Contoh Latar Belakang 2
Contoh Latar Belakang 2
Latar Belakang
fungsi ginjal yang berangsur – angsur. Penyakit gagal ginjal kronis bersifat
rusak, tidak dapat berfungsi dengan baik dan bersifat menetap ( Black,
2014). Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi renal yang
dapat menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain
yang sangat besar karena termasuk penyakit yang salah satunya penyakit
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap. Tanpa ada terapi pengganti
(Wahyuni 2014). Pada penderita penyakit gagal ginjal kronik pada stadium
1
dalam waktu singkat yaitu dalam beberapa hari atau pun beberapa minggu saja.
Walaupun hemodialisa dapat memperpanjang usia pasien, namun tindakan ini tidak akan
mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan tidak akan
Di dunia prevalensi gagal ginjal kronis menurut WHO tahun 2012, setiap
tahunnya meningkat lebih dari 30%. Di Amerika Serikat insiden gagal ginjal kronik
(GGK) diperkirakan 100 juta kasus penduduk pertahun. Angka ini terus meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya, dan hampir setiap tahunnya setiap 70 orang di Amerika
Serikat meninggal dunia disebabkan karna kerusakan ginjal. Pasien GGK yang
melakukan terapi hemodialisa didunia diperkirakan berjumlah 1,4 juta orang dengan
penurunan fungsi ginjal dan tidak menjalani dialisis dan sebanyak 96% orang dengan
terjadinya kerusakan ginjal atau fungsi ginjal yang berkurang tidak sadar bahwa mereka
Penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia terdapat 30,7 juta penduduk. Dengan
penatalaksanaan yaitu sebesar 82% dengan terapi hemodialisa, sebesar 12,8% dengan
peningkatan jumlah pasien yang aktif menjalani hemodialisa. Pada 2014 sebanyak 9396
pada tahun 2013 meningkat menjadi 11689 orang dan untuk pasien baru yang menjalani
terapi hemodialisa pada tahun 2013 dari banyaknya 15128 orang, dan pada 2014 terjadi
peningkatan hingga menjadi 17193 orang. Menurut data dari Kemenkes RI 2013
menyebutkan di Indonesia terdapat sekitar 70.000 pasien gagal ginjal kronik memerlukan
penanganan terapi hemodialisis, namun hanya 7.000 yang dapat melakukan hemodialisis.
Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki data pasien
gagal ginjal yang cukup tinggi. Data pada tahun 2013 jumlah pasien aktif yang menjalani
hemodialisa mencapai 87 orang kemudian meningkat menjadi 161 orang pada tahun 2014
dan pasien baru yang menjalani hemodialisa pada tahun 2013 yaitu sebanyak 104 orang
lalu meningkat pada tahun 2014 menjadi 149 orang (IRR, 2014). Berdasarkan hasil data
pencatatan dan pelaporan medical record di seluruh rumah sakit se Sumatera Barat,
tercatat sebanyak 368 pasien gagal ginjal pada tahun 2014. Jumlah ini hanya berasal dari
rumah sakit yang mempunyai unit hemodialisis saja, sehingga insidensi dan prevalensi
pasien yang menderita gagal ginjal jauh lebih banyak dari jumlah tersebut (Ayuandira,
Menurut hasil dari data Riskesdes tahun 2018 kejadian gagal ginjal kronis di
Indonesia yaitu 3,8% , preveransi penyakit ginjal kronik tertinggi yaitu sebanyak 6,4%,
preveransi penyakit ginjal kronik terendah yaitu sebanyak 1,8%, sedangkan Sumatra
Barat penderita gagal ginjal kronik sebanyak 3,9% kejadian tertinggi penyakit ginjal
kronik adalah pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu sebanyak 8,23%, penyakit ginjal
berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 4,17% dan wanita sebanyak 3,52%. dari
penderita di Indonesia terdiri dari pasien yang menjalani pengobatan yaitu terapi
kelelahan dan kram otot. Komplikasi tersebut dapat mangakibatkan stressor fisiologi
terhadap pasien (Suwitra,2014). Selain dari stressor fisiologis, pasien yang menjalani
cairan,pembatasan konsumsi makanan atau diet, gangguan tidur serta terjadi penurunan
kehidupan sosial (Handayani, 2014). Hal ini karna adanya penyakit serta ketergantungan
secara terus menerus pada alat dialisis dan tenaga kesehatan sehingga memberikan
pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien (Baykan & Yargic, 2012).
