MATA KULIAH
MANAJEMEN MUTU RS DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
1
I. Pendahuluan
Mutu (kualitas) pelayanan kesehatan menurut Wijono (1999) adalah derajat
dipenuhinya standar profesi atau standar operasional prosedur (SOP) dalam pelayanan
pasien dan terwujudnya hasil-hasil outcome seperti yang diharapkan oleh profesi maupun
pasien yang meliputi pelayanan, diagnosa terapi, prosedur atau tindakan penyelesaian
masalah klinis. Sedangkan menurut Giebing (1994), kualitas pelayanan kesehatan adalah
tercapainya kriteria keberhasilan pelayanan yang telah ditentukan.
Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien adalah upaya untuk meningkatkan mutu
secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik
dalam proses klinis maupun lingkungan fisik, demi tercapai keinginan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Selain pelayanan kesehatan yang berkualitas juga
dituntut pelayanan yang menjunjung/berorientasi pada keselamatan pasien. Cross & Blue
alam Giebing 1994 mengemukakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan berhubungan
dengan lima karakteristik proses pelayanan kesehatan yaitu:
1) dapat dicapai;
2) diterima masyarakat;
3) komprehensif;
4) berkesinambungan dan
5) terdokumentasi.
2
Peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien adalah program yang disusun
secara objektif dan sistematik untuk memantau, menilai dan memecahkan masalah-masalah
yang terjadi dalam pemberian asuhan kepada pasien.
Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks padat pakar
dan padat moral. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit menyangkut
berbagai fungsi pelayanan pendidikan dan penelitian serta mencakup berbagai tingkatan
maupun jenis disiplin. Agar pelayanan rumah sakit aman dan bermutu, maka rumah sakit
harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu rumah sakit harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan
pasien di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan penilaian
akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan
proses. Pada kegiatan ini rumah sakit harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu rumah sakit harus dapat menilai diri (self assessment) dan
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutannya untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain,
yaitu instrument mutu pelayanan rumah sakit yang menilai dan memecahkan masalah pada
hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit tidak dapat diketahui apakah input
dan proses yang dilakukan telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator rumah sakit
disusun bertujuan mengukur kinerja rumah sakit apakah sudah sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
WHO pada tahun 2004 mempublikasikan hasil penelitian rumah sakit di beberapa
negara : Amerika, Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan adanya KTD di kisaran 3,2
sampai 16,6%. Di Indonesia data tentang KTD, KNC, KTC dan KPC masih sangat sedikit,
tetapi di sisi lain terjadi peningkatan tuduhan malpraktek meskipun belum tentu sesuai
dengan pembuktian. Guna melakukan kendali mutu pelayanan Rumah Sakit Hawari Essa
yang berfokus pada keselamatan pasien, diperlukanlah suatu program keselamatan pasien
rumah sakit.
Komite Mutu memiliki koordinasi bersama dalam mencapai tujuan untuk
memaksimalkan keefektifan dan efisiensi sistem yang sudah ada. Koordinasi tersebut
3
menggunakan suatu pendekatan yang sistematis untuk menyatakan betapa pentingnya
keunggulan bagi individu dan tim, serta menawarkan suatu alat kerja yang dapat mengukur
tingkat kinerja serta dapat memfasilitasi perbaikan yang berkelanjutan.
Program peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah program yang berkelanjutan
yang disusun secara obyektif dan sistematik untuk memantau dan mengevaluasi kualitas
pelayanan kesehatan. Mutu adalah suatu konsep yang komprehensif. Para ahli menyebutkan
beberapa dimensi mutu yang berbeda berdasarkan level kepentingan yang tergantung pada
konteks dimana penjaminan mutu dilaksanakan.
4
Standar Keselamatan Pasien
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka diperlukan
standar keselamatan pasien fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan acuan
bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. hak pasien.
2. mendidik pasien dan keluarga.
3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
5
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai
kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien Fasilitas pelayanan Kesehatan dapat
memperbaiki keselamatan pasien, melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran
kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan membantu memastikan bahwa
asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar
bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga bisa membantu
Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola
Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. Memimpin dan mendukung staf.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh
Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan
4. Mengembangkan sistem pelapora
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal )
maupun eksternal (nasional).
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran
tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem.
Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk
mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang
tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.
