Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang

Penulisan makalah ini merupakan pemaparan mengenai matematika dan statistika dalam filsafat,
yang diambil dari beberapa sumber. Matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji
anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat
matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk
memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia. Statistika pada mulanya kata
statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi
negara. Secara etimologi, kata “statistik” berasal darikata status (bahasa latin) yang mempunyai
persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan negara.Pada mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan(data),
baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun data yang tidak berwujud angka (data
kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara”. Namun
pada perkembangan selanjutnya, artikata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan
yang berwujud angka (data kuantitatif) saja. Harapannya penulisan makalah yang dibuat oleh kami
dapat mengulas bahasan kali ini dengan jelas dan tepat tanpa mengurangi esensi dari tulisan
berbagai sumber yang telah digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian matematika dalam filsafat?


2. Tujuan filsafat matematika
3. Apa pengertian statistika dalam filsafat

1.3 Tujuan

1. Mengetahui lebih jelas pengertian matematika dalam filsafat


2. mengetahui tujuan matematika
3. mengetahui lebih jelas pengertian statistika dalam filsafat

1.4 Manfaat
1. Dapat menambah wawasan dari matematika dan statistika dalam filsafat
2. Mendapatkan informasi dari matematika dan statistika dalam filsafat

1.1 Metode Penulisan

Penulis menggunakan buku dan internet yang bisa diambil karena keterbatasan buku dan kurang
memahami materi yang ada di buku sehinnga membutuhkan materi yang ada di internet
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Matematika