hidup yang baik terkait dengan persepsi secara individu mengenai tujuan, harapan,
standar dan perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang dialami dan di pengaruhi
oleh nilai dan budaya pada lingkungan dia berada ( Emma,2016). Kualitas hidup dapat
Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik merupakan dimana kondisi pasien
walaupun dengan penyakitnya yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik,
psikologi, sosial, maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk
kesenangan dirinya maupun orang lain (Butar & Cholina,2012). Kualitas hidup penting
untuk di nilai karna dapat mendeskripsikan konsep sehat dan berhubungan sangat erat
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2015) pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa pada dimensi fisik 75,6% memiliki
kualitas hidup rendah, pada dimensi psikologi 73,9% memiliki kualitas hidup rendah,
pada dimensi sosial 55,5 % memiliki kualitas hidup rendah dan pada dimensi lingkungan
53,8% memiliki kualita hidup tinggi. Sedangkan kualitas hidup secara keseluruhannya
pasien yang menjalani terapi hemodialisa memiliki kualitas hidup sedang ,yaitu sebanyak
45 orang (75%), sedangkan 15 orang pasien yang menjalani terapi hemodialisa (25%)
memiliki kualitas hidup yang baik, dan tidak adanya satupun pasien yang menjalani
terapi hemodialisa yang memiliki kualitas hidup yang kurang. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Najjini (2017) menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani terapi hemodialisa yang memiliki kualitas hidup sedang sebanyak 18 orang
(45%), sedangkan 14 orang pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa
(35%) yang memiliki kualitas hidup rendah dan 8 orang pasien gagal ginjal kronis yang
Dari beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronis
yang menjalani terapi hemodialisa memiliki kualitas hidup yang buruk. Hal itu terjadi
karna bisa berdampak pada tidak efektifnya terapi hemodialisa yang dilakukan. Dalam
merupakan faktor yang terpenting selain penilain adekuasi hemodialisa, karena kualitas
hidup berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal kronis. Zadeh
(2014) mengatakan bahwa pasien hemodialisa dengan kualitas hidup yang rendah akan
hidup merupakan indikator yang sangat penting untuk mengevaluasi hemodialisis pada
pasien gagal ginjal kronis, sehingga kualitas hidup menjadi tujuan penting dalam tahap
pada kasus gagal ginjal kronik, ditemukan beberapa faktor determinan yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa
seperti penyakit penyerta, kemampuan fisik, kadar albumin dan hemoglobin, lamanya
kecemasan. Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa
menyenangkan yang dialami oleh semua makhluk dalam kehidupan sehari hari. Faktor
yang dapat mempengaruhi kecemasan pasien hemodialisis adalah status fisik dan mental,
tingkat keparahan penyakit, tingkat sosial dan ekonomi serta kesiapan fisik dan mental,
sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien (Nurchayati, 2016).
gagal ginjal kronik kecemasan ringan sebanyak 5 orang (16,67%) 10% dengan kualitas
hidup baik dan 6,67% dengan kualitas hidup buruk, kecemasan sedang sebanyak 12
orang (40%) 10% dengan kualitas hidup baik dan 30% dengan kualitas hidup buruk, dan
kecemasan berat sebanyak 13 orang (43,33% )dengan kualitas hidup buruk, dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecemasan dengan
kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Rsud
dr.Soebandi Jambar.
