Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Ekstraki
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Tujuan
ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada
bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen
zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Depkes RI, 2000).
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan
masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi
masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan
konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel
(Marjoni, 2016).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Secara garis besar, proses
pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu (Wilson, et al.,
2000). :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fase
ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel
Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan
ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah di
tetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat
dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan
pelarutnya (Tiwari et al., 2017).Umumnya ekstraksi dikerjakan untuk simplisia
yang mengandung zat-zat berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu.
Simplisia (tumbuhan atau hewan) mengandung bermacammacam zat atau
senyawa tunggal, beberapa mengandung khasiat obat. Zat–zat yang berkhasiat
atau zat–zat lain umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut tertentu,
dan sifat–sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam ekstraksi (Syamsuni, 2017).
Tujuan dari ekstraksi ini adalah mendapatkan atau memisahkan sebanyak
mungkin zat-zat yang berfaedah agar lebih mudah diper gunakan (kemudahan di
absorbsi, rasa pemakaian, dan lain -lain) dan disimpan serta dibandingkan
simplisia asal, tujuan pengobatannya lebih terjamin (Syamsuni, 2017).
Menurut Harborne (1987), Metode ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu
ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas
maserasi, perkolasi raperkolasi, dan diakolasi. Ekstraksi khusus terdiri atas
sokletasi, arus balik, dan ultrasonik. Metode yang digunakan pada Praktikum kali
ini yaitu ekstraksi dengan metode ekstraksi dingin yakni metode ekstraksi
maserasi dan perkolasi.

2.1.2 Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan


pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan dalam temperatur
ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).

Menurut Darwis (2000), maserasi merupakan proses peendaman sampel


yang menggnakan pelarut organik pada suhu ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam. Menurut Afifah (2012),
maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan hanya
dengan cara merendam simplisia dalam cairan penyari. Menurut Marjoni (2016),
maserasi adalah proses ektraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan cara
merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu tertentu pada
temperature kamar dan terlindung dari cahaya.
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan
ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang di gunakan
sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan
pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk
ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut di simpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering, samapai zat tertentu dapat terlarut.Metode ini paling
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al., 2017).
Metode ekstraksi maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
cara merendam bahan nabati menggunakan pelarut bukan air atau pelarut seperti
etanol encer selama waktu tertentu tanpa pemanasan, dilakukan pada suhu kamar
selama waku tertentu dengan sesekali diaduk atau digojok. Pinsip kerja dari
maserasi adalah proses melarutkan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya (like
dis-solved like) (Marjoni, 2016).
Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan.
Proses ekstraksi komponen kimia dalam sel tanaman digunakan pelarut organik.
Pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik diluar sel, maka
larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di
luar sel (Skoog, 2002).
Keuntungan menggunakan metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan
peralatan yang digunakan sederhana, metode ekstraksi maserasi tidak dipanaskan
sehingga bahan alam tifak akan terurai, ekstraksi dingin memungkinkan banyak
senyawa terekstraksi, lebih hemat penyari, biaya operasionalnya relatif rendah.
Kekurangan metode ini adalah memerlukan banyak waktu, proses penyariannya
tidak sempurna karena zat aktif hanya tersari 50%, beberapa senyawa sulit
diekstraksi dalam suhu kamar (Marjoni, 2016).
Prinsip kerja maserasi meurut Marjoni (2016), adalah proses melarutnya zat
aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut. Ekstraksi zat aktif
dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai
selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang
digunakan, akan menembus dinding sel dan kemudian masuk kedalamm sel
tanaman yang penuh dengan zat aktif.
Menurut Sudjadi (1986), prinsip kerja maserasi adalah penyarian zat aktif
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang
sesuai selama 3 hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya. Cairan
penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel, isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan diluar sel.
Keuntungan dan kerugian metode maserasi menurut Ansel (1989) yakni :
1. Keuntungannya
a. Unit alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.
b. Biaya operasionalnya relative rendah
c. Prosesnya relative hemat penyari
d. Proses maserasi ini menguntungkan dalam isolasi bahan alam
2. Kerugiannya
a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktifnya hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja.
b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
c. Pelarut yang digunakan banyak.
d. Kemungkinan besar ada beberapa senyawa yang hilang saat ekstraksi
Modifikasi maserasi ini menurut Indriani (2008), yakni :
1. Digesti
Cara maserasi dengan menggunakan pemanasan basah yaitu, pada suhu 40-
50 oC. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya
yahan terhadap pemanasan.