 Pengerian Matematika
Matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-
dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk
memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan
matematika dalam kehidupan manusia.
 Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah Bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang
ingin kita sampaikan dan matematika adalah Bahasa yang berusaha untuk menghilangkan
sifat, kubur, majemuk dan emosional dari Bahasa verbal. Lambang-lambang dari dibuat
secara artifisial dan individu yang merupakan perjanjian yang berlaku. Tanpa adanya itu
matematika hanya sekumpulan rumus-rumus mati. Yang paling sungkar untuk menjelaskan
kepada orang baru belajar matematika, keluh Alfred North Whitehead. Ialah bahwa X itu
tidak berarti.
Bahasa verbal seperti telah kita lihat sebelumnya mempunyai beberapa kekurangn yang
sangat mengganggu. Untuk mengatasi kekurangan pada bahasa maka kita berpaling kepada
matematika. Sebuah obyek yang sedang kita telaah dapat kita lambangkan dengan apa saja
sesuai dengan perjanjian kita. Contohnya, bila kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki
seseorang maka obyek “kecepatan jalan kaki seseorang” dapat kita lambangkan dengan X.
Dalam hal ini maka X hanya mempunyai satu arti yakni “kecepatan jalan kaki seseorang”.
Lambing matematika yang berupa X ini juga bersifat majemuk sebab hanya X yang
melambangkan “kecepatan jalan kaki seseorang” dan tidak memiliki arti lain.
 Sifat Kuantitatif Matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan bahasa verbal. Matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran
secara kuantitatif. Dengan bahsa verbal apabila kita membandingkan 2 objek yang berlainan
misalnya gajah dengan semut dengan bahsa verbal kita hanya dapat mengatakan bahwa gajah
lebih besar dibanding semut. Tapi dengan matematika kita dapat mengukur berapa besar
gajah bila dibandingkan dengan semut.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian
juga maka penjelasan dan ilmu yang dijelaskan dengan bahasa verbal bersifat kuantitatif.
Kita tahu bahwa logam dipanaskan dapat memanjang. Namun, kita tidak dapat mengatakan
berapa besar pertambahan panjangnya. Hal ini menyebabkan penjelasan yang diberikan
bahasa verbal tidak bersifat eksak, menyebabkan daya prediktif dan control ilmu kurang
jelas. Untuk mengatasi masalah ini matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat
pengukuran, maka kita dapat mengetahui berapa panjang logam dan berapa pertambahan
panjang logam yang dipanaskan.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu
memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak dan memungkinkan pemevahan masalah
secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan
dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperative
bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari ilmu.
Beberapa disiplin terutama ilmu-ilmu sosial mengalami kesungkaran dalam perkembangan
yang bersumber pada problema teknis dalam pengukuran. Kesungkaran ini secara bertahap
telah mulai dapat diatasi, dan akhir-akhir ini kita melihat perkembangan dimana ilmu-ilmu
sosial telah mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitatif. Pada dasarnya matematika
diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari
ilmu tersebut.
 Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu.
Pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya hanyalah konsekuensi dari pernyataan-
pernyataan ilmiah yang telah kita temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada logika”
namun pengetahuan yang didapat secara deduktif ini sungguh sangat berguna dan
memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis bahwa kebenarannya
saat ditemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah
kita.
 Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap
sistematika, komparatif, dan kuantitatif. Pada tahap sistematika maka ilmu mulai
menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini
memungkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota
yang menjadi kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum merupakan pengetahuan bagi
manusia dalam mengenali dunia fisik. Dalam tahap yang kedua yakni komparatif kita
melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan yang lain, kategari yang satu
dengan yang lain dan seterusnya. Kita mulai mencari hubungan yang didasarkan kepada
perbandingan antara berbagai obyek yang kita kaji. Tahap selanjutnya ialah tahap kuantitatif
dimana kita mencari sebab akibat tidak lagi berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek
yang kita selidiki. Bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama
namun dalam tahap yang ketiga maka pengetahuan memerluakn matematika. Lambang-
lambang matematika bukan saja jelas namun juga eksak dengan mengandung informasi
tentang obyek tertentu dalam dimensi-dimensi pengukuran.
Selain sebagai bahasa matematika juga berfunsi sebagai alat berpikir. Ilmu pengetahuan yang
mendasar kepada analisis dalam menari kesimpulan menurut suatu pola berpikir tertentu.
Semakin lama masalah yang dihadapi semakin sulit dan membutuhkan struktur analisis yang
lebih sempurna. Dalam hal inilah logika berkembang menjadi matematika, seperti yang
disimpulkan oleh Bertrand Russel, “matematika adalah masa kedewasaan logika, dan logika
masa kecil matematika.
 Matematika dan Peradaban
Matematika dapat dikatakan hampir sama dengan peradaban manusia itu sendiri. Sebelum
3500 SM bangsa mesir kuno telah memiliki symbol-simbol yang melambangkan angka-
angka. Para pendeta adalah ahli matematika yang pertama melakukan pengukuran pasang
surutnya sungai Nil dan meramalkan timbulnya banjir, seperti apa yang kita lakukan
sekarang. Bedanya dulu pengetahuan tentang mateatika dianggap keramat. Para pendeta
sengaja menyembunyikan pengetahuan tentang matematika ini untuk mempertahankan
kekuasaan mereka.
2.2 Statistika
 Pengertian Statistik
Secara etimologi, kata “statistik” berasal dari kata status(Latin) yang mempunyai persamaan
arti dengan kata state(Inggris), yang dalam bahasa Indonesia berarti negara. Pada mulanya
“statistik” diartikan sebagai ‘kumpulan bahan keterangan(data), baik yang berwujud angka
(data kuantitatif) maupun data yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai
arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara’. Namun pada perkembangan
selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang
berwujud angka (data kuantitatif) saja.
Statistik secara terminologi mengandung berbagai macam pengertian diantaranya :
1. Istilah “statistik’’ terkadang diberi pengertian “data statistik’’. Data statistic adalah
kumpulan bahan keterangan yang berupa angka atau bilangan. Atau dengan istilah lain
berarti “deretan atau kumpulan angka yang menunjukan keterangan mengenai cabang
kegiatan hidup tertentu’’. Misalnya: statistic penduduk. Dengan demikian istilah
statistic dalam arti data kuantitatif/data statistic adalah data angka yang dapat
memberikan gambaran mengenai keadaan, peristiwa tertentu.
2. Istilah “statistik’’ diberi pengertian sebagai kegiatan pertatistikan. Dapat dilihat dari UU
No.7 Tahun 60 bahwa kegiatan statistik mencakup 4 hal, yaitu (1) pengumpulan data.
(2) penyusunan data, (3) pengumuman dan pelaporan data, dan (4) analisis data.
3. Istilah statistik mengandung pengertian sebagai “metode statistik”, yaitu cara-cara
tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun, menyajikan,
menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap kumpulan bahan keterangan yang
berupa angka sehingga kumpulan keterangan angka tersebut dapat memberikan makna
tertentu.
4. Istilah statistik diberi pengertian sebagai “ilmu statistik’’. Ilmu statistik adalah ilmu
yang membahas dan mengembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam
kegiatan statistik.
 Sejarah Perkembangan Statistik