6
V. Manajemen Risiko
Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak negatif
terhadap pencapaian sasaran organisasi. Manajemen Risiko adalah proses yang proaktif dan
kontinu meliputi identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,
pemantauan, dan pelaporan Risiko, termasuk berbagai strategi yang dijalankan untuk
mengelola Risiko dan potensinya. Manajemen risiko merupakan budaya, proses dan struktur
yang diarahkan untuk mewujudkan peluang sambil mengelola efek yang tidak diharapkan.
Ada beberapa kategori risiko yang dapat berdampak pada rumah sakit. Katagori ini antara
lain dan tidak terbatas pada risiko,
Strategis (terkait dengan tujuan organisasi);
Operasional (rencana pengembangan untuk mencapai tujuan organisasi);
Keuangan (menjaga aset);
Kepatuhan (kepatuhan terhadap hukum dan peraturan);
Reputasi (image yang dirasakan oleh masyarakat).
Dalam menyusun daftar risiko, rumah sakit agar memperhatikan ruang lingkup manajemen
risiko rumah sakit yang meliputi namun tidak terbatas pada :
a) Pasien.
b) Staf medis,
c) Tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang bekerja di rumah sakit.
d) Fasilitas rumah sakit
e) Lingkungan rumah sakit
7
f) Bisnis rumah sakit
Diawali dengan pemilihan dan penetapan pelayanan prioritas rumah sakit oleh
pimpinan rumah sakit jajaran manajemen dan kelompok staf medis, kemudian
dilanjutkan pada tahapan sebagai berikut.
a. Standardisasi proses asuhan klinis untuk Pelayanan Klinis Prioritas.
b. Sosialisasi Panduan Praktik Klinik (PPK) dan Clinical Pathway (CP) ke staf klinis
terkait pelayanan klinis prioritas. Sosialisasi dilakukan kepada Kelompok Staf
Medis (KSM), perawat, dan tenaga profesional lain terkait agar dapat memberikan
pelayanan klinis secara sinergis sesuai dengan PPK dan CP yang telah
ditentukan.
c. Uji coba implementasi
Uji coba implementasi dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan efisensi dari CP
yang telah dibuat. Evaluasi dilakukan untuk menyempurnakan CP agar dapat
diimplementasikan dengan baik.
d. Implementasi PPK dan CP
8
Implementasi dilakukan dalam memberikan asuhan klinis sesuai dengan
pelayanan klinis prioritas yang telah dipilih dan didokumentasikan dalam rekam
medis pasien.
e. Audit pasca implementasi
Audit pasca implementasi dilakukan oleh tim CP atau komite medis. Audit
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Panduan penyusunan
PPK dan Clinical Pathway secara berkala dan dilaporkan kepada Direksi RSUD
Balaraja.
f. Pemilihan, Penetapan dan Pengukuran indikator mutu pelayanan prioritas.
g. Analisa dan evaluasi capaian indikator mutu pelayanan prioritas.
4. Pengukuran mutu area klinis, area manajerial, dan 6 sasaran keselamatan pasien
Dalam pengukuran mutu ini meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Identifikasi indikator mutu yang dimonitor oleh rumah sakit
b. Pemilihan indikator area klinis (IAK), indikator area manajemen (IAM) dan
indikator Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP)
c. Pelaksanaan pengumpulan data indikator mutu area klinis, manajemen dan
sasaran keselamatan pasien
d. Validasi data indikator mutu klinik
e. Analisis data indikator mutu area klinis, manajemen dan sasaran keselamatan
pasien
f. Penyusunan laporan mutu ke direktur
g.