2. Mesin Pengaduk
Penggunaan yang berputar terus menerus, waktu proses maserasi dapat
dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi cairan penyari pertama dan cairan penyari
kedua.Cairan penyari dibagi menjadi seluruh serbuk simplisia di maserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah di endapkan dituang dan diperas,
ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua.
4. Maserasi Melingkar
Dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar.
5. Melingkar Bertingkat
Penyarian tidak dapat dilakukan secara sempurna karena pemindahan
massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat
diatasi dengan melingkar bertingkat (M.M.B).
a. Metode Perkolasi
Percolare berrasal dari kata “colare” artinya menyerkai dan “per” artinya
menembus. Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut
perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan penyarinya, zat-zat akan
terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan sampai memenuhi
syarat yang telah ditetapkan. Pada proses penarikan, cairan penyari akan turun per
lahan-lahan dari atas melalui simplisia (Faishal, A. 2017).
Menurut Sutriani, L. (2008), perkolasi adalah metode ekstraksi dengan cara
dingin yang menggunakan pelarut yang selalu baru. Menurut Irwan (2010),
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang
telah dibasahi. Menurut Hendra et. Al (2008), perkolasi adalah metode ekstraksi
dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang mulanya dilakukan pada
temperatur ruangan.
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada suhu kamar ( Ditjen POM, 2000). Perkolasi juga
merupakan proses melewatkan pelarut organic pada sampel sehingga pelarut akan
membawa senyawa organik bersama-sama pelarut (Darwis, 2009).
Prinsip kerja perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang
disebut perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan
terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan sampai memenuhi
syarat yang ditentukan (Syamsuni, 2006).
Menurut Nugraha (2012), metode perkolasi merupakan salah satu prinsip
ekstraksi yaitu penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara dipindahkan
kedalam bejana silindernyang bagiannbawahnya diberi sekat berpori, cairan
pelarut dialirkan dari atas kebawah melalui simplisia tersebut, pelarut akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadaan jenuh.
2.1.3 Lada
Lada atau merica adalah salah satu tanaman yang berkembang biak dengan
biji, namun banyak para petani lebih memilih melakukan penyetekan untuk
mengembangkannya (Ahli Pengobatan, 2014). Lada merupakan tumbuhan merambat
yang hidup pada iklim tropis dimana bijinya sangat sering dimanfaatkan sebagai
bumbu masakan. Aroma dan rasa lada sangat khas, sehingga terkadang menjadi
bagian dari resep masakan andalan (Mediatani, 2015). Bentuk batang pada tanaman
lada adalah beruas-ruas seperti tanaman tebu dengan panjang ruas bukunya berkisar
4-7 cm, hal ini tergantung pada tingkat kesuburan. Panjang ruas buku pada pangkal
batang biasanya lebih pendek dibandingkan dengan ruas yang berada pada
pertengahan dan diujung batang, sedangkan ukuran diameter batang rata-rata
berukuran 6-25 mm. Tanaman lada berfamili dengan Piperaceae yang berasal dari
india dan menyebar luas keberbagai benua terutamanya benua Asia. Menurut
Plantamor (2016)
Tanaman lada dikenal sebagai tanaman tahunan yang memanjat. Batangnya
berbuku dengan tinggi mencapai 10 meter, namun dalam budidayanya dibatasi
hingga ketinggian 3-4 meter dan melekat pada tiang panjat (tajar) agar
memudahkan dalam pemeliharaan. Tanaman lada terdiri atas batang, akar, daun,
cabang, dahan, bunga danbuah (Rismunandar, 2007).
Menurut Nurhakim (2014), batang lada tumbuh merambat pada tiang panjat
dan kadang-kadang menjalar di atas permukaan tanah. Tiap tanaman lada hanya
tumbuh satu batang, apabila batang dipotong saat berumur satu tahun, akan
tumbuh tunas-tunas dengan jumlah 2-5 cabang baru. Panjang tiap ruas tanaman
lada tidak selalu sama yaitu sekitar 4-7 cm, dengan diameter batang antara 6-25
mm. Tanaman lada termasuk tanaman kelompok dikotil yang memiliki akar
tunggang. Akar utama terletak pada dasar batang dengan panjang 3-4 m
sedangkan akar-akar dari buku diatas permukaan tanah panjangnya hanya 3-5 cm
yang berfungsi untuk menempel pada tiang panjat dan juga penyerap unsur hara
yang sering disebut akar panjat atau akar lekat. Akar lekat hanya tumbuh pada
buku-buku batang utama dan cabang ortotrop, sedangkan di cabang produksi
(plagiotrop) tidak terdapat akar lekat.
