SEMESTER : IV/PAK
MATA KULIAH : ANTROPOLOGI
Prof. Dr. T.O. Ihromi S.H., M.A., dilahirkan di Pematang Siantar 2 April 1930,
memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia, gelar M.A, (dalam Cultural
Anthropology) dari Universitas Indonesia, dan gelar Doktor (dalam Ilmu Hukum) dari
Universitas Indonesia. Di samping jabatannya sebagai Guru besar pada Fakultas Hukum UI
beliau adalah Guru Besar Tidak Tetap pada Fakultas Ilmu – Ilmu Sosial di UI.
Publikasinya antara lain :
The Status of Women and Family Planning in Indonesia (editor); Social and Cultural
Background of Concept of Women; Reflections on the Indonesian Scene; Beberapa catatan
mengenai Kedudukan Wanita dalam Hukum Adat Waris dalam Susunan keluarga yang
Parental; Antropologi dan Hukum Adat; Sistem Kekerabatan pada Suku Toraja Sa’dan; Adat
Perkawinan Toraja Sa’dan dan Tempatnya dalam Hukum Positif Masa Kini; sebagai
penyusun dari ; Laporan Penelitian mengenai Hukum Keluarga; Hukum Keluarga pada
Empat Kelompok Etnis di Jakarta; Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia (bersama Ny.
Maria Ulfah Subadio S.H.).
ISI BUKU
BAB I
Perkenalan dengan Antropologi
Antropologi secara harfiah dalam bahasa Yunani, antropos berarti “manusia” dan
logos berarti “studi” jadi antropologi merupakan suatu disiplin yang berdasarkan rasa ingin
tahu yang tiada henti – hentinya tentang umat manusia.
Ilmu antropologi berbeda dari disiplin – disiplin lain tentang manusia, ilmu
antropologi lebih luas ruang lingkupnya. Ilmu tersebut dimaksudkan sebagai ilmu yang
khusus dan mengamati segala jenis manusia dalam semua zaman tanpa terkecuali.
Suatu segi yang menonjol dari ilmu antropologi ialah pendekatan secara menyeluruh
yang dilakukan terhadap manusia, kaum ahli antropologi mempelajari tidak hanya bermacam
jenis manusia, mereka juga mempelajari semua aspek dari pengalaman – pengalaman
manusia. Misalnya, dalam menulis tentang suatu kelompok manusia, seorang ahli antropologi
mungkin juga menggambarkan suatu bagian sejarah daerah manusia itu, lingkungan hidup,
cara hidup berkeluarga, pola pemukiman, sistem politik dan ekonomi, agama, gaya kesenian
dan berpakaian, segi – segi umum bahasa dan sebagainya.
Antropologi dapat digolongkan secara luas dalam dua bagian yakni antropologi fisik
dan budaya. Antropologi fisik mempunyai pertanyaan – pertanyaan mencolok yakni pertama,
tentang munculnya manusia dan perkembangannya dan kedua mengenai bagaimana dan apa
sebabnya manusia masa sekarang secara biologis berbeda. Sedangkan antropologi budaya
mencakup cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat
tertentu. Sehubungan dengan itu maka kebudayaan terdiri dari hal – hal seperti bahasa, ilmu
pengetahuan, hukum – hukum, kepercayaan agama, kegemaran makanan tertentu, music,
kebiasaan pekerjaan, larangan – larangan dan sebagainya.
BAB II
Konsep Kebudayaan
Bila kita memperhatikan suatu masyarakat, maka dapat dilihat bahwa para warganya,
walaupun mempunyai sifat – sifat individual yang berbeda, akan memberi reaksi yang sama
pada gejala – gejala tertentu. Sebab dari reaksi yang sama itu adalah karena mereka memiliki
sikap – sikap umum yang sama, nilai – nilai yang sama dan perilaku yang sama. Hal – hal
yang dimiliki bersama itulah yang dalam antropologi budaya dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan merujuk kepada berbagai aspek kehidupan yang meliputi cara – cara
berlaku, kepercayaan – kepercayaan dan sikap – sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia
yang khas untuk masyarakat atau kelompok tertentu. Kita masing – masing dilahirkan ke
dalam suatu kebudayaan yang bersifat kompleks dan kebudayaan itu kuat sekali pengaruhnya
terhadap cara hidup serta cara berlaku yang akan kita ikuti selama hidup kita.
Dalam masyarakat di samping terdapat pola – pola budaya yang nyata – nyata
merupakan kebiasaan, juga terdapat pola – pola budaya ideal, yaitu hal – hal yang menurut
warga masyarakat harus dilakukan, atau norma – norma. Dalam kenyataannya norma dalam
banyak hal tidak sesuai dengan perilaku aktual.
