Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

DESKRIPSI TENTANG KELOMPOK ATAU ORGANISASI


Diajukan sebagai tugas Mata Kuliah Islam dan Moderasi Beragama
Dosen Pengampu: Muhammad Iwan Abdi, M.SI

Di Susun Oleh :
Putri Malika Fatikasani
2211203016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2022
Berikan komentar dan kritik yang berkaitan dengan pemahaman keagamaan, respon terhadap
pemerintah, strategi dakwah yang digunakan.
Adapun Kelompok atau organisasi yaitu :
1. NU
Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah wal Jama'ah, yaitu sebuah pola pikir
yang mengambil jalan tengah antara Nash (Al Qur'an dan Hadits) dengan Akal
(Ijma' dan Qiyas). Oleh sebab itu sumber hukum Islam bagi warga NU tidak hanya Al
Qur'an, dan As Sunnah saja, melainkan juga menggunakan kemampuan akal ditambah
dengan realitas empiris.[27]
Maka, di dalam persoalan aqidah, NU merujuk kepada Imam Abul Hasan Al Asy'ari,
sedangkan dalam persoalan fiqih, NU merujuk kepada Imam Syafi'i, dan dalam bidang
tashawwuf, NU merujuk kepada Imam Al Ghazali. Namun NU tetap mengakui dan
bersikap tasamuh kepada para mujtahid lainnya, seperti dalam bidang aqidah dikenal
seorang mujtahid bernama Abu Mansur Al Maturidi, kemudian dalam bidang fiqih terdapat
tiga mujtahid besar selain Imam Syafi'i, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam
Hanbali, serta dalam bidang tashawwuf dikenal pula Imam Junaid al-Baghdadi.[28]
Adapun gagasan "Kembali ke Khittah NU" pada tahun 1984
merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah wal
Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fiqih maupun
sosial, serta merumuskan kembali hubungan NU dengan Negara. Gerakan tersebut berhasil
kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.[29]
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi dakwah Nahdlatul Ulama dalam
mencegah radikalisasi agama, yaitu penanaman tauhid kepada masyarakat dengan benar,
penanaman konsep syariat secara tepat, pendidikan akhlak al-karimah, penanaman konsep
toleransi dalam beragama, mengingatkan kembali tentang nilai-nilai kearifan lokal dan
strategi pemahaman agama secara kontekstual.
Adapun faktor pendukung strategi dakwah Nahdlatul Ulama, yaitu memiliki Kiai
panutan di masyarakat sekitar, memliki badan otonom dan kepengurusan hingga tingkat
bawah dan dukungan dari pemerintah. Sedangkan faktor penghambatnya, yaitu pengurus
NU yang merangkap jabatan, masih kurangnya da'i yang berkompetensi dan pengaruh
kapitalisasi yang semakin kuat. Implikasi penelitian ini yaitu :
(1) Sesungguhnya tujuan yang ingin dicapai oleh Nahdlatul Ulama jika melihat keadaan
masyarakat yang semakin kompleks saat ini, olehnya PCNU kota Makassar harus lebih
intensif lagi dalam menerapkan strategi dakwahnya dalam mencegah radikalisasi agama. 
(2) Radikalisme agama yang ada sejatinya merupakan ajaran yang amat lekat dengan
masyarakat. Ia bisa menghinggap pada semua orang tidak membuat orang-orang pintar
yang pintar.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap agama harus dibarengi dengan konteks sosial
yang ada. Jangan mencoba memaknai dan membayangkan jika hukum syara' tidak
memiliki kapabilitas. Maka dari itu “Fas'ālū Ahla al-ẓikr Di Kuntum Lā Ta'lamūn”,
bertanyalah pada seorang ahli di bidangnya apabila tidak mengetahui.
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan gerakan keislaman yang sudah lama eksis di Indonesia,
didirikan tahun 1912 tetapi pergulatan pemikiran kemuhammadiyahan sudah muncul
sebelum tahun tersebut dalam diskusi dan aksi KH Ahmad Dahlan bersama dengan santri-
santrinya. Gerakan ini memiliki tujuan untuk mengantarkan jamaahnya ke pintu surga serta
juga sukses dalam kehidupan duniawiyah. Faham keagamaan menurut Muhammadiyah
digali dari sejarah berdirinya organisasi dan juga diskusi yang berlangsung antara sang
pendiri dengan para murid-murid generasi pertama serta dokumen-dokumen resmi
keorganisasian. Diantara dokumen-dokumen tersebut adalah Surat Al Ma’un, 17 kelompok
ayat Al Qur’an yang dipelajari oleh murid-murid KH Ahmad Dahlan, 7 kelompok falsafah
kemuhammadiyahan.
Faham Islam dalam Muhammadiyah adalah kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Ialah faham Islam yang murni yang merujuk kepada sumber ajaran yang utama yaitu Al
Qur’an dan As Sunnah yang Shohihah dan Maqbulah serta berorientasi kepada kemajuan.
Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah yang otentik dan dinamis.
Muhammadiyah mengusung gerakan kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah karena
keduanya merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam dengan ‘kebenaran mutlak’ yang
bersifat terbuka, demikian merujuk kepada pernyataan KH Azhar Basyir. Selain itu
Muhammadiyah merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan akal pikiran
yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Dengan demikian Muhammadiyah berdiri sebagai
gerakan yang berusaha benar-benar ‘membumikan’ ajaran Islam dalam kehidupan nyata.
Menjadikan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai pokok ajaran agama dengan
akal pikiran (ro’yun) sebagai pengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung
dalam keduanya, juga mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al
Qur’an dan As Sunnah.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah selama satu abad lebih sungguh telah
melakukan berbagai upaya untuk menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam dengan
menggunakan berbagai pendekatan sesuai sasaran dakwah. Dakwah Muhammadiyah
terhadap orang atau kelompok yang telah beriman bertujuan untuk meningkatkan
keimanan dan keislaman, sedangkan terhadap mereka yang belum beriman bertujuan untuk
mengajak menjadi Muslim. Pendekatan dakwah yang dilakukan menggunakan cara secara
hikmah (bilhikmah), edukasi (wa al-mauidhat al-hasanah), dan dialog (wa jadil-hum billaty
hiya ahsan) sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an (Qs Al-Nahl: 125).