Tanaman lada memiliki daun berbentuk bulat telur sampai memanjang
dengan ujung meruncing. Buah lada berbentuk bulat, berbiji keras, memiliki kulit
buah yang lunak, dan melekat pada malai. Kulit buah yang masih muda berwarna
hijau,sedangkan yang sudah tua berwarna kuning, dan buah yang sudah masak
berwarna merah berlendir dengan rasa manis pada kulit buahnya. Besar buah lada
4-6 mm, sedangkan biji lada besarnya 3-4 mm dengan berat 100 biji kurang lebih
38 gram. Kulit buah atay pericarp terdiri dari 3 bagian, yaitu epicarp (kulit luar),
mesocarp kulit tengah), dan endocarp (kulit dalam) (Rismunandar, 2007).
Cabang lada terdiri dari dua jenis, yaitu cabang orthotrop dan plagiotrop.
Cabang orthotrop merupakan cabang yang muncul pada ketiak daun tiap buku-
buku batang yang tumbuh diatas permukaan tanah disebut sulur gantung,
sedangkan cabang yang kemunculannya dari dalam tanah disebut sulur cacing
(lanak tanah). Ciri cabang orthotrop yakni tiap buku hanya terdapat satu daun,
cabang tidak memiliki dahan atau ranting, terlihat akar lekat dan tidak muncul
bunga. Sedangkan cabang plagiotrop muncul pada buku dahan yang muncul
setelah tanaman lada berbuah untuk kedua kalinya. Saat pertama kali berbuah,
bunga dan buah hanya muncul pada tiap ruas buku dahan. Pada musim berbuah
selanjutnya, sebelum kemunculan malai bunga akan didahului kemunculan cabang
plagiotrop. Jumlah cabang yang muncul hanya satu pada tiap kali musim
berbunga dan akan muncul pada musim berikutnya (Nurhakim, 2014).
Bunga lada masuk kategori hermafrodit, tiap tanaman terdapat satu bunga
jantan dan bunga betina. Kedua bagian bunga saling berdekatan dalam satu malai
bunga. Letak bunga lada disebut bunga duduk karena tidak terlihat secara tegas
tangkainya. Tiap tangkai bunga terdaat sekitar 30-50 bakal bunga. Susunan bunga
lada terdiri dari tajuk, mahkota, benang sari dan putik dalam satu kesatuan.
Terjadinya penyerbukan ditandai dengan adanya perubahan warna putik menjadi
kecoklatan. Selanjutnya putik akan membesar, membentuk kulit luar, kulit dalam,
daging atau biji dan berbentuk bakal buah (Nurhakim, 2014).
2.1.5 Bulu babi
Bulu babi atau yang lebih dikenal dengan nama sea urchin merupakan salah
satu komoditi perikanan yang patut untuk dikembangkan. Bulu babi merupakan
salah satu jenis biota perairan yang berasal dari filum echinodermata. Penyebaran
bulu babi terlihat hampir di seluruh zona perairan. Suwignyo, Widigdo,
Wardiatno & Krisanti (2005) menyatakan bahwa ada 950 spesies bulu babi yang
tersebar di seluruh dunia. Penyebaran bulu babi di perairan Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan wilayah Australia Utara sekitar 316 jenis, sedangkan di perairan
Indonesia sendiri sekitar 84 jenis yang berasal dari 48 marga dan 21 suku (Aziz,
1993).
Bulu babi (Sea urchins) termasuk kedalam filum Echinodermata kelas
Echinoidea, tersebar mulai dari perairan dangkal hingga ke laut dalam,
keanekaragaman tinggi hewan ini banyak ditemukan di zona intertidal. Persebaran
bulu babi pada suatu wilayah terkait dengan substrat dasar perairan dan makanan.
