. Dia berdalih, semua
yang disangkakan sebagai tindakan korupsi itu, uangnya tidak digunakan
untuk keperluan pribadinya. Melainkan atas perintah kades, yang diperiksa
Kejari Blitar atas sangkaan korupsi DD pada tahun 2017. "Saya tidak
memakai uang itu. Semua yang saya lakukan, atas perintah dan tanda tangan
kades untuk menutup kebocoran ADD tahun 2017. Saat itu pak kades
dipanggil kejaksaan, sehingga saya ambilkan dari ADD 2018. Biar nanti fakta
di persidangan yang membuktikannya," kata Yesi dengan tegas.
B. Analisa Kasus
1. Jenis korupsi dipandang dari segi tipologi
Kasus korupsi diatas dipandang dari segi tipologi termasuk kedalam
jenis korupsi otogenik. Korupsi otogenik adalah korupsi yang
dilaksanakan seseorang seorang diri. Hal ini terlihat pada saat tersangka
telah menjadi buron selama 2 tahun dan hendak memalsukan identitas
dirinya sendiri.
Ketika mencoba mengubah penampilan dan membuat identititas palsu
di Dukcapil Malang. "Tersangka berusaha memalsukan identitas dan
menggunakan cadar. Namun bisa kami deteksi dari biometrik mata saat
membuat KTP baru di Dukcapil Malang sehingga bisa kami amankan di
Kota Malang," jelas Kapolresta Blitar AKBP Argowiyono saat rilis di
Mapolresta Blita
2. Modus korupsi
Modus korupsi yang dilakukan tersangka adalah menyalahgunakan
kewenangan yang diberikan dengan cara melakukan penyimpangkan
pengelolaan dan desa dan dana alokasi dana desa.
Tersangka dulunya menjabat sebagai bendahara desa. Dengan
kewenangan yang dimiliki, ia sengaja melakukan penyimpangan
pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) TA 2018.
Ia merealisasikan atau menggunakan anggaran tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan juga tidak dapat
mempertanggungjawabkan penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi
Dana Desa (ADD) TA 2018 sehingga mengakibatkan kerugian keuangan
negara atau daerah.
3. Dibahas dari segi perspektif
Berdasarkan kasus diatas dilihat dari segi hukum tersangka dijerat
dengan Pasal 8 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam
Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Ancaman pidananya paling singkat 3 tahun dan paling lama 15
tahun penjara.
C. Referensi
https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-5993558/bendahara-
koruptor-dana-desa-di-blitar-yang-buron-2-tahun-tertangkap