Sekitar tahun 1645, Chevalier de Mere, seorang ahli matematika amatir, mengajukan
beberapa permasalahan mengenai judi kepada seorang ahli matematika Prancis Blaise Pascal
(1623-1662). Tertarik dengan permaslahan yang berlatar belakang teori ini dan kemudian
mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya Piere de Fermat (1601-
1665), dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang. Peluang yang merupakan
dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran
Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam Abad Pertengahan. Teori mengenai
kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim,
namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan, maka
dengan cepat telaahan ini berkembang. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi
variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu.

1. Abraham Demoitre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan (theory of


error).
2. Thomas Simpson (1757) menyimpulkan bahwa terdapat sesuatu distribusi yang berlanjut
(continuous distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak.
3. Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson
ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal sebuah konsep mungkin paling umum
dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika disamping teori peluang.
4. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton
(1822-1911) dan Karl pearson (1857-1936).
5. Karl Friedrich Gauss (1777-1855) mengembangkan teknik kuadrat terkecil (least squares)
simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (the standard error of the mean). Pearson
melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi,
distribusi, chi-kuadrat dan analisis statistika untuk data kualitatif. Pearson menulis buku
The Grammar of science sebuah karya klasik filsafat ilmu.
6. William Searly Gosset, yang terkenal dengan nama samaran “student”, mengembangkan
konsep tentang pengambilan contoh. Desigent Experiment dikembangkan oleh Ronald
Alylmer Fisher (1890-1962) disamping analisis varians dan covarians, distribusi -z,
distribusi -t, uji signifikan dan teori tentang perkiraan (theory of estimation).

Di Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang penelitian sangat meningkat, baik kegiatan
akademik maupun pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang baik untuk
pendidikan statistika. Statistika yang relative sangat muda dibandingkan dengan matematika,
berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan.
Penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksprimen, dilakukan dengan cermat dan
teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