BAB III
Sejarah Latar Belakang Penelitian Etnologi
BAB IV
Teori dan Metoda Antropologi Budaya
Sejak 100 tahun yang lampau, para peminat mengenai kebudayaan dan masyarakat
lain sadar bahwa jika mereka mau menghasilkan karya yang bernilai ilmiah, maka mereka
melakukannya secara sistematis dan melalui observasi yang tidak berat sebelah seperti yang
dilakukan oleh ilmuwan – ilmuwan di bidang lainnya. Dengan kata lain, para ahli antropologi
mulai melaksanakan penelitian lapangan.
Sebelum mengadakan penelitian lapangan, seorang ahli antropologi tentu sudah
mempunyai gambaran mengenai hal – hal apa yang hendak dipelajarinya. Pandangannya
mengenai pokok yang akan ditelitinya, tidak pernah bersifat netral, tetapi selalu dipengaruhi
oleh orientasi teori yang dianutnya. Telah banyak sekali teori – teori yang dihasilkan oleh
berbagai ahli antropologi dan para pemikir pada umumnya, yang mengendalikan penjelasan –
penjelasan tertentu mengenai gejala – gejala budaya.
Jenis – jenis penelitian dalam antropologi budaya dapat diklasifikasikan menurut dua
kriteria : 1) Menurut cakupan “ruang” dari penelitian itu yaitu analisa dari satu masyarakat
saja, analisa dari beberapa masyarakat dalam satu kawasan atau analisa dari suatu sampel
masyarakat seluruh dunia. 2) menurut cakupan waktu yaitu penelitian sejarah dan yang bukan
sejarah.
BAB V
Organisasi Sosial :
Struktur Masyarakat
Organisasi sosial mencakup pranata – pranata yang menentukan kedudukan lelaki dan
perempuan dalam masyarakat dan dengan demikian menyalurkan hubungan pribadi mereka.
Kategori ini pada umumnya dibagi lagi dalam dua jenis atau tingkat pranata – pranata, yaitu
pranata yang tumbuh dari hubungan kekerabatan dan pranata yang merupakan hasil dari
ikatan antara perorangan berdasarkan keinginan sendiri. Struktur – struktur kekerabatan
mencakup keluarga dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan keluarga seperti suku
atau klan. Ikatan di antara orang yang bukan kerabat melahirkan banyak macam bentuk
pengelompokkan mulai dari persaudaraan sedarah dan persahabatan yang dilembagakan
sampai ke berbagai macam perkumpulan rahasia dan bukan rahasia.
BAB VI
Penelitian Lintas Budaya Mengenai Kepribadian
Seorang ahli antropologi percaya, bahwa para warga dari suatu masyarakat yang
sedang dipelajarinya, memiliki ciri – ciri kepribadian bersama, yaitu apa yang dikenal dalam
antropologi budaya sebagai jenis kepribadian dasar, basic personality structure, atau
kepribadian rata – rata, modal personality.
Dalam mengamati perilaku, berguna sekali untuk mengingat bagaimanakah perilaku
warga masyarakat lain dalam keadaan yang sama. Dengan demikian akan terlihat perbedaan
yang mencolok. Dimana diadakan perbandingan antara tingkah laku anak – anak Bali dengan
anak – anak latmul. Anak Bali dihadiahkan sebuah boneka dan begitupun anak latmul. Anak
Bali itu tidak bersedia menerima boneka itu, ibu dari anak itu menggunakan boneka itu untuk
memperolok anaknya dengan seolah – olah menyusukan anak itu, dan tindakan itu
menimbulkan rasa cemburu pada anak tadi. Sedangkan anak latmul dengan tenang bermain –
main dengan boneka di samping ibu mereka dan ibu mereka tidak mengolok – olok anaknya.
Dari perbandingan diatas nampak perbedaan atas perilaku anak – anak yang sesuai
dengan pola khas – khas yang terdapat dalam kebudayaan itu.
BAB VII
Antropologi Terapan
Dalam ilmu antropologi budaya sebagai ilmu murni yang hendak dikejar adalah
bagaimana dapat memahami gejala – gejala budaya, bagaimana menemukan penjelasan
mengenai variasi – variasi yang ada dalam pola budaya manusia di berbagai pelosok dunia.
Untuk itu telah berkembang sejumlah teori dan dalam penelitian lapangan berbagai teori
diuji. Kemudian sebagian para ahli antropologi juga yakin bahwa akhir – akhirnya dapat juga
dirumuskan beberapa keteraturan, yang menyerupai hukum, yang menguasai kebudayaan.
Di samping menjadi ilmu murni, hasil – hasil dari ilmu ini juga hendak diterapkan, yaitu
untuk digunakan dalam pemecahan masalah – masalah yang dihadapi oleh manusia.
Kode etik dalam antropologi terapan muncul dari pemikiran para ahli antropologi karena
menurut mereka dengan berkembangnya ilmu antropologi, teknologi yang makin maju dan
segi negative dan positif yang secara potensial akan mengakibatkan perubahan berarti pada
mereka atau merusak kebiasaan pada mereka.
BAB VIII
Siklus Hidup
Kehidupan warga Padju Epat adalah salah satu gambaran siklus hidup atau lingkaran
hidup. Seorang individu mempunyai peranan – peranan dalam suatu kebudayaan, upacara –
upacara yang khas dalam kebudayaan itu, dari kedua hal tersebut tampak menggambarkan
organisasi sosial.
Cara pertanian orang Padju Epat adalah berkebun atau berladang secara bergilir.
Mereka tidak mengenal pertanian sawah. Sesudah sebidang tanah dibuka dan kemudian
dikerjakan, maka sesudah beberapa kali panen padi, ladang itu ditinggalkan. Beberapa tahun
kemudian, sesudah tanah tersebut sudah dianggap cukup subur, kemudian dikerjakan lagi.
Jenis kelompok – kelompok kekerabatan yang ada, cara pemukiman memiliki sifat –
sifat khasnya sendiri. Dalam karangan yang terlampir, istilah – istilah setempat digunakan
untuk menunjuk kepada kelompok – kelompok kekerabatan yang ada dan disini penjelasan
mengenai kelompok – kelompok itu akan disarikan dari buku Padju Epat.
Kelompok kekerabatan yang terkecil yang dalam istilah antropologi budaya biasa
dinamakan keluarga inti atau keluarga nuklir dapat disamakan dengan apa yang disini
dinamakan keluarga dangau. Dangau adalah pondok, atau rumah ladang yang terletak di
dekat ladang yang dikerjakan oleh suatu keluarga dan yang menjadi sumber utama dari
penghasilan mereka.
BAB IX
Kerabat dan Bukan Kerabat
Berdasarkan penelitian T.O. Ihromi yang telah dilakukan di Tapanuli dan Sumatra
Utara dalam hubungan dengan proses penyesuaian yang dialami oleh orang Batak Toba
ketika berimigrasi dari daerah asalnya ke kota besar. Dalam situasi yang baru di kota Medan,
orang Batak Toba harus menempatkan dirinya dalam suatu tatanan baru. Di desanya dia
hanya berhubungan dengan orang asal satu suku dengan dia, dan kecuali beberapa stereotrip
mengenai golongan etnis lainnya seperti stereotip mengenai orang Jawa, orang Minangkabau
dan lainnya. Dia tidak mempunyai pengalaman bergaul dengan orang bukan orang Batak.
Dalam situasi kota suatu sistem kategorisasi yang bermakna bagi orang Batak Toba itu perlu
dibinanya, dan yang terjadi adalah membedakan semua orang dalam kelompok yaitu “orang
kita” dan “bukan orang kita”. Orang kita yaitu orang Batak Toba, secara potensial adalah
kaum kerabat, sehingga dua kelompok besar itu adalah orang – orang yang mempunyai
hubungan kerabat dan mereka di luar itu yang tidak ada kaitan kerabat dengan orang Batak
Toba.
Semua orang Batak Toba membubuhkan nama marga bapanya di belakang nama
kecilnya. Marga adalah kelompok kekerabatan yang meliputi orang – orang yang mempunyai
kakek bersama, atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek
bersama menurut perhitungan garis patrilinieal (kebapaan). Anggota dari satu marga dilarang
kawin; marga adalah kelompok yang eksogam. Jadi semua orang yang semarga adalah orang
yang berkerabat dan dengan orang lain marganya dapat dicari juga kaitan kekerabatannya.
Orang luar atau bukan kerabat dipersepsikan sebagai suatu golongan besar yang tidak dibeda
– bedakan, sehubungan dengan pengalaman – pengalaman pergaulan sosial, hubungan
pekerjaan dan hal – hal lain yang dapat dianggap sebagai salah satu indikator dari derajat
kemodernan lambat laun mengalami penghalusan dan satuan besar yang tadinya kabur itu
disadari oleh orang Batak Toba sebagai golongan – golongan yang berbeda – beda.
BAB X
Lukisan Anak – anak di Bali
Kesenian Bali memiliki corak dan wataknya sendiri. Seniman – senimannya banyak
dan karyanya banyak. Sifat mereka sangat menonjol karena kesabarannya dan efisien dalam
keahliannya dan sangat setia kepada tradisi kesenian di tempatnya. Berbeda dengan seniman
– seniman barat mereka kelihatannya mencoba menghasilkan karya yang sejauh mungkin
sesuai dengan pola – pola yang juga dipergunakan sesame seniman. Sifat khas dari seorang
seniman tidak diutamakan, sebagaimana halnya pada seniman Barat, malah mereka
menekankan justru yang sebaliknya. Kalau misalnya ada karya yang menampilkan citra yang
luar biasa, hal yang sangat orisinil, maka kelihatannya hal tersebut terjadi karena sang
seniman tersebut memiliki bakat yang luar biasa. Hal tersebut terjadi bukan akibat
kesengajaan, tetapi malahan masih muncul walaupun si seniman telah berusaha untuk
menghasilkan karya yang serupa dengan karya – karya orang lain. Dalam semua aspek seni
rupa di Bali, seni lukis, seni ukir, dalam merencakanan gambar wayang untuk wayang kulit
dan mengukir topeng – topeng, keserupaan dengan bentuk tradisional sangat jelas tampaknya.
T.O. Ihromi mengumpulkan 20 orang anak laki – laki di Bali yang berumur antara 3
sampai 10 tahun. Anak – anak itu sengaja dikumpulkan diberi alat – alat melukis dan disuruh
melukis pada saat mereka ingin melakukannya. Anak – anak itu penghuni desa Sajan,
kabupaten Gianyar. Anak di Bali sejak kecil sudah tergantung pada kondisi kebudayaannya,
dia mempelajari arti dari lambang – lambang kebudayaannya, dia belajar untuk membiasakan
sikap yang khas terhadap kesenian. Bila telah menjadi dewasa maka dia akan menjadi
seorang Bali yang menghasilkan karya kesenian dan menjadi peminat yang menghargai
kesenian, karena di Bali, kesenian bukanlah urusan dari beberapa gelintir orang saja,
melainkan menjadi milik setiap orang.
BAB XI
Anak – anak dalam Keluarga
James T. Siegel mengamati mengenai cara seorang anak dibesarkan di desa yang
terdapat di Aceh dan gagasan – gagasan yang berbeda mengenai bagaimana membesarkan
anak laki – laki dan anak perempuan. Salah satu contoh hasil yang didapat dari penelitiannya
adalah menjelang masa pubertas anak laki – laki hanya ada dirumah jika ada sesuatu yang
perlu dilakukan, seperti makan, ganti pakaian atau kalau mereka dibutuhkan untuk suatu
pekerjaan tertentu. Sama seperti bapa, mereka juga tidak pernah terlalu lama berada di rumah.
Sebelum akil balig, anak laki – laki tidak mempunyai tugas rumah tangga. Tetapi kalau sudah
dewasa, ibunya dapat memintanya ikut membajak atau melakukan pekerjaan lain yang
biasanya merupakan tugas pria.
Sedangkan di pihak perempuan. Masa peralihan dari anak perempuan menjadi wanita
dewasa tidak ditandai oleh tahapan yang sama. Anak perempuan juga belajar membaca
Qur’an dan padanya diajarkan ritus – ritus yang kemudian hari diperlukan pada waktu
mereka mendapat haid dan setelah hubungan kelamin, tetapi latihan yang mereka jalani tidak
terlalu ketat sifatnya. Latihan mereka mulai pada usia yang lebih tua, yaitu kira – kira pada
umur 8 tahun. Pelajaran agama bagi mereka tidak diberikan di bangunan yang khusus tetapi
di rumah salah seorang wanita yang mampu mengajar mereka.
KELEBIHAN BUKU
Buku ini adalah dapat memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan manusia sebagai makhluk sosial. Jawaban yang diberikan menerangkan seluk beluk
intersubjektivitas, sebagai dasar kebudayaan manusia. Selain dari itu bermanfaat bagi petugas
yang berurusan dengan pelaksaan proyek-proyek pembangunan seperti dalam program
keluarga berencana atau bimbingan masyarakat (bimas). Buku ini juga membahas soal
kebudayaan secara luas dan mendalam oleh karena itu buku ini akan membekali pembaca
dengan keinsyafan betapa naifnya sikap etnosentris. Pembaca terpaksa menerima adanya
kenisbian kebudayaan, suatu kenyataan yang sangat perlu dihayati untuk mendinamisir
proses integrasi nasional.
KEKURANGAN BUKU
Bahasan dalam buku ini terbatas pada tiga maslaah pokok. Pertama, orientasi umum
mengenai antropologi budaya, yang tercermin dalam teori-teori yang hidup dalam dunia
antropologi, metode-metode yang khas, serta masalah-masalah yang menyangkut
penerapannya. Kedua, gejala-gejala pokok yang diamati dalam antropologi budaya seperti
organisasi atau struktur masyarakat dan penelitian lintas budaya, yang memanfaatkan
psikologi dalam penelitian kepribadian manusia. Akhirnya terdapat empat karangan, berupa
laporan studi kasus tentang Indonesia.