3. LDII
LDII adalah organisasi massa islam yang berkembang pesat pada saat ini. LDII
merupakan organisasi yang memiliki banyak kegiatan, diantaranya membangun masjid,
pondok-pondok pesantren, mengadakan kelompok-kelompok pengajian serta aktif terjun
ke bidang pendidikan dan berbagai kegiatan sosial. 
Sebagai organisasi kemasyarakatan LDII dapat dibilang cukup mapan. LDII didirikan
oleh H. Nur Hasan Ubaidilah sekitar tahun 1951 di Burengan, Banjaran, Kediri, Jawa
Timur. Sampai saat ini LDII berkembang di seluruh wilayah Indonesia. Nama Islam
Jama'ah adalah sebutan dari masyarakat, tetapi mulai tahun 1990an nama Islam Jama'ah
berubah menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).
Adapun kegiatan yang sering dilakukan oleh ormas ini adalah pengajian rutin mingguan
ataupun pengajian rutin bulanan. LDII memiliki misi untuk berdakwah kepada masyarakat
yang dimana dakwah tersebut ditujukan untuk mengembalikan ajaran Islam yang menurut
mereka sudah bercampur dengan kebudayaan nenek moyang. 
Menjadikan al-Quran dan Hadist sebagai pedoman dari dakwah mereka sehingga tidak
jarang banyak masyarakat yang mengganggap organisasi ini kaku dan tidak menerima
landasan hukum lain selain al-Quran dan Hadist.Jamaah LDII selain sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan juga sangat taat kepada aturan yang ada di dalam
organisasinya, terbukti pada saat pemimpin (Amir) menginstruksikan untuk melakukan
pengajian rutin maka para jamaah akan melaksanakan dengan sebaik mungkin dengan
kesadaran sendiri.

4. FPI
Front Pembela Islam (FPI)[3][4] adalah organisasi garis keras Islamisme Indonesia yang
didirikan pada tahun 1998 oleh Muhammad Rizieq Shihab dengan dukungan militer dan
tokoh politik.[5][6] pimpinan organisasi sejak tahun 2015 adalah Ahmad Shabri Lubis,
[7] sedangkan Rizieq Shihab bergelar Imam Besar FPI seumur hidup.[8] FPI awalnya
memposisikan dirinya sebagai polisi moral Islam.[9][10][11]
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat
dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan. Adapun
yang melatarbelakangi pendirian FPI yaitu adanya penderitaan panjang ummat Islam di
Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa. Kemudian adanya kemungkaran
dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan. Serta adanya
kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat
Islam.
Di bawah kepemimpinan Habib Rizieq Shihab , FPI menjadi sangat terkenal karena
aksi-aksinya yang dinilai kontroversial. Mulai dari penutupan klab malam, tempat
pelacuran dan tempat-tempat yang diklaim sebagai tempat maksiat. Konflik dengan
organisasi berbasis agama lain adalah wajah FPI yang paling sering diperlihatkan dalam
media massa.

