PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi syok neurogenic
2. Untuk mengetahui fase – fase syok menurut patofisiologisnya
3. Untuk mengetahui etiologi syok neurogenic
4. Untuk mengetahui patofisiologi syok neurogenic
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik syok neurogenic
6. Untuk mengetahui diagnosis syok neurogenic
7. Untuk mengetahui diagnosis banding syok neurogenic
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan syok neurogenic
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Syok Neurogenic
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).
Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh, maka dari itu juga syok neurogenik merupakan salah
satu syok distributive. Karena syok distributive terjadi akibat vasodilatasi masif
dan hebat sebagai kebalikan dari hipovolamen atau disfungsi jantung, dan ini
berkaitan erat dengan terjadinya syok neurogenik. Maka dari itu disebut bahwa
syok neurogenik masuk didalam bagian syok distributive.
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok
distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal,
atau anestesi umum yang dalam). Syok ini menimbulkan hipotensi, dengan
penumpukan darah pada pembuluh penyimpan atau penampung dan kapiler
organ splanknik. Tonus vasomotor dikendalikan dan dimediasi oleh pusat
vasomotor dimedula dan serat simpatis yang meluas ke medulla spinalis sampai
pembuluh darah perifer secara berurutan. Karenanya, kondisi apapun yang
menekan fungsi medulla atau integritas medulla spinalis serta persarafan dapat
mencetuskan syok neurogenik.
Salah satu contohnya adalah kondisi cedera kepala yang secara langsung
atau tidak langsung berefek negative pada area medulla batang otak. Cedera
langsung akibat edema cerebral, dengan peningkatan tekanan intracranial yang
menyertai trauma kepala atau iskemia otak. Contoh lain yang dapat menimbulkan
syok neurogenik karena depresi batang otak medulla adalah anesthesia umum
dan takar lajak (over dosis) obat khususnya barbiturate, opium, dan tranquilizer.
Episode sinkope, atau pingsan dipertimbangkan menjadi bentuk syok neurogenik
ringan yang relative sementara.
2.2 Fase – Fase Syok Menurut Patofisiologisnya
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 stadium yaitu :
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan
konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan
kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.
Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika
tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh.
Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia
jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga
dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor
dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan
(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus
ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas
sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan
asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
2.3 Etiologi Syok Neurogenic
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
2.4 Patofisiologi Syok Neurogenic
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial
karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular
resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer
yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat
sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu
pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi
ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan
yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat
rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut
jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya
pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan
nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena
mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang
tidak efektif dan terjadi sinkop.
2.5 Manifestasi Klinik Syok Neurogenic
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis
berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah
pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak
hangat dan cepat berwarna kemerahan.
2.6 Diagnosis Syok Neurogenic
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis
berupa quadriplegia atau paraplegia.
2.7 Diagnosis Banding Syok Neurogenic
Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya
sama-sama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan
vasomotor tetapi pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan
iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan gejala syok. Diagnosis banding
yang lain adalah syok distributif yang lain seperti syok septik, syok anafilaksi.
Untuk syok yang lain biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat
dapat membantu menegakkan diagnosis.
2.8 Penatalaksanaan Syok Neurogenic
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut. Langkah pertama untuk bisa
menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala syok. Tidak ada tes
laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat
berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha
mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok
berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok
dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik
karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang
mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh
trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker.
3. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini
untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres
respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari
otot-otot respirasi.
4. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien).
1. Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
2. Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal
kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
3. Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenic.
4. Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.