Pengukuran mutu dilakukan melalui pemilihan, penetapan, pengumpulan dan analisa
indikator mutu rumah sakit. Indikator yang digunakan meliputi:
9
B. Pengukuran Indikator mutu Nasional meliputi :
1. Kepatuhan kebersihan tangan
2. Kepatuhan penggunaan APD
3. Kepatuhan identifikasi pasien
4. Waktu tanggap seksio sesarea emergensi
5. Waktu tunggu rawat jalan
6. Penundaan operasi elektif
7. Kepatuhan waktu visite dokter spesialis
8. Pelaporan hasil kritis laboratorium
9. Kepatuhan penggunaan formularium nasional
10. Kepatuhan terhadap clinical pathway
11. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
12. Kecepatan waktu tanggap komplain
13. Kepuasan pasien dan keluarga
C. Pemilihan, Penetapan dan Pengukuran Indikator mutu prioritas Rumah Sakit
Hawari Essa mencakup:
a. Area Klinis
1. Kelengkapan asesmen medis dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk rawat
inap pelayanan maternal
2. Ketidakpatuhan pendokumentasian asesmen nyeri secara kontinyu di status
pasien pelayanan maternal
3. Tidak terlaporkannya hasil kritis pelayanan maternal
4. Ketidaktepatan pemberian obat (5 benar) pelayanan maternal
5. Ketidaklengkapan asesmen pre anestesi pelayanan maternal
6. Kejadian Reaksi Transfusi pelayanan maternal
7. Ketidaklengkapan catatan medis pasien (KLPCM) pelayanan maternal
8. Infeksi Daerah Operasi (IDO) pelayanan maternal
9. Infeksi Luka Infus (ILI / Plebitis) pelayanan maternal
10. Bayi baru lahir yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif selama rawat inap
pelayanan maternal
11. Kematian ibu melahirkan karena perdarahan
12. Kematian ibu melahirkan karena eklampsi
13. Ketidakmampuan menangani BBLR 1500-2500gr
14. Keterlambatan penyediaan darah pelayanan maternal
10
15. Kejadian tidak dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada bayi baru lahir
16. Ketidaklengkapan Laporan Operasi pelayanan maternal
17. Ketidaklengkapan Laporan Anestesi pelayanan maternal
18. Waktu tanggap seksio sesarea emergensi <30 Menit
19. Angka kelengkapan pengisian surgical checklist di kamar operasi pada
pelayanan maternal
20. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional pelayanan maternal
21. Waktu Tunggu Rawat Jalan Poli Kebidanan
22. Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway Pelayanan Maternal
23. Waktu Lapor Hasil Tes Kritis laboratorium Pelayanan Maternal
24. Kepatuhan Jam Visite Dokter Spesialis Pelayanan Maternal
25. Emergency Respon Time pelayanan maternal (Waktu Tanggap Pelayanan
Gawatdarurat ≤ 5 menit).
b. Area Manajemen
1. Kecepatan Respon Terhadap Komplaian (KRK)
2. Ketidaktepatan administrasi keuangan laboratorium
3. Ketidaklengkapan dokumen pendukung penagihan
4. Tidak terisinya Angket Kepuasan Pasien Rawat Inap
5. CRR Clinical pathway
6. Kepuasan Pasien dan Keluarga
c. Sasaran Keselamatan Pasien
1. Kepatuhan Identifikasi Pasien Pelayanan Maternal
2. TBAK pelayanan maternal
3. Insiden keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kelengkapan Surgical Checklist di Pelayanan Maternal
5. Kepatuhan Cuci Tangan pada pelayanan maternal
6. Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cedera Akibat Pasien Jatuh pada
pasien Rawat Inap Maternal
D. Pengukuran Indikator mutu unit
1. Instalasi Rawat Inap: Kepatuhan Identifikasi Pasien
2. Instalasi Rawat Inap: Kepatuhan Jam Visite Dokter Spesialis
3. Instalasi Rawat Inap: Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cedera Akibat
Pasien Jatuh pada pasien Rawat Inap
4. Instalasi Rawat Inap: Kejadian dekubitus selama masa perawatan
11
5. Instalasi Rawat Inap: Pasien asma anak yang tidak menerima bronkodilator
selama masa rawat inap
6. Instalasi Rawat Inap: Kejadian pulang atas permintaan sendiri
7. Instalasi Rawat Jalan: Waktu Tunggu Rawat Jalan
8. Instalasi Rawat Jalan: Penanganan pasien tuberkulosis yang tidak sesuai
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
9. Instalasi Rawat Jalan: Proporsi pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
diantara terduga TB
10. Instalasi Rawat Jalan: Angka konversi
11. Instalasi Rawat Jalan: Angka kesembuhan
12. IGD: Emergency Respon Time (Waktu Tanggap Pelayanan Gawat darurat ≤
5 menit).