Oleh karenanya biota tersebut dapat dijumpai di berbagai macam habitat seperti
rataan terumbu, daerah pertumbuhan alga, padang lamun, koloni karang hidup
maupun karang mati. Bulu babi merupakan salah satu spesies yang berperan
penting bagi komunitas terumbu karang, sebagai pengendali populasi makroalga
yang menempati area tertentu bersama- sama dengan terumbu karang (Suryanti et
al., 2017).
Bulu babi secara ekologi memiliki fungsi sebagai pemakan detritus,
pemakan partikel- partikel kecil dan penyeimbang di ekosistem terumbu karang.
Bulu babi dianggap sebagai hewan herbivor, namun pada lingkungan yang
berbeda dapat beradaptasi terhadap lingkungannya dengan memakan krustacea,
karang dan berbagai jenis makroalga (Ristanto et al., 2017). Keberadaan bulu babi
di suatu ekosistem terkait dengan karakteristik substrat, habitat yang spesifik,
namun beberapa jenis mampu hidup pada daerah yang berbeda seperti pada
bebatuan, celah karang maupun pecahan karang (Suryanti et al., 2017).
Bulu babi memiliki bentuk tubuh segilima, mempunyai lima pasang garis
kaki tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan. Kaki tabung dan duri
memungkinkan binatang ini merangkak di permukaan karang dan juga dapat
digunakan untuk berjalan di atas pasir. Cangkang luarnya tipis dan tersusun dari
lempeng-lempeng yang berhubungan satu sama lain. Diadema setosum
merupakan salah satu jenis dari bulu babi yang memiliki nilai konsumsi penting di
Indonesia (Aziz, 1993).
Suwignyo et al. (2005) menyebutkan bahwa tubuh bulu babi berbentuk bulat
atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat
digerakkan. Semua organnya umumnya terdapat di dalam tempurung, yang terdiri
dari 10 keping pelat ganda, biasanya bersambung dengan erat, yaitu pelat
ambulakral selain itu terdapat pelat ambulakral yang berlubang-lubang tempat
keluarnya kaki tabung. Pada permukaan tempurung terdapat tonjolan-tonjolan
pendek yang membulat, tempat menempelnya duri. Kebanyakan bulu babi
mempunyai dua duri, duri panjang atau utama dan duri pendek atau sekunder.
Selanjutnya, mulut bulu babi terletak di daerah oral, dilengkapi dengan lima gigi
tajam dan kuat untuk mengunyah yang dikenal sebagai aristotle’s lantern. Anus,
lubang genital dam madreporit terletak di sisi aboral.
Bulu babi memiliki cangkang yang keras dan bagian dalamnya bersisi lima
simetris. Cangkang dari jenis bulu babi tertentu dilapisi oleh pigmen cairan hitam
yang stabil. Cairan ini dapat digunakan sebagai pewarnaan jala dan kulit.
Cangkang dari bulu babi juga diminati sebagai barang perhiasan sedangkan organ
dari sisa pengolahan bulu babi biasanya berupa cangkang dan organ dalam
(jeroan) dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk (Ratna 2002).
Diadema setosum memiliki ciri-ciri berwarna hitam dengan dari-duri
berwarna hitam yang memanjang keatas untuk pertahanan diri sedangkan bagian
bawah sebagai alat pergerakan. Memiliki 5 titik putih pada bagian atas dan
terletak di antara segmen setiap 1 titik putih. Menurut Musfirah (2018) Diadema
setosum memilik ciri khas berupa memiliki duri-duri yang panjang, tajam dan
rapuh disekujur tubuhnya, memiliki tubuh bulat, warna berwarna hitam pekat,
memiliki Gonopore sebabnyak 5 buah serta sangat jelas seperti mengkilap atau
menyala. Habitat di karang, alga, pasir dan lamun, dimana mereka dapat
melekatkan kaki ambulakral mereka.
2.2 Uraian Tanaman
a. Klasifikasi Lada Menurut Suwarto, (2013), sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Angiospermae
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
b. Morfologi
Berikut adalah Morfologi tanaman Lada menurut (Suwarto 2013):
1. Akar
Tanaman lada sebernarnya memiliki akar tunggang, akan tetapi akar jenis ini
tidak di temukan pada tanaman lada saat ini. Hal ini terjadi karena perbanyakan
lada dilaksanakan dengan stek sehingga yang ada hanya akar lateral. Akar
terbentuk pada buku-buku setiap ruas batang pokok dan cabang.Berdasarkan
fungsinya, tanaman lada mempunyai dua macam akar. Pertama, akar lateral yang
berada di bawah permukaan dan berfungsi untuk menyerap unsur hara. Kedua,
akar lekat yang terdapat pada buku-buku sulur panjat dan berfungsi untuk
melekatkan tanaman pada penegak.