 Statistik dan berpikir induktif

Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam


mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun
pengukuran. Dengan statistika kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang keilmuan
sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan secara faktual.
Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara empiris. Karena pengujian
statistika adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis.
Jika hipotesis terdukung oleh fakta-fakta empiris, maka hipotesis itu diterima sebagai
kebenaran. Sebaliknya, jika bertentangan maka hipotesis itu ditolak.
Kasmadi dkk, mengatakan pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk
mencapai simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan
demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika
induktif. Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan dari
kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat
sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat kesulitan
kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah
pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan
seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang
dihadapi. Statistika juga memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah
suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-
benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.
Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan bahwa pengujian statistika mengharuskan kita untuk
menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual.
Misalnya, jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di
Indonesia, maka dalam hal ini yang paling logis dilakukan adalah dengan melakukan
pengukuran seluruh anak umur 10 tahun di Indonesia. Tetapi hal tersebut akan menemui
hambatan yang tidak sedikit baik waktu, tenaga juga biaya akan terkuras habis. Maka
statistika memberikan jalan keluar yaitu dengan cara manarik kesimpulan yang bersifat
umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Kita hanya
perlu melakukan pengukuran pada sebagian anak saja. Penarikan kesimpulan yang
berdasarkan contoh (simple) dari populasi ini merupakan sebuah kesimpulan umum yang
ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun disuatu tempat. Dalam hal ini kita menarik
kesimpulan berdasarkan logika induktif.
Logika induktif, merupakan sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan
yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh
jadi. Logika ini sering disebut dengan logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip
penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan. Oleh karena itu kesimpulan
hanyalah kebolehjadian, dalam arti selama kesimpulan itu tidak ada bukti yang
menyangkalnya maka kesimpulan itu benar.
Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk
premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan dan kesimpulannya mungkin benar
mungkin juga salah. Misalnya, jika selama bulan November dalam beberapa tahun yang lalu
hujan selalu turun, maka tidak dapat dipastikan bahwa selama bulan November tahun ini
juga akan turun hujan. Kesimpulan yang dapat ditarik dalam hal ini hanyalah mengenai
tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun hujan. Maka kesimpulan yang
ditarik secara induktif dapat saja salah, meskipun premis yang dipakainya adalah benar dan
penalaran induktifnya adalah sah, namun dapat saja kesimpulannya salah. Sebab logika
induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang. Dengan demikian
statistika ini dasarnya adalah teori peluang.

Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus
untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L.Searles,
diperlukan proses penalaran sebagai berikut:
1. Mengumpulan fakta-fakta khusus. Metode khusus yang digunakan observasi
(pengamatan) dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, eksperimen
terjadi untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
2. Hipotesis ilmiah, langkah kedua dalam induksi ialah perumusan hipotesis. Hipotesis
merupakan dalil sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul
sebagai petunjuk bagi peneliti lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
 Harus dapat diuji kebenarannya
 Harus terbuka dan dapat meramalkan bagi pengembangan konsekuensinya
 Harus runtut dengan dalil-dalil yang dianggap benar
 Hipotesisi harus dapat menjelaskan fakta-fakta yang dipersoalkan.
3. Verifikasi dan pengukuran, dalam hal ini penalaran induktif ialah mengadakan
verifikasi. Hipotesis adalah sekedar perumusan dalil sementara yang harus dibuktikan
atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain
untuk diambil kesimpulan umum. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif
tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti
yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian
sebaliknya, makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya semakin rendah tingkat
kesulitannya. Memverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang
sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum,
sehingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori.
4. Teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah
untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi ialah untuk
sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal
diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi
penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk
diterapkan bagian semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya
dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
 Peranan Statistika dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah sesuai faktual, dimana konsekuensinya
dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan alat-alat yang
membantu pancaindera tersebut. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan
penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Statistika merupakan pengembangan dari matematika. Data dengan jumlah ribuan akan
dengan mudah dibaca kalau sudah mempergunakan ilmu Statistika. Statistika memiliki ciri
khas pengambilan kesimpulan dengan cara induktif. Pengambilan kesimpulan secara
induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai banyaknya kasus yang
harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Logika statistika
disebut juga logika induktif yang tidak memberikan kepastian namun memberi tingkat
peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan, dan
kesimpulannya mungkin benar, mungkin juga salah. Langkah yang ditempuh dalam logika
induktif ini adalah:
 Observasi dan eksprimen
 Munculnya hipotesis ilmiah
 Verifikasi dan pengukuhan yang berakhir pada hasil sebuah teori dan hukum ilmiah.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Matematika adalah cabang ilmu dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-
dasar, dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberi
rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika dalam
kehidupan manusia. kata “statistik” berasal dari kata status(Latin) yang mempunyai persamaan arti
dengan kata state(Inggris), yang dalam bahasa Indonesia berarti negara. Pada mulanya “statistik”
diartikan sebagai ‘kumpulan bahan keterangan(data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif)
maupun data yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan
kegunaan yang besar bagi suatu negara’. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik
hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.

Anda mungkin juga menyukai