5. HTI
Hizbut Tahrir didirikan sebagai harokah Islam yang bertujuan mengembalikan kaum
muslimin untuk kembali taat kepada "hukum-hukum Allah" yakni "hukum Islam",
memperbaiki sistem perundangan dan hukum negara yang dinilai tidak "Islami"/"kufur"
agar sesuai dengan tuntunan syariat Islam, serta membebaskan dari sistem hidup dan
pengaruh negara barat. Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk membangun kembali
pemerintahan Islam warisan Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yakni "Khilafah
Islamiyah" di dunia, sehingga hukum Islam dapat diberlakukan kembali.
Hizbut Tahrir memiliki dua tujuan: (1) melangsungkan kembali kehidupan Islam; (2)
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak umat
Islam agar kembali hidup secara Islami di dâr al-Islam dan di dalam lingkungan
masyarakat Islam. Tujuan ini berarti pula menjadikan seluruh aktivitas kehidupan diatur
sesuai dengan hukum-hukum syariat serta menjadikan seluruh pandangan hidup
dilandaskan pada standar halal dan haram di bawah naungan dawlah Islam. Dawlah ini
adalah dawlah-khilâfah yang dipimpin oleh seorang khalifah yang diangkat dan dibaiat
oleh umat Islam untuk didengar dan ditaati. Khalifah yang telah diangkat berkewajiban
untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Muhammad serta
mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Di samping itu, aktivitas Hizbut Tahrir dimaksudkan untuk membangkitkan kembali
umat Islam dengan kebangkitan yang benar melalui pemikiran yang tercerahkan. Hizbut
Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan dan
keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali negaranegara dan bangsa-
bangsa di dunia ini. Hizbut Tahrir juga berupaya agar umat dapat menjadikan kembali
dawlah Islam sebagai negara terkemuka di dunia—sebagaimana yang telah terjadi pada
masa silam; sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini sesuai dengan hukum
Islam.
Pemerintah Indonesia secara resmi telah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia pada
tanggal 19 Juli 2017 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor
AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.[42]
[43] Pembubaran HTI dilandasi atas ideologi yang mereka bawa, pendirian negara syariah,
dinilai "tidak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945".[44] Organisasi radikal HTI
dianggap mengancam eksistensi demokrasi yang telah dinikmati bangsa Indonesia sejak
runtuhnya Orde Baru.[44] Atas dasar itulah, pemerintah membubarkan HTI.
Tiga alasan utama pembubaran HTI yang dipaparkan oleh Menko Polhukam Wiranto
yaitu:
Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil
bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan,
azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang
dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain dari alasan utama tersebut, sebelumnya telah banyak beredar statement-statement
dari para pegiat HTI yang menentang dasar negara Pancasila dan UUD 45 dan
menyebutkan bahwa Pancasila dan UUD 45 tersebut adalah sistim thaghut yang harus
ditinggalkan sehingga akhirnya menimbulkan keresahan dimasyarakat. Keresahan
masyarakat tersebut akhirnya mendorong pemerintah mengeluarkan PERPPU tentang
organisasi masyarakat yang berujung dibubarkannya ormas Hizbut tahrir Indonesia ini.
6. Islam Liberal
Prinsip yang dianut oleh Jaringan Islam Liberal yaitu Islam yang menekankan
kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. "Liberal" di
sini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Jaringan Islam Liberal percaya bahwa
Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-
beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Jaringan Islam Liberal memilih satu jenis
tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu "liberal".
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 saat kerajaan Turki
Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada di gerbang keruntuhan. Pada
saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan pemurnian, kembali kepada al-
Quran dan Sunnah. Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah
Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat
sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi di kalangan Syiah. Aqa
Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya
lebar-lebar.
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang
memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahib dan
Abdurrahman Wachid. (Adian Husaini dalam makalah Islam Liberal dan misinya menukil
dari Greg Barton. Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun
1970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan:
Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh di atas dasar paham kenisbian (relativisme)
bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang
universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap
agama.[2]
Menurut koordinator JIL Novriantoni Kahar dan Ulil, pergerakan JIL memeperoleh
sumbangan dari organisasi The Asia Foundation sekitar Rp. 1.400.000.000 dari tahun
2001-2005[3]
Ulil Abshar Abdalla, seorang tokoh Islam Liberal di Indonesia, menolak penafsiran
agama yang tidak pluralis atau bertentangan dengan demokrasi yang menurutnya
berpotensi merusak pemikiran Islam. Ia mengkritik MUI telah memonopoli penafsiran
Islam di Indonesia, terutama karena fatwa yang menyatakan bahwa Pluralisme,
Liberalisme, dan Sekularisme adalah ideologi sesat.[4][5]

Anda mungkin juga menyukai