13. IGD: Kematian Pasien di IGD
14. Instalasi Bedah Sentral: Penundaan Operasi Elektif
15. Instalasi Bedah Sentral: Ketidaklengkapan Laporan Operasi
16. Instalasi Bedah Sentral: Ketidaklengkapan Laporan Anestesi
17. Instalasi Bedah Sentral: Keterlambatan waktu mulai operasi > 30 menit
18. Instalasi Bedah Sentral: Angka kelengkapan pengisian surgical checklist
di kamar operasi
19. Laboratorium: Waktu Lapor Hasil Tes Kritis laboratorium
20. Laboratorium: Tidak terlaporkannya hasil kritis
21. Laboratorium: Kesalahan pemeriksaan golongan darah
22. Laboratorium: Ketidaktepatan administrasi keuangan laboratorium
23. Farmasi: Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional Bagi RS Provider
BPJS
24. Farmasi: Keterlambatan waktu penerimaan obat racikan
25. Farmasi: Keterlambatan waktu penerimaan obat non racikan
26. Promosi: Kepuasan Pasien dan Keluarga
27. Promosi: Kecepatan respon Terhadap Komplain
28. Promosi: Tidak terisinya Angket Kepuasan Pasien Rawat Inap
29. ICU: Ketidakpatuhan pendokumentasian asesmen nyeri secara kontinyu di
status pasien
30. ICU: Pasien yang kembali ke Instalasi Pelayanan Intensif (ICU) dengan kasus
yang sama < 72 jam
12
31. Radiologi: Penolakan Expertise
32. Radiologi: Pemeriksaan ulang radiologi
33. Radiologi:Kesalahan Posisi Pasien dalam Pemeriksaan Radiologi
34. Bank Darah: Kejadian Reaksi Transfusi
35. Bank Darah: Keterlambatan penyediaan darah
36. Rekam Medis: Ketidaklengkapan informed consent
37. Rekam Medis: Penomeran rekam medis ganda/dobel
38. Rehabilitasi Medis: Kesalahan tindakan rehabilitasi medis
39. Rehabilitasi Medis: Pasien rehabilitasi medis yang drop out
40. Gizi: Sisa makan siang pasien non diit
41. Gizi: Kesalahan diit pasien
42. Hemodialisa: Keterlambatan waktu tindakan hemodialisa
43. Hemodialisa: Insiden kesalahan setting program hemodialisa
44. Hemodialisa: Insiden ketidaktepatan insersi vena dan arteri pada pasien
hemodialisa
45. CSSD: Kegagalan uji bowie dick
46. Penunjang: Keterlambatan waktu menangani kerusakan alat
47. Sarpras: Keterlambatan respon time genset
48. Laundry: Linen Hilang
49. Jaminan: Ketidaklengkapan dokumen pendukung penagihan
50. SIMRS: Keterlambatan waktu penanganan kerusakan hardware / jaringan
51. Umum: Keterlambatan Pelayanan Ambulans di Rumah Sakit
52. PPI: Kepatuhan Cuci Tangan
53. PPI: Infeksi Daerah Operasi (IDO)
54. PPI: Infeksi Luka Infus (ILI / Plebitis)
55. PPI: Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
56. PPI: Infeksi Saluran Kemih (ISK)
57. PPI: Pneumonia akibat pemakaian ventilator (Ventilator Associated
Pneumonia /VAP)
58. IGD Maternal: Kematian ibu melahirkan karena eklampsi
59. IGD Maternal: Kematian ibu melahirkan karena perdarahan
60. Perina Sehat: Bayi baru lahir yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif selama
rawat inap
13
61. Perina Sehat: Kejadian tidak dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada bayi
baru lahir
62. Instalasi kedokteran Forensik dan Medikolegal: Waktu tanggap pemulasaran
jenazah
63. Isolasi: Kepatuhan penggunaan APD
14
d. Pelatihan pengumpulan, analisa dan pelaporan data untuk Komite Mutu dan
pengumpul data.
e. Sosialisasi kebijakan, pedomanan dan hal yang terkait dengan Peningkatan mutu dan
keselamatan pasien kepada pegawai dan peserta didik.
f. Orientasi pegawai baru dan siswa
7. Surveillance PPI
Kegiatan surveillance PPI ini terintegrasi dalam program PPI.
a. Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Peningkatan Mutu Pelayanan dan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
b. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Peningkatan Mutu Pelayanan dan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
c. Manajemen Risiko Klinis/keselamatan pasien :
Kegiatan manajemen risiko sebagai berikut:
d. Penerapan manajemen risiko klinis.
e. Pelaporan dan analisis data insiden keselamatan pasien
f. Pelaksanaan dan Pendokumentasian FMEA dan rancang ulang.
g. Koordinasi kegiatan Peningkatan Mutu
15
a. Kejadian sentinel yaitu kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius. Meliputi :
1. Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya kematian
yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi
pasien, kematian bayi aterm dan bunuh diri.
2. Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi
pasien.
3. Operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien.
4. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfuse darah atau
produk darah atau transplantasi organ atau jaringan.
5. Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah
bukan rumah orang tuanya.
6. Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan(berakibat
kematian atau kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan(yang
disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran, siswa
latihan, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan
rumah sakit).
Laporan dibuat paling lambat 2 x 24 jam, ke Komite Mutu, Dewan Pengawas,
dan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien.
b. Kejadian Tidak diharapkan, meliputi :
1. Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi.
2. Semua kejadian serius akibat efek samping obat.
3. Semua kesalahan pengobatan yang signifikan.
4. Semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis
pascaoperasi
5. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau
mendalam dan pemakaian anestesi.
6. Kejadian-kejadian lain; seperti infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan atau wabah penyakit menular. Laporan paling lambat dibuat 2 x
24 jam ke Komite Mutu.
c. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan terjadinya insiden yang belum
terpapar ke pasien. Laporan paling lambat dibuat 2 x 24 jam ke Komite Mutu.
16
d. Kejadian Tidak Cedera (KTC) merupakan insiden yang sudah terpapar ke
pasien tetapi tidak timbul cedera. Laporan paling lambat dibuat 2 x 24 jam ke
Komite Mutu.
17
j. Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
serta sasaran keselamatan pasien
2. Manajemen risiko klinis/keselamatan pasien
a. Menegakkan Konteks
Membentuk organisasi manajemen risiko
Membuat Program Manajemen risiko klinis
b. Asesmen Risiko
Identifikasi risiko
Analisa risiko
Evaluasi risiko
c. Pengelolaan risiko
Pengendalian risiko
Pembiayaan risiko
d. Penyusunan sistem pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien
(IKP).
e. Penyusunan Panduan/kerangka kerja Risk Manajemen.
f. Pelaporan dan analisis data insiden keselamatan pasien (analisa risk grading
dan FMEA).
g. Pelaksanaan dan Pendokumentasian FMEA dan rancang ulang
18
10. Kepatuhan terhadap clinical pathway 80%
11. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh 100%
12. Kecepatan waktu tanggap komplain 80%
13. Kepuasan pasien dan keluarga 76,6
19
Bulan ke-
Kegiatan 1 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2
Diklat pengumpulan, analisa dan pelaporan
data untuk komite, Kepala instalasi dan
pengumpul data
Audit PPK-CP
20
Bulan ke-
Kegiatan 1 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2
Penyusunan FMEA
Investigasi komprehensif/RCA
21
memberikan kontribusi positif terhadap kinerja rumah sakit Untuk itu diperlukan kegiatan
pelaporan dan evaluasi yang dimotori oleh komite mutu pelayanan dan keselamatan
pasien rumah sakit.
Pelaporan dan Evaluasi indikator mutu dan keselamatan pasien adalah untuk menilai
indikator mutu dan keselamatan pasien sehingga mutu pelayanan dapat meningkat.
1. Petugas pencatatan dan pengumpul data adalah penanggungjawab pengumpul
data pada unit pelayanan yang sudah ditunjuk.
2. Pada akhir bulan penanggungjawab unit menyerahkan hasil Formulir Sensus
Harian dan memasukkan data indikator mutu unit/Rumah Sakit kepada Kepala
Bagian Unit yang kemudian diteruskan ke Sekretaris/PIC Komite Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
3. Data dikumpulkan dan hasil rekapitulasi dilaporkan kepada Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
4. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit membuat analisa
dan memberikan rekomendasi-rekomendasi. Selanjutnya melaporkan hasil
rekapitulasi tersebut berikut analisanya kepada direktur RS Hawari Essa
5. Agar data pada laporan tersebut dapat lebih mudah dibaca serta dapat melihat
kecenderungannya dari tingkat mutu yang diukur, maka dibuat dalam bentuk tabel
dan grafik.
Ditetapkan : Kabupaten Tegal
Pada tanggal :
========================
Direktur
22