2. Batang
Lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat (scandens)dan berbuku-buku
termasuk tumbuhan biji belah (dicotyledonae). Dilihat dari letak jaringan
pembuluh, batang memiliki karakter antara tanaman biji belah dan tanaman biji
tunggal (monocotyledonae) jaringan pembuluh terdiri atas pembuluh kayu (xilem)
dan pembuluh tapis (floem).
3. Daun
Daun lada pada dasarnya berbentuk sederhana, tunggal, bulat telur yang
meruncing pada pucuknya, bertangkai panjang antara 2-5 cm dan membentuk
aluran di atas nya. Ukuran daun dengan panjang 8-20 cm dan lebar 4-12 cm,
Berurat 5-7 helai , warna hijau tua dan mengerucut di bagian bawah nya. Pada
bagian daun tampak ada titik-titik kelenjar.
4. Bunga
Bunga lada merupakan bunga majemuk berbentuk malai/untai
(amentum).Malai menggelantung ke bawah dengan panjang yang bervariasi (3-
25 cm), tidak bercabang ,berporos tunggal, dan ditumbuhi bunga-bunga kecil
yang berjumlah lebih dari 150 kuntum. Bunga duduk pada ibu tangkai tanpa
tangkai bunga yang jelas dan tersusun secara spiral, warnanya hijau muda
kekuningan. Malai Petaling 1 kurang lebih 11 cm lebih panjang di bandingkan
dengan malai Chunuk kurang lebih 9 cm, malai terpendek terdapat pada Merapin
kurang lebih 2-6 cm.
5. Buah
Buah lada tidak bertangkai atau di sebut buah duduk , berbiji tunggal,
berbentuk bulat atau agak lonjong, umum nya berdiameter 4-6 mm, ber daging,
kulitnya berwarna hijau jika msih muda dan berubah warnanya menjadi merah
apabila sudah masak.
c. Kandungan Kimia
Kandungan dan Manfaat Piper nigrum Linn. Piper nigrum Linn. dalam
ekstrak aquoeous, ekstrak metanol dan ekstrak etanol positif mengandung
karbohidrat, protein, tannin, fenol, kumarin, alkaloid dan antrakuinon. Kandungan
alkaloid Piper nigrum Linn. sebanyak 5-9% mengandung senyawa utama piperin,
piperidin, piperetin, dan piperenin (Kadam et al, 2013). Penelitian mengenai
alkaloid mendapat perhatian khusus karena memberikan aktivitas yang
menjanjikan seperti antiinflamasi, antibakteri, anti-asma, dll. (Khusbhu et al,
2011).
Rumus kimia piperin adalah C179NO3. Kristal piperin berwarna kuning,
larut dalam eter, etanol, metanol, klorofom, sedikit larut dalam air (Kolhe, 2011).
Rentang titik lebur piperin adalah 128-130oC (Adosraku, 2013) sedangkan larutan
piperin dalam etanol menyerap panjang gelombang maksimal pada 360 nm
(Kolhe, 2011)
2.3 Uraian Hewan
a. Klasifikasi bulu babi menurut Djaimudin (2020) :
Regnum : Animalia
Divisi : Echinodermata
Class : Echinodea
Ordo : Chidaroidea
Family : Diadematidae
Genus : Diadema Gambar 2.3
Bulu Babi (Diadema
Spesies : Diadema setosum setosum)
b. Morfologi
Diadema setosum memiliki ciri-ciri berwarna hitam dengan dari-duri
berwarna hitam yang memanjang keatas untuk pertahanan diri sedangkan bagian
bawah sebagai alat pergerakan. Memiliki 5 titik putih pada bagian atas dan
terletak di antara segmen setiap 1 titik putih. Menurut Musfirah (2018) Diadema
setosum memilik ciri khas berupa memiliki duri-duri yang panjang, tajam dan
rapuh disekujur tubuhnya, memiliki tubuh bulat, warna berwarna hitam pekat,
memiliki Gonopore sebabnyak 5 buah serta sangat jelas seperti mengkilap atau
menyala. Habitat di karang, alga, pasir dan lamun, dimana mereka dapat
melekatkan kaki ambulakral mereka.
c. Kandungan Kimia
Menurut Saparinto (2003), asam lemak omega-3 pada gonad bulu babi
berkhasiat untuk menurunkan kadar kolesterol di dalam tubuh. Gonad bulu babi
juga mengandung asam amino yang cukup lengkap sebagai pemacu pertumbuhan
dan kesehatan manusia.