ginjal kronik pasien yang tidak cemas sebanyak 36,1% dan 52,5% memiliki kualitas
hidup baik. Ini disimpulkan bahwa didapatkan ada hubungan positif yang signifikan
antara kecemasan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
gagal ginjal kronik tidak ada cemas sebanyak 75,75%, kecemasan ringan 18,18%,
kecemasan sedang dan kecemasan berat sebanyak 3,03%, sedangkan kualitas hidup
didapatkan sebanyak 51,5% memiliki kualitas hidup kurang baik dan 48,5% memiliki
kualitas hidup baik. Ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
kecemasan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
gagal ginjal kronik, karna dengan adanya dukungan sosial diharapkan akan dapat
fisik dan psikologis, dimana dukungan tersebut dapat diberikan melalui dukungan
emosional, informasi ataupun memberikan nasihat. Dukungan keluarga pada pasien gagal
ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa terdiri dari dukungan nyata, dukungan
gagal ginjal kronik 34 orang pasien (64,2%) dukungan keluarga baik memiliki kualitas
hidup baik, dan 19 orang pasien (35,8%) memiliki kualitas hidup kurang baik, sedangkan
dukungan keluarganya kurang baik terdapat 17 orang pasien (32,7%) yang memiliki
kualitas hidup baik dan 35 orang pasien (67,3%) yang memiliki kualitas hidup kurang
baik. Ini disimpulkan bahwa didapatkan ada hubungan positif yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
orang pasien (83,3%) memiliki dukungan keluarga baik dan 15 orang pasien (50%) yang
dukungan keluarga baik dan kualitas hidup baik. Ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal
Berdasarkan data yang didapatkan dari rekam medik di unit hemodialisa RSUP
Dr. M. Djamil padang terdapat 24 unit alat hemodialisa, pada bulan Juni – Desember
tahun 2018 didapat kan pasien hemodialisa sebanyak 1178 orang, sedangkan pada bulan
Januari – Februari tahun 2019 sebanyak 386 orang, dan pada bulan Februari 2019
dengan kondisi baik dan berkomunikasi seperti biasa, pasien tetap bekerja seperti biasa
mengelami penurunan kualitas hidup, dari 6 orang pasien, 3 orang (50%) mengalami kulit
gatal dan kering, kesulitan tidur, dan merasa frutasi karena penyakit ginjalnya dan
menjadi beban bagi keluarganya, 2 orang pasien (33%) mengalami penurunan napsu
makan, kesulitan tidur, keterbatasan melakukan kegiatan karna mudah lelah, dan bak
kurang lancar, dan 1 orang (17%) keterbatasan melakukan kegiatan karena mudah lelah,
merasa cemas dengan pengobatan yang dijalani nya, takut tidak bisa sembuh kembali dan
cemas saat melakukan penusukan pada bagian anggota tubuh. Dari sisi dukungan
menjalani terapi hemodialisa dilihat dari setiap terapi selalu mengantar dan menunggu
baik, dari 7 orang pasien, 4 orang (57%) mengatakan keluarga kurang memberikan
hemodialisa, dan pasien menyatakan mempunyai buku catatan sendiri untuk jadwal
selama proses hemodialisa karna keluarga sudah bosan dengan terapi hemodialisa yang
tertarik untuk meneliti tentang “hubungan kecemasan dan dukungan keluarga dengan
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di unit
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini peneliti membuat
rumusan masalah sebagai berikut “apakah ada hubungan antara kecemasan dan dukungan
keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan kecemasan
dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang
b. Diketahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang
c. Diketahui distribusi frekuensi dukungan keluarga pasien gagal ginjal kronik yang
d. Diketahui hubungan kecemasan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
Padang
e. Diketahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RSUP Dr. M Djamil
Padang
D. Manfaat Penelitian
usaha untuk mengurangi penderita gagal ginjal kronis yang mengalami kecemasan
dan meningkatkan dukungan keluarga khususnya penderita gagal ginjal kronis yang
menjalani terapi hemodialisa guna meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal
serta pengalaman belajar bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu yang didapatkan
dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang