Anda di halaman 1dari 6

Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu risiko yang harus diwaspadai karena dapat

memengaruhi kesehatan ibu dan janin. Bagaimana gejala dan cara mengatasinya?
Anemia pada ibu hamil yang tidak ditangani dengan benar dapat meningkatkan risiko
komplikasi yang berbahaya, seperti persalinan prematur. Selain itu, anemia juga dapat
meningkatkan risiko bayi terlahir dengan berat di bawah rata-rata.  Pada sisi ibu, anemia
dapat memicu depresi pasca persalinan.

Cermat Mengenali Kondisi Anemia


Ibu hamil memerlukan lebih banyak sel darah untuk mendukung perkembangan janin. Ketika
mengalami anemia, kebutuhan ini tidak tercukupi sehingga oksigen yang disalurkan pada
jaringan tubuh dan janin menjadi terbatas.

Yang perlu dicermati adalah kadang-kadang gejala anemia juga tampak mirip dengan gejala
kehamilan yang umumnya dialami. Apalagi anemia ringan memiliki kemungkinan tidak
menimbulkan gejala yang jelas. Namun, jika kondisi anemia meningkat, kemungkinan ibu
hamil akan merasakan :

 Cepat lelah dan merasa lemah, serta tampak pucat


 Denyut jantung tidak teratur
 sesak napas
Sebagian penderita anemia memiliki kecenderungan tertentu, seperti keinginan mengonsumsi
bahan-bahan yang tidak umum dimakan, seperti tepung jagung atau bahkan tanah liat.

Selain itu ada beberapa gejala anemia yang mungkin akan dirasakan ibu hamil, seperti sakit
kepala, merasa gatal-gatal, perubahan pada indera perasa, rambut rontok, telinga berdenging,
dan sariawan di pinggir mulut.
Untuk memastikan diagnosis anemia pada ibu hamil, maka perlu dilakukan tes darah.
Pemeriksaan darah umumnya dilakukan pada pemeriksaan kehamilan yang pertama,
kemudian dilakukan satu kali lagi selama kehamilan.
Cara Mengatasi Anemia
Anemia pada ibu hamil dapat diatasi dengan mengonsumsi suplemen zat besi. Salah satu
yang umum diberikan adalah ferrous sulphate, yang dikonsumsi dua hingga tiga kali per hari.

Sebagian orang mengalami efek samping dari konsumsi suplemen zat besi ini, seperti sakit
perut, diare atau konstipasi, nyeri ulu hati, mual, atau tinja yang berwarna gelap.
Konsultasikan kepada dokter jika efek samping ini terjadi setelah mengonsumsi suplemen zat
besi. Ibu hamil memerlukan 27 miligram zat besi per hari. Selain melalui suplemen,
kekurangan zat besi juga bisa ditangani melalui pola makan.

Menambah asupan makanan mengandung zat besi merupakan salah satu cara mencegah dan
menangani anemia pada ibu hamil. Konsumsi pola makan seimbang, kemudian tambahkan
minimal tiga porsi makanan kaya zat besi.
Contoh makanan yang banyak mengandung zat besi adalah ikan, daging merah, ayam,
sayur berwarna hijau gelap, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sereal yang sudah difortifikasi
zat besi. Selain itu, sumber makanan kaya zat besi lainnya yang mudah ditemukan, seperti
telur dan tahu.

Agar tubuh dapat menyerap zat besi dengan maksimal, diperlukan juga asupan kaya vitamin
C yang dapat ditemukan dalam jeruk, stroberi, kiwi, dan tomat. Anda dapat
mengombinasikan antara kedua jenis makanan tersebut untuk asupan optimal.
Jangan anggap remeh anemia pada ibu hamil, karena dapat mengganggu perkembangan janin
dan kondisi kesehatan ibu hamil secara keseluruhan. Konsultasikan kepada dokter untuk
menjalani pemeriksaan zat besi dalam darah jika mengalami gejala-gejala anemia di atas.

    Pengertian Anemia
a.    Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin
di dalam sirkulasi darah. Definisi anemia yang diterima secara umum adalah kadar Hb kurang
dari 12,0 gram per 100 mililiter ( 12 gram / desiliter ) untuk wanita hamil. Anemia pada
kehamilan disebabkan  kekurangan zat besi mencapai kurang lebih
95 %. ( Varney, Helen 2004 Hal 623 )
b.    Seorang wanita hamil yang memiliki Hb kurang dari 10 g / 100 ml barulah disebut menderita
anemia dalam kehamilan. ( Wiknjosastro. 2007 hal.450 )
c.    Anemia adalah keadaan yang timbul saat jumlah sel darah merah dalam tubuh di bawah
normal, atau saat sel darah mesah tidak memiliki jumlal haemoglobin yang cukup ( Anto,
2008 ).
d.    Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin,
sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan
janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi
haemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney H, 2006).
e.    Disebut  anemia bila kadar Hb kurang dari 10 gr / dl, disebut anemia sedang jika Hb 7-8 gr /
dl, disebut anemia berat, atau bila kurang dari 6 gr / dl,disebut anemia grafis. Wanita tidak
hamil mempunyai nilai normal 12 – 15 gr / dl dan hematokrit 35 – 54 %. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan atau 2 kali pada trimester I dan 1 kali pada trimester
akhir. ( dr.H.M.A. Ashari, Sp.OG.(K), 2002 Hal 29 ).
2.    Penyebab Anemia
Penyebab umum dari anemia:
        Perdarahan hebat
        Akut (mendadak)
        Kecelakaan
        Pembedahan
        Persalinan
        Pecah pembuluh darah
        Perdarahan hidung
        Wasir (hemoroid)
        Ulkus peptikum
        Kanker atau polip di saluran pencernaan
        Tumor ginjal atau kandung kemih
        Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
3.    Patofisiologi
Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal ini disebabkan karena dalam
kehamilan keperluan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan
dalam darah sum-sum tulang. Penambahan voulme darah selama kehamilan lazim disebut
dengan hidremia atau hipervolemia. (Wiknjosastro, 2006 hal 448)
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan
sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Peningkatan
massa sel darah merah tidak cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume
plasma yang menyebabkan terjadinya hidrenia kehamilan atau hemodelusi yang
menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit (20-30 %), sehingga hemoglobin dari
hemotokrit lebih rendah secara nyata dari pada keadaan tidak hamil. (Riswan, 2003).
Dalam kehamilan, jumlah darah bertambah (hiperemia / hipervolemia) karena itu terjadi
pengenceran darah karena sel darah merah tidak sebanding dengan plasma darah. Secara
fisiologis pengenceran darah ini membantu meringankan kerja jantung. Pada ibu hamil sering
terjadi peningkatan volume plasma darah 30%, sel darah 18%, hemoglobin 19 %. Maka
frekuensi anemia dalam kehamilan : 10-20 %. (dr.H.M.A.Ashari,Sp.OG.(K).2002 Hal 30).
4.    Klasifikasi Anemia
Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat dibagi
menjadi 4 kategori yaitu : ( Manuaba .I.B.G. 1998 Hal 30 )
  Hb 11 gr %                                  : Tidak anemia (Normal)
  Hb 9 gr %-10 gr %                     : Anemia Ringan
  Hb 7 gr %-8 gr %                       : Anemia Sedang
  Hb < 7 gr %                                 : Anemia Berat

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia pada ibu hamil dapat dibagi
menjadi 4 golongan yaitu : (Sarwono. 2002 hal 451 )
a.    Anemia Defesiensi (62 %)
Anemia yang paling sering dijumpai disebabkan karena kekureangan unsur zat besi
dalam makanan, Gangguan absorsi, kehilangan zat besi yang keluar dari badan menyebabkan
perdarahan.
b.    Anemia Megaloblastik (29,0 %)
Anemia karena defisiensi asam folat jarang sekali karena defesiensi vitamin B12. Hal
ini erat hubungannya dengan defesiensi makanan.
c.    Anemia Hopoplastik (8,0 %)
Disebabkan oleh sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Dimana
penyebabnya belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar
rontgen, racun dan obat - obatan. Terapi dengan obat-obat penambah darah tidak memberi
hasil, maka satu - satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita yaitu dengan transfusi
darah, yang perlu sering diulang beberapa kali (Wiknjosastro, 2005).
d.    Anemia Hemolitik (0,7 %)
Anemia ini disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih
cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, Apabila dia
hamil maka anemianya bisa menjadi lebih berat. Kehamilan dapat juga krisis hemolitik pada
wanita yang sebelumnya tidak mengalami anemia   (Winkjosastro, 2005).
5.    Pengaruh anemia pada kehamilan, persalinan, nifas, dan janin ( Manuaba. 1998 Hal 31-32 ).
a.    Bahaya anemia dalam kehamilan
1.    Dapat terjadi Abortus
2.    Persalinan premature
3.    Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
4.    Mudah terjadi infeksi
5.    Ancaman dekompensasi kordis ( Hb < 6 gr% )
6.    Mengancam jiwa dan kehidupan ibu
7.    Hiperemesis gravidarum
8.    Perdarahan antepartum
9.    Mola hidatidosa Dan Ketuban pecah dini ( KPD )

b.    Bahaya Anemia Dalam Persalinan


1.    Gangguan kekuatan His.
2.    Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
3.    Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan
operasi kebidanan.
4.    Kala III dapat diikuti retensio plasenta post partum karena atonia uteri.
5.    Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
c.    Bahaya Anemia dalam Masa Nifas
1.    Perdarahan post partum karena atonia uteri dan involusio uteri.
2.    Memudahkan infeksi puerperium
3.    Pengeluaran ASI berkurang
4.    Terjadi ekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
5.    Mudah terjadi infeksi mammae.
d.    Bahaya Anemia terhadap Janin
Sekalipun tampaknya janin itu mampu menyerap berbagai kebutuhan  dari ibunya,
tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat
terjadi gangguan dan bentuk :
1.       Abortus
2.       Terjadi kematian intra uteri
3.       Persalinan prematur tinggi
4.       Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
5.       Kelahiran dengan anemia
6.       Dapat terjadi cacat bawaan
7.       Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal.
8.       Intelengia rendah, oleh karena kekurangan oksigen dan nutrisi yang menghambat
pertumbuhan janin
6.     Tanda dan gejala Anemia
Berkurangnya konsentrasi hemoglobin selama masa kehamilan mengakibatkan suplay
oksigen keseluruh jaringan tubuh berkurang sehingga menimbulkan tanda dan gejala anemia
secara umum, sebagai berikut :
1.    Lemah, malas, sering mengantuk
2.    Pusing, lelah
3.    Nyeri kepala
4.    Luka pada lidah
5.    Kulit pucat
6.    Membrane mukosa pucat ( misal konjungtiva )
7.    Bantalan kuku pucat
8.    Tidak ada nafsu makan, mual dan mentah.
( Varney Helen. 2002, hal 152)
7.     Diagnosa Anemia
a.     Diagnosa anemia dalam kehamilan dapat dilakukan dengan anamnese. Pada anamnese akan
didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual
muntah dan lebih hebat pada hamil muda. (Manuaba. I.B.G. 1998 hal. 38)
b.     Pemeriksaan kadar Hb  dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb
dengan spektofotometri merupakan standar, kesulitannya ialah alat ini hanya tersedia dikota.
Selanjutnya pemeriksaan khusus untuk membedakan dengan defesiensi asam folat dan
thalasemia juga harap dimungkinkan (lihat air). Pemeriksaan MCV penting untuk
menyingkirkan thalasemia. Bila terdapat batas MCV < 80 ul dan kadar RDW (red cell
distribution width) > 14 % mencurigai akan penyakit ini. Kadar HbF > 2 % dan HbA2 yang
abnormal akan menemukan jenis thalasemia. ( Sarwono, 2006 hal 282 )
8.    Pencegahan Dan Penanganan Anemia
a.    Pencegahan Anemia
Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan
sebelum hamil sehingga dapat diketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam
pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja
sehingga diketahui adanya infeksi parasit. ( Manuaba. I. B. G 1998, Hal 32 ).
b.    Penanganan pada Anemia
Penanganan pada Anemia sebagai berikut :

1.      Anemia Ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb 9 gr % - 10 gr % masih dianggap ringan sehingga
hanya perlu diberikan kombinasi 60 ml/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali
sehari. (Arisman. 2004, hal 150-151)
2.      Anemia Sedang
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per ons 600 mg/hari – 1000 mg/hari
seperti sulfat ferosus atau glukosa ferosus. ( Winkjosastro. 2007 hal 452).
3.      Anemia Berat
Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 ug, 6 bulan selama hamil,
dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan. ( Arisman. 2004, hal 153 )

B.   Tinjauan Umum Tentang Faktor Yang Diteliti


1.    Umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20 – 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia
dibawah 20 tahun ternyata 2-3 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.
(Wiknjosastro, 2006).
Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan pada
setiap pengalamannya. Umur sangat berpengaruh pada kepatuhan ibu mengkonsumsi tablet
Fe (zat besi),  dimana semakin muda umur yang ibu  hamil maka dapat menyebabkan
ketidaksiapan ibu dalam menerima sebuah kehamilan yang berdampak pada terjadinya
gangguan selama kehamilan misalnya akan terjadi anemia (Nasoetion, 1998).
seorang perempuan dapat mempengaruhi emosi selama kehamilannya. Usia antara 20-30
tahun merupakan periode yang paling aman untuk melahirkan. Sebab pada usia tersebut
fungsi alat reproduksi dalam keadaan optimal. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun
kondisi masih dalam pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu
yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Di negara berkembang sekitar 10-20%
bayi dilahirkan dari ibu dengan usia remaja (Prawirohardjo, 1999).
2.    Paritas
Paritas adalah jumlah yang pernah dialami oleh ibu baik lahir hidup maupun lahir mati.
Paritas persalinan 2-3 kali merupakan paritas resiko rendah sedangkan paritas persalinan 1
atau > 3 kali adalah paritas resiko tinggi yang mempunyai angka kematian yang tinggi.
Resiko pada paritas tinggi lebih dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
(Sarwono. 1999 hal 23).
3.    Status Gizi
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat  mempengaruhi   pertumbuhan janin yang
sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan
normal. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan
selama hamil (Hima, 2009).
Diposting ol

Anda mungkin juga menyukai