Cangkang dan gonad D. setosum diketahui memiliki nilai ekonomi yang
tinggi. Gonadnya dapat dijadikan sebagai sumber pangan alternatif karena
mengandung 28 macam asam amino, vitamin B kompleks, vitamin A, mineral,
asam lemak omega-3, dan omega-6 (Aziz, 1993). Sementara Cangkang memiliki
potensi sebagai antikanker, antitumor dan antimikroba (Aprillia, Pringgenies &
Yudiati, 2012).
Cangkang bulu babi memiliki kandungan senyawa aktif yang bersifat
toksik. Kandungan dalam cangkang bulu babi telah diketahui sampai saai ini
adalah polihidroksi dan apelasterosida A dan B (Angka & Suhartono, 2000).
Diperkirakan racun yang ada dalam cangkang dan duri tersebut dapat juga
digunakan sebagai bahan obat. Sebagai antimikroba, cangkang bulu babi memiliki
kandungan senyawa bioaktif antara lain, serotoin, glikosida, steroid, bahan
cholinergic, dan brandykinin-like substances (Dahl, Jebson & Louis, 2010).
d. Manfaat
Bulu babi kaya akan kandungan protein, lipid, glikogen, fosfat, fosfor,
vitamin A, B2, B12, asam nikotinik, asam pantotenik, asam folik, dan karotin
pada gonadnya. Sehingga bulu babi banyak diburu untuk dijadikan sebagai
sumber pangan (Toha, 2006). Tidak hanya itu bulu juga dapat menghasilkan
toksin yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan dan juga antibiotik karena
terdapat senyawa antibiotik di dalamnya. Selain itu, bulu babi dapat dimanfaatkan
sebagai hiasan dan juga untuk pengobatan penyakit (Akerina et al., 2015).
Cangkang dan duri dapat digunakan sebagai hiasan, pupuk organik,
pewarna, dalam bidang kesehatan untuk pengobatan penyakit (Toha, 2007),
memiliki potensi sebagai anti kanker, anti tumor dan antimikroba (Aprillia, dkk
2012), antibiotik (Abubakar et al. 2012). Gonadnya dapat dijadikan sebagai
sumber pangan karena mengandung 28 macam asam amino, vitamin B kompleks,
vitamin A dan mineral, asam lemak tak jenuh omega-3, omega-6, dan omega 9
(Aziz, 1993).
2.4 Uraian Bahan
2.4.1 Etanol (Rowe, 2006)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Rumus struktur :
Berat molekul : 46,07 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai desinfektan dan sebagai pelarut
2.4.2 Etil Asetat (Excipients, Edisi 6)
Nama Resmi : ETHYL ACETATE
Nama Lain : Etil asetat
Rumus molekul : C4H5O2

Rumus struktur :
Berat molekul : 88,1 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, bau seperti eter
Kelarutan : Larut dalam air, dalam metanol, dapat bercampur
dengan asetat, dietil etr dan benzen
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.4.3 Metanol (FI III, 1979)
Nama Resmi : METANOL
Nama Lain : Metanol
Rumus Molekul : CH3OH
Berat Molekul : 32,04 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas


Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.4.4 N-Heksana (Farmakope Indonesia Edisi IV : 1158)
Nama Resmi         : N-HEKSANA
Rumus Molekul    : C6H14
Berat Molekul      : 86,18  g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian             : Cairan jernih, mudah menguap, bau  seperti eter


lemah atau bau seperti petroleum
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
mutlak, dapat dicampur dengan eter, dengan
kloroform, dengan benzena, dan dengan sebagian
besar minyak lemak dan minyak atsiri.
Kegunaan             : Sebagai pelarut
Penyimpanan       : Dalam wadah tertutup baik.

Anda mungkin juga menyukai